Anda di halaman 1dari 4

Patofisiologi Luka Bakar Fase Akut

Sebagaimana disebutkan pada pada pendahuluan, permasalahan pada fase akut terdiri
dari gangguan saluran pernapasan, gangguan mekanisme saluran pernapasan, gangguan
mekanisme bernapas dan gangguan sirkulasi. Sehingga topik dalam pokok bahasan patofisiologi
luka bakar dalam hal ini adalah sebagai berikut :
1. Gangguan saluran pernapasan
Adanya cedera inhalasi, dengan dampak cedera termis pada lapisan mukosa saluran napas
berupa :
a. Obstruksi saluran napas bagian atas
b. Reaksi inflamatorik mukosa saluran mulai dari nasofaring sampai dengan alveoli
dan parenkim paru yang mengarah pada Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS)
2. Gangguan mekanisme bernapas
Adanya gangguan proses ekspansi rongga toraks
Gangguan sirkulasi:
a. Dampak cedera termis pada sirkulasi
b. Dampak cedera termis pada jaringan

Cedera Inhalasi
Cedera inhalasi adalah terminologi yang digunakan untuk menjelaskan perubahan
mukosa saluran napas akibat adanya paparan terhadap suatu iritan dan menimbulkan manifestasi
klinik dengan gejala distres pernapasan. Reaksi yang timbul akibat paparan terhadap iritan
berupa suatu bentuk inflamasi akut dengan edema dan hiperskresi mukosa saluran napas. Iritan
dimaksud dalam hal ini jarang berupa suatu kontak langsung dengan sumber panas, karena
adanya reflek fisiologik yang merupakan mekanisme pertahanan pada orang normal dengan
upaya menahan napas. Iritan tersebut biasanya berupa produk toksik dari sisa pembakaran yang

tidak sempurna (toxic fumes) atau zat kimia lainnya. Oleh karenanya paparan ini dimungkinkan
terjadi pada kecelakaan disebabkan api atau zat kimia di ruang tertutup, atau korban dalam
keadaan tidak sadarkan diri.
Pada pemeriksaan laringoskop dan atau bronkoskopik, tampak patologi mukosa berupa
eritemm, edematus dan atau disertai ulserasi serta hipersekresi. Edema mukosa masif di saluran
napas bagian atas yang memiliki korelasi dengan tingginya angka kematian pada fase akut.
Inflamasi akut pada epitel mukosa menyebabkan disrupsi dan laserasi epitel yang
nekrosis. Epitel ini bercampur dengan sekret yang kental oleh karena banyak mengandung fibrinfibrin yang menyebabkan obstruksi lumen (mucous plug), menimbulkan disstress pernapasan dan
kematian dalam waktu cepat.
Perubahan inflamatorik mukosa bagian bawah ini biasanya terjadi lebih lambat (dalam 45 dengan 5-7 hari pasca cedera). Proses inflamatorik mukosa saluran napas ini dikaitkan dengan
peran sitokin dan radikal bebas. Mediator inflamasi ini dipicu oleh sel sel epitel mukosa yang
mengalami proses inflamasi akut, khususnya oleh epitel yang mengalami nekrosis.

Gangguan mekanisme bernapas


Adanya eskar melingkar di permukaan rongga toraks menyebabkan gangguan ekspansi
rongga toraks pada proses respirasi (terutama inspirasi); hal ini menimbulkan suatu bentuk
gangguan compliance paru. Dengan keterbatasan proses ekspansi dinding dada ini, volume
inspirasi berkurang sehingga menyebabkan gangguan secara tidak langsung pada proses oxygen
exchange (penurunan PaO2).
Proses yang sama akan terjadi dengan adanya cedera pada rangka rongga toraks,
misalnya fraktur tulang-tulang iga yang disebabkan oleh cedera multipel;
sering terjadi pada kasus luka bakar.
Gangguan sirkulasi
Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut yang menimbulkan perubahan
permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk-bentuk sel endotel, dimana sel-sel tersebut
membulat (edematous) dengan pembesaran jarak intraselular. Karena terjadi perubahan tekanan

hidrostatik dan onkotik di ruang intravaskular, terjadi ekstravasasi cairan intravaskular, plasma
(protein), elektrolit dan lekosit ke ruang interstitial. Di jaringan interstitial terjadi penimbunan
cairan, menyebabkan keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik di sana terganggu.
Penimbunan cairan interstitial menyebabkan gangguan perfusi dan metabolisme selular (syok
jaringan).
Pada luka bakar ekstensif dengan perubahan permeabilitas kapilar yang hamper
menyeluruh, penimbunan cairan masif di jaringan interstitial menyebabkan kondisi hipovolemik.
Volume cairan intravaskular mengalami deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggarakan
proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini dikenal dengan terminologi syok.
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan hemostasis tersebut adalah vasokonstriksi
pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi dipertahankan melalui kompensasi jantung dan sistem
pernafasan untuk memenuhi kebutuhan perfusi organ-organ vital di tingkat sentral (otak, jantung,
dan paru).
Manifestasi klinik yang dijumpai pada saat ini terdiri dari gejala akibat kegagalan
sirkulasi, kosntriksi pembuluh perifer, gejala kompensasi :
1. Gejala kegagalan sirkulasi digambarkan oleh adanya gangguan sirkulasi otak berupa
disorientasi, gelisah dan penurunan kesadaran.
2. Gejala akibat konstriksi pembuluh perifer dapat diamati dengan adanya penurunan suhu core
dan permukaan, penurunan produksi urin, dan gangguan sistem pencernaan.
3. Gejala Kompensasi yang dapat diamati adalah peningkatan aktifitas pernafasan ( pernafasan
cepat dan dangkal) dan peningkatan aktifitas jantung (palpitasi dan takikardi).

Algoritmi Perubahan Fisiologik yang Menjadi Karakteristik Sindrom Luka Bakar


Kinerja organ-organ sistemik dalam melakukan upaya kompensasi merupakan suatu
rangkaian kompleks, namun memiliki konteks terbatas, oleh karena adanya gangguan perfusi ke
organ bersangkutan. Kerja tambahan organ pada suatu saat mencapai tingkat maksimal,
sedangkan kebutuhan energi tidak terpenuhi, akhirnya timbul suatu keadaan dekompensatif,
disfungsi dan kegagalan organ menjalankan fungsinya. Diyakini bahwa hal ini sangat tergantung
pada waktu iskemik masing-masing organ.
Di tingkat seluler, gangguan perfusi

menyebabkan perubahan integritas sel yang

mengakibatkan gangguan metabolisme intraselular. Pada tahap awal terjadi proses metabolisme
anaerob; menyebabkan peningkatan produksi dan penimbunan asam laktat yang menimbulkan
asidosis. Dengan gangguan sirkulasi dan perfusi yang ada, sulit untuk mempertahakan
kelangsungan hidup sel; iskemi jaringan akan berakhir dengan nekrosis.
Kegagalan fungsi organ-organ (Multi - System Organ Failure , MOF) yang diuraikan
diatas tidak terjadi begitu saja dan tidak terlepas dari peran mediator-mediator inflamasi seperti
sitokin, eikosanoid (prostaglandin, tromboksan, radikal bebas dsb) yang dilepas ke dalam
sirkulasi menyusul suatu cedera jaringan. Reaksi dari mediator-mediator inflamasi ini dikenal
dengan sebutan SIRS; yang merupakan suatu fenomena yang rumit, terjadi dalam beberapa fase.
Kondisi klinis yang terlihat adalah suatu keadaan yang disebut MODS; akan berakhir dengan
Multi System Organ Failure (MOF) yang sebelumnya diduga/dikenal sebagai suatu kondisi yang
disebut sepsis. Dengan terjadinya kegagalan fungsi organ-organ penting, proses berakhir
dengan kematian.

Moenajat Y, Luka Bakar, pengetahuan klinik praktis , Edisi 2, FK- UI, Jakarta: 2003

Anda mungkin juga menyukai