Anda di halaman 1dari 6

Sukartini et al.

: Efek Heterosis dan Heritabilitas pd


Komponen Ukuran Buah Pepaya F1
J. Hort. 19(3):249-254, 2009

Efek Heterosis dan Heritabilitas pada Komponen Ukuran


Buah Pepaya F1
Sukartini, T. Budiyanti, dan A. Sutanto

Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok 27301
Naskah diterima tanggal 24 September 2008 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 23 Februari 2009
ABSTRAK. Buah pepaya sebagai sumber vitamin, ketersediaannya dalam bentuk yang sesuai dengan permintaan
merupakan salah satu tujuan pemuliaan tanaman pepaya. Tujuan penelitian adalah mengetahui efek heterosis dan
heritabilitas pada komponen ukuran buah pepaya F1. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Aripan, Balai Penelitian
Tanaman Buah Tropika, Solok dari bulan Januari 2003 sampai Desember 2004. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah acak kelompok dengan 5 perlakuan genotip tetua, yaitu Semangko-01, Meksiko-01, Py-Rif- 90, Solo-01, dan
Smn-01 dengan 4 ulangan. Untuk memperkecil bias, data diambil dari 3 tanaman contoh/perlakuan/ulangan. Penelitian
dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap I (tahun 2003) dilakukan penanaman 5 tetua sampai panen dan tahap II (tahun
2004) dilakukan penanaman 10 F1 sampai panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai heterosis pada F1 yang
berbeda menurut uji t 5% diakibatkan oleh aksi gen dominan negatif tidak sempurna dan dominan positif tidak
sempurna. Nilai heritabilitas dalam arti luas untuk karakter bobot, panjang, dan lingkar buah berturut-turut adalah
0,92 g, 0,91 cm, dan 0,75 cm. Tetua Semangko-01 yang mempunyai ukuran buah tergolong besar dan Py-Rif-90
dengan ukuran buah tergolong kecil dapat digunakan untuk pembentukan hibrida dengan bobot, panjang, dan lingkar
buah yang berukuran sedang (konsumsi keluarga kecil).
Katakunci: Carica papaya; Heterosis; Heritabilitas.
ABSTRACT. Sukartini, T. Budiyanti, and A. Sutanto. 2009. Heterosis Effect and Heritability on Fruit Size
Components of F1 Papaya. The objectives of this study were to determine effect of heterosis and heritability of fruit
characters of F1 papaya. The research was conducted at Aripan Field Station of Indonesian Tropical Fruits Research
Institute from January 2003 until December 2004. A randomized block design was used in this research where the
treatments was the genotypes, namely Semangko-01, Mexico-01, Py-Rif- 90, Solo-01, and Smn-01, with 4 replications
and 3 samples of papaya plant/treatment/replication. The research was done in to 2 steps: first step (2003) 5 parents was
planted until harvest and second step (2004) 10 F1 was planted until harvest. The results showed that heterosis values
in F1 population showed significant different at 5% level of t test due to the negative and positive partial dominance
gene action. In general, heritability for weight, length, and circumference of fruit characters were 0.92, 0.91, and
0.75 respectively. Parental Semangko-01 with big size of fruit and Py-Rif-90 with small size of fruit can be used to
generate hybrid with medium size of weight, length, and circumference for small family consumption.
Keywords: Carica papaya; Heterosis; Heritability.

Pepaya (Carica papaya L.) menghasilkan


buah yang mengandung vitamin C (61,8 mg/100
g), vitamin A (1094 IU/100g), dan beta karoten
(276 mg/100g) yang lebih tinggi dibandingkan
jeruk, apel, dan pisang. Pada tahun 2005 produksi
pepaya di Indonesia sebanyak 646.650 t dengan
area panen seluas 24.041 ha dan potensi hasil
sebesar 26.899 kg/ha (Anonim 2005). Semakin
sempit luas panen dan kurang tersedianya varietas
unggul yang bermutu tinggi serta semakin
berkembangnya preferensi pasar, menyebabkan
total produksi pepaya di Indonesia berfluktuasi.
Salah satu ciri varietas pepaya unggul ialah
daging buahnya berwarna merah atau kuning dan
rasanya manis. Ukuran buah merupakan salah
satu kriteria konsumen untuk menentukan jenis
buah pepaya yang akan dikonsumsi. Konsumen

golongan menengah ke atas lebih menyukai


ukuran buah kecil (300-500 g/buah) yang habis
sekali makan, misalnya varietas Solo Sunrise dan
Hawaii, sedangkan konsumen dengan jumlah
anggota keluarga banyak, golongan ekonomi
lemah, dan industri olahan, lebih menyukai buah
pepaya berukuran besar (1.000-3.000 g/buah),
misalnya varietas Jingga, Paris, Dampit, dan
Semangko (Wisnu et al. 1991).
Pada umumnya tanaman pepaya memiliki 3
tipe seks, yaitu bunga jantan, bunga betina, dan
bunga sempurna (hermafrodit). Buah pepaya
dihasilkan oleh tanaman yang memiliki bunga
betina dan bunga sempurna. Pembentukan
buah pada bunga betina bergantung pada proses
penyerbukan dari bunga jantan atau bunga
sempurna lainnya. Pada bunga sempurna,
249

J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009


penyerbukan silang dapat terjadi di samping
penyerbukan sendiri yang berlangsung lebih
dominan. Penyerbukan sendiri (selfing) dapat
terjadi menjelang bunga mekar. Penyerbukan
silang terjadi dengan peluang sebesar 20-30%.
Pencampuran alel-alel pada penyerbukan silang
antarvarietas yang berbeda, secara genetik
menciptakan ketegaran karakter (heterosis) yang
lebih baik dibandingkan dengan kedua tetuanya
(Lippert dan Legg 1972, Chan 2001, Ariyanto
dan Subagyo 2004). Nilai keragaan hibrida
hasil persilangan 2 tetua kemungkinan berada di
antara nilai rerata kedua tetuanya, mendekati nilai
salah satu tetua (dominan parsial), dan sama atau
lebih daripada nilai tertinggi salah satu tetuanya
(dominan/over dominan) (Alnopri 2005). Efek
heterosis yang muncul pada F1 selain disebabkan
oleh tepatnya susunan genetik dalam keadaan
heterosigot dan daya waris kuat dari gen pembawa
karakter (nilai heritabilitasnya tinggi) (Wardiana
et al. 1995).
Dalam rangka perakitan varietas hibrida
pepaya, Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika
(Balitbu), Solok telah mengumpulkan plasma
nutfah melalui eksplorasi di pusat-pusat keragaman
pepaya di Indonesia maupun introduksi dari
Thailand dan Malaysia. Dari aktivitas tersebut
diperoleh 47 aksesi dengan penampilan genjah,
tahan terhadap penyakit papaya ring spot
virus (PRSV), tekstur keras, dan warna buah
kuning-merah, serta karakter-karakter lain yang
memberikan peluang bersegregasi jika dilakukan
persilangan antarkarakter spesifik tersebut
(Purnomo et al. 1999).
Penelitian bertujuan mengetahui efek heterosis
dan heritabilitas pada komponen ukuran buah
pepaya F1. Hasil penelitian diharapkan dapat
mendukung program perakitan varietas unggul
pepaya yang mempunyai kualitas ukuran buah
sesuai kebutuhan pasar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di KP. Aripan, Balitbu
Solok dari bulan Januari 2003 sampai Desember
2004. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah acak kelompok dengan 5 perlakuan
genotip tetua dan 4 ulangan. Untuk memperkecil
ragam hasil pengamatan, maka data diambil dari
250

3 tanaman contoh/perlakuan/ulangan. Pada tahap


pertama (tahun 2003) ditanam 5 genotip tetua,
yaitu T1 (Semangko-01), T2 (Meksiko-01),
T4 (Py-Rif- 90), T5 (Solo-01), dan T7 (Smn01), diikuti dengan persilangan antarlima tetua
tersebut yang menghasilkan sepuluh genotip F1,
yaitu T1xT2, T1xT4, T2xT1, T2xT4, T4xT1,
T4xT2, T4xT5, T7xT1, T7xT2, dan T7xT4. Pada
tahap kedua (tahun 2004) dilakukan penanaman
10 genotip F1. Komponen karakter bobot buah (g),
panjang buah (cm), dan lingkar buah (cm) diamati
pada tanaman hermafrodit. Masing-masing nilai
dari ketiga karakter tersebut diperoleh dari nilai
rerata 3 buah yang diambil dari masing-masing
pohon. Nilai karakter bobot buah diperoleh
dengan cara menimbang masing-masing buah.
Nilai karakter panjang buah diperoleh dengan cara
meletakkan masing-masing buah di atas mistar
dan melihat angka pada mistar secara tegak lurus
dengan ujung dan pangkal buah. Nilai karakter
lingkar buah diperoleh dengan cara mengukur
lingkar buah bagian tengah.
Efek heterosis pada F1 ditentukan dengan
metode Laosuwan dan Atkins (1977).
1. Perbandingan nilai rerata F1 dengan nilai
rerata kedua tetuanya (mid-parent=MP)
dalam hal ini ialah persentase peningkatan,
dihitung melalui rumus:

(F1-MP)/MPx100%

2. Perbandingan nilai rerata F1 dengan nilai


rerata tetua tertinggi (higher parent=HP),
dalam hal ini ialah persentase peningkatan,
dihitung melalui rumus:

(F1-HP)/HPx100%

Pengujian beda rerata F1 dengan MP maupun


F 1 dengan HP dilakukan dengan uji-t tidak
berpasangan. Aksi gen yang mengatur keragaan
karakter-karakter diketahui dengan menghitung
derajat dominansinya melalui rumus PotenceRatio (Petr dan Frey 1966):

h=

mF1 - mMP
mHP - mMP

Keterangan:
h
= nilai Potence-Ratio,
mF1 = nilai rerata F1,
mMP = nilai rerata kedua tetuanya,
mHP = nilai rerata tetua tertinggi.

Sukartini et al.: Efek Heterosis dan Heritabilitas pd


Komponen Ukuran Buah Pepaya F1
Berdasarkan nilai Potence-Ratio tersebut,
maka derajat dominansi dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: tidak ada dominansi (h=0),
dominansi sempurna (h=+1 atau h=1), dominansi
positif tidak sempurna (0<h<1), dominansi negatif
tidak sempurna (1<h<0), dan dominansi berlebih
(h>1 atau h<1).
Daya waris karakter buah tetua-tetua diketahui
dengan menghitung nilai heritabilitas dalam arti
luas (h2b) berdasar rumus:
g
g
h2b = p = g + e
Keterangan:
g = ragam genetik,
p = ragam fenotip,
e = ragam linkungan.
Kriteria nilai heritabilitas adalah: rendah bila 0,0
< h2 b 0,2, sedang bila 0,2 < h2 b 0,5, dan tinggi
bila 0,5 < h2 b 1 (Stansfield 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian tahap pertama diketahui bahwa
rerata ukuran komponen buah pepaya yang
dihasilkan oleh tanaman tetua berbeda nyata satu
sama lain. Dari 5 tetua, varietas Semangko-01
(T1) menampilkan keragaan bobot, panjang, dan
lingkar buah tertinggi (Tabel 1).
Hasil panen buah pada tahap kedua (Tabel 2)
menunjukkan bahwa bobot buah T1 (Semangko01) x T2 (Meksiko-01), T1 (Semangko-01)xT4
(Py-Rif-90), T2 (Meksiko-01)xT1 (Semangko01), T4 (Py-Rif-90)xT1 (Semangko-01), dan
T7 (Smn-01)xT1 (Semangko-01) satu sama lain
tidak berbeda nyata, dan menampilkan keragaan

bobot buah tertinggi dibanding F1 lainnya. Untuk


ukuran panjang buah F1 dari persilangan T1xT2,
T1xT4, T2xT1, dan T4xT1 satu sama lain tidak
berbeda nyata, dan menampilkan buah terpanjang
dibanding F 1 lainnya. Demikian pula untuk
karakter lingkar buah, tanaman F1 dari persilangan
T1xT2, T1xT4, T2xT1, T4xT1, T7xT1, dan
T7xT2 menampilkan lingkar buah yang tidak
berbeda nyata dan lebih besar dibanding F1
lainnya. Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2
diketahui bahwa ukuran bobot buah, panjang
buah, dan lingkar buah F1 berada di antara kisaran
ukuran penampilan karakter-karakter tetuanya.
Efek heterosis daya hasil pada F1 mempunyai
arti yang sangat penting dalam pembentukan
varietas hibrida. Persentase peningkatan nilai F1
yang disebabkan oleh heterosis MP maupun HP
dan klasifikasi pada setiap komponen ukuran buah
(bobot, panjang, dan lingkar buah) ditentukan
oleh besarnya nilai Potence Ratio atau nilai h
(Tabel 3).
Hasil pengujian beda 2 rerata F1 terhadap nilai
rerata HP untuk ukuran bobot buah berbeda nyata
pada turunan persilangan antara T1xT4, T2xT1,
T2xT4, dan T4xT1. Untuk ukuran panjang buah,
nilai rerata F1 terhadap nilai rerata HP berbeda
nyata pada turunan persilangan T1xT4, T2xT1,
T4xT1, T7xT1, dan terhadap nilai rerata MP
pada turunan persilangan T7xT1, sedangkan
perbandingan nilai rerata lingkar buah tanaman
F1 terhadap nilai rerata HP berbeda nyata pada
turunan hasil persilangan T1xT4, T2xT1, dan
T7xT1.
Aksi dan interaksi gen yang berbeda akan
membuat pola segregasi berbeda pula. Tipe aksi
gen dapat dibedakan menjadi 2, yaitu interaksi
antaralel pada lokus yang berbeda dan interaksi

Tabel 1. Rerata SD bobot, panjang, dan lingkar buah tetua pepaya (Mean SD of fruit weight,
fruit length, and fruit circumference of papaya parents)
Buah (Fruit)
Bobot
Panjang
Lingkar
(Weight)
(Length)
(Circumference)
g
cm
cm
T1 (Semangko-01)
1.195,00 190,00 a
27,75 1,89 a
32,03 2,42 a
T2 (Meksiko-01)
558,12 56,18 b
17,81 2,43 b
25,55 2,74 b
T4 (Py-Rif-90)
359,12 18,34 cd
17,89 1,38 b
19,35 1,06 c
T5 (Solo-01)
486,50 73,80 bc
12,65 0,99 c
26,10 3,62 b
T7 (Smn-01)
315,00 40,21 d
14,16 1,64 c
22,64 2,62 bc
Angka rerata pada setiap kolom yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda
Duncan (Means followed by the same letters in the same column are not significantly different at 5% DMRT).
Tetua
(Parents)

251

J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009


Tabel 2. Rerata SD bobot, panjang, dan lingkar buah pepaya F1 (Mean SD of fruit weight,
fruit length, and fruit circumference of F1-s)
F1
(F1-s)

Bobot
(Weight)
g

Buah (Fruit)
Panjang
(Length)
cm

Lingkar
(Circumference)
cm

T1xT2

842,19 186,90 a

24,84 2,89 a

27,73 3,80 abc

T1xT4

831,12 133,21 a

23,90 1,31 a

28,36 1,43 ab

T2xT1

854,72 124,05 a

23,98 1,91 a

28,06 2,33 abc

T2xT4

409,66 122,10 d

16,65 1,62 c

25,69 4,80 bcd

T4xT1

880,94 87,63 a

23,87 1,87 a

30,07 0,88 a

T4xT2

505,31

5,61 cd

19,75 1,25 b

23,57 0,79 d

T4xT5

556,61 95,46 cd

19,44 1,73 b

25,19 1,62 bcd

T7xT1

761,82 64,69 ab

19,54 0,66 b

28,18 0,90 abc

T7xT2

628,86 100,62 bc

18,59 1,25 bc

27,19 1,71 abcd

T7xT4

521,78 55,50 cd

18,60 0,93 bc

24,18 2,01 cd

antaralel pada lokus yang sama (Murti et al.


2004). Aksi gen dominan negatif tidak sempurna
pada F1 mengakibatkan ukuran F1 lebih kecil dari
rerata kedua tetuanya, dan aksi gen dominan
positif tidak sempurna mengakibatkan ukuran F1
berada di antara rerata kedua tetuanya, sedangkan
aksi gen over dominan mengakibatkan ukuran F1
berada di atas rerata tetuanya atau tetua terbaiknya.
Aksi gen dominan negatif tidak sempurna terjadi
pada bobot buah dari turunan hasil persilangan
T2xT4, sehingga F1 yang dihasilkan mempunyai
bobot buah yang lebih rendah dari tetua T2
Meksiko-01. Aksi gen dominan positif tidak
sempurna yang terjadi pada semua komponen
ukuran buah F1: T4xT1 mengakibatkan ukuran
bobot dan panjang buah berada di antara kedua
tetuanya. Namun hasil uji t untuk perbedaan rerata
lingkar buah dari F1 terhadap MP maupun HP
tidak berbeda nyata, maka penampilan lingkar
buah F1 dari turunan hasil persilangan T4xT1
relatif sama dengan kedua tetuanya. Populasi
F1: T7xT1 mempunyai rerata ukuran panjang
buah yang lebih pendek dari kedua tetuanya.
Hal tersebut diduga akibat aksi gen dominan
negatif tidak sempurna. Walaupun demikian
untuk karakter lingkar buah, rerata F1 dari turunan
persilangan tersebut berada di antara ukuran
lingkar buah kedua tetuanya, kondisi seperti itu
diduga akibat peran gen dominan positif tidak
sempurna. Penampilan ukuran bobot buah dan
lingkar buah pada F1 turunan persilangan T2xT1
menunjukkan lebih kecil dari kedua tetuanya,
yang diduga terjadi akibat peran gen dominan
negatif tidak sempurna. Di lain pihak, penampilan
252

karakter panjang buah F1: T2xT1 menunjukkan


berada di antara kedua tetuanya, yang diduga
terjadi akibat aksi gen dominan positif tidak
sempurna. Menurut Ariyanto dan Subagyo (2004)
bahwa nilai heterosis dipengaruhi oleh aksi gen
tidak aditif, sedangkan aksi gen aditif cenderung
memengaruhi nilai heritabilitas dalam arti sempit
suatu karakter.
Selain mempertimbangkan aksi gen, persentase
peningkatan F1 yang diutamakan adalah hasil
perbandingan F1-HP daripada F1-MP (Purnomo
dan Dzanuri 1996). Berdasarkan hal tersebut
maka hibrida yang memiliki keunggulan pada
satu sifat atau lebih seperti yang ditunjukkan
oleh F1 hasil persilangan T1xT4 dapat dipilih
sebagai calon hibrida baru yang memiliki ukuran
bobot, panjang, dan lingkar buah yang tidak
terlalu besar. Hal ini berarti bahwa persilangan
T1 dengan T4 mengakibatkan penurunan (nilai
minus) ukuran bobot buah 30,45%, panjang buah
13,88%, dan lingkar buah 11,46% dari ukuran
tetua tertingginya (HP). Ukuran buah pepaya yang
tidak terlalu besar cocok untuk konsumsi rumah
tangga dengan jumlah anggota keluarga antara 4
sampai 5 orang.
Tabel 3 juga menunjukkan beberapa F1 yang
memiliki ukuran bobot, panjang, dan lingkar buah
yang lebih besar dari tetua tertingginya akibat aksi
gen dominan berlebih. Hal ini ditandai dengan
nilai persentase peningkatan F1 yang disebabkan
oleh heterosis MP maupun HP yang positif semua.
Namun persentase peningkatan F1 tersebut tidak
berbeda nyata pada uji t, sehingga ukuran bobot,
panjang, dan lingkar buah pada beberapa F1

Sukartini et al.: Efek Heterosis dan Heritabilitas pd


Komponen Ukuran Buah Pepaya F1
Tabel 3. Persentase peningkatan nilai F1 yang disebabkan oleh heterosis mid-parent (MP)
dan higher parent (HP), serta derajat dominansi gen pada setiap komponen ukuran
buah (Increase percentage of F1 value due to the heterosis of mid-parent and higher
parent, and gene dominance degree in each fruit component measured)
F1
MP (%)

Bobot
(Weight)
HP (%)

Buah (Fruit)
Panjang
(Length)
MP (%) HP (%)

Lingkar
(Circumference)
MP (%) HP (%)

T1xT2

-3,92

-29,52

-0,11 a

9,03

-10,50

0,41 b

-3,68

-13,43

-0,33 a

T1xT4

6,96

-30,45*

0,13 b

4,73

-13,88*

0,22 b

10,40

-11,46*

0,42 b
-0,23 a

T2xT1

-2,49

-28,48*

-0,07 a

5,27

-13,58*

T2xT4

-10,68

-26,60*

-0,49 a

-6,73

-6,93

T4xT1

13,37

-26,28*

0,25 b

4,59

-14,00*

0,24 b

-2,56

-12,42*

-32,05 c

14,42

0,54

1,04 c

0,21 b

17,05

-6,12

0,69 b

T4xT2

10,18

-9,46

0,47 b

10,64

10,41

50,67 c

32,06

-7,74

0,74 b

T4xT5

31,64

14,41

2,10 c

27,33

8,69

1,59 c

10,84

-3,49

0,73 b
0,18 b

T7xT1

0,90

-36,25

0,02 b

-6,76*

-29,59*

-0,21 a

3,09

-12,01*

T7xT2

44,05

12,67

1,58 c

16,28

4,36

1,43 c

12,84

6,42

2,13 c

T7xT4

54,80

45,29

8,37 c

16,05

3,96

1,38 c

15,16

6,78

1,93 c

* = berbeda nyata berdasar uji t tidak berpasangan pada taraf 5% (significantly different at 5% t test)
a = dominansi negatif tidak sempurna (negative partial dominance) (-1<h<0)
b = dominansi positif tidak sempurna (positive partial dominance) (0<h<1).
c = dominansi berlebih (overdominance) (h>1 atau h<-1).

tersebut dapat dikatakan relatif sama dengan


tetua tertingginya. Dari penelitian ini diduga
bahwa latar belakang genetik tetua T1, T2, T4,
T5, dan T7 relatif tidak berbeda. Hal tersebut di
dasarkan kepada pendapat Ruswandi et al. (2005)
yang menyatakan bahwa hibrida yang berasal
dari persilangan antargalur yang memiliki latar
belakang genetik yang jauh menghasilkan efek
heterosis yang tinggi.
Nilai heritabilitas dalam arti luas (h 2 b)
untuk ukuran bobot, panjang, dan lingkar buah
masing-masing adalah 0,92 g, 0,91 cm, dan 0,75
cm. Ketiga nilai h2 b tersebut termasuk dalam
kriteria tinggi karena berada di antara 0,5-1. Nilai
heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
faktor genetik lebih berperan daripada faktor
lingkungan (Zen 1995). Dengan demikian gen
pembawa sifat ukuran bobot, panjang, dan lingkar
buah tersebut mempunyai daya waris yang kuat
sehingga mudah diwariskan dari tetua kepada
turunannya.
KESIMPULAN
1. Nilai heterosis HP dari F1 untuk karakter bobot
buah berkisar antara -30,45 sampai -26,28%,
nilai heterosis MP untuk karakter panjang

buah sebesar -6,76%, dan nilai heterosis HPnya berkisar antara -29,59 sampai -13,58%,
sedangkan untuk karakter lingkar buah nilai
heterosis HP berkisar antara -12,42 sampai
-11,46%.
2. Nilai heritabilitas dalam arti luas untuk karakter
bobot, panjang, dan lingkar buah berturut-turut
adalah 0,92 g, 0,91 cm, dan 0,75 cm.
3. Tetua T1 dan T4 dapat digunakan untuk
pembentukan hibrida dengan ukuran bobot,
panjang, dan lingkar buah yang tidak terlalu
besar (konsumsi keluarga kecil).
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada
saudara Yusri Herizal, SP. selaku teknisi yang
telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
PUSTAKA
1. Alnopri. 2005. Penampilan dan Evaluasi Heterosis Sifatsifat Bibit pada Kombinasi Sambungan Kopi Arabika. J.
Akta Agrosia. 8(1):25-29.
2. Anonim. 2005. http://www.FAOStat.[21 Januari 2008].
3. Ariyanto, D. dan Subagyo. 2004. Variabilitas Genetik dan
Evaluasi Heterosis pada Persilangan Antargalur dalam
Spesies Ikan Mas. Zuriat. 15(2):118-124.

253

J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009


4. Chan, Y.K. 2001. Heterosis in Exotica x Sekaki Papaya
Hybrids. J. Trop. Agric. And Fd. Sc. 29(2):139-144.
5. Laosuwan, P. and R.E. Atkins. 1977. Estimates of
Combining Ability and Heterosis in Converted Exotic
Shorgum. Crop. Sci. 17(1):47-50.
6. Lippert, L.F. and P.D. Legg. 1972. Diallel Analysis for
Yield and Maturity Characteristic in Muskmelon Cultivar.
J. Amer. Soc. Hortic. Sci. 104:100-101.
7. Murti, R.H., T. Kurniawati, dan Nasrullah. 2004. Pola
Pewarisan Karakter Buah Tomat. Zuriat. 15(2):140149.
8. Petr, F.C. and K.J.Frey. 1966. Genotypic Correlation
Dominance and Heritability of Quantitative Characters
in Oats. Crop. Sci. 6:259-262.
9. Purnomo, S. dan Dzanuri. 1996. Analisis Heterosis
dan Teknik Produksi Benih Hibrida F1 Persilangan
Antarvarietas Salak Bali Dengan Salak Pondoh. J. Hort.
6(3):233-241.
10. _________, S. Hosni, Marsono, M.Jawal AS dan
P.J. Santoso. 1999. Draft: Laporan Pengkayaan dan
Konservasi SDG Pepaya, Nangka, Jeruk, Manggis, Duku,
Alpukat, Salak, Durian, dan Melon. Laporan Kemajuan
Penelitian Proyek Penelitian Tanaman Buah, Balitbu
Solok. T.A. 1998/1999. 60 Hlm.

254

11. Ruswandi, D., N. Wicaksana, M. Rachmadi, A. Ismail,


D. Arief, and F. Kasim. 2005. Heritability and Heterosis
of Grain Yield on Downy Mildew Resistance (DMR) and
Quality Protein Maizw (QPM) Inbreds and Their Single
Cross Hybrids. Zuriat. 16(1):37-51.
12. Stansfield, W.D. 1991. Genetika. Edisi Kedua. Teori dan
Soal-soal. Erlangga. Jakarta. 417 Hlm.
13. Wardiana, E., E. Randriani, dan H.T. Luntungan. 1995.
Heterosis Jumlah Buah dan Komponen Buah Hasil
Persilangan Kelapa Genjah x Dalam. Zuriat. 6(1):3238.
14. Wisnu Broto, Suyanti, dan Sjaefuloh. 1991. Karakterisasi
Varietas untuk Standardisasi Mutu Buah Pepaya (Carica
pepaya L.). J. Hort. 1(2):41-44.
15. Zen Syahrul. 1995. Heritabilitas, Korelasi Genotipik,
dan Fenotipik Karakter Padi Gogo. Zuriat. 6(1):25-31.

Anda mungkin juga menyukai