Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM NUTRISI IKAN

IDENTIFIKASI BAHAN BAKU PELET

Disusun oleh:
Kelompok 4/Perikanan B
Zelikha Sukma Pangestu
Rifqy Gilang Pratama
Sofie Saraswati
Gulam Banthani
Moch. Iqbal Fernanda
Siti Aliyah
M. Rakhman Firdaus

230110130066
230110130080
230110130105
230110130111
230110130132
230110130144
230110130182

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2016

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbilalamin, puji serta syukur penulis sampaikan kehadirat


Allah SWT atas berkah dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Akhir Praktikum Nurtisi Ikan dengan Judul Identifikasi Bahan Baku Pelet tepat
pada waktunya.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen matakuliah Nutrisi ikan
atas saran dan bimbingannya dan kepada asisten laboratorium atas bimbingan,
serta kepada berbagai pihak atas saran dan dukungan dalam pembuatan laporan
akhir praktikum.
Demikian laporan akhir ini penulis susun, penulis menyadari masih
terdapat kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Maka dari itu, saran dan kritik
penulis harapkan. Semoga bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Jatinangor, Mei 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Bab

II

III

IV

Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................

iii

DAFTAR GAMBAR........................................................

iv

DAFTAR LAMPIRAN....................................................

PENDAHULUANi
1.1. Latar Belakang..........................................................
1.2. Tujuan Praktikum......................................................
1.3. Manfaat Praktikum ...................................................

1
1
1

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bahan Baku Pakan Ikan.................
2.1.1 Bahan Pakan Ikan Sumber Protein Basal..................
2.1.2 Bahan Pakan Ikan Sumber Protein Suplemen...........
2.1.3 Bahan Pakan Ikan Tambahan (Feed Additive)..........
2.2 Uji Bulky Bahan Pakan.............................................
2.3 Uji Stabilitas .............................................................

2
5
5
5
8

METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum..............
3.2 Alat dan Bahan..........................................................
3.2.1 Alat- alat....................................................................
3.2.2 Bahan- bahan.............................................................
3.3 Prosedur Kerja...........................................................

9
9
9
9
10

HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil..........................................................................
4.2 Pembahasan...............................................................

13
15

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan...............................................................
5.2 Saran.........................................................................

23
23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................
LAMPIRAN......................................................................

24
26

DAFTAR TABEL

No

Judul

Halaman

.
1

Alat

digunakan

dan

fungsinya.....................................
Bahan
yang
digunakan

dan

10

3
4
5

fungsinya..................................
Hasil identifikasi bahan pakan.............................................
Hasil pengamatan dedak......................................................
Hasil pengamatan pelet........................................................

13
14
14

yang

DAFTAR GAMBAR

No

Judul

Halaman

.
1

Tabel

2
3

Hewani...................................................
Tabel Bahan Baku Nabati.....................................................
Tabel
Bahan
Baku
Limbah
Industri

3
4
5

Pertanian......................
Diagram Alir Prosedur

Baku

11

5
6

Pelet.........
Diagram Alir Prosedur Uji Sifat Bulky................................
Diagram Alir Prosedur Stabilitas Pakan...............................

11
12

Bahan

Identifikasi

Baku

Bahan

DAFTAR LAMPIRAN

No
.
1

Judul
Bahan

Halaman
baku

pelet..................................................................

27

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pakan ikan menjadi salah satu permasalahan dikalangan pembudidaya. Hal

tersebut dikarenakan pakan ikan menempati biaya produksi tertinggi selama


proses budidaya ikan. Selain itu, tingginya harga pakan ikan yang disebabkan oleh
tingginya harga bahan baku sebagai penyusun utama ikan belum mampu
digantikan oleh bahan yang lain yang kualitasnya dapat bersain dengan tepung
ikan. Sehingga hal ini menjadi salah satu inhibitor dalam pengembangan budidaya
ikan. Pakan ikan dikatakan bermutu jika mengandung nilai nutrisi dan gizi yang
dibutuhkan oleh ikan. Menurut Murtidjo (2003) bahwa Pakan yang berkualitas
mengandung 70 % protein, 15 % karbohidrat, 10 % lemak, dan 5 % vitamin, air,
dan mineral.
Kualitas bahan pakan yang bai dapat diketahui dengan berbagai pengujian,
diantaranya pengujian secara fisik, kimiawi dan biologis. Pengujian tersebut
dilakukan untuk mengatahui kadar nutrisi dan kualitas pakan yang disukai oleh
ikan. Sehingga dengan dilakukan pengujian terlebih dahulu, dapat membuat
formulasi pakan ikan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi, dapat memberikan
pertumbuhan yang optimal terutama dapat menekan jumlah biaya selama proses
budidaya. Untuk itu praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi bahan baku
pellet baik secara kualitas organoleptik maupun uji fisik yang menentukan
kualitas pakan.
1.2

1.3

Tujuan Prakikum
Tujuan praktikum sebagai berikut:
a. Untuk mengenidentifikasi secara organoleptik bahan baku pelet
b. Untuk menguji sifat bulky dari bahan baku pelet, dan
c. Untuk menguji sabilitas bahan baku pelet.
Manfaat praktikum
Mahasiswa dapat mengidentifikasi secara organoleptik bahan pakan,

menguji sifat bulky bahan baku pelet, dan menguji stabilitas bahan baku pelet.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Tinjauan Umum Bahan Baku Pakan Ikan


Pakan buatan (atrificial feed) adalah campuran dari berbagai sumber

bahan baku yang disusun secara khusus berdasarkan komposisi yang dibutuhkan
untuk digunakan sebagai pakan (Afrianto dkk., 2005). Berdasarkan tingkat
kebutuhannya, maka pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Afrianto
dkk., 2005):
1. Pakan tambahan
Ikan sudah mendapat pakan dari alam, namum jumlahnya belum mencukupi
untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi pakan buatan sebagai bahan
tambahan.
2. Pakan suplemen
Pakan yang sengaja dibuat untuk menambah nutrisi tertentu yang tidak mampu
disediakan pakan alami.
3. Pakan Utama
Pakan yang sengaja dibuat untik menggantikan sebagian besar atau keseluuhan
pakan alami.
Berdasarkan klasifikasi pakan buatan tersebut, hal yang sangat penting
dalam pembuatan pakan yaitu bahan baku pakan ikan. Bahan baku pakan ikan
buatan merupakan bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan dan hassil industri
yang mengandung gizi dan layak digunakan sebagai pakan. Beberapa persyaratan
dalam pemilihan bahan baku pakan (Afrianto dkk .,2005)
1. Nilai gizi
Kandungan gizi pakan buatan dapat disesuaikan merut kebutuhan.
2. Mudah dicerna
Bahan baku pakan buatan hendaklah mudah dicerna oleh ikan agar nilai
efisiensi pakannya cukup tinggi.

3. Tidak mengandung racun


4.
Racun adalah zat yang dapat menyebabkan sakit atau kematian
ikan. Racun yang mencemari bahan baku pakan antara lain obat pemberantas
hama dan buangan industri.
5. Mudah diperoleh
6.
Biaya terbesar dalam budidaya ikan adalah pakan. Apabila bahan
baku pembuatan pakan sulit diperoleh , biaya pengadaan pakan juga akan
meningkat.
7. Nilai ekonomi
8.
Pemilihan bahan baku pakan ikan hendaklah mempertimbahngkan
efisiensi pakan yang akan dibuat dengan memilikih bahan yang ekonomis.
9.
Jenis- jenis bahan baku yang dapat digunakan dalam membuat
pakan buatan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu bahan baku
hewani, bahan baku nabati, dan bahan baku limbah industi pertanian .
a. Bahan Baku Hewani
10.

Bahan baku hewani adalah bahan baku yang berasal dari

hewan atau bagian tubuh hewan. Bahan baku hewan ini merupakan
sumber protein yang relatif lebih mudah dicerna dan kandungan asam
aminonya lebih lengkap dibandingkan dengan bahan baku nabati.
Beberapa macam bahan baku hewani yang basa digunakan dalam
pembuatan pakan ikan antara lain : tepung ikan, silase ikan, tepung udang,
tepung cumi- cumi, tepung cacing tanah, tepung benawa/ kepiting, tepung
darah, tepung tulang, tepung hatio, tepung artemia (Ohio 2012).
11.

12.

Gambar 1. Tabel Bahan Baku Hewani


13.
(Sumber : Ohio 2012)

b. Bahan Baku Nabati


14.

Bahan baku nabati adalah bahan baku yang berasal dari

tumbuhan atau bagian dari tumbuh- tumbuhan. Bahan nabati pada


umumnya merupakan sumber karbohidrat, namun banyak juga yang kaya
akan protein dan vitamin. Beberapa macam bahan baku nabati yang biasa
digunakan dalam pembuatan pakan ikan antara lain terdiri dari : tepung
keddelai, tepung jagung, tepung terigu, tepung tapioka, tepung sagu,
tepung daun lamtoro, tepung daun singkong, tepung kacang tanah, tepung
beras (Ohio 2012).
15.

16.

Gambar 2. Tabel Bahan Baku Nabati


17.
(Sumber : Ohio 2012)

c. Bahan Baku Limbah Inustri Pertanian


18.

Bahan baku limbah pertanian merupakan ahan baku yang

yang berasal dari limbah pertanian baik hewani maupun nabati. Beberapa
macam bahan limbah pertanian yang sering digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pakan ikan antara lain: tepung kepala udang, tepung anak
ayam, tepung darah, tepung tulang, ampas tahu, bungkil kelapa, dedak
halus, isi perut hewan mamalia (Ohio 2012).

19.

20.

Gambar 3. Tabel Bahan Baku Limbah Industri Pertanian


21.
(Sumber : Ohio 2012)
22. 2.1.1
Bahan Pakan Ikan Sumber Protein Basal
23.
Protein basal adalah semua bahan baku pakan, baik nabati, hewani
dan limbah industri yang memiliki kandungan protein kurang dari 20
% . Bahan baku yang termasuk protein basal diantaranya tepung terigu,
tepung sagu, dedak, tepung tapioka, tepung jagung, dan bahan yang
mempunyai kadar karbohidrat yang tingi (Pusat Pendidikan Kelautan
dan Perikanan 2015).
24. 2.1.2
25.

Bahan Pakan Ikan Sumber Protein Suplemen

Protein suplemen adalam semua bahan baku pakan, baik nabati,


hewani dan limbah industri yang memiliki kandungan protein lebih
dari 20 % (Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan 2015).Bahan
baku yang termasuk kedalam protein suplemen diantaranya didominasi
oleh sumber hewani diantaranya tepung artemia, tepung ikan, tepung
daging, tepung susu, tepung darah dan sebagainya. Namun adapula
tumbuhan yang memiliki protein yang tinggi diantarany lemna,

fitoplankton dan sebagainya


26. 2.1.3
Bahan Pakan Ikan Tambahan
27.
Selain dari bahan pakan yang berfungsi sebagai protein basal, dan
protein suplemen, serta yang berasal dari hewani, nabati dan limbah
industri, bahan baku untuk melengkapi formulasi pakan buatan
biasanya diberikan beberapa bahan tambahan (Feed Additif) yaitu

bahan makanan atau suatu zat yang ditambahkan dalam komposisi


pakan untuk meningkatkan kualtas dari pakan. Jumlah bahan tambhan
yang digunakan biasaya relatif sedikit tetapi harus ada dalam meramu
pakan buatan (Ohio 2012)
a.

Vitamin dan mineral


28.

vitamin dan mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit

karena tidak dapat dibuat sendiri oleh tubuh ikan maka dalam pembuatan
pakan harus ditambahkan. Jumlah pemberian vitamin dan mineral dalam
pakan buatan berkisar antara 25%. Vitamin dan mineral untuk membuat
pakan ikan dapat dibuat sendiri yang disebut vitamin premix atau
membelinya di toko. Vitamin dan mineral dijual di toko penggunaannya
sebenarnya untuk ternak tetapi dapat juga digunakan untuk ikan. Merek
dagang vitamin dan mineral tersebut antara lain Aquamix, Rajamix, P fizer
Premix A, P frizer Premix B, Top Mix, dan Rhodiamix 273 (Ohio 2012)
b.

Antioksidan
29.

Zat antigenik yang dapat mencegah terjadinya oksidasi

pada makanan dan bahan-bahan makanan. Penggunaan antioksidan dalam


pembuatan pakan ikan bertujuan untuk mencegah penurunan nilai nutrisi
makanan dan bahan-bahan makanan ikan serta mencegah terjadinya
ketengikan lemak atau minyak, serta untuk mencegah kerusakan vitamin
yang larut dalam lemak. Dalam memilih jenis antioksidan yang akan
diguna- kan harus diperhatikan beberapa syarat yaitu, Antioksidan harus
efektif, tidak bersifat racun bagi ikan, harus efektif dalam konsentrasi
rendah., mempunyai nilai ekonomis.
c.

Bahan pengikat (Binder)


30.

penambah- an bahan pengikat di dalam ramuan pakan

buatan berfungsi untuk menarik air, memberikan warna yang khas dan
memperbaiki tekstur produk. Jenis bahan pengikat yang dapat digunakan
antara lain agar-agar, gelatin, tepung kanji, tepung terigu, tepung maizena,
Carboxymethy Cellulose (CMC), karageenan, dan asam alginat. Jumlah
penggunaan bahan pengikat ini berkisar antara 510% (Ohio 2012)

d.

Asam amino essensial sintetik


31.

adalah asam-asam amino yang sangat dibutuhkan sekali

oleh ikan untuk pertumbuhannya dan tidak dapat diproduksi oleh ikan.
Asam amino ini dapat diperoleh dari hasil perombakan protein. Protein
tersebut diperoleh dari sumber bahan baku hewani dan nabati. Tetapi ada
sumber bahan baku yang kandungan asam aminonya tidak mencukupi.
Oleh karena itu, bisa ditambahkan asam amino buatan/ sintetik ke dalam
makanan ikan. Jenis asam amino essensial tersebut arginine, histidine,
isoleucine, lysine, methionine, phenylalanine, threonine, tryptophan,
valine, dan leucine (Ohio 2012).
e.

Pigmen
32.

Zat pewarna yang dapat diberikan dalam komposisi pakan

buatan yang peruntukkannya untuk pakan ikan hias, di mana pada ikan
hias yang dinikmati adalah keindahan warna tubuhnya sehingga dengan
menambahkan pigmen tertentu ke dalam pakan buatan akan memunculkan
warna tubuh ikan hias yang indah sesuai dengan keinginan pembudidaya.
Jenis pigmen yang ada dapat diperoleh dari bahan-bahan alami atau
sintetik seperti pigmen karoten, astaxantin, dan sebagainya. Dosis
pemberian pigmen dalam komposisi pakan biasanya berkisar antara 5
10%.
f.

Antibiotik
33.

Zat atau suatu jenisobat yang biasa ditambahkan dalam

komposisi pakan untuk menyembuhkan ikan yang terserang penyakit oleh


bakteri. Dengan pemberian obat dalam pakan yang berarti pengobatan
dilakukan secara oral mempermudah pembudidaya untuk menyembuhkan
ikan.
g.

Attractants
34.

Suatu zat perangsang yang biasa ditambahkan dalam

komposisi pakan udang/ikan laut. Seperti diketahui udang merupakan


organisme yang hidupnya di dasar dan untuk menarik perhatiannya
terhadap pakan buatan biasanya ditambahkan zat perangsang agar pakan

buatan tersebut mempunyai bau yang sangat menyengat sehingga


merangsang udang/ikan laut untuk makan pakan ikan tersebut. Beberapa
jenis attractant yang biasa digunakan dari bahan alami atau sintetis antara
lain terasi udang, kerang darah, glysine 2%, asam glutamate, cacing tanah,
atau sukrosa (Ohio 2012).
35.
36.
37.
38. 2.2 Uji Bulky Density Bahan Pakan
39.

Bulk Density merupakan salah satu methode penentuan kualitas


bahan pakan sebelum dilakukan analisis kimia yang mendasar pada
ukuran berat bahan pakan per satuan volume (g/l). Manfaat penentuan
yang dapat diambil yaitu dapat memprediksi berapa kapasitas tampung
gudang, mengetahiu hubungan antara ukuran partikel dengan volume
bahan pakan dan sebagai keterangan dalam pembelian bahan pakan.
Jika dalam bahan pakan terdapat kontaminasi ataupun pemalsuan
dalam pembelian maka nilai bulk density akan berubah menjadi lebuh
besar ataupun lebih kecil. Bulk density suatu bahan pakan perlu dicatat
dan dibandingkan dengan bulk density feed stuff murni. Pengukuran
bulk density tergantung pada kemampuan analiser untuk identifikasi
penampakan bahan pakan dengan mempertimbangkan bentuk, warna,
bentuk partikel, kelembutan, kekerasan serta tekstur dan jamur
(Hartadi 1997).

40. 2.3 Uji Stabilitas Bahan Pakan


41.

Pengujian daya tahan (stabilitas)

pelet dilakukan dengan cara

merendam contoh pelet yang akan diuji selama beberapa waktu di


dalam air. Tingkat daya tahan pelet dalam air (water stability) diukur
sejak pelet direndam sampai pecah. Makin lama waktu yang
dibutuhkan untuk membuyarkan pelet dalam proses perendaman,
berarti makin baik mutunya (Yulffiperius 2011).
42.
Stabilitas pakan dalam air menjadi pertimbangan utama
dalam formulasi pakan ikan. Pakan buatan dengan stabilitas yang rendah

dapat menyebabkan pakan mudah hancur dan terdispersi sehingga tidak


dapat dimakan oleh ikan. Faktor yang mempengaruhi stabilitas pakan
diantaranya kehalusan pakan, semakin halus maka semakin baik pula
pakan yang yang dihasilkan. Selain itu faktor lain yaitu pencampuran
bahan pakan semakin tercampur merata dapat menghasilkan kekompakkan
yang baik (Murdinah 1989).
43.
44.
45.
46.

47. BAB III


48. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum
49.

Kegiatan praktikum dilaksanakan pada hari Selasa 24 Mei 2016

pukul 08.00 WIB. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Manajemen


Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Padjadjaran.
3.2 Alat dan Bahan
50.

Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum

adalah sebagai berikut :


3.1.1 Alat-alat
51.

Alat-alat yang digunakan beserta fungsinya dalam praktikum ini

mengenai identifikasi bahan baku pelet, uji bulky dan uji stabilitas pakan emulsi
(Tabel 1).
53.
56.
59.

62.
65.
68.
71.
74.

52.
54. Alat
57. Topl
es
60. Sarin
gan
ayak
an
63. Send
ok
66. Gela
s
ukur
69. Timb
anga
n
72. Beak
er
glass
75. Peng
garis

Tabel 1. Alat yang digunakan dan fungsinya


55. Fungsi
58. Sebagai wadah untuk bahan baku
pelet
61. Sebagai wadah untuk pelet pada saat
uji stabilitas pakan
64. Untuk mengambil bahan
67. Untuk mengukur volume air
70. untuk menimbang bahan
73. Sebagai wadah untuk melakukan uji
bulky dan uji stabilitas pakan
76. Untuk mengukur tinggi bahan pada
uji bulky dalam beaker glass
9

77.
3.1.2 Bahan-bahan
78.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum nutrisi ikan

mengenai identifikasi bahan baku pelet, uji bulky dan ui stabilitas pakan (Tabel 2).
79.
80.
81.
82.

10

10

84.

83. Tabel 2. Bahan yang digunakan dan fungsinya


85. Bahan
86. Fungsi

87.

88. Tepung ikan

89. Sebagai
bahan uji

90.
93.

91. Tepung bungkil


kedelai
94. Tepung jagung

96.

97. Tepung daging

99.

100. Tepung
tulang

102.
6.

103. Wheat
pollard

105.
7.

106.

Dedak

108.
8.

109.

Tepung sagu

111.
9.

112.

Tepung susu

114.
10.

115. Tepung
tapioka

117.
11.

118.

Tepung grit

120.
12.

121.

Minyak ikan

123.
13.

124.

Lemna

126.
14.

127.

Pelet

92. Sebagai
bahan uji
95. Sebagai
bahan uji
98. Sebagai
bahan uji
101. Sebag
ai bahan
uji
104. Sebag
ai bahan
uji
107. Sebag
ai bahan
uji
110. Sebag
ai bahan
uji
113. Sebag
ai bahan
uji
116. Sebag
ai bahan
uji
119. Sebag
ai bahan
uji
122. Sebag
ai bahan
uji
125. Sebag
ai bahan
uji
128. Sebag
ai bahan
uji

129.
3.3 Prosedur Kerja

11

130.

Prosedur kerja pada praktikum nutrisi ikan mengenai identifikasi

bahan baku pelet, uji bulky dan ui stabilitas pakan ini yaitu :
3.3.1 Prosedur Kerja Identifikasi Bahan Baku Pelet
1. Sampel bahan diambil dengan sendok plastik sebagai wadah pengamatan
dari wadah/toples.
2. Pengamatan dilakukan secara fisik yang meliputi pengelihatan, perabaan
dan penciuman bahan baku tersebut.
3. Pengelihatan : dilihat karakter warna dan bentuk bahan pakan, warna,
dan bentuk bias menunjukan asal bahan dan cara pengolahan.
4. Perabaan : diamati tekstur bahan dengan meraba sampel oleh telunjuk
tangan, apakah cair, padat, butiran, halus, kasar, dan lengket. Diraba
dengan ujung jari bagaimana tekstur bahan tersebut.
5. Penciuman : sampel diangkat ke atas tangan lalu dikibas-kibaskan sedikit
agar aroma khas dapat teridentifikasi apakah berasal dari hewani atau
nabati.
6. Penyaringan : diambil sampel kedalam saringan halus dan kasar.
Homogenitas bahan dan tingkat kehalusan bahan tresebut diamati. Hal ini
berguna untuk memilih bahan pembuatan pelet ikan sesuai ukuran
(Gambar 4).
131.
132.
Diambil sampel dengan sendok
133.
Dilakukan pengamatan secara fisik

134.
135.

Penglihatan
138.

Perabaan

Penyaringan
136. Penciuman
137.
Gambar 4. Diagram Alir Prosedur Identifikasi Bahan Baku Pelet

3.3.2 Prosedur Kerja Uji Sifat Bulky


1. Diambil gelas ukur dan dimasukkan air kedalam gelas ukur sampai
bagian.
2. Bahan dicelupkan kedalam gelas ukur.
3. Dibiarkan beberapa menit sampai sebagian bahan tenggelam.

3
4

12

4. Diamati beberapa bagian yang terapung dan bagian yang tenggelam.


5. Diaduk secara perlahan dan diamati apakah bahan yang terapung menjadi
tenggelam.
6. Diamati apakah bahan terlarut atau tidak terlarut (Gambar 5)
139.
Diambil gelas ukur dan dimasukan air kedalam gelas ukur sampai
140.
bagian
141.

Dicelupkan bahan ke dalam gelas ukur

142.
143.

Dibiarkan beberapa menit sampai sebagian bahan tenggelam

144.Diamati beberapa bagian yang terapung dan bagian yang tenggelam


bahan tenggelam
145.
146. Diaduk secara perlahan dan amati apakah bahan yang terapung
menjadi tenggelam
147.
Diamati apakah bahan terlarut atau tidak terlarut
148.
149.
Gambar 5. Diagram Alir Prosedur Uji Sifat Bulky
150.
3.3.3
151.

Prosedur Kerja Uji Stabilitas Pakan


Berikut merupakan prosedur uji stabilitas pakan (Gambar 6)

1. Diambil gelas ukur dan dimasukkan air kedalam gelas ukur sampai

3
4

bagian.
2. Ditimbang bahan uji pelet sebanyak 30 gram dan diletakan di dalam
saringan/ayakan.
3. Saringan yang berisi pelet dimasukan kedalam beaker glass yang telah
terisi air hingga pelet terendam air.
4. Diamati perubahan karakteristik pelet selama 5 menit, 10 menit, dan 15
menit.
5. Pelet dikeringkan dengan cara dijemur.
6. Dihitung nilai stabilitas pakannya dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
152.

Sp ( )=

y 0 y 1
x 100
y0

153. Keterangan :
154.
Sp = stabilitas pakan (%)

13

155.
156.

y0 = bobot pelet awal (g)


y1 = bobot pelet akhir (g)

157.
158.Diambil beaker glass dan dimasukan air kedalam beaker glass
159. Ditimbang bahan uji pelet sebanyak 30 gram dan diletakan di
dalam saringan/ayakan
160.
Dimasukan pelet ke saringan kedalam beaker glass yang telah terisi
161.
air hingga pelet terendam air
162.
163.Diamati perubahan karakteristik pelet selama 5 menit, 10 menit,
dan 15 menit
164.
165.
Dikeringkan pelet dengan cara dijemur sampai kering dan dihitung
nilai stabilitas
166. pakannya
167.

Gambar 6. Diagram Alir Prosedur Uji Stabilitas Paka

169.

168. BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

170.

4.1

Hasil

171.

4.1.1

Identifikasi Bahan Pakan

172.

Berdasarkan praktikum identifikasi bebagai macam bahan

pakan, berikut merupakan hasil idenifikasi (Tabel 3)


173.

174.

175.
B

Tabel 3. Hasil Identifikasi Bahan Pakan

177.

176.
A

182.
W

183.
be

178.
Ket
e
r
a
n
a
g
a
n

Pengamatan

184.
T

185.
A

187.

188.
T

189.
H

190.
C

191.
Gr

192.
K

193.
B

195.

196.
T

197.
N

198.
C

199.
Gr

200.
k

201.
K

203.

204.
T

205.
N

206.
K

207.
Gr

208.
K

209.
K

212.
T

213.
H

214.
C

215.
Cr

216.
H

217.
K

211.

13

186.
194.
Supl
e
m
e
n
202.
Supl
e
m
e
n
210.
Bas
a
l
218.
Supl
e
m
e

n
226.
Fee
d

219.

220.
T

221.
H

222.
P

223.
gra

224.
K

225.
K

227.

228.
W

229.
N

230.
C

231.
Cr

232.
A

233.
K

235.

236.
D

237.
N

238.
C

239.
cru

240.
h

241.
K

243.

244.
T

245.
N

246.
p

247.
po

248.
H

249.
K

251.

252.
T

253.
H

254.
p

255.
po

256.
h

257.
K

259.

260.
T

261.
N

262.
P

263.
po

264.
h

265.
K

267.

268.
T

269.
H

270.
C

271.
gra

272.
k

273.
K

14

a
d
d
i
t
i
v
e
234.
Bas
a
l
242.
Bas
a
l
250.
Bas
a
l
258.
Supl
e
m
e
n
266.
Bas
a
l
274.
Fee
d
a
d
d
i
t
i
v
e

282.
Fee
d

275.

276.
M

277.
H

278.
K

279.
Ka

280.
P

281.
K

283.

284.
L

285.
N

286.
H

287.
gra

288.
K

289.
K

291.
292.

15

a
d
d
i
t
i
v
e
290.
Supl
e
m
e
n

14

293.

4.1.2

Uji Bulky

294. Berdasarkan prakikum uji bulky, berikut hasil praktikum uji bulky
disajikan pada tabel 4.
295. Tabel 4. Hasil Pengamatan Dedak Padi
296. Waktu
297. Keadaan Dedak yang Diamati
299. Tenggel
300. Terapun
pengamata
am (cm)
g (cm)
n
301. 5 menit
302. 1,5
303. 4,2
304. 10
305. 2
306. 3,7
menit
307. 15
308. 2,5
309. 3,5
menit
310.
311.

4.1.3

Uji Stabilitas

312. Berdasarkan prakikum uji stabilitas, berikut hasil praktikum uji


stabilitas disajikan pada tabel 5.
313. Tabel 5. Hasil Pengamatan Pelet
314. Wakt
315. Keadaan Pelet
u
Pengam
atan
316. 5
menit
318. 10
menit
320. 15
menit

317. Bagian luar pelet


mulai lembek tetapi
bagian tengah masih
keras
319. Bagian luar mulai
hancur sedikit tetapi
bagian tengah masih
keras
321. Bagian luar sedikit
hancur dan bagian
tengan mulai lembek

322.
323. Perhiutngan Uji Stabilitas :
324. Uji stabilitas bahan pakan dapat dihitung dengan
rumus sebagai brikut:
325.
SP % =

B . aB . k
B.a

15

326.
327.
328. Keterangan:
329. SP % = Stabilitas Pelet
330. B.a = Berat awal pelet sebelum direndam
331. B.k = Berat kering setelah direndam kemudian
dijemur
332.
B . aB . k
100 %
333. SP % =
B.a
30 gram22,33
30 gram

334.

335.

= 25,57 %

336.

100 %

337.

338.

4.2

Pembahasan

339.

4.2.1

Identifikasi Bahan Pakan

340.

Hasil pengamatan mengenai bahan baku pakan, pakan

dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok sesuai dengan bahan asal


yaitu kelompok bahan pakan yang berasal dari tumbuhan atau disebut
dengan bahan pakan nabati dan kelompok bahan baku pakan yang
berasal dari hewan atau disebut edngan bahan pakan hewani. Hal
tersebut didukung oleh Ohio (2012) yang menyatkan bahwa bahan
baku pakan berdasarkan asalnya dibagi menjadi bahan pakan nabati,
hewani, dan limbah industri pertanian. Pada tabel 1, bahan baku pakan
yang termasuk kedalam kelompok nabati diantaranya : tepung kedelai,
dedak, tepung jagung, tepung tapioka, tepung sagu, lemna, dan Wheat
Pollard.

Sedangkan bahan baku hewani diantaranya: tepung ikan,

tepung grit, minyak ikan, tepung susu, tepung daging, dan tepung
tulang.
341.

Selain

dapat

dikelompokkan

berdasarkan

asalnya,

identifikasi bahan baku pakan dapat diuji secara fisik yaitu dilihat dari
organoleptik bahan baku pakan tersebut. Sehingga dapat diketahui

16

bahan baku tersebut mempunyai kualitas yang baik atau tidak. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa bahan baku pakan sesuai dengan
asalnya memiliki bentuk, aroma, tekstur, dan warna yang berbeda satu
sama lain. Hal tersebut sesuai dengan bahan asalnya. Pada tabel 1,
hampir semua bahan baku pakan buatan memiliki aroma yang khas
dan adapula yang menyengat, dengan demikian dapat memicu ikan
untuk dapat memakan pakan buatan tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Murdinah et al. (1999) yang menyatakan bahwa
pakan buatan yang berkualitas baik mempunyai aroma yang khas yang
disukai oleh ikan, serta mempunyai ukuran partikel yang halus dan
seragam serta homogenitas yang tinggi. Tekstur pada bahan baku
pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Hal tersebut
dikarenakan tekstur berpengaruh terhadap stabilitas pakan. Hal ini
didukung oleh Murdinah (1989) beberapa faktor yang mempengaruhi
stabilitas pakan salah satunya yaitu kehalusan bahan baku pakan.
342.

Hasil pengamatan mengenai bentuk bahan baku pakan buatan

memiliki bentuk yang beragam. Bahan baku pakan dapat digolongkan menjaddi 3
golongan sesuai dengan bentuknya. Berdasarkan tabel 1 bentuk bahan baku pakan
dapat digolongkan menjadi butiran, tepung dan caran. Golongan butiran yaitu
termasuk granula dan Crumbel. Perbedaan keduanya yaitu terletak pada ukuran
dari butiran, yang termasuk kedaalam crumble yaitu bahan pakan yang memiliki
ukuran butiran-butiran yag sangat kecil. Sedangkan yang termasuk kedalam
granula memiliki ukuran yang lebih besar darpada crumble. Bentuk bahan baku
pakan yang termasuk kedalam granula diantaranya : tepung ikan, tepung bungkil
kedelai, tepung jagung, tepung tulang, tepung grit, dan lemna. Bentuk crumble
diantaranya : tepung dagung Wheat pollard, dan dedak. Bentuk powder atau
tepung diantaranya : tepung sagu, tapioka, dan tepung susu. Bentuk cair yaitu
minyak ikan. Sesuai dengan pendapat Murtidjo (2003) bahwa bahn pakan terbagi
menjadi beberapa bentuk yaitu butiran, tepung dan cair.
343.

Selain uji organoleptik, dilakukan identifikasi berdasarkan

kandungan proteinnya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bahan pakan yang

17

termasuk suplemen, basal, atau feed additive. Berdasarkan hasil pengamatan, yang
termasuk kedalah bahan baku protein suplemen diantaranya, tepung ikan, tepung
bungkil kedelai, tepung daging, tepung susu, dan Lemna. Bahan baku pakan
tersebut dikatakan sebagai protein suplemen karena mengandung protein lebih
dari 20 % (Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan 2015). Bahan baku pakan
yang tergolong sumber protein basal diantaranya, tepung jagung, Wheat pollard,
dedak, tepung sagu, dan tepung tapioka. Bahan baku yang tergolong basal akrena
bahan baku tersebut mengandung protein kurang dari 20 % (Pusat Pendidikan
Kelautan dan Perikanan 2015).
344.

Sedangkan bahan baku pakan yang tergolong keddalam feed

additive yaitu bahan baku pakan atau bahan tambahan pakan yang sengaja
ditambahkan keddalam formulasi pakan untuk melengkapi nutrisi pada pakan
(Ohio 2012). Golongan feed additive diantaranya tepung tulang dan tepung grit
yang berfungsi sebagai sumber bahan baku yang kaya akan mineral Ca,serta
minya ikan sebagai feed additive untuk sumber lemak pada pakan ikan.
345.
346.
347.

4.2.2

Uji Bulky

348. Uji sifat bulky atau keambaan adalah uji yang


dilakukan untuk mengetahui kemurnian dari suatu bahan dengan
menggunakan pengamatan sifat fisik dari bahan khususnya berat
jenis. Dalam praktikum kali ini bahan yang dijadikan bahan ujinya
adalah dedak padi. Di pasaran dedak ini seringkali dicampur
dengan sekam padi agar memperoleh keuntungan yang lebih
besar. Butir padi atau gabah terdiri atas kulit gabah atau sekara
dan butir beras. Proses penggilingan dan penyosohan beras
menjadi beras giling dihasilkan limbah berupa dedak dan
bekatul. Sedangkan sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza
sativa) yang sudah digiling. Sifat fisik merupakan sifat dasar dari
suatu bahan yang mencakup aspek yang sangat luas, akan tetapi

18

informasi hasil penelitian mengenai sifat fisik bahan pakan masih


sangat terbatas (Syarifudin, 2001). Dalam proses pembuatan
butir padi dihasilkan limbah berupa dedak padi yang memiliki
ukuran partikel yang lebih kecil dari sekam padi. Keduanya
memiliki berat jenis yang berbeda.
349. Langkah pertama yang dilakukan adalah diambil
gelas ukur dan dimasukan air kedalamnya sampai bagian.
Saat diamati air yang dimasukan sebanyak 43 mL. Untuk
mengamati tinggi air pada gelas ukur, mata pengamatan harus
sejajar dengan tinggi air permukaan dan gelas ukur disimpan
diatas permukaan yang rata.
350. Langkah kedua adalah bahan dicelupkan ke dalam
gelas ukur. Sesaat setelah dimasukan bahan belum langsung
tenggelam namun ada sedikit sekali yang tenggelam berupa
butiran halus. Untuk memasukan bahan kedalam gelas ukur
harus dilakukan secara hati-hati agar bahan tidak terbuang dari
gelas ukur.
351. Langkah ketiga bahan dibiarkan beberapa menit
sampai sebagian bahan tenggelam. Dari uji ini akan terlihat bila
bahan tersebut murni hanya dedak maka semuanya akan
tenggelam karena antara dedak dan sekam terdapat perbedaan
berat jenis. Perbedaan jenis bahan antara dedak dan sekam yang
dicampurkan dapat memengaruhi perbedaan nilai kandungan air
bahan,

hal

tersebut

dapat

disebabkan

oleh

perbedaan

kemampuan penyerapan kadar air yang berbeda dari masingmasing

bahan.

keefisienan

Tingginya

dalam

kadar

menyusun

air

ransum

dapat
dan

meemngaruhi
dapat

pula

mempercepat kerusakan bahan pakan akibat serangan hama dan


kutu selama proses penyimpanan. Menurut Winarno (1998),
kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan, hal ini

19

merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan bahan,


air tersebut sering dikurangi atau dihilangkan dengan cara
penguapan dan pengeringan. Menurut Wirakartakusumah et al.,
(1992), kadar air sangat berpengaruh terhadap sifat fisik bahan
berbentuk tepung. Lebih lanjut Wirakartakusumah et al., (1992),
menambahkan bahwa penyerapan kadar air yang tinggi akan
menyebabkan peningkatan sifat kohesif atau gaya tarik menarik
antar partikel semakin besar, sehingga semakin tinggi kadar air
maka

akan

semakin

tinggi

pula

kerapatan

tumpukannya.

Penambahan sekam yang digunakan dalam pemalsuan dedak


padi

mengakibatkan

semakin

menurunnya

nilai

kerapatan

tumpukan, hal tersebut mengakibatkan waktu jatuh atau waktu


mengalir bahan lebih lama. Sesuai dengan pendapat Ruttlof
(1981) dalam Khalil (1999a), yang menyatakan bahwa bahan
dengan kerapatan tumpukan rendah (lebih kecil dari 450 kg/m 3)
membutuhkan waktu jatuh atau waktu untuk mengalir yang lebih
lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar
otomatis, baik volumetris maupun grafimetris, sedangkan bahan
dengan kerapatan tumpukan tinggi (lebih besar dari 1000 kg/m 3)
bersifat sebaliknya.
352. Langkah keempat beberapa bagian yang tenggelam
dan terapung diamati. Dari hasil pengamatan bahwa bagian yang
tenggelam memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dan halus
sedangkan pada bagian yang terapung memiliki ukuran partikel
yang besar dan kasar. Bahan akan tenggelam ke bawah lebih
cepat jika digoyangkan. Khalil (1999b), menyatakan bahwa selain
ukuran partikel pakan, kadar air turut berpengaruh nyata
terhadap nilai rataan sudut tumpukan pakan. Bahan pakan dedak
padik

yang

dipalsukan

dengan

pencampuran

sekam akan

menyebabkan perubahan karakteristik sifat fisik bahan tersebut.

20

Menurut Maulana (2007), menyatakan hasil penelitiannya bahwa


ukuran

partikel

dedak

padi

tanpa

penambahan

sekam

mempunyai nilai sebesar 0,681 mm, nilai tersebut merupakan


nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dedak padi dengan
penambahan sekam

berbeda yaitu sebesar 0,721 mm, 0,755

mm, 0,765 mm, dan 0,861 mm. Dedak padi yang dipalsukan
dengan penambahan sekam memiliki tekstur yang lebih kasar
dibandingkan dedak padi tanpa penambahan sekam, hal tersebut
disebabkan dedak padi umumnya memiliki tekstur yang halus
dan sekam umumnya bertekstur kasar. Dari hasil pengamatan
dedak yang tengggelam berangsur-angsur bertambah sejak
pengamatan 5, 10, dan 15 menit pertama sedangkan dedak yang
tenggelam terus berkurang. Hal ini karena perbedaan ukuran
partikel dedak padi yang dipalsukan dengan sekam padi.
Pengaruh perbedaan ukuran partikel ini berakibat pada sifat fisik
bahan. Menurut Khalil (1999a), ukuran partikel dan kandungan
air berpengaruh nyata terhadap kerapatan tumpukan. Lebih
lanjut

Khalil

(1999a),

menyatakan

bahwa

ukuran

partikel

berpengaruh nyata terhadap sudut tumpukan bahan. Selain


ukuran partikel berat jenis bahan juga sangat berpengaruh.
Menurut Maulana (2007) dari hasil penelitiannya didapatkan nilai
berat jenis dedak padi sebesar 1111,11 kg/m3 sedangkan sekam
memiliki nilai berat jenis sebesar 909 kg/m3. Menurut pendapat
Gauthama (1998), berat jenis tidak berbeda nyata terhadap
perbedaan ukuran partikel karena ruang antar partikel bahan
sudah terisi oleh air dalam pengukuran berat jenis.
353. Langkah kelima dedak dalam gelas ukur diaduk
secara perlahan dan diamati apakah bahan yang terapung
menjadi tenggelam. Setelah diamati dedak mulai tenggelam ke
bawah setelah diaduk. Kebanyakan dedak terlarut dalam air

21

sehingga ketebalan dedak yang terapung sebesar 0,3 cm dan


dedak yang tenggelam sebesar 0,4 cm. Hal ini bisa disebabkan
berbagai faktor diantaranya pengukuran ketebalannya terlalu
dini, seharusnya ditunggu terlebih dahulu sampai dedak benarbenar sudah stabil. Faktor yang lainnya adalah ukuran partikel
yang berbeda antara dedak padi dan sekam padi karena
distribusi ukuran partikel dapat memengaruhi variasi dalam berat
jenis.

Sesuai

dengan

pendapat

Suadnyana

(1998),

yang

menyatakan bahwa adanya variasi dalam nilai berat jenis


dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan, distribusi
ukuran partikel dan karakteristik ukuran partikel. Ukuran partikel
berpengaruh nyata terhadap kerapatan pemadatan tumpukan,
yaitu akan meningkatkan nilai kerapatan pemadatan tumpukan.
Sesuai dengan pendapat Wirakartakusumah et al., (1992), yang
menyatakan bahwa kadar air dan berat jenis sangat berpengaruh
terhadap sifat fisik bahan yang berbentuk tepung. Lebih lanjut
Suadnyana (1998), menyatakan bahwa adanya variasi dalam
nilai berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan,
distribusi ukuran partikel dan karakteristik ukuran partikel.
354. Langkah terakhir diamati apakah bahan terlarut atau
tidak. Bahan sebagian besar terlarut setelah diaduk karena
ketebalan

bahan

sedangkan

yang

yang

terapung

tenggelam

hanya

sebesar

0,4

sebesar
cm.

0,3

Dari

cm
hasil

pengadukan terjadi pemisahan antara dedak padi dengan sekam


padi karena dedak padi umumnya mempunyai tekstur yang lebih
halus

dibandingkan

dengan

sekam,

sehingga

penambahan

sekam yang semakin meningkat akan menyebabkan semakin


menurunnya

nilai

kerapatan

tumpukan

karena

bertambahnya jumlah partikel kasar didalamnya.


355. 4.2.3 Uji Stabilitas

semakin

22

356. Dalam

praktikum

ini

dilakukan

untuk

menguji

kestabilan dari pelet ikan dengan cara merendamnya dalam air


lalu diamati perubahan pada peletnya. Penilaian kualitas pakan
ikan yang berbentuk pelet meliputi pengujian fisis, kimia,
maupun biologis. Pengujian secara fisik mudah dilakukan dan
tidak terlalu membutuhkan biaya yang banyak. Pengujian sifat
fisik pelet ikan meliputi kekerasan pelet, stabilitas pelet dalam
air, kecepatan tenggelam pelet serta kadar kehalusan (Mujiman,
1985). Mc Ellhiney (1984), mengatakan bahwa ada dua faktor
memengaruhi ketahanan serta fisik pelet yaitu karakteristik
bahan dan ukuran partikel.
357. Langkah
ditimbang

dengan

pertama

yang

timbangan

dilakukan

elektrik.

adalah

Sebelum

pelet

dilakukan

penimbangan maka timbangan harus dikalibrasi terlebih dahulu


agar

didapat hasil

yang

sesuai.

Disediakan wadah

untuk

penimbangan pelet, lalu diletakan pelet diatasnya. Didapat


peletnya sebesar 30 gram.
358. Langkah kedua pakan dimasukan kedalam beaker
glass sampai penuh kemudian diamati dan pada menit ke-5, 10,
dan ke-15 dilihat perubahan yang terjadi pada pelet. Saat
diamati

pelet

diambil

dan

diraba

dengan

tangan.

Terjadi

perubahan pada pelet yaitu ukurannya menjadi berkembang dan


lembek tetapi pada bagian tengahnya masih keras.
359. Pada menit ke-10 bagian luar mulai hancur dan
bagian tengahnya mulai lembek. Hal ini sesuai dengan pendapat
Mujiman (1985) yang menyatakan bahwa, stabilitas pelet ikan di
dalam air minimal harus mencapai waktu sepuluh menit agar
tidak terbuang percuma karena hancur didalam air, yang
akibatnya dapat menyebabkan pencemaran air oleh pakan dan
akan membahayakan kelangsungan hidup ikan.

23

360. Pelet terus diamati secara visual stabilitas atau lama


pecah pelet dalam air. Selanjutnya diamati dan dicatat waktu
yang diperlukan pelet sampai hancur dengan menggunakan
stopwatch, dilakukan perabaan dan pengadukan perlahan-lahan
sampai pelet hancur serta larut dalam air. Kriteria pelet yang
pecah menurut Murdinah (1989) ialah pelet yang retak, terpisah
satu sama lain atau hancur sama sekali.
361. Pada menit ke-15 bagian luar pelet mulai hancur dan
bagian tengah telah hancur sedikit demi sedikit. Hal ini diduga
bahan perekat yang ada dalam campuran bahan pelet tidak
terjadi gelatinisasi sehingga menyebabkan ikatan antar partikel
yang lemah. Faktor lain yang menyebabkan stabilitas pelet
dalam air rendah adalah kehalusan bahan dan ukuran partikel
rata-rata bahan pakan. Makin halus bahannya maka pelet akan
makin stabil selama berada dalam air sehingga tidak cepat rapuh
atau pecah berantakan yang akhirnya termakan oleh ikan. Pelet
ikan yang dibuat dengan penambahan tepung tapioka sebagai
perekat mempunyai stabilitas yang lama dalam air. Diduga pelet
yang sedang diuji memiliki kandungan tepung tapioka yang
rendah sehingga memiliki stabilitas dalam air yang rendah.
Menurut

penelitian

Wikantiasi

(2001)

penambahan

tepung

tapioka dalam campuran bahan pembuatan pelet sebesar 6 %


memiliki stabilitas pelet terbaik. Hal ini disebabkan karena
tepung

tapioka

mengandung

banyak

pati

dan

pada

saat

pengukusan pati akan diubah menjadi zat perekat oleh uap


panas. Dengan demikian penggunaannya sangat membantu
dalam pembuatan pakan berbentuk pelet sebab pelet yang
dihasilkan menjadi lebih padat dan tidak mudah pecah.
362. Proses

pengukusan

merupakan

suatu

teknik

pengolahan pelet yang bertujuan untuk memberi perlakuan uap

24

sehingga terjadi penambahan kandungan air. Hal ini penting


untuk mempermudah proses pemeletan (peleting). Selain itu
panas yang terkandung dalam uap juga diperlukan untuk
gelatinisasi pati sehingga pelet yang dihasilkan lebih kompak.
Menurut Murdinah (1989), pemanasan selama 45 menit terhadap
bahan pengikat tapioka memberikan air dan suhu yang cukup
untuk terjadinya proses gelatinisasi pati.
363. Menurut

Murdinah

(1998),

menyatakan

bahwa

stabilitas pakan yang berbentuk pelet dalam air dipengaruhi oleh


beberapa faktor yaitu ukuran partikel, komposisi bahan, kadar
bahan perekat dan teknik pengolahan. Sifat fisik partikel
ditentukan oleh asal bahan dan proses pengolahannya. Salah
satu sifat yang sangat penting dari granula dan tepung adalah
ukuran partikel serta distribusi ukuran. Selain ukuran partikel,
kadar

kehalusan

juga

sangat

perlu

diperhatikan,

hal

ini

disebabkan karena mutu fisik pelet untuk ikan sebagian besar


ditentukan oleh kehalusan bahannya. Makin halus bahannya,
makin stabil pelet berada dalam air, sehingga tidak cepat rapuh
atau pecah berantakan (Asmawi 1983).
364. Dari hasil pengamatan praktikum ini didapatkan
bahwa stabilitas pelet dalam air yang optimum dicapai pada
menit ke-10 karena pada menit tersebut pelet masih kompak
walaupun terlihat mulai mengembang dan rapuh.
365.
366.
367.
368.
369.
370.
371.

25

372.
373.
374.
375.
376.
377.
378.
379.
380.

382.
6.1

381. BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
383.

Berdasarkan hasil praktikum identifikasi bahan baku pelet dapat

disimpulakn sebagai berikut :

Identifikasi bahan baku pelet secara organoleptik (warna, bentuk,


tekstur, dan Aroma), pengelompokkan bahan baku pelet sesuai dengan
asalanya terbagi menjadi nabati dan hewani. Sedangkan berdasarkan
kandungan proteinnya dikelompokkan menjadi suplemen, basal, dan

Feed additive.
Hasil uji sifat bulky menunjukkan bahwa dedak yang diuji mengandung
banyak sekam padi. Hal tersebut dilihat dari ketebalan dedak yang

tenggelam dan terapung.


Hasil uji stabilitas menujukkan bahwa stabilitas pelet dalam air
yang optimum dicapai pada menit ke-10 karena pada
menit tersebut pelet masih kompak walaupun terlihat
mulai mengembang dan rapuh.

384.
385.

5.2

Saran
Saran dalam praktikum identifikasi bahan baku pelet yaitu

diadakan uji kimia selain uji fisik pada bahan baku pelet.
386.
387.
388.
389.
390.
391.
392.
23

393.
394.

DAFTAR PUSTAKA

395.
396.
397.
398.

.
Afrianto, E dkk. 2005. Pakan Ikan. Kanasius. Yogyakarta
Asmawi, S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Karamba.
PT> Gramedia. Jakarta

399. Gautama, P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi,


hijauan, dan mineral pada kandungan air dan ukuran
partikel yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
400.
401. Khalil. 1999a. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel
terhadap sifat fisik pakan lokal: kerapatan tumpukan,
kerapatan pemadatan tumpukan dan berat jenis. Media
Peternakan 22 (1): 1 11.
402.
403. Khalil. 1999b. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel
terhadap sifat fisik pakan lokal: sudut tumpukan, daya
ambang dan faktor higroskopis. Media Peternakan 22 (1):
33 42.
404.
405. Maulana, M. R. 2007. Uji pemalsuan dedak padi
menggunakan sifat fisik bahan. Skripsi. Program Studi Ilmu
Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
406.
407. Mc Ellhiney, R. 1994. Feed Manufacturing Industry 4 th Ed.
American Feed Industry Association Inc. Arlington.
408.
409. Mujiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.
410.

Murdinah et al. 1999. Mempelajari Jenih bahan pemikat untuk pakan


udang. Jurnal Pascapanes Perikanan 70:29-36.

411.

Murdinah. 1989. Studi stabilitas dalam air dan daya pikat pakan udang
bentuk pelet. Jurnal Penelitian Pasca panen perikanan, 15: 29-36.

412.

Murtidjo. 2003. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanasius. Yogyakarta

24

416.

413. Ohio. 2012. Bab VI Teknologi Pakan Buatan.


414. https://id.scribd.com/doc/89357003/teknologi-pakan-ikan. Diakses
pada tanggal 30 Mei 2016 Pukul 21.00 WIB
415.
Pusat Pendidikan Kelautan Perikanan. 2015. Modul Meramu Pakan
Ikan.Badan Pengembangan Sumberdaya Masyarakat Kementrian Kelautan
Perikanan.

417.
418. Suadnyana, I. W. 1998. Pengaruh kandungan air dan
ukuran partikel terhadap perubahan sifat fisik pakan lokal
sumber protein. Skripsi. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
419.
Syarifudin, U. H. 2001. Pengaruh penggunaan tepung
gaplek sebagai perekat terhadap uji sifat fisik ransum
broiler bentuk crumble. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
420.
421.
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT
Gramedia. Jakarta.
422.

423.
424.
425.
426.
427.
428.
429.
430.
431.
432.
433.
434.
435.
436.
437.
438.
439.
440.
441.
442.
443.

Wirakartakusumah, A,. K. Abdullah dan A.M. Syarif.


1992. Sifat Fisik Pangan. Depdikbud. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Yulfiperius. 2011. Evaluasi Kualitas pakan.

25

444.
445.
446.
447.
448.
449.
450.
451.
452.
453.
454.
455.
456.
457.
458.
459.
460.
461.
462.
463.
464.
465.
466.
467.
468.
469.
470.
471.
472.
473.
474.
475.
476.
477.
478.
479.
480.
481.
482.
483.
484.

485. LAMPIRAN
486.
26

487.
488.
489.
490.
491.
492.
493.
494.
495.
496.

Lampiran 1. Bahan Baku Pelet


497.

499.

498. Dedak
501.

500. Tepung ikan


503.

502. Tepung
jagung

504. Tepung sagu

27

505.

507.

506. Minyak ikan


509.

508. Grit
511.

510. Tepung
tulang
513.

512. Tepung susu

514. Ltepung
kedelai
517.
518.

516. Uji stabili;tas


pakan

519.
520.
521.
522.
523.
524.
525.

28

515.

526.
527.
528.

29

Anda mungkin juga menyukai