Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan
(mineral) (Anonim, 1977).
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau
eksudat tumbuhan. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman
atau isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lain yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni(Anonim,
1977). Simplisia nabati memerlukan evaluasi meliputi: identifikasi, uji kemurnian, dan zat
identitas yang jelas sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri obat
tradisional. Untuk mendapatkan produk obat tradisional yang bermutu, bahan baku obat
tradisional harus terstandarisasi. Standarisasi mengacu pada monigrafi seperti pada Materia
Medika Indonesia dan Farmakope Indonesia (Gana, 2008).
Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan. Sedangkan simplisia
pelikan bersumber dari mineral. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari tumbuhan isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum
berupa senyawa kimia murni (Anonim, 1977).
Simplisia pelican (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelican (mineral) yang
belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni
(Anonim, 1977).
Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu diperhatikan adalah:
1. Bahan baku simplisia
2. Proses pembuatan simplisia
3. Cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.
Tata nama simplisia ditetapkan dengan menyebutkan nama marga (genus), atau nama
jenis (spesies) atau petunjuk jenis (specific epithet) tanaman asal, diikuti dengan bagian
tanaman yang dipergunakan (Anonim, 1977). Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisisa
nabati yang diperoleh dari beberapa macam tanaman dan untuk eksudat nabati.
Contoh :
1. genus + nama bagian tanaman : Cinchonae Cortex, Digitalis Folium, Thymi Herba,
Zingiberis Rhizoma.
2. Petunjuk spesies + nama bagian tanaman : Belladonnae Herba, Serpylli Herba.
3. Genus+petunjuk spesies+nama bagian tanaman : Capsici frutescentis Fructus.
Keterangan : Nama spesies terdiri dari genus + petunjuk spesies

Contoh :
Nama spesies

: Cinchona succirubra

Nama genus

: Cinchona

Petunjuk species : succirubra


Untuk menjamin keamanan, keseragaman senyawa aktif dan kegunaannya, maka dalam
proses pembuatan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal, yaitu:
a) Bahan baku simplisia
Pemilihan sumber tanaman sebagai bahan baku simplisia nabati
merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada mutu simplisia,
termasuk didalamnya pemilihan bibit (untuk tumbuhan hasil budidaya) dan
pengolahan maupun jenis tanah tempat tumbuh tanaman obat. Sumber bahan baku
dapat berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral. Simplisia nabati yang ideal
dapat ditinjau dari asal tumbuhan tersebut.
b) Pemanenan
Cara pemanenan dan penanganan bahan setelah panen merupakan periode
kritis yang sangat menentukan kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Setiap jenis
tanaman memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang dipanen
buahnya memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang
dipanen berupa biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga untuk tanaman
yang mengalami stres lingkungan akan memiliki waktu panen yang berbeda
meskipun jenis tanamannya sama (anonim, 1985).
Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara memetik.
Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas
yang rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih
muda, seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan
memiliki rasa yang tidak enak dan aromanya kurang sedap. Begitu pula halnya
dengan pemanenan yang terlambat akan menyebabkan pe-nurunan kualitas karena
akan terjadi perombakan bahan aktif yang ter-dapat di dalamnya menjadi zat lain.
Selain itu tekstur buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat busuk
(Anonim, 2007).
Untuk pemanenan daun, pemanenan dilakukan pada saat tanaman telah
tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan
dengan memangkas tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan

pisau yang bersih atau gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan
hasil produksi yang diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga
rendah. Demikian juga dengan pemanenan yang terlambat menyebabkan daun
mengalami penuaan (se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan
aktifnya sudah terdegradasi. Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat
akan mempersulit proses panen.
Cara pengambilan sampel, contoh dan gambar
a. Kulit batang/klika (cortex) diambil dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan
ukuran panjang dan lebar tertentu.
b. Batang (caulis) diambil dari cabang utama sampai leher akar, dipotong-potong
dengan panjang dan diameter tertentu.
c. Kayu (lignum) diambil dari batang atau cabang, kelupas kulitnya dan dipotongpotong kecil.
d. Daun (folium) diambil daun tua daun kelima dari pucuk. Daun muda dipetik satu
persatu secara manual.
e. Bunga (flos) dapat berupa kuncup atau mahkota bunga atau daun bunga, dapat dipetik
langsung dengan tangan.
f. Akar (radix) diambil bagian yang berada dibawah permukaan tanah dipotong-potong
dengan ukuran tertentu.
g. Rimpang (rhizoma). Tanaman dicabut, rimpang diambil dan dibersihkan dari akar,
dipotong melintang dengan ketebalan tertentu.
h. Buah (fructus) dapat berupa buah yang masak, matang, atau buah muda, dipetik
i.

dengan tangan.
Biji (semen). Buah yang dipetik dikupas kulitnya menggunakan tangan atau alat, biji

dikumpulkan dan dicuci.


j. Herba atau bagian tanaman yang berada diatas tanah diambil dan dibersihkan.
Waktu pengambilan sampel beserta contoh
a. Waktu pengambilan biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau sebelum
semuanya pecah agar kualitas biji masih baik dan kandungan zat aktifnya maksimal.
Contoh : Biji pinang
b. Waktu pengambilan Daun atau Herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung maksimal,
yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah mulai masak.
Untuk pengambilan daun, dianjurkan diambil pada saat proses fotosintesis
berlangsung karena kandungan zat aktifnya sudah maksimal. Contoh : daun sirsak
c. Waktu pengambilan kulit

Pada umumnya waktu pengumpulan kulit batang dikumpulkan sewaktu awal musim
kemarau. Karena pada saat musim kemarau proses pengangkutan zat hara dari tanah
keseluruh tubuh tumbuhan berkurang. Sehingga zat-zat aktif yang dibutuhkan
tumbuhan tertumpuk di kulit batang (korteks). Contoh : kulit batang kayu manis
c) Penanganan pasca panen
Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik
serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca
panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman
yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca
panen sangat penting diperhatikan kebersihan dari alat-alat dan bahan yang
digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti
masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan
simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki
nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor dalam penanganan pasca panen
yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Sortasi basah
sortasi basah dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebuh besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2 %. Proses penyortiran
pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan
yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan
(Anonim, 2007).
2. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi mikrobamikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen
karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti
air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menyebabkan jumlah
mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat
pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian atau pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa

pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari
larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
Perendaman bertingkat
Perendamanan biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak
mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman
dilakukan beberapa kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman
pertama air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman
kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung
dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat

mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan (Anonim, 2007).


Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak
melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain.

Proses

penyemprotan dilakukan dengan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi.


Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, kotoran yang melekat kuat pada
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya
menggunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko

hilang/larutnya kandungan dalam bahan (Anonim, 2007)


Penyikatan (manual maupun otomatis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang
keras/tidak lunak dan kotorannya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai
alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal
ini perlu diperhatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan
dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak
bahannya. Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat. Metode
pencucian ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan dengan
metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusakan bahan,
sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme (Anonim,

2007).
3. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya
seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.
Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan

tidak lunak seperti akar, rimpang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan
tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh terhadap kualitas simplisia
yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung
dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan
agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan
besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur. Perajangan bahan dapat dilakukan secara
manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin
pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian.
Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah
membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang (slice).
4. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan
cara mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan terhambat. Dengan demikian
dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan dalam
waktu yang lama (Anonim, 2008). Dalam proses ini,kadar air dan reaksi-reaksi zat
aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu
diperhatikan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada
umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air kurang dari 10%.
Demikian pula dengan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis
bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang
perlu diperhatikan dalam proses pengeringan adalah kebersihan (khususnya
pengeringan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal
bahan (tidak saling menumpuk). Pengeringan bahan dapat dilakukan secara
tradisional dengan menggunakan sinar matahari ataupun secara modern dengan
menggunakan alat pengering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan
fresh dryer. Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa
enzimatis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengeringan sudah
berakhir apabila daun ataupun temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah.
Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air < 10%.

Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam
pengolahan maupun waktu penyimpanan (Anonim, 2000).
5. Sortasi kering
Sortasi dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat pada
simplisia, misalnya akar-akar, pasir, dan kotoran atau benda asing lainnya. Proses
penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum
dilakukan pengemasan. Penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah
penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca
panen yang dilakukan.
6. Pengemasan dan penyimpanan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis
kemasan yang digunakan dapat berupa plastik, kertas payung maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah
dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi pada waktu
pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh
mempunyai bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan:
nama bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan,
nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan
(Anonim, 2000)
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan diruang biasa (suhu kamar) ataupun
diruang ber-AC. Ruangan tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering
dan berventilasi (Anonim, 2000)
Suatu simplisia dikatakan memenuhi standar apabila memenuhi parameter
standarisasi simplisia diantaranya:
1. Kadar air kurang dari 10%
2. Angka lempeng total kurang dari 10.000.000 CFU/gram
3. Tidak mengandung bakteri patogen
4. Angka kapang dan jamur tidak lebih dari 10.000 juta/CFU.
(Anonim, 2000).
Pemeriksaan mutu merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia. Simplisia
yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk
simplisia. Simplisia yang bermutu adalah simplisia yang memenuhi persyaratan Farmakope
Indonesia dan Materia medika indonesia. Kontrol kualitas merupakan parameter yang
digunakan dalam proses standarisai suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi

parameter non spesifik dan spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor
lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan
senyawa yang ada di dalam tanaman.
1 Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu

simplisia

dilakukan

dengan

cara

organoleptik,

makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik


dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian
dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan
bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian
2

simplisia.
Parameter non spesifik
Meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh pestisida,
a

jamur, aflatoxin, logam berat, dll.


penetapan kadar abu
Penentuan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai diperoleh simplisia
dan ekstrak baik yang berasal dari tanaman secara alami maupun kontaminan
selama proses, seperti pisau yang digunakan telah berkarat). Jumlah kadar abu
maksimal yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan kontaminasi. Prinsip
penentuan kadar abu ini yaitu sejumlah bahan dipanaskan pada temperatur dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur

mineral dan anorganik yang tersisa.


kadar abu = bobot akhir/bobot awal x 100%
Penyebab kadar abu tinggi:
-cemaran logam
-cemaran tanah
Penetapan susut pengeringan
Susut pengeringan adalah persentase senyawa yang menghilang selama proses
pemanasan (tidak hanya menggambarkan air yang hilang, tetapi juga senyawa
menguap lain yang hilang).Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan
pada temperatur 105C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan
dalam persen (metode gravimetri).
susut pengeringan = (bobot awal-bobot akhir)/bobot awal x 100%

Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik
menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi
c

oleh kelembaban lingkungan penyimpanan.


kadar air
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang
daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila
mempunyai kadar air kurang dari 10%.
Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
- Metode titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secra kuantitatif air dengan larutan anhidrat
belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion
hidrogen.Kelemahan metode ini adalah stoikiometri reaksi tidak tepat dan
reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif
komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat
dan teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu
pengamatan titik akhir titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang
-

terbebas dari kelembaban udara (Anonim, 1995).


Metode azeotropi ( destilasi toluena )
Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan
berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah
adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak
dipengaruhi oleh kelembaban (Anonim, 1995).

kadar air ( v/b) = volume air yang terukur / bobot awal simplisia x 100%
metode gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap (Anonim,

1995).
Kadar minyak atsiri
Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak
kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air
dapat dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga

batas antara minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak
atsiri yang ada pada simplisia tersebut.
e

kadar minyak atsiri = volume minyak atsiri yang terukur/bobot sampel x 100%
Uji cemaran mikroba
- uji aflatoksin
untuk mengetahi cemaran aflatoksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus
-

flavus
uji angka lempeng total
utuk mengetahui jumlah mikroba/ bakteri dalam sampel. Batasan angka
lempeng total yang ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10 6 CFU/

gram
uji angka kapang
untuk mengetahui adanya cemaran kapang.Batasan angka lempeng total yang

ditetapkan oleh Departemen kesehatan yaitu 10^4 CFU/ gram.


Most probably number (MPN)
untuk mengetahui seberapa banyak cemaran bakteri coliform( bakteri yang

hidup di saluran pencernaan).


Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji
kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa
tertentu dari simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis.
Kebanyakan simplisia adalah berasal dari tumbuh-tumbuhan atau disebut dengan
simplisia nabati. Simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap konsumsi langsung
harus memenuhi parameter mutu bahan, yaitu :
1 Kebenaran jenis (identifikasi)
2 Kemurnian (bebas kontaminasi kimia & biologi)
3 Stabilitas (wadah, penyimpanan, transportasi)
a Trilogy produk kefermasian : Quality-Safety-Efficacy
b Spesifikasi kimia : komposisi (jenis & kadar) senyawa.
Standarisasi (secara kefarmasian) adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara
pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian,
mutu dalam artian memenuhi syarat standart (kimia,biologi, dan farmasi). Tujuan dari
standarisasi yaitu untuk menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak)
mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg), agar menghasilkan bahan obat
yang berkualitas, aman, dan bermanfaat (Parah, 2011).
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan

dengan

cara

organoleptik,

makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik

dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian


dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan
bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian
simplisia. Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan bentuk, ukuran dan
ciri spesifik simplisia tanpa menggunakan alat bantu (mikroskop).

Anda mungkin juga menyukai