Anda di halaman 1dari 20

Tugas

MATA KULIAH MIKROBIOLOGI KLINIK


DOSEN: Prof. DR. H. NATSIR DJIDE.M.S, Apt.

JALUR PEMBENTUKAN TOKSIN


CLOSTRIDIUM TETANI

DISUSUN OLEH:

NAMA MAHASISWA
NIM
PROGRAM STUDI
KONSENTRASI

:
:
:
:

RAYMOND ARIEF N. NOENA


P2501215001
FARMASI
HERBAL MEDICINE

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR

2015
Halaman

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT atas rahmat dan
hidayahNya sehingga kami dapat menuntaskan tugas ini dengan baik
Tugas berupa makalah dengan judul JALUR PEMBENTUKAN
TOKSIN CLOSTRIDIUM TETANI ini dibuat sebagai syarat dalam mengikuti
mata kuliah Mikrobiologi Klinik pada Program Pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar Tahun Akademik 2015/2016.
Selaku penyusun kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih
banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan, olehnya kritik dan saran yang
bersifat membangun senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya

Penyusun

Raymond Arief N. Noena

Halaman

BAB I
PENDAHULUAN

Tetanus merupakan penyakit yang akut dan seringkali fatal, penyakit ini
disebabkan oleh eksotoksin yuang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Kata
tetanus berasal dari bahasa Yunani tetanos, yang diambil dari kata teinein yang
berarti teregang. Tetanus dikarakteristikan dengan kekakuan umum dan kejang
kompulsif pada otot-otot rangka. Kekakuan otot biasanya dimulai pada rahang
( lockjaw ) dan leher dan kemudian menjadi umum. Penyakit ini merupakan
penyakit yang serius namun dapat dicegah kejadiannya pada manusia.
Tetanus terjadi secara luas di seluruh dunia namun paling sering pada
daerah dengan populasi padat, pada iklim hangat dan lembab. Organisme
penyebab ditemukan secara primer pada tanah dan saluran cerna hewan dan
manusia. Transmisi secara primer terjadi melalui luka yang terkontaminasi. Luka
dapat berukuran besar atau kecil. Pada tahun-tahun terakhir ini, tatanus sering
terjadi melalui luka- luka yang kecil. Tetanus juga dapat menyertai setelah luka
operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang dalam, luka robek, otitis media, infeksi
gigi, gigitan binatang, aborsi dan kehamilan.
Secara internasional pada tahun 1992 terhitung sekitar 578.000 bayi
mengalami kematian karena tetanus neonatorum. Pada tahun 2000, dengan data
dari WHO menghitung insidensi secara global kejadian tetanus di dunia secara
kasar berkisar antara 0,5 1 juta kasus dan tetanus neonatorum terhitung sekitar
50% dari kematian akibat tetanus di negara negara berkembang. Perkiraan
insidensi tetanus secara global adalah 18 per 100.000 populasi per tahun. Di
negara berkembang, tetanus lebih sering mengenai laki laki dibanding
perempuan dengan perbandingan 3 : 1 atau 4 :1
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi
pada penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika
gejalanya memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda, maka
prognosisnya buruk.

Halaman

BAB II
PEMBAHASAN

II.1

TINJAUAN UMUM TETANUS


Definisi Tetanus adalah penyakit yang mengenai sistem saraf yang

disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang dihasilkan oleh


Clostridium tetani. Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan
rigiditas otot lokal yang dekat dengan tempat luka, sering progresif menjadi
spasme otot umum yang berat serta diperberat dengan kegagalan respirasi dan
ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir selalu berhubungan
dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan
tidak pada sistem saraf perifer atau otot.
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram
positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Mikroorganisme ini
menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran
tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan
terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat
dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda.
Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk
vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan
menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung
saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.
Ada empat macam bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :
1.

Generalized tetanus (Tetanus umum)


Tetanus umum adalah salah satu tetanus yang bertanggung jawab
bagi kira-kira 80% kasus. Penyakit tersebut desendens dalam presentasi
kliniknya, sering dimulai dengan trismus dan berlanjut ke kaku kuduk,
rigiditas abdomen serta spasme tetanik pada ekstremitas. Trismus dapat
menimbulkan spasme wajah yang dikenal sebagai risus sardonicus.
Karena

spasme

berlanjut,

maka

otot

punggung

terlibat

dalam

Halaman

melengkungkan punggung (opistotonus). Dua tanda paling menonjol dari


tetanus generalisata mengancam ialah trismus serta otot abdomen yang
kaku. (Sabiston,1995)
2.

Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari
ibu yang tidak diimunisasi secara adekuat, terutama setelah perawatan
bekas potongan tali pusat yang tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada
panjang tali pusat, kebersihan lingkungan, dan kebersihan saat mengikat
dan memotong umbilikus. Onset biasanya dalam 2 minggu pertama
kehidupan. Rigiditas, kesulitan menelan ASI, iritabilitas dan spasme
merupakan gambaran khas tetanus neonatorum. Di antara neonatus yang
terinfeksi, 90% meninggal dan retardasi mental terjadi pada yang bertahan
hidup. (Sudoyo,2009)

3.

Localized tetanus (Tetanus lokal)


Tetanus lokal adalah bentuk penyakit tetanus yang jarang terjadi,
dimana pasien terus-menerus kontraksi otot di daerah anatomi yang
sama. Kontraksi dapat bertahan selama beberapa minggu sebelum
berangsur-angsur mereda. Tetanus lokal umumnya lebih ringan, hanya
sekitar 1% dari kasus yang fatal. (Zulkoni,2010)

4.

Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)


Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,
yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya
1-2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang
tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat
terjadi. Mortalitasnya tinggi.

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit,


tetanus dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan (lihat Tabel 2.1)

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus


Derajat
I : Ringan

Manifestasi Klinis
Trismus ringan sampai sedang; spastisitas generalisata;
tanpa gangguan pernafasan; tanpa spasme; sedikit atau
tanpa disfagia

II : Sedang

Trismus sedang; rigiditas yang nampak jelas; spasme


singkat ringan sampai sedang; gangguan pernafasan
sedang dengan frekuensi pernafasan > 30x/menit; disfagia
ringan

III : Berat

Trismus berat; spastisitas generalisata; spasme refleks


berkepanjangan; frekuensi pernafasan > 40x/menit;
serangan apnea; disfagia berat; takikardi > 120x/menit

IV : Sangat berat

Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan


sistem kardiovaskular; hipertensi berat; takikardia terjadi
berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah
satunya dapat menetap

II.2

CLOSTRIDIUM TETANI
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak

memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari
Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap
antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8F
(121C) selama 1015 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia
yang lainnya.
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram
positif, bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 m. Mikroorganisme ini
menghasilkan spora pada salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran
tongkat penabuh drum atau raket tenis. Spora Clostridium tetani sangat tahan
terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan pengeringan. Kuman ini terdapat
dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran hewan terutama kuda.

Halaman

Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik. Bentuk


vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan
menyebabkan hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung
saraf otot dan sistem saraf pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang

Gambar 1 Mikroskopik Clostridium tetani (Raharja,2010)


Clostridium tetani termasuk dalam bakteri gram positif, anaerob obligat,
dapat membentuk spora, dan berbentuk drum-stick. Spora yang dibentuk oleh
Clostridium tetani ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat
tahan walaupun telah di autoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap
fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di
tanah, kotoran manusia, hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya,
spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran pencernaan feses dari kuda,
domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di
dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak
sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). Clostridium tetani

Halaman

menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi


dari tetanolysin tidak diketahui dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan
lisis dari sel-sel darah merah. Tetanospamin merupakan toksin yang cukup kuat.
Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut
dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik.
(Gilroy,2007). Bentuk vegetatif tidak tahan terhadap panas dan beberapa
antiseptik. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17oC dalam media kaldu
daging dan media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman
tetanus tidak dapat memfermentasi glukosa. (Gilroy,2007)

Gambar 2. Clostridium tetani dalam medium Blood Agar


Kultur Dan Biokimia
Tumbuhnya strict anaerob (betul-betul anaerob), dengan range suhu 14-430c.
Suhu optimum 370c, tumbuh pada media biasa yang dipakai sehari-hari, asalkan
tidak mengandung bahan penghambat.
Blood Agar Plate (BAP) : koloni kecil abu-abu,keeping, tengahnya kelihatan
sedikit cembung tepinya rhizoid, menjalar,haemolytis.
Mac Conkey Agar Plate : tidak tumbuh.
fermentasi : glukosa, laktosa. mannitol, maltose, sukrosa, salicin, inulin ,
trehalose, dan mannose negative.
reaksi negative lainnya: urea,vp,reduksi nitrate,hydrolisa starch.
reaksi positif terjadi pada : hydrolisa gelatin, produksi h 2S dan indol, kadangkadang sedangkan iron milk:asam tetapi lambat.

Halaman

II.3

TOKSIN TETANUS
Kuman ini juga menghasilkan 2 macam eksotoksin yaitu

Tetanolisin
Tetanolysin adalah cytolysin yang meningkatkan permeabilitas membran
sel melalui lisis sel, menurunkan potensial reduksi dan meningkatkan
pertumbuhan organisme anaerob. Tetanolisin ini diketahui dapat merusak
membran sel lebih dari satu mekanisme. Tetanolisin juga diketahui dapat
menghidrolisis sel darah merah

Tetanospasmin
Tetanospasmin (toksin spasmogenik) ini merupakan neurotoksin potensial
yang menyebabkan penyakit. Tetanospasmin merupakan suatu toksin
yang poten yang dikenal berdasarkan beratnya. Toksin ini disintesis
sebagai suatu rantai tunggal asam amino polipeptida 151-kD 1315 yang
dikodekan pada plsmid 75 kb. Tetanospasmin ini mempengaruhi
pembentukan dan pengeluaran neurotransmiter glisin dan GABA pada
terminal inhibisi daerah presinaps sehingga pelepasan neurotransmiter
inhibisi dihambat dan menyebabkan relaksasi otot terhambat. Batas dosis
terkecil tetanospasmin yang dapat menyebabkan kematian pada manusia
adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk
manusia dengan berat badan 75 kg.
Tetanospasmin adalah penyebab tetanus dan kadang-kadang
disebut sebagai tetanus neurotoxin (TeNT), karena bekerja pada sistem
saraf pusat. Tetanospasmin membuat jalan ke sistem saraf pusat melalui
aliran aksonal retrograde dimulai dengan neuron motorik - ditemukan di

Halaman

otot dan berakhir dengan mengikat gangliosida ditemukan dalam sistem


saraf pusat (SSP).
II.4

JALUR PEMBENTUKAN TOKSIN TETANUS


Tetanospasmin adalah toksin A-B. Protein toksin tetanus memiliki
berat molekul 150kDa. Toksin ini dikodekan dari gen TetX sebagai salah
satu protein yang kemudian dibelah menjadi dua rantai yang terhubung
oleh ikatan disulfida. Gen yang mengkode protein TetX ini terletak di
plasmid PE88 selain plasmid 75kb
Gen toksin dikodekan pada plasmid 75 kb dan disintesis
sebagai polipeptida tunggal dengan berat molekul 150 000. Polipeptida
yang mengalami pembelahan pasca-translasi menjadi dua fragmen
disulfida, rantai ringan (LC atau A) dengan berat molekul 50 kDa dan rantai
berat (HC atau B ) dengan berat molekul 100 kDa. Rantai B juga dapat
dibelah menjadi 2 fragmen Hn dan Hc Bagian terminal karboksil rantai H,
disebut Hc, yang terdiri dari dua domain ~ 25 kDa, seperti domain lektin
jelly (Hcn) dan domain -trefoil (Hcc), menengahi pengikatan ke
gangliosida (GD1b dan GT1b) pada permukaan terminal saraf non mielin
dan kemudian toksin dikeluarkan.
Rantai A, seng endopeptidase, Rantai A bertanggung jawab atas
toksisitas molekul menyerang protein membran vesikel-terkait (VAMP).
Rantai-B mengikat dissialogangliosides (GD2 dan GD1b) pada
membran neuronal dan berisi domain translokasi yang membantu
pergerakan protein di membran itu dan menjadi neuron, bertanggung
jawab untuk mengikat racun pada selaput aksonal.. Fragmen Hn

Halaman

10

bertanggung jawab atas translokasi rantai cahaya melintasi membran


aksonal, sedangkan fragmen Hc berikatan dengan membran aksonal

Gambar 3. Diagram Pembentukan Tetanospasmin

Gambar 4. Fragmen Rantai Hc Tetanospasmin 1. Jelly-roll (ujuang amino) 2. -Trefoil (ujung carboxyl)

Halaman

11

Tetanospasmin merupakan suatu zinc metalloprotease, suatu


substansi amino acid polyperptide chain yang dilepaskan di dalam luka.
Toksin kemudian dapat menyebar melalui otot yang terkena kepada otot
di sekitarnya, dan terikat pada ujung terminal motor neuron perifer,
kemudian memasuki akson dan ditransport secara retrograd mealui
intraneuronal. Toksin ini bekerja pada sistem saraf simpatis. Selain itu
toksin juga dapat menyebar melalui sistem predaran darah dan limfatik.
Mekanisme kerja Tetanospasmin dapat dibagi dalam 6 langkah
yang berbeda yaitu :
-

transport
-

Berikatan spesifik di neuron perifer

Menghambat Transportasi aksonal inhibitor interneuron di sistem


saraf pusat (SSP)

Transitosis dari akson ke inhibitor interneuron

- Aksi
-

Suhu dan pH mediasi translokasi rantai A ke dalam sitosol

reduksi ikatan disulfida antara rantai A dan B

pembelahan synaptobrevin
Tiga langkah pertama menguraikan perjalanan tetanus dari sistem

saraf perifer ke SSP dan memiliki efek akhir yang ditimbulkan. Tiga
langkah terakhir mendokumentasikan perubahan yang diperlukan untuk
mekanisme akhir neurotoxin tersebut.

Halaman

12

Gambar 5. Jalur aksi eksotoksin (tetanospasmin)

Halaman

13

II.5

EFEK TETANOSPASMIN TERHADAP PELEPASAN NEUROTRANSMITER

Toksin yang dilepaskan dalam luka mengikat motor alfa neuron


terminal perifer, memasuki akson, dan ditranspor ke sel saraf tubuh dalam
batang otak dan medula spinalis dengan transpor intraneuron retrogad.
Kemudian toksin bermigrasi menyeberangi sinaps ke terminal prasinaps,
di mana toksin menghambat pelepasan neurotransmiter penghambat
glisin dan asam gama-aminobutirat. Dengan mengurangi penghambatan,
kecepatan

letupan

istirahat

dari

neuron

motor

alfa

meningkat,

menyebabkan rigiditas. Dengan penurunan aktivitas reflek, yang


membatasi penyebaran impuls (suatu aktivitas glisinergik) polisinaptik,
agonis dan antagonis mungkin diterima daripada dihambat, dengan
demikian menyebabkan spasme. Kehilangan penghambatan juga dapat
mempengaruhi neuron simpatik preganglion pada bagian lateral
substansia grisea medula spinalis dan menyebabkan hiperaktivitas
simpatik dan kadar katekolamin sirkulasi yang tinggi. Tetanospasmin,
seperti

toksin

botulinum,

juga

mungkin

menghambat

pelepasan

neurotransmiter pada taut neuromuskuler dan menyebabkan kelemahan


atau paralisis, pemulihannya memerlukan pertunasan ujung saraf yang
baru. (Soedarmo,2008)
Dampak toksin :
a. Pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan oleh karena
eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan
dan koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi
beku.
b. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada
cerebral gangliosides diduga menyebabkan kekakuan dan kejang
yang khas pada tetanus.
c. Dampak pada saraf autonom terutama mengenai saraf simpatis dan
menimbulkan gejala keringat berlebihan, hipertermia, hipotensi,
hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, takikardi. (Soedarmo,2008)

Halaman

14

Gambar 6. Mekanisme Aksi Tetanospasmin

Pada keadaan yang anaerobik, spora dapat tumbuh. Jaringan nekrosis,


benda asing atau infeksi aktif juga merupakan tempat yang baik untuk
perkembangan spora dan pelepasan toksin. Toksin ini bekerja pada sistem saraf
simpatis. Selain itu toksin juga dapat menyebar melalui sistem predaran darah
dan limfatik.
Mekanisme kerja toksin tetanus:
1.

Tetanolisin mempunyai efek hemolisin dan protease, pada dosis tinggi


berefek kardiotoksik dan neurotoksik. Sampai saat ini peran tetanolisin
pada tetanus manusia belum diketahui pasti. Tetanospasmin mempunyai
efek neurotoksik.

Halaman

15

2.

Toksin tetanus dan reseptornya pada jaringan saraf Toksin tetanus


berkaitan dengan gangliosid ujung membran presinaptik, baik pada
neuromuskular junction, maupun pada susunan saraf pusat. Ikatan ini
penting untuk transport toksin melalui serabut saraf, namun hubungan
antara pengikat dan toksisitas belum diketahui secara jelas. Lazarovisi dkk
(1984) berhasil mengidentifikasikan 2 bentuk toksin tetanus yaitu toksin A
yang kurang mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan sel saraf
namun tetap mempunyai efek antigenitas dan biotoksisitas, dan toksin B
yang kuat berikatan dengan sel saraf.

3.

Tempat kerja utama toksin adalah pada sinaps inhibisi dari susunan saraf
pusat, yaitu dengan jalan mencegah pelepasan neurotransmitter inhibisi
seperti glisin, Gamma Amino Butyric Acid (GABA), dopamin dan
noradrenalin. GABA adalah neuroinhibitor yang paling utama pada susunan
saraf pusat, yang berfungsi mencegah pelepasan impuls saraf yang eksesif.
Toksin tetanus tidak mencegah sintesis atau penyimpanan glisin maupun
GABA,

namun

secara

spesifik

menghambat

pelepasan

kedua

neurotransmitter tersebut di daerah sinaps dangan cara mempengaruhi


sensitifitas terhadap kalsium dan proses eksositosis.
Toksin tetanus ini memblokade pelepasan neurotransmitter dengan
membelah permukaan protein dari vesikel sinaps, hal ini mencegah eksositosis
normal dari neurotransmiter. Toksin ini menginterfensi fungsi arkus refleks
dengan memblokade transmiter inhibisi, terutama GABA, pada daerah presinaps
pada medula spinalis dan brainstem. Elisitasi dari gerakan rahang, secara normal
akan diikuti dengan supresi dari aktivitas motor neuron, manifestasi pada

Halaman

16

elektromiogram sebagai silent period. Pada pasien dengan tetanus, terdapat


kegagalan dari mekanisme inhibisi, yang menghasilkan peningkatan pada
aktivasi saraf-saraf yang menginervasi muskulus maseter (trismus or lockjaw).
Dari semua sistem neuromuskular, persarafan maseter merupakan yang paling
sensitif terhadap toksin. Stiulus yang berbeda ini bukan hanya menghasilkan efek
yang berlebihan, tetapi juga menghilangkan inervasi resiprokal; kontraksi agonis
dan antagonis, meningkatkan spasme muskular. Selain terjadi efek generalisata
pada saraf-saraf motorik di medula spinalis dan brainstem, toksin ini juga beraksi
langsung pada otot skeletal pada titik akson membentuk end plate (muingkin
terjadi pada tetanus terlokalisasi) dan pada korteks serebral dan sistem saraf
simpatis, pada hipotalamus.

Gambar 6. Skema Patogenesis Tetanospasmin

Halaman

17

Jadi secara singkat bahwa mekanisme kerja toksin dapat disimpulkan


sebagai berikut : Bakteri (spora) masuk melalui luka yang kotor dan
terkontaminasi

bentuk

vegetative

dari

spora

melepaskan

toksin

(tetanospasmin) berikatan dengan ujung neuron motor perifer toksin


masuki akson ditransport retrograde ke inti sel saraf di batang otak dan
medulla spinalis toksin migrasi ke ujung presinaps memblok pelepasan
glisin dan GABA yang bersifat inhibisi. Hilangnya inhibisi resting fire rate alfa
motor neuron meningkat rigiditas spasme/kejang

Halaman

18

BAB III
KESIMPULAN

Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif yang memiliki dua


eksotoksin

penyebab

tetanus

yaitu

tetanolisin

dan

tetanospasmin.

Tetanospasmin disintesa sebgai polipeptida dengan 2 rantai utama yaitu rantai


Hn

dan

rantai

Hc

yang

potensial

sebagai

neurotoxin

menyebabkan

spasme/kejang pada penderita tetanus.

Halaman

19

DAFTAR PUSTAKA

- Tetanus toxin: primary structure, expression in E. coli, and homology with


botulinum toxins. Eisel U. et al EMBO J. 5:2495-2502(1986) PubMed: 3536478
- Gilroy, John MD, et al, (2007), Tetanus in : Basic Neurology, ed.1.982,
p.229-230
- Popp D, Narita A, Lee LJ, Ghoshdastider U, Xue B, Srinivasan R,
Balasubramanian MK, Tanaka T, Robinson RC (2012). "Novel actin-like
filament structure from Clostridium tetani". The Journal of Biological Chemistry
287 (25): 211219.
- Winter, A; Ulrich, WP; Wetterich, F; Weller, U; Galla, HJ (1996). "Gangliosides
in phospholipid bilayer membranes: interaction with tetanus toxin.". Chemistry
and physics of lipids 81 (1): 2134
- Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, 2008. Tetanus dalam Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis edisi pertama. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
-

T. M. Cook, R. T. Protheroe, J. M. Handel, (2001), Tetanus: a review of the


literature, British Journal of Anaesthesia 87 (3): 47787

Halaman

20

Anda mungkin juga menyukai