Sistem Pencernaan Analisis Enzim Menggun

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Sistem Pencernaan/Kelompok 7

Sistem Pencernaan: Analisis Enzim


Menggunakan Usus Ikan Mas (Cyprinus carpio)
Miftahur Rohmah (1511100061)
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: miftahur11@mhs.bio.its.ac.id

AbstrakPencernaan adalah proses pemecahan senyawa


kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. System
pencernaan terdiri dari saluran pencernaan yang merentang
dari mulut sampai anus dan organ-organ aksesoris seperti gigi,
lidah, kelenjar saliva, hati, kantung empedu dan pankreas.
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui
macam-macam enzim pencernaan makanan yang terdapat pada
usus ikan mas (Cyprinus carpio) dan fungsi empedu dalam
pencernaan makanan. Untuk mendapatkan enzim pencernaan
ini, ikan mas dibedah dan diambil usus dan pankreasnya.
Setelah itu, ekstrak usus yang sudah dibuat diuji dengan
amilum, sukrosa dan putih telur. Hasil uji menunjukkan pada
usus ikan terdapat enzim amilase, sukrase dan tripsin. Garamgaram empedu ini memiliki fungsi mengemulsifikasi lemak,
mengabsorpsi lemak dan mengeluarkan kolesterol dari dalam
tubuh.
Kata KunciEmpedu, Enzim, Pencernaan, Usus ikan mas
(Cyprinus carpio)

I. PENDAHULUAN

ENCERNAAN adalah proses dimana makanan awal


yang di makan di pecah baik dalam arti fisik maupun
kimia [1]. Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan
(alimentar), yaitu tuba maskular panjang yang merentang
dari mulut sampai anus, dan organ-organ aksesoris seperti
gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kantung empedu, dan
pankreas. Fungsi utama sistem pencernaan ini adalah untuk
menyediakan makanan, air, dan elektrolit bagi tubuh dari
nutrien yang dicerna sehingga siap diabsorsi [2].
Pada percobaan ini, yang digunakan adalah usus ikan mas
(Cyprinus carpio). Secara umum, proses pencernaan ikan
sama dengan vertebrata lainnya namun ikan memiliki
beberapa variasi. Berbeda dengan mamalia, pada ikan
pencernaan secara kimiawi dimulai di lambung atau di
bagian depan usus halus, bukan di bagian rongga mulut. Hal
ini dikarenakan ikan tidak memiliki kelenjar ir liur yang
dapat menghasilkan enzim saliva [3].
Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilaksanakan untuk
mengetahui macam-macam enzim pencernaan makanan yang
terdapat pada usus ikan dan fungsi empedu dalam pencernaan
makanan.

II.METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat
Analisis enzim pada usus ikan mas (Cyprinus carpio) ini
dilakukan di laboratorium Zoologi jurusan Biologi ITS pada
tanggal 5 Maret 2014 dan 12 Maret 2014 ada pukul 07.30selesai.
B. Prosedur Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Usus Halus
Pada praktikum ini menggunakan ekstrak usus dari
ikan mas (Cyprinus carpio) dengan ukuran panjang
tubuh > 25cm. Ikan mas lalu dibedah pada bagian
ventral. Kemudian usus dan organ lainnya dipisahkan
dari tubuh ikan. Usus halus dan pankreas diambil
dengan cara memotongnya. Usus halus kemudian
dipotong secara longitudinal dan dibersihkan dengan
aquades. Lalu usus halus dan pakreas di cacah halus
dan ditambahkan gliserin 50% sebanyak 50 ml.
keudian usus dan pankreas yang sudah dicacah
dihauskan lagi menggunakan mortar dan alu, lalu
ditambahakn 5 tetes toluen sambil dihaluskan lagi.
Setelah itu, ekstrak usus di pindah ke botol urin,
ditutup rapat dan dibungkus menggunakan kertas
karbon. Ekstrak usus ini disimpan pada suhu ruang
selama 24 jam. Kemudian, ekstrak usus disaring
menggunakan kertas saring dan disimpan dalam
freezer selama 6-7 hari.
2. Tes Pembuktian Adanya Enzim Amilase
Dua tabung reaksi disiapkan dan diberi label A dan B
lalu kedua tabung di beri amilum 1% sebanyak 2,5 ml.
Tabung A ditambah dengan 1 ml ekstrak usus
sedangkan tabung B di tambah 1 ml aquades. Kedua
tabung lalu digoyang selama 5-10 menit. Pada kedua
tabung ditambah dengan 2 ml reagen benedict lalu
dipanaskan
selama
5
menit
sambil
menggoyangkannya.
3. Tes Pembuktian Adanya Enzim Sukrase
Dua tabung reaksi disiapkan dan diberi label A dan B,
kedua tabung lalu diberi sukrosa 1% sebanyak 2,5 ml.
1 ml ekstrak usus ditambahkan ke tabung A dan 1 ml
aquades ditambahkan ke tabung B lalu kedua tabung
digoyangkan selama 5-10 menit. Setelah itu
ditambahkan 2ml reagen benedict lalu dipanaskan
selama 5 menit sambil menggoyangkannya.
4. Tes Pembuktian Adanya Enzim Tripsin

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Sistem Pencernaan/Kelompok 7


Dua tabung reaksi disiapkan dan diberi label A dan B.
Putih telur 1 ml lalu diencerkan dengan 19 ml aquades
lalu di homogenkan. Lalu kedua tabung diberi 2 ml
putih telur 20% kemudian dipanaskan hingga
mendidih. Setelah itu didinginkan sejenak dan tabung
A ditambah 1 ml ekstrak usus dan tabung B ditambah
1 ml aquades lalu didiamkan selama 5-10 menit. kedua
tabung lalu di beri 2 tetes reagen biuret.
5. Tes Pengaruh Empedu Terhadap Lemak
Dua tabung reaksi disiapkan dan diberi label A dan B.
permukaan kantung empedu digunting dan isinya
dituangkan ke tabung reaksi A. Cairan empedu
tersebut lalu diencerkan dengan aquades hingaa
volumenya mencapai 2 ml. Pada tabung B diberi
aquades 2 ml. Lalu kedua tabung diberi minyak goreng
sebanyak 2 ml. Kedua tabung kemudian dikocok.
6. Tes Pembuktian Enzim Amilase Saliva
Tiga tabung reaksi disiapkan dan diberi label A, B, dan
C. Ketiga tabung tersebut diberi milum 1% sebanyak 5
ml. Tabung A ditambah 1ml saliva dan tabung B
ditamah 10 tetes aquades. Kemudian ketiga tabung
diberi iodine sebanyak 1 ml, digoyang-goyangkan dan
dipanaskan selama 5 menit.
III. PEMBAHASAN
A. Pembuatan ekstrak usus halus
Pembuatan ekstrak usus halus ini menggunakan usus
ikan mas (Cyprinus carpio). Langkah pertama yang
dilakukan yaitu ikan mas dibedah pada bagian ventral
dimaksudkan untuk menghindari rusak atau terputusnya
usus akibat pembedahan. Setelah itu, usus diambil dengan
cara memotong atau memisahkannya dari bagian akhir
lambung dan bagian awal usus besar. Namun karena ikan
mas tidak memiliki lambung [4], maka pemotongan usus
halus dilakukan dari bagian akhir pylorus dan bagian awal
usus besar. Kemudian usus dan pankreas yang sudah di
potong dicuci dengan menggunakan aquades. Lalu usus
halus dan pankreas di pindah ke cawan Petri dan diberi
gliserin 50% sebanyak 20 ml. Gliserin adalah cairan
bening, banyak dipakai untuk sediaan obat. Persenyawaan
gliserin dengan asam lemak ini membentuk lemak [5].
Pemakaian gliserin ini dimaksudkan untuk membantu
proses peluruhan enzim pencernaan yang ada di usus
halus. Usus halus dan pankreas kemudian dicacah halus
tujuannya adalah untuk mengeluarkan enzim-enzim
pencernaan yang ada di dalamnya sehingga memudahkan
proses pengujian selanjutnya. Usus halus yang sudah
terpotong-potong lalu diberi 5 tetes toluen. Toluen
berfungsi sebagai pelarut materi organic sekaligus sebagai
pengawet tanpa merubah struktur/konformasi senya
organik yang diawetkannya. Toluen ini bersifat nonpolar,
sehingga tidak bisa bercampur dengan pelarut polar seperti
air [6]. Setelah benar-benar halus, ekstrak usus dan
pankreas dimasukkan dalam botol urin kemudian
dibungkus dengan kertas karbon. Menurut [7], enzim
banyak terdapat pada makanan segar karena enzim sangat
sensitif terhadap panas dan akan rusak dalam proses
pemasakan dan pasteurisasi. Sehingga ekstrak usus
ditempatkan ditempat gelap karena tempat gelap dapat
memaksimalkan
peluruhan
enzim oleh gliserin.

Selanjutnya ekstrak usus yang sudah dibungkus kertas


karbon disimpan pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah
24 jam, ekstrak usus di saring menggunakan kertas saring
untuk memisahkan sisa cacahan usus dengan cairan.
Kemudian ekstrak usus dibungkus lagi menggunakan
kertas karbon dan disimpan dalam freezer selama 6-7 hari.
Waktu satu minggu merupakan waktu yang optimum bagi
gliserin untuk meluruhkan enzim pencernaan pada usus
halus. Pada saat inilah touen bekerja sebagai pengawet
yang menjaga enzim dari kerusakan atau membusuk
selama penyimpanan.
B. Pembuktian adanya enzim amylase.
Amilase adalah suatu enzim pencernaan yang dalam
keadaan normal bekerja ekstrasel untuk memecah kanji
menjadi kelompok-kelomok karbohidrat yang lebih kecil
dan akhirnya menjadi monosakarida [8]. Amilase adalah
enzim yang berasal dari pankreas, kelenjar air liur dan hati
[9].
Untuk membuktikan keberadaan enzim amilase pada
usus ikan digunakan dua buah tabung. Masing-masing
tabung diberi label A dan B. Kedua tabung lalu diberi
amilum 1% sebanyak 2,5 ml. Amilum ini digunakan
sebagai sumber zat pati yang dapat dicerna oleh enzim
amilase [10]. Kemudian tabung A ditambah dengan 1 ml
ekstrak usus sedangkan tabung B ditambah dengan 1 ml
aquades. Penggunaan aquades disini sebagai kontrol.
Keuda tabung lalu digoyang selama 5-10 menit untuk
menghomogenkan larutan didalamnya. Pada kedua tabung
lalu diberi 2 ml reagen benedict dan dipanaskan selama 5
menit sambil menggoyangkannya. Benedict merupakan
reagen yang dapat membuktikan adanya zat yang
mengandung glukosa dan turunannya [2]. Pemanasan ini
dilakukan untuk memepercepat proses hidrolisis enzim
amilase terhadap amilum karena semakin tinggi suhu
semakin cepat kerja enzim [11].
Dari percobaan ini didapatkan hasil pada tabung A
setelah dipanaskan terbentuk endapan merah bata
sedangkan pada tabung B warna larutan biru (gambar 3.a).
Ini membuktikan bahwa pada usus ikan terkandung enzim
amilase. Karena menurut [2], larutan yang mengandung
glukosa apabila ditambah dengan reign benedict akan
memberikan hasil positif dengan terbentuknya endapan
warna merah bata karena terbentuknya ikatan antara atom
Cu atau tembaga yang berikatan dengan gugus aldehid dari
glukosa yang bersifat aktif. Pada keadaan ini, atom Cu
yang berada pada bentuk ioniknya dengan bilangan
oksidasi 2 akan membentuk ikatan ionic dengan oksigen
pada sisi aldehid atau keton membentuk endapan Cu 2O.
C.Pembuktian adanya enzim sukrase
Untuk membuktikan keberadaan enzim sukrase pada
usus ikan digunakan dua buah tabung. Masing-masing
tabung diberi label A dan B. Kedua tabung lalu diberi
sukrosa 1% sebanyak 2,5 ml Sukrase adalah enzim di usus
yang menghidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa
[12]. Kemudian tabung A ditambah dengan 1 ml ekstrak
usus sedangkan tabung B ditambah dengan 1 ml aquades.
Penggunaan aquades disini sebagai kontrol. Kedua tabung
lalu digoyang selama 5-10 menit untuk menghomogenkan
larutan didalamnya. Pada kedua tabung lalu diberi 2 ml
reagen benedict dan dipanaskan selama 5 menit sambil

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Sistem Pencernaan/Kelompok 7


menggoyangkannya. Benedict merupakan reagen yang
dapat membuktikan adanya zat yang mengandung glukosa
dan turunannya [2]. Pemanasan ini dilakukan untuk
memepercepat proses hidrolisis enzim sukrase terhadap
sukrosa karena semakin tinggi suhu semakin cepat kerja
enzim [11].
Dari percobaan ini didapatkan hasil pada tabung A
setelah dipanaskan terbentuk endapan merah bata
sedangkan pada tabung B warna larutan biru (gambar 3.b).
Ini membuktikan bahwa pada usus ikan terkandung enzim
sukrase. Karena menurut [2], larutan yang mengandung
glukosa apabila ditambah dengan reagen benedict akan
memberikan hasil positif dengan terbentuknya endapan
warna merah bata karena terbentuknya ikatan antara atom
Cu atau tembaga yang berikatan dengan gugus aldehid dari
glukosa yang bersifat aktif. Pada keadaan ini, atom Cu
yang berada pada bentuk ioniknya dengan bilangan
oksidasi 2 akan membentuk ikatan ionik dengan oksigen
pada sisi aldehid atau keton membentuk endapan Cu 2O.

Gambar 1. Siklus katalitik enzim sukrase [13].

Gambar diatas merupakan siklus katalitik enzim


sukrase. (1) Ketika tempat aktif enzim tidak ditempati oleh
substrat dan substratnya tersedia maka siklus itu akan
dimulai. (2) Kompleks enzim-substrat akan terbentuk
ketika substrat itu memasuki tempat aktif dan terikat
melalui ikatan lemah. Tempat aktif itu akan mengalami
peruahan bentuk untuk mengelilingi substrat. (3) Substrat
itu akan diubah menjadi produk saat berada di dalam
tempat aktif itu. (4) Enzim akan membebaskan produknya,
dan tempat aktifnya kemudian dapat ditempati molekul
substrat lain [13].
D.Pembuktian adanya enzim tripsin
Tripsin merupakan salah satu protease atau enzim yang
menghidrolisis protein. Menurut [14], tripsin lebih banyak
digunakan dalam bidang-bidang kedokteran daripada
industri makanan. Tripsin merupakan endopeptidase yang
bentuk inaktifnya disebut tripsinogen. Tripsin bekerja
optimum pada pH asam.
Pada percobaan ini menggunakan putih telur ayam.
Putih telur merupakan protein yang terdiri dari serat
ovumicin dan berada dalam larutan encer. Jenis protein
dalam albumin terdiri dari ovabumen, conalbumen, atau

ovotranferin, ovomucoid, lysozyme, ovomucin, avidin,


ovoglubulin, ovoinhibitor, dan flavoprotein [15]. Albumin
diproduksi di hati dan mewakili 50% dari produksi protein
hepatik [16].
Untuk membuktikan keberadaan enzim tripsin pada usus
ikan digunakan dua buah tabung. 1 ml putih telur ayam
diencerkan dahulu dengan 19 ml aquades kemudian
dihomogenkan. Kemudian diambil 2 ml putih telur yang
sudah diencerkan dan dimasukkan pada masing-masing
tabung. Kemudian kedua tabung dipanaskan hingga
mendidih. Tujuan pengenceran ini adalah pada saat putih
telur ini dipanaskan tidak mengendap dan memadat
didasar tabung. Jika hal ini terjadi, maka proses hidrolisis
albumin oleh enzim tripsin akan berjalan sangat lama.
Sedangkan pemanasan ini dilakukan untuk memepercepat
proses hidrolisis enzim sukrase terhadap sukrosa karena
semakin tinggi suhu semakin cepat kerja enzim [11].
Kedua tabung yang sudah dipanaskan kemudian
didinginkan. Setelah itu, tabung A diberi ekstrak usus
sebanyak 1 ml sedangkan tabung B diberi aquades 1ml.
Aquades disini fungsinya sebagai kontrol perlakuan.
Kemudian didiamkan selama 5-10 menit. setelah itu
ditetesi 2 tetesi reagen biuret. Biuret merupakan reagen
yang bersifat basa, sehingga gugus amin dari asam amino
bertindak sebagai asam dengan membentuk NH4+. Reaksi
menghasilkan senyawa basa NH4OH yang meyebabkan
larutan berwarna ungu [17]. Setelah ditambahkan dengan
biuret, warna larutan dalam tabung A tidak terjadi
perubahan warna dan tidak terbentuk cincin ungu pada
permukaan tabung sedangkan tabung B terjadi perubahan
warna dari putih menjadi putih keunguan di dasar tabung
(gambar 3.c). Seharusnya pada tabung A terbentuk cincin
ungu pada permukaan atas tabung yang menunjukkan
bahwa pada usus ikan terdapat enzim tripsin.
E. Pengaruh empedu terhadap lemak
Kandung empedu adalah sebuah kanting berbentuk
terong dan merupakan membrane berotot. Letaknya di
dalam sebuah lekukan di sebelah permukaan bawah hati,
sampai di pinggiran depannya. Kandung empedu bekerja
sebagai tempat persediaan getah empedu [18].
Empedu adalah larutan berwarna kunig kehijauan terdiri
dari 97% air, pigmen empedu, dan garam-garam empedu.
Pigmen empedu terdiri dari biliverdin (hijau) dan bilirubin
(kuning). Garam-garam empedu terbentuk dari asam
empedu yang berikatan dengan kolesterol dan asam amino.
Fungsi garam empedu dalam usus halus: (1) Emulsifikasi
lemak: garam empedu mengemulsi globulus lemak besar
dalam usus halus yang kemudian menghasilkan globulus
lemak lebih kecil dan area permukaan yang lebih luas
untuk kerja enzim. (2) Absorpsi lemak: garam empedu
membantu absorpsi zat terlarut lemak dengan cara
memfasilitasi jalurnya menembus membrane sel. (3)
Pengeluaran kolesterol dari tubuh: garam empedu
berikatan dengan kolesterol dan lesitin untuk membentuk
agregasi kecil disebut micelle yang akan dibuang melalui
feses [2].
Pada gambar 2 menunjukkan proses penyerapan dalam
sel-sel mukosa usus. Dalam mulut tidak terjadi pencernaan
lemak karena tidak terdapat enzim lipase yang
mengkatalisis proses hidrolisisnya. Dalam lambung
terdapat lipase lambung, tetapi enzim ini hanya mampu

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Sistem Pencernaan/Kelompok 7


mencerna lemak yang mempunyai rantai pendek.
Pencernaan lemak secara enzimatik yang sebenarnya
terjadi di dalam usus halus akibat pengaruh enzim steapsin
yaitu enzim lipase yang berasal dari pankreas. Garamgaram empedu dapat membantu proses emulsifikasi lemak.
Lemak yang tidak larut dalam air terdispersi menjadi
butiran-butiran lemak berukuran kecil sehingga mudah
diserang oleh enzim lipase yang larut dalam air.
Akibatnya, butiran-butiran lemak mengalami hidrolisis
menjadi digliserida, monogliserida, gliserol dan asam
lemak. Produk hidrolisis kemudian masuk ke dalam sel-sel
mukosa intestinum melalui membrane mukosa intestinum.
Proses hidrolisis selanjutnya diteruskan karena pengaruh
lipase pada mukosa intestinum. Hasil hidrolisis lemak
kembali menjadi lemak. Lemak hasil sintesis dibungkus
oleh butiran-butiran lipoprotein yang disebut kilomikron
yang kemudian akan di transfer ke aliran darah melalui
system limfa untuk dibawa ke hati dan jaringan adiposa
[24].

Gambar 2. Penyerapan lemak dalam sel-sel mukosa usus [24]

Untuk menguji pengaruh empedu terhadap lemak ini


menggunakan empedu ayam. Dua tabung reaksi disiapkan
dan diberi label A dan B. Pada tabung B diberi cairan
empedu yang sudah diencerkan dengan aquades hingga
2ml dn tabung A diberi aquades sebagai kontrol atau
pembanding. Kemudian kedua tabung ditambahkan
dengan 2ml minyak goreng. Minyak goreng disini
dianggap sebagai sumber lemak pada praktikum ini seperti
dalam [19] yang mengtakan bahwa minyak goreng
mengandung vitamin A, D dan E selain itu juga
mengandung lemak. Kedua tabung kemudian dikocok
dengan kuat untuk menghomogenkan larutan. Setelah
dikocok, tabung A tetap membentuk 2 fase gambar 3.d).
Fase bagian atas adalah minyak dan bagian dasarnya
adalah aquades. Minyak goreng disini sebagai lemak
memiliki sifat tidak dapat larut dalam air [20]. Lemak
disusun dari dua jenis molekul yaitu gliserol dan asam
lemak. Gliserol adalah sejenis alkohol yang memiliki tiga
karbon, yang masing-masing mengandung sebuah gugs
hidroksil. Asam lemak memiliki kerangka karbon yang

panjang, umumnya 16 sampai 18 atom karbon panjangnya.


Salah satu ujung asam lemak itu adalah kepala yang
terdiri atas suatu gugus karboksil. Yang berikatan dengan
gugs karboksil adalah hidrokarbon panjang yang disebut
ekor. Ikatan C-H nonpolar yang terdapat pada ekor asam
lemak itu menyebabkan lemak bersifat hidrofobik. Lemak
terpisah dari air karena molekul air membentuk ikatan
hidrogen satu sama lain dan menyingkirkan lemak [13].
Sedangkan pada tabung B setelah dikocok tidak lagi
membentuk dua lapisan melainkan membentuk suatu
kompleks larutan dimana minyak bercampur dengan
empedu (gambar 3.d). Isi tabung B ini merupakan emulsi
lemak
yang
prosesnya
dinamakan
emulsifikasi.
Emulsifikasi yaitu proses pemecahan kompleks lemak yang
besar menjadi serpihan yang lebih kecil. Emulsifikasi
meningkatkan
area
permukaan
lemak
sehingga
memungkinkan pencernaan oleh lipase pankreatik. Dengan
meningkatnya area permukaan, lipase menjadi agen yang
efektif untuk pencernaan. Emulsifikasi terjadi melalui
pencampuran mekanis makanan di dalam usus dan dengan
kerja kandung empedu di dalam usus [21].
F. Pembuktian adanya enzim amilase saliva
Kelenjar saliva mensekresi saliva ke dalam rongga oral.
Saliva terdiri dari cairan encer yang mengandung enzim
dan cairan kental yang mengandung mukus. Fungsi saliva
adalah (1) melarutkan makanan secara kimia untuk
pengecapan rasa, (2) melembabkan dan melumasi
makanan sehingga dapat ditelan. Saliva juga memberikan
kelembaban pada bibir dan lidah sehingga terhindar dari
kekeringan, (3) amilase pada saliva mengurai zat tepung
menjadi polisakarida dan maltose, (4) zat buangan seperti
asam urat dan urea, serta berbagai zat lain seperti obat,
virus, dan logam, diekskresi ke dalam saliva, dan (5) zat
antibakteri dan antibody dalam saliva berfungsi untuk
membersihkan rongga oral dan membantu memelihara
kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi [2].
Uji adanya enzim amilase saliva ini menggunakan
saliva. Saliva terutama terdiri dari sekresi serosa, yaitu
98% air dan mengandung enzim amilase serta berbagai
jenis ion (natrium, klorida, bikarbonat, dan kalium), juga
sekresi mukus yang lebih kental dan lebih sedikit yang
mengandung glikoprotein (musin), ion, dan air [2]. Tiga
tabung disiapkan dan masing-masing diberi label A, B dan
C. Ketiga tabung diberi amilum 1% 2,5 ml. Amilum ini
digunakan sebagai sumber zat pati yang dapat dicerna oleh
enzim amilase [10]. Kemudian tabung A ditambah dengan
1 ml saliva, tabung B ditambah dengan 10 tetes aquades
sedangkan tabung C tidak ditambahkan larutan lain.
Kemudian ketiga tabung tersebut diberi iodin sebanyak 1
ml. Dalam air, amilosa bereaksi dengan iodine akan
memberikan warna biru yang khas [22]. Setelah itu
dipanaskan selama 5 menit. Suhu tinggi konsentrasi
amilase akan mempercepat proses kerja dari viskositas dan
perubahan warna iodine [23]. Hasilnya, pada tabung A
warna larutan kembali ke warna amilum (putih). Larutan
dalam tabung B berwrna ungu, dan larutan dalam tabung
C terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas berwarna ungu
dan lapisan bawah berwarna putih (gambar 3.e). jadi,
terdapat enzim amilase pada saliva karena ketika diuji
dengan iodin hanya tabung A saja yang tidak berwarna.

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan: Sistem Pencernaan/Kelompok 7


Tabung A tidak berwarna karena amilum telah dihidrolisis
oleh enzim amilase menjadi disakarida dan monosakarida.
Tabel 1. Hasil uji analisis enzim pada usus ikan mas (Cyprinus
carpio).

Gambar 3. (A) Hasil uji adanya enzim amilase (B) Hasil uji adanya
enzim sukrase (C) Hasil uji adanya enzim tripsin (D Hasil pengaruh
empedu terhadap lemak. E. Hasil uji adanya enzim amilase saliva

IV. KESIMPULAN
Enzim pencernaan yang terdapat dalam usus ikan mas
(Cyprinus carpio) yaitu enzim amilase, enzim sukrase dan
enzim tripsin. Di dalam usus, lemak di cerna oleh garam
empedu. Garam-garam empedu ini memiliki fungsi
mengemulsifikasi lemak, mengabsorpsi lemak dan
mengeluarkan kolesterol dari dalam tubuh. Proses
emulsifikasi meningkatkan area permukaan lemak
sehingga memungkinkan pencernaan oleh lipase
pankreatik. Dengan meningkatnya area permukaan, lipase
menjadi agen yang efektif untuk pencernaan.
V. DAFTAR PUSTAKA
[1] Ian Kay. Introduction to Animal Physiology. USA: BIOS Scientific
Publisher (1998)

[2] Ethel Sloane. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC (2004)
[3] Yushinta Fujaya. Fisiologi Ikan: Dasar Pengembangan Teknik Perikanan.
Yogyakarta: Rineka Cipta (2004)
[4] Budi Santoso. Petunjuk Praktis Budidaya Ikan Mas. Yogyakarta: Kanisius
(1995)
[5] Wildan Yatim. Histologi. Bandung: Tarsito (1996)
[6] H. Hart, Craine L.E , Hart, D.J. Kimia Organik. Erlangga: Jakarta (2003)
[7] Neil. A. Campbell, Jane B. Reece, and Lawrence G. Mitchell. Biologi: Edisi
Kelima Jilid 3. Jakarta: Erlangga (2004)
[8] Ronald A. Sacher,dan Richard A. McPherson. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: Buku Kedokteran EGC (2004)
[9] Joyce LeFever Kee. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta:
Erlangga (1997)
[10] Van de Graf, Kent M. Atlas of Fisiology.USA: McGraw Hill (1994)
[11] A.H. Lehninger. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga (1995)
[12] Dawn B. Marks, Allan D. Marks., dan Collen M. Smith. Biokimia
Kedokteran Dasar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC (2000)
[13] Neil. A. Campbell, Jane B. Reece, and Lawrence G. Mitchell. Biologi:
Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga (2004)
[14] F.G. Winarno. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama (1995)
[15] Emma S. Wirakusumah. Menikmati Telur. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama (2005)
[16] Michael Belfort,et al. Critical Care Obstetrics Fifth Edition.USA: WileyBlackwell (2010)
[17] A. Poedjiadi, dan Supriyanti F.M. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press
(2007)
[18] Evelyn C. Pearce. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama (2005)
[19] Chairinniza Graha. 100 Questions & Answers: Kolesterol. Jakarta: Elex
Media Komputindo (2010)
[20] Philip Kuchel dan Gregory B. Ralston. Schaums: Biokimia. Jakarta:
Erlangga (2006)
[21] Elizabeth J. Corfin. Handbook of Pathophysiologi Third Edition.USA:
William & Wilkins (2008)
[22] P.F. Fox. Food Enzymology Vol 2. London: Elsevier Applied Science
(1991)
[23] Whitackr. Organic Experiment Seventh Edition. USA: D.C. Health ang
Company (1994)
[24] Damin Sumardjo. Pengantar Biokimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC (2009)

Anda mungkin juga menyukai