DEFINISI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan
(mineral) (Anonim, 1977).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau
eksudat tumbuhan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lain yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni(Anonim,
1977). Simplisia nabati memerlukan evaluasi meliputi: identifikasi, uji kemurnian, dan zat
identitas yang jelas sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri obat
tradisional. Untuk mendapatkan produk obat tradisional yang bermutu, bahan baku obat
tradisional harus terstandarisasi. Standarisasi mengacu pada monigrafi seperti pada Materia
Medika Indonesia dan Farmakope Indonesia (Gana, 2008).
Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan. Sedangkan simplisia
pelikan bersumber dari mineral. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari tumbuhan isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum
berupa senyawa kimia murni (Anonim, 1977).
Simplisia pelican (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral) yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni
(Anonim, 1977).
Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bahan baku simplisia
2. Proses pembuatan simplisia
3. Cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.
Tata nama simplisia ditetapkan dengan menyebutkan nama marga (genus), atau nama
jenis (spesies) atau petunjuk jenis (specific epithet) tanaman asal, diikuti dengan bagian
tanaman yang dipergunakan (Anonim, 1977). Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisisa
nabati yang diperoleh dari beberapa macam tanaman dan untuk eksudat nabati.
Contoh :
1. genus + nama bagian tanaman : Cinchonae Cortex, Digitalis Folium, Thymi Herba,
Zingiberis Rhizoma.
2. Petunjuk spesies + nama bagian tanaman : Belladonnae Herba, Serpylli Herba.
3. Genus+petunjuk spesies+nama bagian tanaman : Capsici frutescentis Fructus.
Keterangan : Nama spesies terdiri dari genus + petunjuk spesies
Contoh :
Nama spesies
: Cinchona succirubra
Nama genus
: Cinchona
pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan
hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga
rendah. Demikian juga dengan pemanenan yang terlambat menyebabkan daun
mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan
aktifnya sudah terdegradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat
akan mempersulit proses panen.
Cara pengambilan sampel, contoh dan gambar
a. Kulit batang/klika (cortex) diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu.
b. Batang (caulis) diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-potong
dengan panjang dan diameter tertentu.
c. Kayu (lignum) diambil dari batang atau cabang, kelupas kulitnya dan dipotongpotong kecil.
d. Daun (folium) diambil daun tua daun kelima dari pucuk. Daun muda dipetik satu
persatu secara manual.
e. Bunga (flos) dapat berupa kuncup atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik
langsung dengan tangan.
f. Akar (radix) diambil bagian yang berada dibawah permukaan tanah dipotong-potong
dengan ukuran tertentu.
g. Rimpang (rhizoma). Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar,
dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
h. Buah (fructus) dapat berupa buah yang masak, matang, atau buah muda, dipetik
i.
dengan tangan.
Biji (semen). Buah yang dipetik dikupas kulitnya menggunakan tangan atau alat, biji
Pada umumnya waktu pengumpulan kulit batang dikumpulkan sewaktu awal musim
kemarau. Karena pada saat musim kemarau proses pengangkutan zat hara dari tanah
keseluruh tubuh tumbuhan berkurang. Sehingga zat-zat aktif yang dibutuhkan
tumbuhan tertumpuk di kulit batang (korteks). Contoh : kulit batang kayu manis
c) Penanganan pasca panen
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik
serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca
panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman
yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca
panen sangat penting diperhatikan kebersihan dari alat-alat dan bahan yang
digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti
masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan
simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki
nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Sortasi basah
sortasi basah dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebuh besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2 %. Proses penyortiran
pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan
yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan
(Anonim, 2007).
2. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikrobamikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen
karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti
air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah
mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat
pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian atau pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa
pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari
larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
Perendaman bertingkat
Perendamanan biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak
mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman
dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman
pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman
kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung
dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat
Proses
2007).
3. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya
seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.
Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan
tidak lunak seperti akar, rimpang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan
tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh terhadap kualitas simplisia
yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung
dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan
agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan
besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur. Perajangan bahan dapat dilakukan secara
manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin
pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian.
Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah
membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang (slice).
4. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan
cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan terhambat. Dengan demikian
dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam
waktu yang lama (Anonim, 2008). Dalam proses ini,kadar air dan reaksi-reaksi zat
aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu
diperhatikan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada
umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air kurang dari 10%.
Demikian pula dengan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis
bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang
perlu diperhatikan dalam proses pengeringan adalah kebersihan (khususnya
pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal
bahan (tidak saling menumpuk). Pengeringan bahan dapat dilakukan secara
tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara modern dengan
menggunakan alat pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan
fresh dryer. Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa
enzimatis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengeringan sudah
berakhir apabila daun ataupun temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah.
Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air < 10%.
Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam
pengolahan maupun waktu penyimpanan (Anonim, 2000).
5. Sortasi kering
Sortasi dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada
simplisia, misalnya akar-akar, pasir, dan kotoran atau benda asing lainnya. Proses
penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum
dilakukan pengemasan. Penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah
penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca
panen yang dilakukan.
6. Pengemasan dan penyimpanan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis
kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas payung maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah
dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu
pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh
mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan:
nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan
(Anonim, 2000)
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan diruang biasa (suhu kamar) ataupun
diruang ber-AC. Ruangan tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan berventilasi (Anonim, 2000)
Suatu simplisia dikatakan memenuhi standar apabila memenuhi parameter
standarisasi simplisia diantaranya:
1. Kadar air kurang dari 10%
2. Angka lempeng total kurang dari 10.000.000 CFU/gram
3. Tidak mengandung bakteri patogen
4. Angka kapang dan jamur tidak lebih dari 10.000 juta/CFU.
(Anonim, 2000).
Pemeriksaan mutu merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia. Simplisia
yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk
simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia dan Materia medika indonesia. Kontrol kualitas merupakan parameter yang
digunakan dalam proses standarisai suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi
parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor
lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan
senyawa yang ada di dalam tanaman.
1 Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu
simplisia
dilakukan
dengan
cara
organoleptik,
simplisia.
Parameter non spesifik
Meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida,
a
Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi
c
kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%
metode gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Anonim,
1995).
Kadar minyak atsiri
Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak
kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air
dapat dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga
batas antara minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak
atsiri yang ada pada simplisia tersebut.
e
kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri yang terukur/bobot sampel x 100%
Uji cemaran mikroba
- uji aflatoksin
untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus
-
flavus
uji angka lempeng total
utuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka
lempeng total yang ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10 6 CFU/
gram
uji angka kapang
untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total yang
dengan
cara
organoleptik,