Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDUHULUAN
A Latar Belakang
Hukum Islam mengatur tatacara melaksanakan kehidupan yang mencakup bidang ibadat
dan kemasyarakatan, sedang tata cara berkeyakinan kepada Tuhan dan sebagainya serta tatacara
bertingkah laku dalam ukuran-ukuran akhlak, lazimnya tidak dibicarakan dalam hukum Islam.
Dengan demikian dalam hukum Islam terdapat aturan-aturan tentang tatacara melakukan
ibadah, perkawinan, kewarisan, perjanjian-perjanjian muamalah, hidup bernegara yang
mencakup kepidanaan, ketatanegaraan, hubungan antar Negara dan sebagainya.

Dalam

pembahasan ini akan membahas tentang salah satu bagian dari perjanjian muamalah yang
dilarang oleh agama dalam hutang piutang, yakni riba.
B Rumusan Masalah
1
Bagaimana analisis lafal hadith pelarangan riba?
2
Bagaimana tinjauan fikih mengenai hadith pelarangan riba?
C. TujuanPenulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah :
1 Untuk mengetahui analisislafal hadith pelarangan riba.
2 Untuk mengetahui tinjauan fikih mengenai hadith pelarangan riba.

Page
1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Matan Hadist




:

:


























1


.

:


Dari pada Jabir (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) melaknat orang
yang memakan harta riba, wakilnya, penulisannya dan orang yang
menyaksikannya. Baginda bersabda: Mereka semua adalah sama.
(Diriwayatkanoleh Muslim).

Lafaz yang sama diriwayatkan oleh al-Bukhari dari pada hadits Abu
Juhaifah.
1. Makna Secara Umum
Amalan riba adalah salah satu bentuk cara memakan harta orang
lain dengan cara batil. Setiap bentuk riba mengakibatkan padah,
karena orang yang menjadi mangsa riba tidak dapat meminta hartanya
semula. Akibat amalan riba yang bermaharajalela, sukar memberi
pinjaman kepada orang yang benar-benar memerlukannya. Ia adalah
perbuatan yang diharamkan yang wajib di basmi dengan prinsip amar
makruf dan nahi mungkar. Oleh itu, Islam amat tegas melarang amalan
keji ini, malah Allah (s.w.t) berfirman:

279. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),


Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan
1 Kitab Shohih Muslim
Page
2

jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok


hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Banyak
lagi nas-nas al-quran dan hadits yang melarang sekaligus mengecam
riba, salah satunya adalah hadit sini di mana Allah melaknat orang
yang

memakan

riba,

wakilnya,

penulisnya

dan

orang

yang

menyaksikannya, bahkan kedudukan mereka sama dalam memperoleh


dosa.
2. Analisis Lafal

mereka dihalau dan dijauhkan dari rahmat Allah. Hadist ini



merupakan dalil yang paling kuat dalam mengharamkan riba, di mana
memakan riba menyebabkan kemurkaan dan laknat Allah.
Rasulullah (s.a.w) bersabda:

ya Allah, berikanlah rahmat keatas segalas esuatu yang pernah aku


laknat. Ini menunjukan bahwa tujuan memohon rahmat keatas orang
yang dilaknat tersebut bukanlah golongan yang dilaknat di dalam
hadits riba ini.


, orang yang mewakilkannya. Maksudnya adalah orang yang

memberi tambahan.
3. Fiqih Hadits
1. Haram memakan harta riba karena ia salah satu dosa besar di mana
pelakunya berhak mendapat laknat dari Allah.
2. Haram menulis transaksi riba.
3. Haram menjadi saksi transaksi riba.2

B. Matan Hadis




:





:



























2Terjemah Ibanatul ahkam Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam Allusy
Page
3

Daripada Abu Said al-khudri (r.a) bahwa Rasulullah (s.a.w) bersabda:


jangan kamu menjual emas dengan emas kecuali dengan timbangan
yang sama dan jangan kamu melebihkan satu timbangan dengan yang
lain,

jangan

kamu

menjual

perak

denagn

perak

kecuali

dengan

timbangan yang sama dan jangan kamu melebihkan satu timbangan


dengan yang lain, dan jangan kamu menjual keduanya di mana salah
satu

daripadanya

dijual

tunai

dan

satunya

lagi

dijual

secara

ansur.(muttafaq alaih).
1 Makna Hadits
Hadist ini merupakan dan salah satu kaedah yang mengharamkan
riba fadhal (pertambahan jumlah) dan riba nasa (pertambahan waktu)
dalam berjual beli dan pertukaran barang yang satu jenis, dimana
salah seorang dari kedua pihak yang bertransaksi tidak dibolehkan
melebihkan

timbangan

maupun

takaran

dan

tidak

dibolehkan

menangguhkan pembayaran kepadawaktu yang lain selagi barang


yang diperjual belikan itu satu jenis.


" " Boleh menjual emas dengan emas, baik emas


yang telah dibentuk maupun emas yang masih murni (belum di
bentuk), emas perhiasan atau sebaliknya

"

" setiap emas yang ditukarkan mestilah mempunyai

takaran dan timbangan yang sama mengikuti bentuk jualan sama ada
dijual dengan menggunakan timbangan atau takaran. Jika yang
dibahas dalam masalah ini adalah emas, maka itu mesti lah
menggunakan takaran, tetapi jika emas itu dalam bentuk dinar, maka
itu mesti lah menggunakan takaran sebagai alat tukar.


"
" jangan kamu melebihkan. Kalimat ini mempunyai

dua makna yang berlainan; mengurangi dan melebihkan namun samasama memiliki maksud yang sama. Dengan arti kata lain, jika salah
seorang dari kedua pihak melebihkan bahagianya berarti secara tidak
3Kitab Shohih bukhori
Page
4

langsung bagian pihak yang lain telah dikurangi. Demikian pula


sebaliknya. ""

Dengan membaca kasrah huruf ra adalah

perak.

"
" al-najiz antonym al-ghaib, yakni hadir. Dengan


arti kata lain, salah pihak membayar secara tunai sedangkan pihak
yang lain membayar dengan cara ansuran. Ini yang tidak dibolehkan,
di mana kedua-dua pihak dikehendaki menyediakan barang secara
tunai dan kemudian mereka mengambil barang yang telah dibelinya
secara tunai pula sehingga tidak terdapat pembayaran yang dilakukan
secara ansuran.
2 Fiqih hadist
1. Dibolehkan menjual atau menukar (jual beli sharf) emas dengan
emas, perak dengan perak dengan syarat masing-masing barang
mestilah sama dan tidak boleh menanggungkan pembayaran
(penukaran).
2. Haram melebihkan salah satu barang terhadap barang yang satu
jenis

atau

menangguhkan

pembayaran

(penukaran)

karena

penambahan dan penangguhan merupakan salahsatu amalan riba,


bahkan jika emas perhiasan ditukar dengan emas yang belum
dibentuk maka takaran dan timbangannya mestilah tetap sama
dan tidak dibolehkan meminta kecuali sama timbangan, takaran
dan dilakukan secara tunai, dan tidak boleh meminta bayaran lebih
dengan alas an sebagai ongkos pembuatan. Inilah pendapat ulama
fiqih.4
C Pengertian Riba
Riba ( )secara bahasa bermakna: ziyadah ( - tambahan).
Dalam pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan
membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.Ada beberapa
pendapat dalam menjelaska riba, namun secara umum, terda pat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan

4 Terjemah Ibanatul ahkam Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam Allusy
Page
5

tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam


secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.5
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Masing-masing adalah riba
hutang-piutang dan riba jual-beli.Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan
riba jahiliyyah.Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan
riba nasiah.
) : Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
1. Riba Qardh(
terhadap yang berhutang (muqtaridh).
2. Riba Jahiliyyah():Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
) : Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang
3. Riba Fadhl(
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
4. Riba Nasiah(): Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini
dengan yang diserahkan kemudian.6
D Kontroversi Bunga Bank
Kata kunci Al-quran yang di kembangkan untuk menerangkan
pengertian riba oleh para ulama adalah lakum ruus amwalikum (hak mu
adalah meneima sejumlah modal yang kamu pinjamkan (al-baqoroh 279).
Dari kata kunci ini kemudian di pahami bahwa pemberi pinjaman hanya
berhak menerima pelunasan sejumlah pinjaman. Kelebihan atas jumlah
pinjaman di sebut riba. Abd ar-Rahman al-Jaziri mengatakan para ulama
sependapat bahwa tambahan atas sejumalah pinjaman ketika pinjaman itu
dibayar dengan tenggang waktu tertentu tanpa iwad (imbalan) adalah
riba.
Para fuqoha sependapat bahwa keteria riba tersebut dapat di
pedomani sebagai dasar untuk mengklasifikasi riba atau tidaknya suatu
kegiatan ekonomi. dalam keteria tersebut, dimasa rosul hingga para
fuquha, terdapat relefansi antara pengembalian sejumlah pinjaman (ras
5 Muhammad SyafiI Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), 37.
6Bambang Royani, Riba dalam pespektif agama dan sejarah dalam
http://dewamakalah.blogspot.co.id/2013/03/riba-dalam-perspektif-agama-dansejarah.html (09 oktober 2016), 1.
Page
6

mal) dengan akibat yang timbul, yaitu tidak ada pihak yang dirugikan
(tidak ada zulm). Dengan perkataan lain, pengembalian hutang sebesar
pinjaman tidak menimbulkan kerugian, sebaliknya penambahan atas
jumlah tersebut menimbulkan zulm, kerugian bagi pihak yang berhutang.
Tetapi dalam perkembangan ekonomi belakangan telah muncul fenomena
lain. Di Indonesia, misalnya, dari tahun ketahun nilai tukar rupiah
mengalami perubahan. Uang satu juta rupiah pada tahun 1990 tidak sama
nilai tukarnya dengan satu juta rupiah pada tahun berikutnya. Bila pada
awal tahun 1987 di pinjam sejumlah uang, kemudian tahun berikutnya di
kembalikan sejumlah pinjaman maka pihak pemberi pinjaman secara
ekonomi- dirugikan. Fenomena ini menggambarkan, pengembalian raas
mal (jumlah hutang) semacam itu tidak relevan dengan tidak adanya
zulm sebagaimana di sitir dalam surah al-Baqorah 279. Dalam kondisi
semacam ini, agar tidak ada pihak yang di rugikan, pengembalian hutan
harus di sertai tambahan untuk kompensasi perubahan nilai tukar rupiah.
Tetapi langkah ini tentu akan di katakan sebagai menjalankan riba
bedasarkan katagori di atas.
Uraian para musafir tentang riba tidak bertentangan dengan uraian
para fuqoha. Bagi mereka, riba juga kelebihan atas sejumlah pinjaman
ketika di kembalikan, kelebihan mana tidak disertai dengan iwadl kecuali
tenggang waktu saja.
Kegiatan ekonomi dari masa ke masa mengalami perkembangan.
Yang dulu tidak ada, kini ada, atau sebaliknya. Dimasa rosullah tidak ada
uang kertas, kini ada. Dulu lembaga pemodal seperti bank tidak di kenal,
kini ada. Persoalan baru dalam fiqih muamalat muncul ketka pengertian
riba sebagaimana diterangkan di muka di hadapakan kepda persoalan
bank. Di satu pihak, bunga bank terperangkap dalam keteria riba, tetapi
disisi lain, bamk mempunyai fungsi sosial yang besar bahkan, dapat di
katakan, tanpa bank suatu negara akan hancur.
Bunga bank telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat
islam,

khususnya

di

Indonesia.

Terdapat

beberapa

tokoh

yang

membolehkan manfaat bunga bank. Hatta berpendapat, bunga bank


untuk

kepentingan

produktif

bukan

riba

tetapi

untuk

kepentingan

konsumtif riba. Kasman Singodimedjo, dan Syafruddin Prawiranegara


Page
7

berpendapat, sistem perbankan moderen di perbolehkan karna tidak


mengandung unsur exploitasi yang zalim; oleh karnanya tidak perlu
didirikan bank tanpa bunga. Hasan Bangil, tokoh persatuan islam (PERSIS),
secara tegas menyatakan, bunga bank itu halal karna tidak ada unsur lipat
gandanya. Untuk menghindari riba, para fuqoha memberi alternatif
dagang patungan, seperti mudharabah. Pada akhir abad ke 20 munculnya
bank Islam tidak terlepas dari persoalan ini.
Kelihatanya, perbedaaan padangan ini terjadi karna illat riba yang
di ajukan oleh para fuqaha di pandang tidak akurat dalam perkembangan
pemikiran hukum islam. Sementara, berbagai perkembangan menyangkut
kegiatan ekonomi dewasa ini, seperti perubahan nilai tukar uang dan
peranan bank dalam pengamanan uang dan penyediaan dana, tidak
termasuk dalam perhatian kajian fiqih.7

7 Muh. Zuhri, Riba dalam Alquran dan Masalah Perbankan (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
1996), hlm 2

Page
8

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Amalan riba adalah salah satu bentuk cara memakan harta orang lain
dengan cara batil. Setiap bentuk riba mengakibatkan padah, karena orang
yang menjadi mangsa riba tidak dapat meminta hartanya semula. Akibat
amalan riba yang bermaharajalela, sukar memberi pinjaman kepada orang
yang benar-benar memerlukannya. Ia adalah perbuatan yang diharamkan
yang wajib di basmi dengan prinsip amar makruf dan nahi mungkar. Oleh
itu, Islam amat tegas melarang amalan keji ini.
Bunga bank telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat
islam, apakah bunga termasuk keteria riba atau tidak termasuk riba.
Namun terdapat beberapa tokoh yang membolehkan manfaat bunga bank.

DAFTAR PUSTAKA
Page
9

SyafiI Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah: dari Teori ke Praktek. Jakarta:
Gema Insani Press.
Zuhri, Muh. 1996. Riba dalam Alquran dan Masalah Perbankan. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persad.
Syiekh Abu Abdullah bin Abd al-Salam Allusy. Terjemah Ibanatul ahkam
Kitab Shohih bukhori
Kitab Shohih Muslim
Bambang

Royani,

Riba

dalam

pespektif

agama

dan

sejarah

dalam

http://dewamakalah.blogspot.co.id/2013/03/riba-dalam-perspektif-agama-dansejarah.html (09 oktober 2016), 1.

Page
10

Anda mungkin juga menyukai