Anda di halaman 1dari 17

Clinical Science Session

Esofagitis Korosif

Oleh:
Ayu Annisah Sitompul
Femmy Maysara

1010313052
1110312146

Preseptor :
dr. Fachzi Fitri, Sp. THT-KL

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA DAN LEHER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP Dr. M. DJAMIL
PADANG
2015
\

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karna dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah Clinical Science Session yang berjudul Esofagitis Korosif.
Makalah ini ditulis untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan, serta sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher
Kedokteran Universitas Andalas.
Terimakasih penulis ucapkan kepada staff pengajar yang telah membimbing penulis selama
menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, serta
kepada dr. Fachzi Fitri, Sp. THT-KL sebagai pembimbing dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis
mengharapkan saran serta kritik demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua
Padang, Oktober 2015

Penulis

BAB I
1.1 PENDAHULUAN
Konsumsi zat korosif masih menjadi masalah di negara maju meski telah banyak
upaya regulasi dan edukasi dilakukan. Sedangkan di negara berkembang sendiri, kejadiannya
terus meningkat berkaitan dengan sosial ekonomi, pendidikan dan minimnya upaya
pencegahan.1-4
Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat, dan
zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang bersifat
korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap oleh darah.5
Esofagitis korosif mempunyai keluhan gejala atau timbulnya manifestasi klinis sangat
tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lama kontaknya
dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak. Akibatnya
esofagitis korosif ini bisa menimbulkan beberapa keadaan, seperti pada fase akut, fase laten
dan fase kronis. Pada fase akut, esofagitis akut mudah dikenali karena berlansung cepat dan
biasanya penyebabnya lebih mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis yang
membutuhkan waktu yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah
menimbulkan komplikasi. Akibatnya penanganan esofagitis korosif pada fase laten dan
kronis juga lebih sulit.5

BAB II
2.1 Anatomi
Anatomi Esofagus merupakan saluran otot vertikal antara hipofaring sampai
ke lambung. Panjangnya 23 sampai 25 cm pada orang dewasa. Di mulai dari batas
bawah tulang rawan krikoid atau setinggi vertebra C.VI, berjalan sepanjang leher,
mediastinum superior dan posterior, di depan vertebra servikal dan torakal, dan
berakhir pada orifisium kardia lambung setinggi vertebra Th.XI. Melintas melalui
hiatus esofagus diafragma setinggi vertebra Th.X.4 Esofagus dilapisi oleh epitel
gepeng berlapis tak berkeratin yang tebal dan memiliki dua sfingter yaitu sfingter atas
dan sfingter bawah. Sfingter esofagus atas merupakan daerah bertekanan tinggi dan
daerah ini berada setinggi kartilago krikoid. Fungsinya mempertahankan tonus,
kecuali ketika menelan, bersendawa dan muntah. Meskipun sfingter esofagus atas
bukan merupakan barrier pertama terhadap refluks, namun dia berfungsi juga untuk
mencegah material refluks keluar dari esofagus proksimal menuju ke hipofaring.
Sfingter bawah esofagus panjangnya kira-kira 3 cm, dapat turun 1-3 cm pada
pernafasan normal dan naik sampai 5 cm pada pernafasan dalam, merupakan daerah
bertekanan tinggi yang berada setinggi diafragma. Sfingter ini berfungsi
mempertahankan tonus waktu menelan dan relaksasi saat dilalui makanan yang akan
memasuki lambung serta mencegah refluks. Relaksasi juga diperlukan untuk
bersendawa. Menurut letaknya esofagus terdiri dari beberapa segmen5 :
1. Segmen servikalis 5-6 cm ( C.VI-Th. I )
2. Segmen torakalis 16-18 cm ( Th. I-V )
3. Segmen diafragmatika 1-1,5 cm ( Th. X )
4. Segmen abdominalis 2,5-3 cm ( Th. XI )
Esofagus memiliki beberapa daerah penyempitan :
1. Daerah krikofaringeal, setinggi C. VI Daerah ini disebut juga Bab el Mandeb / Gate
of Tear, merupakan bagian yang paling sempit, mudah terjadi perforasi sehingga
paling ditakuti ahli esofagoskopi.
2. Daerah aorta, setinggi Th. IV
3. Daerah bronkus kiri, setinggi Th. V
4. Daerah diafragma, setinggi Th. X

Gambar 1 : Anatomi esofagus

Gambar 2 : Pembagian esofagus


1. Fisiologi

Aktivitas yang terkoordinasi dari sfingter esofagus atas (upper esophageal sphingter),
badan esofagus, dan sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphingter) penting
untuk fungsi motorik esofagus dalam mengantarkan makanan masuk ke lambung.6
1. Sfingter esofagus atas
Bagian ini dipersarafi langsung oleh saraf motorik dari otak. Dalam keadaan
istirahat, sfingter esofagus atas tetap dalam keadaan berkontraksi dengan tekanan
60-100 mmHg, hal ini mencegah masuknya udara dari faring ke esofagus dan
mencegah terjadinya refluks dari esofagus ke faring. Pada saat menelan, bolus
makanan didorong oleh lidah masuk ke faring, terjadi relaksasi otot sfingter atas,
setelah makanan lewat otot ini kembali pada keadaan normal.
2. Badan esofagus
Setelah makanan melewati otot sfingter atas, badan esofagus berkontraksi mulai
dari bagian paling atas dengan kecepatan 3-4 cm/detik dan tekanan kontraksi 60140 mmHg.
3. Sfingter esofagus bawah
Panjang sfingter esofagus bawah sekitar 3-4 cm dengan tekanan kontraksi pada
saat istirahat adalah 15-24 mmHg. Pada saat menelan, otot sfingter ini relaksasi
sekitar 5-10 detik agar makanan bisa masuk ke dalam lambung.

Gambar 3: Peristaltis esofagus


2.2 Definisi
Esofagitis korosif adalah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa kuat dan zat

organik. Zat kimia yang korosif akan mengakibatkan kerusakan pada saluran yang
dilaluinya.5
2.3 Epidemiologi
Di seluruh dunia, anak-anak merupakan 80% kasus dari keseluruhan populasi,
umumnya secara tidak sengaja. Sebaliknya pada dewasa kebanyakan karena upaya
bunuh diri. Secara umum, zat korosif terdiri dari asam kuat dan basa kuat. Di negara
barat zat basa lebih sering ditemui sebagai penyebabnya, sedangkan di negara
berkembang zat basa kuat yang lebih sering ditemukan, seperti di India, asam klorida
dan sulfur mudah didapat.7,8
Dari keseluruhan kasus, 70% esofagitis kronis disebabkan oleh basa kuat, 20%
oleh asam kuat karena sifat dari basa kuat yang tidak berasa di lidah, sedangkan asam
mempunyai rasa yang pahit dan menyebabkan lidah rasa terbakar. Hasil statistik di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat 5.000 sampai 10.000 kasus tertelan
zat-zat kaustik pertahun, baik disebabkan asam kuat, basa kuat maupun zat korosif
lainnya. Sekitar 80% kasus ini terjadi pada anak-anak, dan 50% di antaranya terjadi
pada anak usia kurang dari 4 tahun. Kasus ini juga terjadi pada orang dewasa yang
mencoba bunuh diri dengan cara meminum zat zat korosif dan biasanya tingkat
kerusakan yang ditimbulkan lebih serius karena adanya unsur kesengajaan, jumlah zat
yang masuk lebih banyak dan jenisnya lebih berbahaya.9-11
2.4 Patogenesis & patofisiologi
Pada basa kuat menyebabkan terjadinya nekrosis mencair (liquifactum
necrosis) dimana secara histologiknya dinding esofagus sampai lapisan otot seolah
mencair.
Pada asam kuat terjadi nekrosis menggumpal (coagulation necrosis) dimana
secara histologiknya dinding esofagus sampai lapisan otot seolah menggumpal. Asam
kuat menyebabkan kerusakan pada lambung lebih berat dibanding kerusakan di
esofagus, sedangkan basa kuat sebaliknya. Zat lainnya seperti lisol dan karbol hanya
menyebabkan edema di mukosa atau submukosa.
Esofagitis korosif dibedakan menjadi 5 bentuk klinis bedasarkan beratnya luka bakar :
- Esofagitis korosif tanpa ulserasi
Pasien mengalami gangguan menelan ringan. Pada esofagoskopi mukosa
-

hiperemis tanpa disertai ulserasi.


Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan
Terjadi disfagia ringan dan pada esofagoskopi tampak ulkus yang tidak

dalammengenai mukosa esofagus saja.


Esofagitis korosif ulserasi sedang
Ulkus sudah mengenai lapisan otot, bisa satu ulkus ataupun multipel.

Esofagitis korosif ulseratif berat tanpa komplikasi


Terjadi pengelupasan mukosa serta nekrosis yang letaknya dalam dan telah
mengenai seluruh lapisan esofagus. Jika dibiarkan akan menimbulkan striktur

esofagus.
Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi
Terdapat perforasi esofagus yang menyebabkan mediastinitis dan peritonitis.
Kadang ditemukan tanda obstruksi jalan napas dan gangguan keseimbangan asam
basa.5

Zat kimia khususnya yang menyebabkan esofagitis korosif berat adalah larutan pembersih
atau disinfektan. Faktor yang berkontribusi pada perkembangan refluks esofagitis adalah
refluksat kaustik, ketidakmampuan membersihkan refluksat dari esofagus, volume isi gaster,
dan fungsi protektif mukosa lokal. Jenis dan jumlah zat kimia yang tertelan menentukan
derajat keparahan dan lokasi kerusakan. Zat kimia tersebut dapat merusak sebatas mukosa,
submukosa, bahkan seluruh lapisan esofagus.10,12
Asam dan basa menghasilkan jenis kerusakan jaringan yang berbeda. Asam
menyebabkan nekrosis koagulasi, dengan pembentukan eschar yang bisa membatasi penetrasi
zat dan kerusakan yang dalam. Sebaliknya, alkalis bergabung dengan protein jaringan dan
menyebabkan nekrosis liquefaktif dan saponifikasi, dan menembus lebih dalam ke jaringan,
dibantu oleh viskositas yang lebih tinggi dan waktu kontak lebih lama pada esofagus. Selain
itu, penyerapan alkali bisa menyebabkan trombosis pada pembuluh darah, dan menghambat
aliran darah ke jaringan yang rusak. Cedera terjadi dengan cepat, tergantung konsentrasi agen
dan waktu paparan. Basa kuat adalah zatdengan pH>12, seperti natrium karbonat, natrium
metasilikat, amonia, sodium hidroksida, dan potassium hidroksida, zat ini dapat dijumpai
sehari-hari diantaranya pada sabun pencuci piring, sabun pencuci kain, dan pembersih lantai.
Asam kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH kurang dari 2, seperti asam nitrat, asam
hidroklorat, merkuri, asam sulfat, perak nitrat, fenol, natrium hipoklorit zat-zat tersebut
terdapat pada pemutih pakaian, pembersih toilet, pembersih saluran air, pembersih karat,
kaporit, dan sebagainya.13,14
Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh dengan merubah
struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan kovalen pada sel.13
1. Basa kuat
Esofagitis korosif karena basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair
(liquefactum necrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan melarutkan

protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur membran sel. Ion
hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan jaringan kolagen sehingga
menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan jaringan (kontraktur), trombosis pada
pembuluh darah kapiler, dan produksi panas oleh jaringan. Jaringan yang paling sering
terkena pada kontak pertama oleh basa kuat adalah lapisan epitel squamosa orofaring,
hipofaring, dan esofagus. Esofagus merupakan organ yang paling sering terkena dan paling
parah tingkat kerusakannya saat tertelan basa kuat dibandingkan dengan lambung, Dalam 48
jam terjadi udem jaringan yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, selanjutnya dalam 24 minggu dapat terbentuk striktur.
2. Asam kuat
Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis menggumpal
(coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial yang akan menimbulkan
bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi jaringan di bawahnya dari kerusakan.
Lambung merupakan organ yang paling sering terkena pada kasus tertelan asam kuat, pada
20% kasus usus kecil juga dapat terkena. Keropeng dan bekuan protein yang terbentuk
mengelupas dalam 3-4 hari digantikan oleh jaringan granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi
pada proses ini. Komplikasi akut yang terjadi adalah, muntah akibat dari spasme pylorik,
perforasi dan perdarahan saluran cerna. Jika zat asam terserap oleh darah menyebabkan
asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut, dan kematian.

2.5 Manifestasi Klinis


Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis zat
korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimun-tahkan atau tidak.5
Esofagitis korosif dibagi dalam 5 bentuk klinis berdasarkan beratnya luka bakar yang
ditemukan yaitu:5
1.

Esofagitis korosif tanpa ulserasi.


Pasien mengalami gangguan me-nelan yang ringan. Pada esofagoskopi tampak
mukosa hiperemis tanpa disertai ulserasi.

2.

Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan.


Pasien mengeluh disfagia ringan. Pada esofagoskopi tampak ulkus yang tidak
dalam yang mengenai mukosa eso-fagus saja.

3.

Esofagitis korosif ulseratif sedang.


Ulkus sudah mengenai lapisan otot. Biasanya ditemukan satu ulkus atau lebih
(multipel).
4. Esofagitis korosif ulseratif berat tanpa komplikasi.
Terdapat pengelupasan mukosa ser-ta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah
mengenai seluruh lapisan esofagus. Keadaan ini jika dibiarkan akan menim-bulkan
striktur esofagus.
5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi.
Terdapat perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis.
Kadang-kadang ditemukan tanda-tanda obstruksi jalan napas atas dan gangguan
keseimbangan asam dan basa.
Berdasarkan gejala klinis dan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3
fase yaitu fase akut, fase laten (intermediate) dan fase kronik (obstruktif).5
Fase Akut
Keadaan ini berlangsung 1-3 hari. Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di
daerah mulut, bibir, faring dan kadang-kadang disertai perdarahan. Gejala yang ditemukan
pada pasien ialah disfaga yang hebat, odinotagia serta suhu badan yang meningkat.
Gejala klinis akibat tertelan zat organik dapat berupa perasaan terbakar di saluran
cerna bagian atas, mual, muntah, erosi pada mukosa, kejang otot, kegagalan sirkuiasi dan
pernapasan.
Fase Laten
Berlangsung selama 2-6 minggu. Pada fase ini keluhan pasien berkurang, suhu badan
menurun. Pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan dengan baik akan tetapi
prosesnya sebetulnya masih berjalan terus dengan membentuk jaringan parut (sikatriks).
Fase Kronis

Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk jaringan parut,
sehingga terjadi striktur esofagus. Pada derajat kerusakan esofagus 2B dan 3 dapat berisiko
terbentuk striktur esofagus dengan kemungkinan 71%. Striktur biasanya terbentuk dalam 8
minggu setelah trauma terjadi pada 80% pasien, tetapi bisa juga cepat (3 minggu) atau
lambat (1 tahun).

2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik, gejala
klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radio-logik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagoskopi. Evaluasi dari pasien dengan tertelan zat kimia harus diperiksa secara
seksama14,16
1. Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif atau
zat organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama pasien rasa terbakar pada daerah
kerongkongan , rasa nyeri yang hebat, serta bisa juga mengeluhkan susah menelan.16
2. Pemeriksaan Fisik
Adanya luka bakar pada mukosa mulut atau pada bibir dapat menunjukkan adanya zat
kaustik berupa asam kuat atau basa kuat. Perbedaannya adalah pada paparan asam kuat
tampak luka bakar bersifat nekrosis koagulatif dengan pembentukan jaringan parut sehingga
bisa membatasi penetrasi dan kerusakan yang lebih dalam. Sedangkan basa kuat berikatan
dengan protein jaringan menyebabkan nekrosis likuitatif dan saponifikasi, dan berpenetrasi
ke jadringan yang lebih dalam. Hal ini dapat diperparah dengan viskositas zat yang tinggi dan
pajanan yang lebih lama pada esofagus.Selain itu absorbsi dari zat basa dapat menyebabkan
trombosis pada pembuluh darah, menghalangi aliran darah memasuki jaringan yang telah
rusak juga sebelumnya. Sehingga kerusakan korosif akibat alkali kuat pada esofagus lebih
berat dibandingkan akibat asam kuat, kerusakan terbesar terjadi bila PH> 12.17
3. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta pemeriksaan
fisik juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik,
dan eofagoskopi.16

A. Pemeriksaan laboratorium
Peranan pemeriksaan laboratorium sa-ngat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-tanda
gangguan elektrolit, diperlukan pemeriksaan elektrolit darah. Beberapa pemeriksaan yang
dapat dilakukan adalah:5
a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, kreatinin
b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk melihat keseimbangan cairan
B. Pemeriksaan radiologik
Foto Rontgen toraks postero-anterior dan lateral perlu dilakukan untuk mendeteksi
adanya mediastinitis atau aspirasi pneumonia. Pemeriksaan Rontgen esofagus dengan
kontras barium (esofagogram) tidak banyak menunjukkan kelainan pada stadium akut.
Eso-fagus mungkin terlihat normal. Jika ada kecurigaan akan adanya perforasi akut
esofagus atau lambung serta ruptur esofagus akibat trauma tindakan, esofagogram perlu
dibuat. Esofagogram perlu dibuat setelah minggu kedua untuk melihat ada tidaknya
striktur esofagus dan dapat diulang setelah 2 bulan untuk evaluasi. Gambaran adanya
striktur esofagus biasanya lumen yang menyempit, pinggir bisa rata atau tidak, tampak
kaku, dan pada umumnya terjadi pada bagian dekat arkus aorta.Segera setelah trauma
terjadi dapat terlihat udara bebas pada mediastinum pada foto thoraks, hal ini
mengindikasikan perforasi esofagus. 5,17

Pemeriksaan esofagoskopi
Esofagoskopi diperlukan untuk melihat ada-nya luka bakar di esofagus. Pada
esofagoskopi akan tampak mukosa yang hiperemis, edema dan kadang-kadang ditemukan
ulkus. Klasifikasi korosif esofagitis berdasarkan pemeriksaan esofagoskopi:14
Grade 1 : Edema dan eritem
Grade 2A: Perdarahan, erosi, ulkus superfisial dengan eksudat
Grade 2B: Eksudat sirkumfensial
Grade 3 : Ulkus multipel yang dalam dengan perubahan warna menjadi coklat, hitam,
ataupun keabuan serta nekrosis yang dalam
Grade 4: Perforasi

Gambar 1. Klasifikasi gambaran endoskopi


Bila esofagoskopi dilakukan terlalu dini (kurang dari 12 jam) jumlah dari kerusakan bisa
terlihat tidak maksimal. Sehingga endokopi paling baik dilakukan 24 sampai 48 jam setelah
trauma terjadi. Jika lebih lama dari 48 jam maka akan meningkatkan risiko perforasi selama
tindakan dilakukan. Untuk hal ini penggunaan esofagografi dapat dipertimbangkan.18
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pemberian terapi pada esofagitis korosif adalah untuk mencegah pembentukan
striktur, perforasi, dan fibrosis yang cepat.
Terapi esofagitis korosif dibedakan antara tertelan zat korosif dan zat organik. Terapi
esofagitis korosif akibat tertelan zat korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronis. Pada
fase akut dilakukan perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi.
Perawatan umum
Perawatan umum dilakukan dengan cara memperbaiki keadaan umum pasien, menjaga
keseimbangan elektrolit serta menjaga jalan napas. Prioritas pertama adalah stabilisasi
hemodinamik dan jalan anfas yang adekuat. Jika jalan nafas tidak stabil, dapat dilakukan

intubasi laringoscopy direct dengan visualisasi lagsung. Blind intubasi tidak disarankan
karena berisiko menambah perdarahan dan kerusakan.Bilas lambung dan perangsangan
muntah tidak boleh dilakukan karena akan mengakibatkan paparan ulang dari agen korosif
dan memperparah kerusakan.17
Jika terdapat gangguan keseimbangan elektrolit diberikan infus aminofusin 600 2 botol,
glukosa 10% 2 botol, NaCI 0,9% + KCI 5 Meq/liter 1 botol. Untuk melindungi selaput lendir
esofagus bila muntah dapat diberikan susu atau putih telur. Jika zat korosif yang tertelan
diketahui jenisnya dan terjadi sebelum 6 jam, dapat dilakukan netralisasi (bila zat korosif
basa kuat diberi susu atau air, dan bila asam kuat diberi antasida). Pasien yang mengalami
derajat kerusakan 1 dan 2A diperbolehkan untuk mendapatkan intake oral. Sedangkan pada
grade yang lebih parah pasien perlu di observasi di Intensive Care Unit dan dibutuhkan
support nutrisi yang cukup6. Nasogastric tubes dapat diberikan untuk mencegah muntah dan
sebagai stent pada luka sirkumferensial yang parah.14,17
Terapi medik
Antibiotika diberikan selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam. Biasanya diberikan
Penisilin dosis tinggi 1 juta - 1,2 juta unit/hari.5
Kortikosteroid diberikan untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang
berlebihan. Kortikosteroid harus diberikan sejak hari pertama dengan dosis 200-300 mg
sampai hari ketiga. Setelah itu dosis diturunkan perlahan-lahan tiap 2 hari (tapering off).
Dosis yang di-pertahankan (maintenance dose) ialah 2 X 50 mg perhari. Analgesik diberikan
untuk mengurangi rasa nyeri. Morfin dapat diberikan, jika pasien sangat kesakitan.5
Esofagoskopi
Biasanya dilakukan esofagoskopi pada hari ke tiga setelah kejadian atau bila luka bakar
di bibir, mulut dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan esofagoskopi ditemukan
ulkus, esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui ulkus tersebut karena ditakut-kan terjadi
perforasi. Pada keadaan demikian sebaiknya dipasang pipa hidung lambung (pipa nasogaster)
dengan hati-hati dan terus menerus (dauer) selama 6 minggu. Setelah 6 minggu esofagoskopi
diulang kembali.5
Pada fase kronik biasanya sudah terdapat striktur esofagus. Untuk ini dilakukan dilatasi
dengan bantuan esofagoskop. Dilatasi dilaku-kan sekali seminggu, bila keadaan pasien Iebih

baik dilakukan sekali 2 minggu, setelah se-bulan, sekali 3 bulan dan demikian seterusnya
sampai pasien dapat menelan makanan biasa. Jika selama 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan sebaiknya dilakukan reseksi esofagus dan dibuat anastomosis ujung ke ujung (end
to end).5
2.8 Komplikasi
Komplikasi esofagitis kronis dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia
aspirasi, perforasi esofagus, medistinitis, dan kematian. Muntah bisa menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan komplikasi dari esofagitis korosif. 6,9% kejadian komplikasi
terjadi dia antara pasien yang muntah selama fase akut dimana tidak ditemukan komplikasi
pada orang yang tidak muntah. Muntah yang berulang-ulang disimpulkan dapat berpengaruh
terhadap keparahan komplikasi. Aspirasi dari zat iritan dapat kemudian mempengaruhi
bronkus, dengan demikian salah satu evaluasi awal setelah tertelan zat iritan adalah dengan
melakukan bronkoskopi sebagai tambahan dari endoskopi.17,18,19

BAB III
KESIMPULAN
Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar
karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah asam kuat, basa kuat dan
zat organik. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis
zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding
esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.

Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik,
pemeriksaan fisik, bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian, pemeriksaan radiologik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagoskopi.
Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah pembentukan striktur.
Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronik. Pada fase akut, dilakukan
perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi. Fase kronik telah
terjadi striktur, sehingga dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop.
Komplikasi esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia
aspirasi, perforasi esofagus, mediastinitis, dan kematian. Prognosis tergantung dari derajat
luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat yang tertelan, lama paparan, pH, volume,
konsentrasi, kemampuannya menembus jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang
diperlukan untuk menetralisir zat yang masuk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ghelardini C, Malmberg-Aiello P, Giotti A, Malcangio M, Bartolini A. Investigation


into atropine-induced antinociception. Br J Pharmacol 1990; 101: 49-54 [PMID:
2282466 DOI:10.1179/2046905512Y.00000000074]
2. Ekpe EE, Ette V. Morbidity and mortality of caustic ingestion in rural children:
experience in a new cardiothoracic surgery unit in Nigeria. ISRN Pediatr 2012; 2012:
210632 [PMID: 22778986 DOI: 10.5402/2012/210632]

3. Contini S, Swarray-Deen A, Scarpignato C. Oesophageal corrosive injuries in


children: a forgotten social and health challenge in developing countries. Bull World
Health Organ 2009; 87: 950-954 [PMID: 20454486 DOI: 10.2471/BLT.08]
4. Sarioglu-Buke A, Corduk N, Atesci F, Karabul M, Koltuksuz U. A different aspect of
corrosive ingestion in children: socio-demographic characteristics and effect of family
functioning. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2006; 70: 1791-1798 [PMID: 16839614]
5. Soepardi, Eflaty A, Iskandar, N. Editor. 2012. Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Leher Edisi Ketujuh. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Laluani, AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck
Surgery. United State of America : The McGraw-Hill Companies Inc. 2008. 486.
7. Gumaste VV, Dave PB. Ingestion of corrosive substances by adults. Am J
Gastroenterol 1992; 87: 1-5 [PMID: 1728104]
8. Watson WA, Litovitz TL, Rodgers GC, Klein-Schwartz W, Reid N, Youniss J,
Flanagan A, Wruk KM. 2004 Annual report of the American Association of Poison
Control Centers Toxic Exposure Surveillance System. Am J Emerg Med 2005; 23:
589-666 [PMID: 16140178]
9. Lionte C, et all. 2007. Unusual Presentation and Complication of Caustic Ingestion;
Case Report. http://www.jgld.ro/12007/12007_17.pdf [Diakses 2 Desember 2011].
10. Wen, Jessica. 2008. Esophagitis. http://www.emedicine.com/ped/ TOPIC714.HTM
[Diakses 2 Desember 2011].
11. Alijenad, A. 2000. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract.
http://pearl.sums.ac.ir/semj/vol4/jan2003/causticinj.htm [Diakses 7 Desember 2011].
12. Corrosive Esophagitis and Stricture. (http://www.medicalclinic.org/diseases/
corrosive-esophagitis-and-stricture.html, diakses 5 Desember 2011).
13. Kardon, EM. 2008. Toxicity, Caustic Ingestion.
http://www.emedicine.com/EMERG/topic86.htm [Diakses 7 Desember 2011].
14. Staf Pengajar FKUI-RSCM. 1997. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher Jilid Dua. Jakarta : Binarupa Aksara.
15. Gumurdulu Y, Karakoc E, Kara B, Tasdogan BE, Parsak CK. 2010. The effeciency of
sucralfate in corrosive esophagitis: A randomized, prospective study. Turk J
Gastroenterol, 21(1):7-11
16. Contini S, Scarpignato C.2013. Caustic injury of the upper gastrointestinal tract: A
comprehensive review. World I Gastroenterol 2013 July 7; 19(25): 3918-3930
17. Postma GN, Melanie MD, Sbyt MW, Rees CJ. Esophagology. In: Snow JB .2008.
Otorhinolaringology head and neck surgery. People Medicals Publishing House:
Connecticut
18. Nelson KK, Clayton SB, Champeaux AL. 2013. Caustic Injury and Stricture of
the Esophagus After Long-Term Phenytoin Use. ACG Case Rep J, 2(2):83-85
19. Seo JY, Kang KJ, Kang HS, Kim SE.2015. Corrosive Esophagitis Caused by
Ingestion of Picosulfate. Korean Society of Gastrointestinal Endoscopy, 48:66-69

Anda mungkin juga menyukai