KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................
2.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)............................... 2
2.2 Model-Model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).......................... 2
2.3 Implementasi Model MBS di Berbagai Negara................................... 8
2.4 Prospek Gaji Guru dalam Manajemen Berbasis Sekolah.................... 18
BAB III PENUTUP.........................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 21
3.2 Saran.................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan mutu pendidikan merupakan sasaran pembangunan di
bidang pendidikan nasional dan merupakan bagian integral dari upaya
peningkatan kualitas manusia Indonesia secara menyeluruh. Diperlukan suatu
strategi untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah yang efektif dan produktif.
Strategi yang sudah digunakan dibeberapa negara maju dan saat ini sudah
mulai dikembangkan di Indonesia adalah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
atau School Based Management(SBM). Keadaan dalam suatu wilayah (negara)
mempengaruhi bagaimana cara yang tepat untuk menetapkan suatu gaya
pendekatan untuk menjadikan sekolah itu kreatif dan produktif. Hal ini
menjadikan MBS memiliki beberapa model yang diterapkan di masing-masing
negara/wilayah. Seperti model australia, model amerika, model inggris dan lain
sebagainya.
Keberagaman penggunaan model MBS ini mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing-masing, sehingga terdapat model MBS yang ideal yang
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam pengimplementasian model MBS
yang akan digunakan. Dengan demikian, akan memungkinkan terciptanya
Manajemen Sekolah yang efektif.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini antara lain:
1. Apa pengertian dari manajemen berbasis sekolah (MBS)?
2. Apa saja model-model manajemen berbasis sekolah (MBS)?
3. Bagaimana implementasi model MBS yang ada di berbagai Negara?
4. Bagaimana prospek gaji guru dalam manajemen berbasis sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
5
atau
pengelolaan,
yaitu
segala
usaha
bersama
untuk
fungsi
yang
sama,
yaitu:
merencanakan
(planning),
ini berguna
hal
rencana sekolah
ini
jika
hasil belajar
diterima oleh
indikator efektivitas
dan rencana program,
(outcomes) bagus
dan
tercantum dalam
khususnya yang
berkaitan
keputusan,
interaksi
sosial,
iklim
sekolah,
metode
dalam
proses
pemantauan dan pengumpulan data serta focus pada sarana bukan tujuan
akhir (Cameron, 1978).
4. Model Kepuasan ( The Satisfaction Model )
Efektivitas sekolah dapat menjadi konsep yang relatif, tergantung
pada harapan dari konstituen yang bersangkutan atau beberapa pihak. Jika
tujuan sekolah yang diharapkan tinggi dan beragam, akan sulit bagi
sekolah untuk mencapai dan memenuhi kebutuhannya. Jika tujuan
sekolah yangdiharapkan rendah dan sederhana, akan lebih mudah bagi
sekolah
untuk
mencapainya
dan
memenuhi
harapan
konstituen,
sekolah,
atau
alumni,
dll. Namun,
model
tidak
tepat jika adanya konflik pada tuntutan/harapan konstituen dan tidak dapat
dipenuhi pada saat yang sama.
5. Model Legitimasi (The Legitimacy Model )
Dampak perubahan dan perkembangan yang cepat di masyarakat
lokal
maupun
dalam
konteks
10
legitimate
pemasaran,
pertanggungjawaban (akuntabilitas),
citra
keberhasilan.
mengidentifikasi
Tampaknya
kelemahan
jauh
lebih
dan kekurangan,
mudah
seperti
untuk
indikator
mengidentifikasi
strategi untuk
11
meningkatkan efektivitas
garis
pemikiran model
ini
terletak pada
stategi
12
mungkin
tepat
untuk
mempelajari
efektivitas
sekolah. Manfaat model ini akan terbatas jika hubungan antara proses dan
hasil pembelajaran organisasi sekolah tidak jelas. Namun proses
pembelajaran organisasi bisa menjanjikan tampilan yang dinamis untuk
memaksimalkan efektivitas pada beberapa tujuan sekolah.
8. Model Manajemen Mutu Total (The Total Quality Management Model )
Konsep dan praktek manajemen mutu total di sekolah diyakini
menjadi alat yang ampuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
meningkatkan
efektivitas
Greenwood
and
sekolah
Gaunt,
1994;
(Bradly,1993;
Cuttance,
Murgatroyd
and
1994;
Colin,
jangka
pada
kualitas
atau
yang
total anggota
manajemen
total,
(Tenner
sekolah
and Detoro,
efektif
jika
1992). Menurut
dapat
melibatkan
model
dan
terus-menerus
dalam
berbagai
13
total menurut
kerangka
kerja Malcolm
Baldrige
terhadap
masyarakat
(Fisher,
1994;
George,
ini
akan
diuraikan
secara
singkat
beberapa
model
yang
14
15
pegawai
sekolah
semuanya
diangkat dari pusat. Kedua, pengadaan peralatan seperti buku, alat tulis
dan baha praktik laboratorium semuanya didrop dari pusat. Ketiga,
pelayanan pendidikan kepada pelanggan semuanya telah distandarkan dari
pusat mulai ditinggalkan. Sekarang yang menjadi ciri lain dari MBS model
kanada adalah peningkatan dan pengembangan profesionalisme tenaga
kerja baik meningkatkan kemampuan guru maupun tenaga administrasi.
3. Model MBS di Amerika Serikat
Sistem pendidikan
di Amerika
Serikat
mula-mula
secara
16
Association
of
secondary
school
Principal). Mereka
MBS
di
Amerika
Serikat
disebut
dengan Site-Based
bahwa
keseimbangan
otonomi,
kekuasaan
dan
beserta
para
kepala
sekolah
menengah
atas
diberikan
memberikan
langsung
pilihan
pada
kepada
orang
17
masing-masing
tua
dengan
sekolah.
cara
Juga
membantu
mengembangkan
diversifikasi,
meninghkatkan
akses,
mengizinkan
merupakan
Sekolah/MBS
refleksi
(School
pengelolaan
Based
desentralisasi
sebagai
lembaga
yang
memiliki
kewenangan
untuk
program-program
operatif
lainnya.
MBS
dibangun
dengan
kurikulum
dan
proses
pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa bersamasama denga SC dan P&G, sekolah menyusun kurikulum dengan
tetap memperhatikan curriculum statements dan curriculum profile
yang dikeluarkan oleh pemerintah.
b. Melakukan pengelolaan sekolah; bentuk pengelolaan sekolah
menggambarkan kadar pelaksanaan MBS. Sekolah dapat memilih
antara tiga kemungkinan, yaitu (1) standard fleksibility option (SO)
; (2) Enhanced Flexsibility Option (EO 1) dan (3) Enhanced
Flexibility Option (Eo2).
c. Membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban ;
pelaksanaan MBS tidak lepas dari accountability yang dapat dilihat
dari perencanaan sekolah dan pencapaiannya. Perencanaan sekolah
ini atas school planning overview untuk jangka waktu tiga tahun,
dan school annual planning untuk jangka waktu satu tahun.
Adapun pencapaian implementasinya dilakukan melalui ternal
monitoring (school review) dan internal monitoring sebagai
evaluasi diri yag dilaporkan secara kumulatif dala school annual
report. Kegiatan tersebut merupakan bagian dari mekanis
mequality assurance dan accountability.
d. Menjamin dan mengusahakan sumber daya (human and financial);
dalam MBS dipraktekkan apa yang disebut dengan resources
19
20
benchmarking
memungkinkan
para
sekolah
memiliki
kesamaan
persepsi
dalam
pelaksanaannya.
3. Pelaksanaan basic skill test memungkinkan kantor pendidikan
Negara bagian, distrik, dan sekolah memperoleh informasi
tentang kinerja sekolah. Bagi sekolah, hasil tes ini dapat
dijadikan bahan diagnosis dan masukan bagi program
pengembangan sekolah. Sementara itu, dari hasil tes yang
sama, kantor distrik dapat memberikan layanan penasihatan
yang lebih terfokus, dan bagi kantor pendidikan Negara bagian
21
yang
merupakan
tahunan
(Annual
Planning)
sekolah
dapat
khusus
seperti
mengkoordinasi,
mengorganisasi,
dan
Disini
terdapat
hubungan
keterkaitan
antara
22
dalam
perdebatan akan
dimulainya
desentralisasi
23
mengangkat
dan
memberhentikan
piminan
sekolah,
24
25
dan
meningkatkan
kualitas
pendidikan
prasekolah
dan
pendidikan dasar.
Akhirnya dibentuklah ACE (Asiciation Comunal para la Education)
atau dalam bahasa Inggrisnya disebut (Comunity Education Association).
Anggotanya dipilih dari orang tua siswa. ACE secara legal bertanggung
jawab untuk menjalankan sekolah-sekolah EDUCO termasuk masalah
anggaran
dana
dan
personilnya.
ACE
dapat
mengangkat
dan
26
merosot
sebagai
akibat
dari
kurangnya
investasi,
utama
pemerintah
adalah
mengurangi
ketidakadilan
27
28
dan
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
dengan
kepentingan
pribadi
karyawan
dengan
keberhasilan
organisasi.
Kebanyakan orang berpendapat bahwa pendesentralisasian MBS
hanya pada kekuasaan dan kurang memperhatikan tiga hal lainnya. Model
MBS yang terinci menggambarkan pertukaran dua arah dalam hal
pengetahuan, kekuasaan, informasi dan pengahargaan, alur dan arah
memberikan pengaruh yang saling menguntungkan secara terus-menerus
antara pemerintah daerah dengan sekolah dan sebaliknya.
Model ideal yang dikembangkan oleh Slamet P.H. terdiri dari
output, proses, dan input. Output sekolah diukur dengan kinerja sekolah,
yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah.
Kinerja sekolah dapat diukur dari efektifitas, kualitas, produktivitas,
efisiensi, inovasi, kualitas kehidupan kerja, dan moral kerja.
29
30
penempatan dan mutasi guru antar provinsi; (e) evaluasi dan monitoring
terhadap pelaksanaan standar-standar nasional oleh daerah beserta sangsinya.
Sedangkan urusan-urusan yang dilimpahkan ke daerah, dengan
berpedoman pada standar nasional yang disusun oleh pusat, adalah sebagai
berikut.
a. Rekruitmen dan seleksi calon guru yang diangkat sebagai calon PNS;
b. Rekruitmen dan peningkatan calon guru untuk memenuhi kebutuhan
khusus (guru kontrak, guru bantu, guru pengganti sementara) yang
anggarannya menjadi beban daerah atau proyek-proyek khusus yang
dibiayai oleh pusat);
c. Penempatan dan mutasi guru dalam lingkup daerah yang bersangkutan;
d. Penilaian kinerja guru dalam rangka kenaikan pangkat, promosi
jabatannya, dan pemberian tunjangan atas dasar prestasinya;
e. Penetapan jumlah dan pemberian tunjangan daerah sesuai dengan
kemampuan daerah yang bersangkutan (di luar gaji/tunjangan sebagai
PNS);
f. Pembinaan mutu guru/pamong belajar melalui pelatihan/penataran dan
wahana-wahana lainnya.
Klasifikasi pembagian tersebut mengisyaratkan bahwa daerah hanya
akan memiliki kewenangan dalam mengelola pendidikan karena kemampuan
daerah untuk mengambil beban gaji guru dalam APBD masih cukup berat.
Untuk membebankan gaji guru kepada daerah perlu memperhatikan
hal-hal berikut:
a. Pendapatan asli daerah (PAD);
b. Jumlah guru yang ada di daerah tersebut;
c. Sumber daya alam apa yang bisa diandalkan untuk menambah PAD dari
dana perimbangan pusat daerah.
Memperhatikan uraian di atas, dapat diperkirakan kemampuan daerah
untuk menggaji guru yang berada di daerahnya. Sebaga ilustrasi Hidayat
(2000) menggunakan kabupaten Sumedang sebagai contoh. Pendapatan
kabupaten Sumedang pada tahun anggaran 1994/1995 sebelum gaji guru
diserahkan pada kabupaten dan kota, baik itu PAD, subsidi pusat, dan bagi
hasil pajak mencapai 31,413 milyar rupiah, kebutuhan belanja pembangunan
sebesar 16,939 milyar rupiah, dan belanja rutin sebesar 12,894 milyar rupiah
sehingga tersisa sebesar 1,625 milyar.
Bila di kabupaten Sumedang terdapat 5.678 guru dan rata-rata gaji Rp
500.000,00 per bulan, dana yang harus disediakan sebesar 2,839 milyar rupiah
31
per bulan sedangkan dana yang tersisa sebesar 1,625 milyar rupiah. Dengan
kekurangan dana tersebut bisa terjadi beberapa kemungkinan.
a. Besar gaji disesuaikan dengan dana yang ada;
b. Besar gaji tetap, tetapi ada pengurangan guru;
c. Mencari sumber lain untuk menutupi kekurangan;
d. Mengalihkan sebagian kegiatan belanja rutin atau pembangunan untuk
membayar gaji guru.
e. Contoh kasus di kabupaten Sumedang ini bisa juga terjadi di daerah lain
yang memiliki pendapatan daerah hampir atau sama dengan Kabupaten
Sumedang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi
luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan
pendidikan nasional. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang
memberikan otonomi lebih besar kepada
32
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman
terhadap penggunaan dan implementasi model MBS di berbagai Negara.
Sebagai tenaga kependidikan, dengan dimilikinya pemahaman terhadap
implementasi model MBS yang berbeda ini, tentunya dapat memilah-milah
model MBS yang tepat diterapkan di sekolahnya masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Sutomo, dkk. 2012. Manajemen Sekolah. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Press.
http://iimabusyifa.blogspot.co.id/2013/08/model-model-manajemenberbasis-sekolah.html [online] diakses pada tanggal 28 Mei 2016 pukul
16.14
http://syamsuddincoy.blogspot.co.id/2012/02/implementasi-danmanajemen-berbasis.html [online] diakses pada tanggal 28 Mei 2016
pukul 16.21
33