Anda di halaman 1dari 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bangsa Sapi Potong


Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu Bos
Indikus (zebu : berpunuk), Bos Taurus dan Bos Sondaicus (Sugeng, 2001).
Dijelaskan lebih lanjut bahwa Bos Indikus merupakan bangsa sapi yang
terdapat di daerah tropis, Bos Taurus merupakan bangsa sapi yang terdapat di
daerah dingin dan Bos Sondaikus merupakan bangsa sapi yang terdapat di
daerah tropis. Sapi yang diusahakan sebagai ternak potong mempunyai ciri
antara lain ukuran tubuh besar dan berbentuk persegi panjang atau balok,
kualitas dagingnya baik, laju pertumbuhannya cepat, cepat dewasa, efisiensi
pakannya tinggi (Sugeng, 2003).
Jenis sapi yang banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia adalah
sapi Ongole, sapi Bali, sapi Madura, sapi Aberdeen Angus, sapi Brahman,
sapi Brangus (Brahman dan Aberdeen Angus), sapi peranakan Ongole (PO),
sapi

Simmental,

Sapi

Limousin

dan

Sapi

Frisian

Holstein

(FH)

(Djarijah, 2002).
Sapi Aberden Angus adalah sapi pedaging yang berasal dari
Skotlandia. Memiliki ciri-ciri warna hitam, warna putih pada bagian pusar,
tidak bertanduk, badan lebar, padat, leher dan kaki pendek. Sapi Aberden
Angus bobot badan jantan dewasa rata-rata 900 kg, sedangkan betina dewasa
700 kg (Blakely dan Bade,1985).
Sapi Brangus merupakan hasil persilangan antara sapi Brahman dan
Aberden Angus, dengan memiliki 5/8 darah Aberden Angus dan 3/8 darah
sapi Brahman. Warna hitam kelam dan ada juga merah, bertanduk, tubuh
lebih padat dari brahman, tahan panas dan gigitan serangga, adaptasi pakan
baik, produksi daging baik. Sapi Brangus mampu beradaptasi terhadap udara
panas dan tahan terhadap beberapa penyakit (Blakely dan Bade,1985).
Sapi Limosin (Limousin) adalah sapi pedaging dengan postur besar,
panjang, padat dan kompak. Menjadi salah satu primadona sapi pedaging
karena selain ketahanan hidup tinggi, sapi Limosin memiliki kenaikan berat
badan/hari (ADG) sangat bagus dengan konsekuensi kebutuhan pakan yang
3

sangat besar. Memiliki prosentasi karkas (bobot daging) diatas rata-rata,


membuat sapi jenis ini memiliki daya jual sangat tinggi (Sugeng, 1995).
B. Manajemen Pemberian Pakan
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat diberikan pada ternak
sebagai pakan, baik berupa bahan organik, baik sebagian maupun
keseluruhannya dapat dicerna dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan
pada ternak yang memakannya (Hartadi et al, 1997). Siregar (2003)
menyatakan bahwa pakan sapi potong harus memenuhi persyaratan, antara
lain : tersedia sepanjang tahun, bernilai gizi tinggi, harganya relatif murah dan
tidak mengandung racun atau zat anti nutrisi.
Secara alamiah pakan utama ternak sapi adalah hijauan yang dapat
berupa rumput alam atau lapangan, rumput unggul, leguminosa, limbah
pertanian serta tanaman hijauan lainnya. Dalam pemilihan pakan hijauan
harus diperhatikan disukai ternak atau tidak, mengandung racun (toxin)atau
tidak yang dapat membahayakan perkembangan ternak yang mengkonsumsi.
Permasalahan yang ada bahwa hijauan di daerah tropis mempunyai kualitas
yang kurang baik sehingga untuk memenuhi kebutuhan nutrien perlu
ditambah dengan pemberian pakan konsentrat (Siregar, 2003).
Secara teknis diketahui bahwa ruminan mempunyai potensi biologis
untuk dapat mencerna hijauan dengan baik sebagai bahan makanan utamanya.
Hijauan terutama rumput relatif lebih mudah ditanam atau dipelihara
sehingga sumber energi relatif lebih murah dibandingkan dengan pakan
sumber karbohidrat lainnya. Ternak dapat mengadaptasikan diri terhadap
berbagai keadaan lingkungan dan pakan (Parakkasi, 1995).
Pemberian pakan dimaksudkan agar sapi dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Umumnya sapi
membutuhkan pakan hijuan dan pakan tambahan seperti konsentrat untuk
tetap bisa memacu pertumbuhan sapi. Kebanyakan para peternak dalam
mendapatkan hijauan segar mau tak mau harus mengeluarkan biaya atau
tenaga untuk pengadaan pakan, terutama untuk pembelian hijauan dan
transportasi (Sarwono dan Arianto, 2002).

Pemberian hijauan dilakukan sekitar 2 jam setelah pemberian


konsentrat pada pagi hari. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering
dilakukan dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk mengkonsumsi pakan
juga meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan. Sebaiknya dihindari
pemberian hijauan yang sekaligus dan dalam jumlah yang banyak
(Abidin, 2002).
Pakan ternak untuk penggemukan sapi merupakan faktor yang penting
untuk meningkatkan produksinya. Pakan yang baik adalah pakan yang
mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah
unsur utama dalam pemeliharaan organ tubuh dan pertumbuhan, karbohidrat
berguna sebagai sumber energi yang akan digunakan untuk proses
metabolisme, lemak sebagai sumber energi yang membawa vitamin yang
larut dalam lemak (vit A, D, E, K), vitamin berfungsi untuk pembentukan
organ dan meningkatkan kekebalan tubuh, sedangkan mineral untuk
membentuk jaringan tulang dan urat untuk memproduksi dan mengganti
mineral dalam tubuh yang hilang (Darmono, 1993).
Batas normal pakan bagi ternak sapi potong berguna untuk menjaga
keseimbangan jaringan tubuh, dan membuat energi sehingga melakukan
peran dalam proses metabolisme. Kebutuhan pakan akan meningkat selama
ternak dalam masa pertumbuhan (Murtidjo, 1993). Program pemberian
pakan sapi potong biasanya didasarkan pada hasil pengelompokan berat
badan, jenis, umur, periode atau umur dan kondisi sapi. Kebutuhan nutrien
berdasarkan patokanpatokan feed intake bahan kering, dihitung 2,5 3,2 %
dari bobot badan. Berdasarkan pengalaman feedloter, sapi potong yang
digemukan, harus menyesuaikan dengan perilaku konsumsi sapi sebagai
akibat dari berbagai perlakuan tempat asal sampai feedlot (Sugeng, 2001).

C. Manajemen Perkandangan
Kandang merupakan tempat tinggal ternak selama dirawat oleh
pemiliknya. Tujuan pembuatan kandang pada dasarnya untuk melindungi sapi
dari gangguan luar yang dapat mengganggu dan merugikan sapi itu sendiri.
Gangguan itu dapat berupa terik matahari, hujan, angin kencang dan virus
yang dapat mengganggu keselamatan ternak sapi. Dalam penggemukan sapi
potong, kandang berfungsi sebagai tempat untuk menampung ternak dan
semua elemen penunjangnya (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Siregar (2003), bahwa dengan kandang, pengamanan
terhadap pencuri sapi akan lebih terjaga. Kandang yang dibangun harus dapat
menunjang peternak, baik dalam segi ekonomis maupun segi kemudahan
dalam pelayanan. Harapan dengan adanya bangunan kandang ini sapi tidak
berkeliaran disembarang tempat dan kotorannya dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin (Sugeng, 2003).
Bahan bangunan kandang harus memperhatikan segi ekonomis, tahan
lama dan tidak menimbulkan refleksi panas sehingga dapat berpengaruh
terhadap ternak yang dipelihara, kerangka kandang bisa menggunakan bambu
petung, kayu beton atau baja. Atap kandang yang paling baik adalah genteng
karena tidak menimbulkan panas dan dapat mengalirkan udara dari celahcelah genteng. Dinding kandang setengah tembok supaya lebih tahan lama,
ketinggian dinding disesuaikan dengan kondisi iklim setempat, bisa
menggunakan bambu, kayu, atau bata. Daerah dingin dan banyak angin maka
dinding kandang dibuat penuh/ tertutup tetapi harus tetap ada ventilasi,
sedangkan untuk daerah panas dibuat setengah dinding atau terbuka. Lantai
kandang sebaiknya menggunakan semen dibuat kasar sehingga kuat dan tahan
lama. Lantai kandang dibuat miring ke belakang sebesar 5-10 cm
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2001).
Konstruksi kandang dirancang sesuai keadaan iklim setempat, jenis
ternak, dan tujuan pemeliharaan sapi itu sendiri. Dalam merancang kandang
ternak yang penting untuk diperhatikan adalah tinggi bangunan, kedudukan
atap dan bayangan atap, serta lantai kandang (Sarwono dan Arianto, 2002).

pembangunan kandang harus memberikan kemudahan perawatan sapi,


mencegah sapi supaya tidak berkeliaran dan menjaga kebersihan lingkungan
(Siregar, 2003).
Setiap usaha penggemukan sapi potong yang akan didirikan harus
merencanakan jumlah kadang yang akan dibangun sesuai dengan jumlah dan
jenis sapi yang akan dipelihara. Kandang yang dibangun harus kuat dan
memenuhi syarat kesehatan, mudah dibersikan, mempunyai drainase yang
baik, siklus udara yang bebas dan di lengkapi tempat makan dan minum sapi,
serta bak desinfektan (Direktorat Jenderal Peternakan, 2007).
Kandang secara umum memiliki dua tipe yaitu kandang individu dan
kandang koloni (Abidin, 2002). Menurut Sarwono dan Arianto (2002),
kandang individu adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau
bangunan dan hanya digunakan untuk memelihara satu ekor ternak. Kandang
koloni adalah kandang yang terdiri dari satu ruangan atau bangunan tetapi
digunakan untuk ternak dalam jumlah banyak.
Perlengkapan kandang yang harus disediakan adalah tempat pakan
dan tempat minum (Sugeng, 2003). Tempat pakan dan tempat minum dapat
dibuat dari tembok beton yang bentuknya dibuat cekung dengan lubang
pembuangan air pada bagian bawah atau bisa juga tempat pakan terbuat dari
papan atau kayu dan tempat minum menggunakan ember (Siregar, 2003).
Menurut Sugeng (2003), kandang harus dilengkapi dengan peralatan
kebersihan seperti sekop, sapu lidi, sikat, selang air, ember, dan kereta
dorong.
D. Pengendalian Penyakit
Tingkah laku sapi memberikan gambaran tentang status kesehatan sapi
tersebut. Sapi yang sehat akan menampakkan gerakan yang aktif, selalu sadar
dan tanggap terhadap perubahan situasi disekitarnya. Tingkat kesehatan yang
baik dan hasil produksi serta reproduksi yang optimal memerlukan
ketersediaan padang rumput yang cukup dan bermutu (Akoso,1996).

Pengertian umum tentang hewan sakit adalah setiap penyimpangan


dari kondisi normalnya. Hewan sakit adalah suatu kondisi yang ditimbulkan
oleh suatu individu hidup atau oleh penyebab lainnya, baik yang diketahui
maupun tidak, yang merugikan kesehatan hewan yang bersangkutan.
Pengertian ini menunjukkan bahwa hewan yang sakit dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain faktor mekanis, termis, kekurangan nutrisi,
pengaruh zat kimia, faktor keturunan, dan sebagainya (Akoso, 1996).
Penyakit merupakan ancaman yang harus diwaspadai peternak,
walaupun serangan penyakit tidak langsung mematikan ternak, tetapi dapat
menimbulkan masalah kesehatan yang berkepanjangan, menghambat
pertumbuhan, dan mengurangi pendapatan (Sarwono dan Arianto, 2002).
Menurut Sugeng (2003), berbagai jenis penyakit sapi sering terjangkit di
Indonesia, baik yang menular atau tidak menular. Penyakit menular pada
umumnya menimbulkan kerugian besar bagi peternak. Penyakit menular
tidak langsung mematikan, akan tetapi dapat merusak kesehatan ternak sapi
secara berkepanjangan, mengurangi pertumbuhan dan bahkan menghentikan
pertumbuhan sama sekali.
Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi antara lain:
menjaga kebersihan kandang dan peralatannya, termasuk memandikan sapi.
Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi yang sehat dan segera dilakukan
pengobatan. Diusahakan lantai kandang selalu kering, agar kotoran tidak
banyak yang menumpuk di kandang. Menjaga kesehatan sapi maka secara
teratur dilaksanakan vaksinasi (Djarijah, 1996).
E. Penanganan Limbah
Limbah ternak adalah sisa hasil buangan dari suatu usaha kegiatan
peternakan seperti usaha pemeliharaan ternak, rumah potong hewan,
pengolahan produk ternak. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan cair,
limbah padat dapat berupa feses, tulang dan sisa pakan sedangkan limbah cair
berupa urine. Limbah peternakan sapi potong biasanya banyak menimbulkan
masalah terutama di lingkungan perkotaan. Sekarang ini limbah telah banyak

dimanfaatkan menjadi briket, pupuk kompos, pupuk cair dan biogas


(Sihombing, 2000).
Limbah ternak yang berupa kotoran ternak, baik padat (feses) atau cair
(air kencing, air bekas mandi sapi, air bekas mencuci kandang dan prasarana
kandang) serta sisa pakan yang tercecer merupakan sumber pencemaran
lingkungan paling dominan di area peternakan. Limbah ternak dalam jumlah
yang besar dapat menimbulkan bau yang menyengat, sehingga perlu
penanganan khusus agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
(Sarwono dan Arianto, 2002). Menurut Abidin (2002), penanganan limbah
perlu direncanakan dengan sebaik-baiknya, bahkan bisa diupayakan untuk
meningkatkan penghasilan tambahan seperti mengolah feses menjadi
kompos.
Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari jenis ternak,
besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Manure yang terdiri dari feses dan
urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar
manure dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau, kambing dan
domba. Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kilogram limbah padat atau feses, dan pada sapi potong
setiap pertambahan bobot badan 1 kilogram menghasilkan 25 kilogram feses
(Sihombing, 2000).
Proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4)
yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang bertanggung
jawab terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1% per
tahun dan terus meningkat. Kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai
20-35 % dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Di Indonesia, emisi
metan per unit pakan atau laju konversi metan lebih besar karena kualitas
hijauan pakan yang diberikan rendah. Semakin tinggi jumlah pemberian
pakan kualitas rendah, semakin tinggi produksi metan (Hartadi et al, 1986).

10

Tinja atau feses ternak dapat dikelola dengan baik untuk tujuan yang
bermanfaat misal untuk pembuatan pupuk, pakan ikan serta dapat pula
dimanfaatkan sebagai energi biogas. Biogas adalah campuran gas-gas yang
dihasilkan dari suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam
keadaan tanpa oksigen. Campuran gas yang dihasilkan dari proses fermentasi
tersebut adalah methan, karbondioksida, nitrogen, karbon monoksida,
oksigen, propan, hidrogen sulfida dan sebagainya (Paryanto, 2008).
Pupuk kandang terdiri dari jerami yang tercecer, tinja, dan urine. Sifat
dari bahan-bahan ini tergantung pada binatangnya dan cara memberinya
makanan. Dengan bobot 500 kg sapi menghasilkan tinja dan air kencing
sebanyak 13,5 ton setahun, yaitu 70% tinja dan 30% air kencing. Pupuk
kandang sapi mengandung 0,45% nitrogen, 0,35% asam fosfor (P2O5) dan
0,07% kalium (K2O). Pupuk kandang dari berbagai jenis ternak sangat
berbeda susunan tergantung kadar nutrisi yang dikonsumsi, demikian pula
banyaknya (Sudono, 2003).
Teknik pembuatan pupuk cair adalah menampung urine ternak
sebanyak 800 liter. Masukkan Rumino Bacillus dan azotobacter ke dalamnya.
Aduk dengan kayu atau bambu hingga ke dua bioaktivator larut. Tutup
permukaan bak dengan triplek atau plastik. Diamkan selama 7 hari. Hari ke-8,
aduk lagi urine beberapa putaran. Pengadukan dimaksudkan untuk
menguapkan ammonia karena bersifat racun bagi tanaman. Urine yang telah
difermentasi siap digunakan atau disimpan dalam wadah (Setiawan, 2010).
Setiawan (2008), menyatakan bahwa biogas (gas bio) merupakan gas
yang ditimbulkan jika bahan bahan organik, seperti kotoran hewan, kotoran
manusia, atau sampah, direndam di dalam air dan disimpan di dalam tempat
tertutup atau anaerob. Simamora, S et al. (2006), menyatakan bahwa proses
terjadinya biogas adalah fermentasi anaerob bahan organik yang dilakukan
oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan gas yang mudah terbakar
(flammable). Secara kimia, reaksi yang terjadi pada pembuatan biogas cukup
panjang dan rumit, meliputi tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap
metanogenik.

11

Simamora et al (2006), menyatakan bahwa dalam pembuatan biogas


ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yakni;
1. Ada bahan pengisi yang berupa bahan organik, terutamqa limbah
pertanian dan peternakan.
2. Ada intalasi biogas yang memenuhi beberapa persyaratan seperti, lubang
pemasukan

dan

pengeluaran,

tempat

penampungan

gas,

dan

penampungan sludge (sisa Pembuangan).


3. Terpenuhinya faktor pendukung yakni faktor dalam (dari digester) yang
meliputi imbangan C/n, pH, dan struktur bahan isian (kehomogenan) dan
faktor luar yang meliputi fluktasi suhu.
F. Pemasaran
Pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai
bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan
dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.
Dalam manajemen suatu pemasaran dibutuhkan suatu riset pemasaran. Riset
pemasaran adalah fungsi yang menghubungkan konsumen, pelanggan dan
publik dengan pemasaran melalui informasi-informasi dengan luar, untuk
mengidentifikasi peluang dan masalah pemasaran sehingga menghasilkan,
melaksanakan dan mengevaluasi upaya pemasaran, memantau kinerja
pemasaran sebagai suatu proses produksi. Riset pemasaran mengkhususkan
informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi isuisu, mendesain metode
pengumpulan informasi, mengelola dan mengimplementasikan proses
pengumpulan data, menganalisis hasilnya dan mengkomunikasikan hasil
temuan dan implikasinya (Kotler dan Armstrong, 2008).
Peternak ketika menjual sapi disarankan berdasar bobot badan atau
bobot karkas (sapi dihargai setelah dipotong) dan mengetahui harga pasar.
Sebaiknya dihindari penjualan sistem taksir atau perkiraan harga, terkecuali
bila peternak sudah sangat berpengalaman sehingga tidak merugi. Penjualan
kotoran ternak dan sisa pakan merupakan hasil ikutan yang sangat bermanfaat
sebagai pupuk tanaman dan dapat menjadi tambahan pendapatan para
peternak (Sugeng, 2001).

12

Beberapa hari sebelum penggemukan selesai, peternak sebaiknya telah


mengetahui sasaran pemasaran serta harga sapi yang akan dijualnya.
Penaksiran harga itu didasarkan pada bobot badan dan harga sapi yang sedang
berlaku dipasaran. Lebih baik apabila penjualan sapi dapat diatur pada saat
harga sapi sedang baik. Setiap peternak yang melakukan penggemukan sapi
hendaknya selalu memonitor harga sapi di pasaran agar jangan sampai tertipu
oleh harga penawaran pedagang-pedagang ternak (Siregar, 2003).

Anda mungkin juga menyukai