Anda di halaman 1dari 25

Manajemen Nutrisi pada Pasien Obesitas

Eriya zaetun A 102012303/ Judo darfin 102013012/ Winda linting S lolok 102013100/
Magdalena 102013248/ Raemon alexandro mau 102013297/ Ayu prisilia todingrante
102013315/ Muhammad zulyusri bin ghazali 102013491/ Batrisyia binti basir
102013503
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta
11510.Telephone : ( 021 ) 5694-2061

Abstrak
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, bahkan WHO
menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi global, sehingga obesitas
sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera ditangani . berakibat
pada perubahan pola makan / konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan
tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol terutama terhadap penawaran makanan siap
saji( fast food) yang berdampak meningkatkan risiko obesitas. Seseorang dikatakan
mengalami obesitas bila berat badan melebihi 10% dari berat badan ideal. Obesitas
menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi psikososial maupun masalah medis.
Orang yang obes mempunyai banyak kesulitan dalam melakukan aktivitas fisik
sehari-hari. Untuk itu perlu dilakukan penangan khusus pada orang yang mengalami
obesitas baik itu berupa pengaturan pola makan, aktivitas fisik seperti olaraga sampai
menggunakan obat anti obesitas.
Kata kunci: obesitas, pola makan,olaraga
Abstract
Obesity is starting to become a health problem throughout the world, even
the WHO declared that obesity is already a global epidemic, so that obesity is already
a health problem that must be addressed. resulting in changes in diet / consumer
society refers to a diet high in calories, high in fat and cholesterol mainly to supply
fast food (fast food) that impact increases the risk of obesity. A person is said to be
obese when body weight exceeds 10% of ideal body weight. Obesity cause various

effects, both in terms of psychosocial and medical problems. People who are obese
have much difficulty in performing daily physical activity. It is necessary for special
handling in people who are obese whether it's an adjustment in diet, physical activity
such as olaraga to use the anti-obesity drug.ract
Keywords: obesity, diet, exercise

Pendahuluan
Setiap orang membutuhkan energi yang di dapat dari makanan untuk dapat
beraktivitas. Bila energi yang masuk tidak seimbang dengan yang dikeluarkan dalam
tubuh, maka energi tersebut terakumulasi dan akan menjadi suatu lemak yang
menumpuk di tubuh, yang biasa akan menumpuk pada abdomen pada laki-laki atau
panggul pada wanita. Penumpukan lemak ini disebut juga obesitas.
Terdapat juga obesitas yang disertai peningkatan gula darah (resistensi
insulin), tekanan darah yang tinggi, LDL yang tinggi, HDL yang rendah dan
trigliserida

yang

tinggi

(dislipidemia),

yang

disebut

sebagai

sindroma

metabolik.Etiologi dari sindroma metabolik ini sendiri bermacam-macam diantaranya


adalah pola hidup yang tidak sehat dan juga dari genetik dari orang tua. Sindroma
metabolik atau juga disebut sindroma X ini juga bertanggung jawab atas peningkatan
kematian akibat penyakit-penyakit kardiovaskular, sehingga memerlukan intervensi
modifikasi gaya hidup yang ketat dan intensif.Modifikasi gaya hidup ini pun meliputi
aktivitas fisik yang teratur, pola makan yang sehat serta terjaga, dan juga terdapat
obat-obatan yang dipakai pada obesitas yang berat.
Skenario
Seorang perempuan berumur 45 tahun bekerja sebagai guru datang ke klinik obesitas
untuk menurunkan berat badannya yang dirasakan sangat mengganggu aktivitas dan
penampilan sehari-hari. Tekanan darah 130/90 mmHg, tinggi badan 150 cm, berat
badan 80 kg, Lpe 95 cm, Lpa 105 cm. Pemeriksaan laboratorium : Hb 12 g%, GD
puasa 100 mg/dl, cholesterol 160 mg/dl, trigliserida 180 mg/dl, HDL 30 mg/dl, LDL
100 mg/dl.
Anamnesis
Anamnesis sendiri merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan
pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai
riwayat penyakit pasien, dimana riwayat pasien ini merupakan suatu komunikasi yang

harus dijaga kerahasiaannya, yakni segala hal yang diceritakan kepada pasien.Dan
pada kasus ini, tindakan anamnesis yang dapat kita lakukan dalam kasus ini harus
memperhatikan kondisi pasien secara keseluruhan terlebih dahulu.Maksudnya, disini
kita harus melihat kondisi pasien apakah sadar sepenuhnya, atau kondisinya tidak
sadarkan diri dan sebagainya. Kalau dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan anamnesis, maka langsung dilakukan tindakan, untuk kemudian proses
anamnesisnya dapat dilakukan setelahnya, atau kepada orang lain yang dekat dengan
pasien. Berdasarkan dari anamnesis yang perlu ditanyakan diantaranya:
-

Apakah ada anggota keluarga lain yang overweight?

Apakah ada riwayat keluarga dengan diabetes?

Apakah pasien memiliki penyakit diabetes?

Apakah pasien memiliki tekanan darah tinggi?

Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat hormone tiroid?

Apakah pasien olahraga teratur?

Apakah pasien memiliki penyakit batu pankreas?

Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu?

Apakah sekarang sedang stress atau banyak tekanan?

Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari


pasien, apa yang telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan
usaha mereka. Riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan
kemungkinan ditemukannya kelainan genetic yang langka.Untuk informasi kenaikan
berat badan berguna untuk menetukan resiko komplikasi kedepannya.1,2
Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik, ada beberapa pemeriksaan yang penting dalam
menetukan derajat keparahan maupun menetukan resiko-resiko obesitas kedepannya.
1. Tanda-tanda vital
Para perawat dan dokter seharusnya dapat memeriksa tanda-tanda vital,
dalam hal ini diantaranya tinggi badan, berat badan, tekanan darah, denyut
nadi, dan suhu.1
2. Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar
perut, lingkar pinggang dan lingkar panggul

3. Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)


IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan
(m)

pangkat dua.Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur


status gizi pasien karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh
yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran
berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan
saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih
berisiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke,
hipertensi, osteoarthritis dan beberapa bentuk penyakit kanker. Namun,
The National Institute of Diabetes and Digestive and kidney Diseases
Tabel 1: Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang (sumber: handbook
of obesity ed 2 h.18)
mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat
memiliki IMT yang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia
lanjut, orang dengan massa otot yang rendah dan pasien malnutrisi bisa
memiliki IMT yang normal tetapi tidak tepat. Berikut ini adalah rumus
untuk menghitung IMT3. Penghitungan IMT dapat dicari melalui rumus,
berikut adalah rumusnya:

IMT = berat badan (kg)/ [tinggi]2(m)

Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan


dihadapi oleh pasien. Nilai IMT ini mempunyai curva relasi terhadap
resiko-resiko tertentu, dan beberapa level dari resiko tersebut dapat
diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2
4. Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)
Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang
(perut) pada lingkaran terkecil di atas panggul.Kemudian, lingkaran
panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang paling maksimal.Hasil kedua
pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan letakkan hasil
pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara hasil
pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan
kedua hasil pada skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong
garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal ratio atau waist to hip ratio) yang
terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang sebesar 1,0 atau
kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai
normal.3
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode
paling populer kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi.Cara
pengukuran lingkaran perut ini dapat dapat membedakan obesitas menjadi
jenis abdominal (obesitas tipe android) dan perifer (obesitas tipe
ginoid).Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor risiko
untuk berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki
lingkaran perut yang lebih besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas
abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia adalah 80 cm dan bagi pria
Asia adalah 90 cm.3

Gambar 1.

Normogram untuk menentukan rasio pinggang-panggul.1


Dan pada pemeriksaan fisik secara umum, hasil yang didapati adalah sebagai berikut;
TD:130/90mmHg, TB 150cm, BB 80kg, Lpe 95cm, Lpa 105cm.
Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang
perlu dilakukan antara lain:
1. Resistensi Insulin
2. Glukosa darah puasa (normal < 110 mg/ dl)
3. Mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin)
4. Profil Lipid :
-

Kolesterol total (normal <270 mg/ dl)

Kolesterol HDL (normal > 45 mg/ dl)

Kolesterol LDL (normal < 100 mg/ dl)

Trigliserida (normal < 150 mg/ dl)

Pemeriksaan lain juga bisa dilakukan seperti pemeriksaan TSH, PSA, mamografi,
USG pada kandung empedu.1

Tabel 2: Kriteria pada metabolic sindrom5

Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 160


mg/dL, trigliserid 180 mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
Pembahasan
1. Berat Badan Normal (BBN)
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah
melalui penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca
adalah cara untuk mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:4
Usia < 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100 10%
Usia 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100

Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status
gizinya kurang.Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka
status gizinya lebih.
Pada kasus di atas, pasien berusia 45 tahun memiliki tinggi badan 150 cm dan
berat badan 80 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 50 kg.
Sehingga status gizi pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien
lebih dari berat badan ideal.
2. Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan
proporsi tubuh merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini
meliputi berat dan tinggi badan yang digunakan untuk menghitung indeks
massa tubuh pada pada orang dewasa dan sebagai indikator tubuh kurus dan
tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat menunjukkan gizi
kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan
kulit merupakan ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada
tempat yang sesuai dapat digunakan untuk menghitung persentase lemak
tubuh.1,5
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki
kelemahan.Beberapa dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi
secara teliti, dan jika memungkinkan pengukuran dilakukan berulang
kali.Dalam

usaha

mengaitkan

pajanandengan

faktor

penyebab

(atau

pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari


keterkaitan tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan
yang tidak tepat.Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi
kompromi

antara

pengukuran

yang

akurat

dan

pengukuran

yang

menggambarkan asupan makanan yang normal.Asupan nutrien (zat gizi)


dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi dan
penyesuaian

terhadap

dipertimbangkan.5

3. Kebutuhan Energi

jumlah

makanan

yang

terbuang

juga

perlu

Kebutuhan energi/kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR),


aktivitas fisik, dan specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan.Sebelum
menentukan jumlah kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih
dahulu. Berikut adalah beberapa cara untuk mengukur BMR, yaitu:4
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy
Expenditure)
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)

= 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]


= 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
= BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
= BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan


sehari-hari oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2
1.
2.
3.
4.
5.

Ringan sekali
Ringan
Sedang
Berat
Berat sekali

= 30 %
= 50 %
= 75 %
= 100 %
= 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai


kantor, ahli hokum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan,
mahasiswa, pekerjaan rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet,
olahragawan.4
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang
diperkirakan besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas.Maka
rumus untuk menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah4.
Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA

Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat
kompleksitas untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti
oligosakarida dan polisakarida.Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam

bentuk glukosa. Beberapa karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan
terdiri atas polisakarida nonpati yang merupakan bagian dari serat makanan dan
berperan dalam fungsi usus.6,7
Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa.Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat
sekitar 55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6,7
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar
merupakan trigliserida atau triasilgliserol (TAG).Produk turunannya, seperti fosfolipid
dan sterol (yang paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini.
TAG dipecah untuk menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi
tubuh dalam jaringan adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting
bagi struktur dan fungsi membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini
disebut asam lemak esensial.6,7
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari
membrane sel, insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak
oleh tubuh sekitar 20-30% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.6
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino
digunakan untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh
tubuh, dengan melibatkan cukup banyak daur ulang dari komponen-komponen
tersebut.6
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang
harus diperoleh dari diet.Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial
karena keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu.Jika
aasam amino tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan
digunakan sebagai energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea.Konsumsi

protein oleh tubuh kita sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein
menghasilkan 4 kalori.6,7
Tabel 3. Komposisi zat gizi makro.5
Zat gizi

Komposisi (%)

Karbohidrat

55-65

Protein

15-20

Lemak total

20-30

Asam lemak jenuh (saturated)

8-10

Asam lemak monosaturated

15

Asam lemak polysaturated

10

Kolesterol

< 300 mg/hari

Serat

20-30 g

4. Penatalaksanaan Obesitas
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis,
bentuk tubuh, dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari
masalah fisik.Penanganan pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas,
distribusi berat badan, penentuan faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan
ketersediaan sumber/ peralatan untuk menurunkan berat badan.Tujuan pengobatan
penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi normal proses metabolik dan organ
tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh pengingkatan angka kematian
terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan berat badan terbukti
berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki profil lipid,
memperbaiki toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5
Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup,
pemberian obat, dan intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan
komposisi pangan, modifikasi kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan
gaya hidup jelas sangat bermanfaat. Inti pengobatan perilaku adalah perbaikan
kebiasaan makan. Metode pengobatan perilaku ini setidaknya mencakup 6 langkah,
yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan rangsangan, (3) penekanan pada

perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran hubungan antarpribadi,


dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan untuk tidak
terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,6
Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika
bersantap.Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan
lingkungan yang memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar sematamata bersantap, tidak digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca
koran atau menonton televisi). Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk
menentukan serta mengubah pikiran dan sikap negatif tentang pengaturan berat
badan.Pembelajaran

hubungan

antar-pribadi

diarahkan

pada

pengembangan

kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu yang khas menimbulkan nafsu makan
berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh, langkah yang terakhir ialah upaya
berkelanjutan

yang

dirancang

untuk

memantapkan

keberlangsungan

proses

pengurangan berat badan.6


Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada
nilai BMI ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang. Jika BMI
masih dibawah 30 dan orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat
mengikuti program pengurangan berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka
20-27. Sementara itu, jika BMI 30 dan obesitas telah berlangsung lama, target nilai
BMI ditetapkan tidak lebih dari minus 2 dari BMI semula.5
Pengobatan gizi medis (PGM)
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan
pasien obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk
menormalkan kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan
darah, serta mengurangi atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk
pasien obesitas yang didasarkan pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi
ke dalam empat pilihan, yaitu5.
1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)
DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI 30
tanpa faktor komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai
BMI 27 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini

diterapkan secara eksklusif selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan


dengan diet kalori rendah (800-1200 kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.
2. Diet kalori rendah (DKR)
Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes dengan nilai
BMI 27 tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang
mempunyai BMI 25 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain.
Dalam kurun waktu 6-12 bulan.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300
kkal/hari.Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang ditakar berdasarkan kebutuhan gizi yang
khas untuk setiap pasien obesitas.Dalam hal ini, jumlah asupan energi per hari
tentunya diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal.Dari sini, disusun daftar
menu yang bergizi, beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya
diterjemahkan ke dalam daftar bahan penukar.
Olahraga
Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga
meningkatkan kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim
pengidap diabetes, di samping meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem
kardiorespirasi, serta menyegarkan pikiran.7
Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik
selama 30-45 menit sebanyak 3-5 hari seminggu.Bagi sebagian besar pasien obesitas,
olahraga harus dimulai perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara
bertahap.Pasien jangan dipaksa berolahraga, melainkan sekadar dibujuk agar bersedia
mengubah pola, sekaligus meragamkan, kegiatan fisik (misalnya memarkir kendaraan
beberapa ratus meter dari tempat tujuan, menggunakan tangga ketimbang lift atau
escalator dan menggunakan sapu konvensional ketimbang vacuum cleaner). Seiring
berjalannya waktu, terlebih jika pasien telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari
berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan dapat ditingkatkan.4,5
Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani
PGM, tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan

fisik). Sementara itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup
harus pula diubah. Meskipun tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas
kadang kala tidak dapat dicegah.Jika memang demikian, para pengidap obesitas
hendaknya diajari cara membakar kalori makanan yang sudah terlanjur
mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien menginginkan kalori yang terkandung dalam
kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka pasien harus berjalan kaki selama 77
menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit, atau berlari 21 menit.
Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas bir, dia harus
memusnahkan kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki selama
22 menit.5
Farmakoterapi
Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan
berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat
mengakibatkan efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba
melonjak. Oleh karena itu, National Institute of Helath menganjurkan agar
penggunaan farmako terapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui
perubahan gaya hidup. Upaya farmako terapi juga ditempuh sebagai pendamping
modifikasi gaya hidup jika pasien memenuhi kriteria BMI 30 tanpa keadaan
kormobid atau BMI 27 de ngan minimal satu keadaan komorbid dan/ atau faktor
risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah hipertensi, dislipidemia, penyakit
jantung koroner, diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5
Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs
Administration (FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan
pangan dan obat yang berfungsi sebagai pengurang serapan zat gizi.5,8
1. Obat nonadrenergik
Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin,
dietlipropion, fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi
dianjurkan karena cenderung dislahgunakan, begitu pula dua obat terakhir
(fendimetrazin, dan benzofetamin).Obat-obat golongan ini dianjurkan dan
disetujui FDA hanya untuk penggunaan jangka pendek, beberapa minggu saja
(kurang dari 12 minggu).Beberapa penelitian memang membuktikan bahwa
obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu atau lebih (maksimal 3 bulan).

Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan dosis 10 mg, atau
sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.
Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering,
sembelit/ konstipasi, euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi.
Kontraindikasi relatif penggunaan obat golongan ini meliputi penyakit jantung
koroner, aritmia, gagal jantung kongestif, dan stroke.
2. Obat serotonergik
Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran
serotonin dan menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya.Dua
obat, fenfluramin (Redux) dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang
pengeluaran serotonin sembari menghambat ambilan-kembali, telah ditarik
dari peredaran karena keterkaitannya dengan kelainan katup jantung dan
hipertensi pulmonal.Kedua obat ini, masih dalam penelitian memepunyai
kemanfaatan yang serupa dengan obat-obat nonadrenergik.
Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak
terkait dengan obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa
penghambat ambilan-kembali serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya
dapat menurunkan berat selama 6 bulan dengan dosis 60 mg. meskipun obat
tetap diberikan, berat badan ternyata kembali seperti semula dalam enam
bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan sertralin (Zoloft),
yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.
3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik
Sibutramin

(Merida)

salah

satu

penghambat

ambilan-kembali

norepinefrin dan serotonin, juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan
pemelihara berat badan. Namun, penggunaannya harus dipadukan dengan diet
rendah kalori. Preparat ini diindikasikan bagi pengidap dengan BMI 30
tanpa faktor komorbid atau dapat juga diberikan pada mereka dengan BMI
27 dengan faktor risiko lain, semisal diabetes mellitus tipe 2 atau
hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada anak/ remaja
di bawah 18 tahun dan lansi di atas 65 tahun.

Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan


frekuensi nadi, mulut kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat
badan berkurang, faktor risiko lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak
menganjurkan penggunaan preparat sibutramine pada pasien dengan hipertensi
tak-terkendali, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia
jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme, hipertrofi prostat,
feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui,
mereka yang memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan
obat, gangguan jiwa, serta stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus
diterapkan selama pemberian obat.
Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal
cukup 10 mg sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat
badan kurang dari 2 kg setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat
badan dengan dosis maksimal ini tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat
tidak boleh digunakan lagi. Lama penggunaan tidak boleh lebih dari 1
tahun.Obat harus dihentikan jika pengurangan berat setelah 3 bulan kirang dari
5% berat badan awal.Pengobatan boleh diperpanjang hingga lebih dari 6 bulan
jika susutan berat badan lebih dari 10%. Berat badan pengidap obesitas yang
diberi obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori, terbukti
berkurang sebanyak 5-8%.
Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak
mengimbas pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup
jantung.Efek samping yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut
kering, dan insomnia. Efek samping lain yang kadang-kadang terjadi adalah
nausea, takikardia, palpitasi, hipertensi, vasodilatasi, sakit kepala, parestesia,
kecemasan, produksi keringat berlebihan, gangguan pengecapan, dan
pandangan kabur (jarang sekali terjadi).
4. Obat pengurang serapan zat gizi
Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat
(Xenical) yang merupakan penghambat lipase pankreas dan hati.Obat ini
bekerja dengan jalan berikatan dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna
guna mencegah hidrolisis lemak dari makanan menjadi asam lemak bebas

yang dapat diserap. Pasien yang mengonsumsi orlistat sebanyak 120 mg akan
mengeluarkan sekitar sepertiga (30%) lemak yang tersantap sekitar 1 jam
setelah makan.
Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI
30 atau BMI 28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang
dianjurkan ditelan sebelum, sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan.
Dosis boleh ditingkatkan hingga 360 mg sehari dengan penggunaan maksimal
2 tahun.Jika makanan tidak mengandung lemak, preparat ini sebaiknya tidak
dikonsumsi. Perlu diingat bahwa penggunaan preparat ini tidak dianjurkan
pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun, bahkan dikontraindikasikan bagi
wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom malabsorpsi, serta pengidap
kolestatis.
Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri
perut dan rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan
ekstrem, dan hepatitis (jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan
pereduksian asupan lemak yang akan mengakibatkan defisiensi vitamin larutlemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin ADEK perlu dilakukan.

5. Suplemen/ preparat herbal


Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga
yang disertai dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu
sendiri, menyebabkan banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi
herbal/ suplemen. Suplemen atau preparat herbal, abik yang dijual bebas di
took maupun yang disebar melalui bisnis MLM (multilevel marketing) banyak
diminati karena menawarkan penurunan berat badan tanpa harus bersusahpayah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5
Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan
dengan kafein, preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal
menyusutkan berat badan jika diberikan sendiri-sendiri. Namun, paduan ini

tidak dapat digunakan lama karena berpotensi menimbulkan efek samping


yang berbahaya.8
Kekurangan kromium berhubungan dengan keadaan hiperglisemia,
hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL,
karena elemen kelumit ini berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin.
Namun, tidak ada kajian yang membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis
berat badan.8
Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang
larut dalam air. Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus
sehingga menimbulkan efek rasa kenyang, di samping berperan dalam
mengendalikan gula darah pasien DM dan keadaan hiperlipidemia. Sayang
sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai penekan nafsu makan tidak
serta merta berdaya guna menurunkan berat badan.Sebagai penurun berat
badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo. Kemanfaatan
psyllium sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah
secara bermakna pada penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu
menurunkan berat badan.5,8
Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat
mereduksi timbunan lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui
peningkatan oksidasi dan penurunan ambilan trigliserida dalam jaringan
lemak. Sayangnya hasil penelitian ini tidak dapat diekstrapolasi ke manusia
karena tidak ada data penelitian yang mendukung keberhasilan CLA dlaam
penurunan berat badan.5
Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu
meningkatkan oksidasi lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan
tentang kemanfaatannya dalam pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat
mengurangi nilai BMI, licorice dapat mengurangi lemak, preparat herbal ini
terbukti pula membuahkan efek samping berupa pseudo-aldosteronisme,
hipertensi, dan hipokalemia.5
Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea
(salah satu kelas Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif

yang dianggap mampu mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak


dalam saluran cerna bermuatan listrik negatif.Pengaruh penurunan berat badan
ini tidak bermakna ketimbang efek yang ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti
lain bahkan tidak dapat membuktikan perbedaan tersebut dan cenderung
melaporkan hasil penelitian yang berseberangan. Preparat ini sebaiknya tidak
dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam lemak.5,8
Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu
menyusutkan berat badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh.Dandelion
berkhasiat diuretik, sementara cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya
menyebabkan efek samping berupa dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.8
Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai
obat seharusnya memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety
(keamanan), dan efficacy (kemanfaatan).Jika ketiga criteria ini terpenuhi,
sebuah suplemen boleh dikonsumsi dengan melakukan pengawasan terhadap
penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen tersebut jangan digunakan.5
Pembedahan
Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan
berat badan dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta
memperbaiki atau melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu
kehidupan dapat ditingkatkan dan usia pasien dapat diperpanjang.7
Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien 40 atau BMI
35 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas
untuk pasien berusia antara 18 hingga 50 tahun.Keberhasilan tindakan operasi dalam
memangkas berat badan, yang dinilai pada tahun kelima, jauh melampaui (90%)
kesuksesan pengobatan dengan obat (21%).Meski demikian, tindakan bedah pada
obesitas morbid sesungguhnya bukan pilihan utama, melainkan sebagai pendamping
bagi terapi diet.Pada prinsipnya, terapi bedah didasarkan pada dua hal, yaitu
rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi pada lambung.Rancangan
malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus atau mengurangi
kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada lambung

merupakan upaya manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru
(neogastric pouch), dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7
5. Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance
syndrome) merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah
memiliki 3 dari 5 faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 4
Kriteria sindrom metabolik.7
Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum
sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin
ini, meliputi (1) faktor genetik, (2) penggunaan karbohidrat dan gula secara
berlebihan, (3) penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam
lemak esensial terlalu sedikit, (4) ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium,
(5) penggunaan stimulant dan obat tertentu, serta (6) stres.5
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian
keluarga yang menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat meungkin
dimiliki seorang pengidap obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang
diabetes,

hipertensi,

atau

keduanya.Prevalensi

kembar

monozigot

dalam

menampakkan komponen sindrom ini lebih tinggi ketimbang kembar dizigot.


Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, terutama akibat
penggunaan refined sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam
lemak jenuh, khususnya ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas
(omega 3 dan omega 6), mengakibatkan ketidaknormalan membrane sel yang pada
akhirnya menghambat masuknya molekul glukosa ke dalam sel.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan
metabolik, seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal
kelenjar tiroid, penurunan kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium
langsung memicu konstriksi pembuluh darah, mengakibatkan peninggian tekanan
darah serta perangsangan sistem saraf secara berlebihan. Magnesium juga merupakan
komponen penting dalam pembentukan insulin, di samping insulin itu sendiri
berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral ini ke dalam sel. Resistensi
insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu hiperaktivitas sel yang

pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin. Kelebihan glukosa
dalam darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel. Pertambahan
ambilan kalsium yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan mengganggu
keseimbangan kalsium-magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah
perangsangan sel secara berlebihan oleh kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.
Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu
meningkatkan kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Alkohol memang mengandung gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat
sekali meningkatkan kadar gula darah. Kandungan gula dalam minuman ringan akan
segera meningkatkan sekresi insulin. Kopi dan rokok akan merangsang kelenjar
adrenal untuk menyekresikan adrenalinyang selanjutnya tentu saja meningkatkan
tekanan darah.
Selain itu masih ada obat lain yang mampu memperberat aresistensi insulin.
Preparat yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid,
diuretik, dan -blocker.NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam
tubuh sehingga mengganggu permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan
hormon-hormon alami tubuh dan membuat orang menjadi agresif, si samping
menggiatkan sistem saraf simpatis.-blocker meningkatkan defisiensi magnesium
yang telah ada karena obat ini akan meningkatkan ekskresi magnesium. Sementara
itu, diuretik memperparah keadaan karena perangainya, yaitu memicu ekskresi
banyak mineral, salah satunya ialah magnesium, ketidakseimbangan kalsiummagnesium merupakan salah satu dampak yang selalu dicemaskan.
Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan
begitu cepat, respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu
berupa fight atau flight. Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi
itu pun akan terus bertahan tinggi selama stres tersebut belum teratasi.
Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum
pada kriteria yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO.Meskipun nilai BMI
subjek belum terekam pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar
pinggang telah terbukti kaitannya dengan risiko hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemia, dan sindrom metabolik.Lokasi jaringan lemak menjadi faktor penentu
prekembangan resistensi insulin. Massa lemak intraperitoneal berkorelasi paling kuat

dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan apolipoprotein B, serta produksi VLDL
oleh hati.5,8
Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah
salah satu contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik
diarahkan pada penurunan berat badan.Beberapa zat suplementer (vitamin dan
mineral) terbukti berkhasiat memekakan insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium,
kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng. Di samping itu, ada pula lemak
tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel terhadap insulin serta
zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino lain yang masih
terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8
Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang
menyebabkan atau melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Dengan demikian, tahapan penanganan sindrom metabolik boleh
diterjemahkan ke dalam lima tahap pereduksian

pengaruh resistensi insulin: (1)

mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2) metabolic typing, (3) mengembalikan
keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi stress, dan (5) mulai menggunakan
suplemen.5
Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar),
alkohol, minuman ringan, stimulan, dan

karbohidrat berindeks glikemis tinggi.

Seluruh bahan berbasis karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah
berindeks glikemik rendah.diet yang mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat
merupakan

anjuran

baku

bagi

diabetes

tipe

dan

pengidap

sindrom

metabolik.Penyeimbangan asam lemak esensial terbukti meningkatkan asupan omega


3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna untuk menakar kemampuan
genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen berguan untuk
menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam pemekaan
insulin.5
Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi
sekitar 400-800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium
hanya 5 mg/hari, dan sengcukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam
eikosapentanoat (eicosapentanoic acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam
dosis terbagi, konjugat asam linoleat sebesar 2 g tiga kali sehari yang diminum saat

makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam dosis terbagi, koenzim Q10 100 mg/hari,
L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali sehari. Vanadil sulfat juga
merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula darah.5
Kejadian di US, peningkatan obesitas mengiringi peningkatan prevalensi
sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi >20 tahun sebesar
25% dan pada usia 50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga
berkembang seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada
populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan di Depok (2001)
menunjukan

prevalensi

sindrom

metabolik

menggunakan

kriteria

National

Cholesterol EducationProgram Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) dengan


modifikasi Asia Pasifik, terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo
(2004) melaporkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,3% dan menunjukan
bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m 2 lebih cocok untuk
diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006
melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan depok
yaitu dengan 26,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak
(59,4%).5

NCEP/ATP III

Tabel 4. Kriteria sindrom metabolik3


WHO

Tiga dari kriteria berikut

Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa


terganggu,

TGT

(toleransi

glukosa

ternganggu), atau resistensi insulin] + 2


kriteria berikut
Lingkar perut > 88 cm (perempuan) dan > BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki102 cm (laki-laki)

laki) dan > 0,85 (perempuan)

Trigliserida 150 mg/dL

Trigliserida 150 mg/dL

HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P)

HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)

Tekanan darah 130/85 mmHg

Tekanan darah 140/90 mmHg

Gula darah puasa 110 mg/dL

Mikroalbuminuria (ekskresi albumin urin


>20

ug/menit)

dan

rasio

albumin

/kreantinin 30 mg/g

Kesimpulan
Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi
kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah
kesehatan. Status gizi seseorang diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan indeks
massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang:panggul/ waist to hip ratio (WHR).
Untuk mengetahui dan mengatur jumlah kalori dari asupan makanan seseorang, dapat
dihitung kebutuhan kalori/ energi per harinya.Penatalaksanaan pasien obesitas dengan
cara diet, olahraga, dan pengubahan perilaku.Namun, apabila belum berhasil, dapat
dilakukan tindakan farmako terapi dengan pemberian obat anti-obesitas dan juga
terapi pembedahan.Obesitas dapat mengakibatkan komplikasi yang disebut degan
sindrom metabolik, yaitu kumpulan gangguan medis yang meningkatkan risiko
terkena penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2.
Daftar Pustaka
1. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2.
Penington Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato
Rouge, Lousiana, U.S.A: 2004. h.15-9
2. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi
ke-5. Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2012. h. 45-7
3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC;
2006.h.93-7,107-8,173-5.
4. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika; 2008.h.68-70,83-5.
5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan
penanganan aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.
6. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
7. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2004.h.54-5.

8. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan


terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.

Anda mungkin juga menyukai