Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DENGAN HIPERBILIRUBIN
A. Hiperbilirubin
Hiperbilirubin adalah tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi
dalam darah dan dengan jaudince atau ikterius yaitu warna kuning pada kulit,
sklera dan kuku (Wong, 2008).
bilirubin
bila
kadar
bilirubin
tidak
terkendalikan.
B. Klasifikasi Hiperbilirubin
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan
Subtalamus,
100
Pusat-leher
150
Pusat-paha
200
Lengan + tangkai
250
Tangan + kaki
> 250
C. Etiologi
1. Pembentukan bilirubin berlebihan. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan di dalam darah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Peningkatan produksi :
1) Hemolisis, misal pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan
Rhesus dan ABO.
2) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3) Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan
metabolic yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis.
4) Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase).
5) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa),
20 (beta), diol (steroid).
6) Kurangnya enzim Glukoronil Transeferase, sehingga kadar
Bilirubin Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir
rendah.
7) Kelainan
kongenital
(Rotor
Sindrome)
dan
Dubin
Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan
misalnya pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat
tertentu misalnya Sulfadiasine. Bilirubin dalam darah terikat pada
albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin
ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfafurazole.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
c. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah
seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
d. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik. Gangguan
ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan.
Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar
oleh penyebab lain.
e. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20
mg/dL.
Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pula pada keadaan neonates sendiri. Bilirubin indirek akan
mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan
imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan
kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi (Markum,
1991)
E. Pathway Hiperbilirubin
Etiologi
(prematuritas, dll)
Pemecahan
hemoglobin
Biliverdin
Globin
Heme
Feco
Ikterus Neonatorum
Tinja berwarna
pucat
Indikasi fototerapi
Kerusakan
integritas kulit
Sinar dengan
intensitas tinggi
Risiko cedera
Risiko kekurangan
volume cairan tubuh
Risiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya terjadi pada orang dengan hiperbilirubin
adalah sebagai berikut :
1. Kulit berwarna kuning sampe jingga
2. Pasien tampak lemah
3. Nafsu makan berkurang
4. Reflek hisap kurang
5. Urine pekat
6. Perut buncit
7. Pembesaran lien dan hati
8. Gangguan neurologic
9. Feses seperti dempul
10. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.
11. Terdapat ikterus pada sklera, kuku/kulit dan membran mukosa.
12. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetk atau infeksi.
13. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada hari ke
3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice fisiologi.
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus
dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa
paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian
otot mata dan displasia dentalis).
Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat
kadar bilirubin darah mencapai sekitar 40 mol/l.
Berikut
adalah
table
penegakan
diagnosis
ikterus
Neonatrum
Waktu
Hari ke-1
Diagnosis banding
Penyakit hemolitik (bilirubin indirek)
Anjuran pemeriksaan
Kadar bilirubin serum
berkala,
Sferositosis
retikulosit,
apus darah
HB,
Ht,
sediaan
Ikterus
obstruktif
(bilirubin
direk)
Hepatitis neonatal
Golongan
darah
Uji
tapis
defisiensi
enzim
ke-5
Kuning fisiologik
Sepsis
Darah ekstravaskular
Polisitemia
Sferosis kongenital
TORCH
Hitung jenis
darah
lengkap
Pemeriksaan terhadap
infeksi bakteri
Golongan
darah
Sepsis biliaris
ke-10
Defisiensi G6PD
Hipotiroidisme
Pemeriksaan terhadap
Galaktosemia
Obat-obatan
Atresia biliaris
Hepatitis neonatal
Kista koledukus
Hari
ke-10
atau lebih
sepsis
kemih)
Biopsy hati
Stenosis
Kolesistografi
G. Komplikasi Bilirubin
Keadaan bilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk
keadaan, dan menyebabkan komplikasi;
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
maka
manejemen
bayi
dengan
a. Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan bahwa klien positif terkena
hiperbilirubin patologis dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam
kulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto.
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus
pada cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light
bulbs orbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi.
Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsijaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui
mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin
dapat dikeluarkan melalui urine. Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara
umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24
jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
b. Pemberian Fenobarbital
Mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi. Namun
pemberian ini tidak efektif karena dapat menyebabkan gangguan metabolic
dan pernapasan baik pada ibu maupun bayi.
c. Terapi transfusi pengganti
Dengan memberikan albumin agar mempercepat keluarnya
bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga lebih mudah dikeluarkan
dan dapat menurunkan kadar bilirubin yang berlebihan tersebut. Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1) Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
evaluasi
berkala
terhadap
pertumbuhan,
perkembangan
dan
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran
cerna dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan orangtua terhadap bayi
yang ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas/Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin gelap pekat;
hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze).
d. Makanan/Cairan
Riwayat perlambatan/makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan
menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi
abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran/kelahiran ekstraksi
vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin
terlihat. Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia, krekels, bercak merah muda.
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada
awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit
hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes.
Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia,
hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria
dibandingkan perempuan.
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
1) Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme
saat lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi
gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
2) Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide
oral
pada
kehamilan
akhir
atau
nitrofurantoin
K. Diagnosa Keperawatan
1. Ikterus neonatorum berhubungan dengan usia bayi < 1-7 hari.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan jaundice atau radiasi.
3. Gangguan suhu tubuh (hipertermi) akibat efek samping fototerapi berhubungan
dengan efek mekanisme regulasi tubuh.
4. Risiko kekurangan volume cairan tubuh akibat efek samping fototerapi
berhubungan dengan pemaparan sinar dengan intensitas tinggi.
5. Risiko cidera berhubungan dengan fototerapi atau peningkatan kadar bilirubin.
L. Perencanaan Keperawatan
No
Dx
1
Diagnosa
NOC
NIC
NIC:
Newborn Adaptation
Phototherapy: neonate
keperawatan,
diharapkan
bilirubin
pemberian obat
Kerusakan integritas Tissue Integrity : Skin and Pressure Management
1. Monitor warna dan
kulit berhubungan Mucous Membranes
Setelah dilakukan tindakan
keadaan kulit setiap
dengan
jaundice
keperawatan selama proses
4-8 jam
atau radiasi.
2. Monitor
keadaan
keperawatan
diharapkan
bilirubin direk dan
integritas
kulit
kembali
indirek (kolaborasi
baik/normal dengan kriteria
dengan dokter dan
hasil :
a. Kadar bilirubin dalam
analis)
3. Ubah posisi miring
batas normal (0,2 1,0
atau tengkurap setiap
mg/dl)
b. Kulit tidak berwarna
2
jam,
lakukan
kuning/warna
kuning
mulai berkurang
keadaan kulit
c. Tidak timbul lecet akibat 4. Jaga kebersihan kulit
penekanan
kulit
yang
terlalu lama
dan
kelembaban
kulit/Memandikan
dan pemijatan bayi
Risiko
Termoregulation
Fever treatment
ketidakseimbangan
efek
fototerapi
berhubungan
Kriteria hasil :
suhu
dengan
mekanisme regulasi
tubuh.
aksila).
suhu
Atur
incubator
normal (36,50C-370C)
dengan tepat
2. Nadi dan respirasi dalam 2. Monitor intake dan
batas normal (N : 120-160
x/menit, RR : 35 x/menit)
3. Membran mukosa lembab
output
3. Pertahankan
tubuh
suhu
36,50C-370C
yang dibutuhkan
4
Risiko
kekurangan
pemaparan
sinar
dengan
intensitas tinggi.
.
Risk control
Fluid Balance
Setelah dilakukan tindakan
1. Pantau masukan dan
keperawatan selama proses
haluan
cairan;
keperawatan
diharapkan
timbang berat badan
cairan
tubuh
neonatus
bayi 2 kali sehari.
adekuat.
2. Perhatikan
tandaKriteria hasil :
tanda dehidrasi (mis:
1. Tugor kulit baik
2. Membran mukosa lembab
penurunan haluaran
3. Intake dan output cairan
urine,
fontanel
seimbang
tertekan, kulit hangat
4. Nadi, respirasi dalam
atau kering dengan
batas normal (N: 120-160
turgor buruk, dan
x/menit, RR : 35 x/menit)
5. suhu (36,5-37,5o C)
mata cekung).
3. Perhatikan warna dan
frekuensi defekasi dan
urine.
4. Tingkatkan masukan
cairan
per
oral
memberi
susu
botol.
5. Pantau turgor kulit
5
Risiko
cidera Setelah
terhadap
keperawatan
keterlibatan
SSP kadar
berhubungan
dengan
atau
diberikan
bilirubin
diharapkan
menurun
kadar bilirubin.
catatan
intrapartum terhadap
ABO
2. Tinjau
factor
resiko
yang
pada
prematuritas,
proses
akhir
minggu
kehidupan
3. SSP berfungsi
pertama
metabolic abnormal,
cedera
dengan
normal
vaskuler,
sirkulasi
abnormal,
sepsis,
atau
polisitemia
3. Perhatikan
penggunaan ekstrator
vakum
untuk
adanya
sefalohematoma dan
ekimosis atau petekie
yang berlebihan
4. Pertahankan
bayi
tetap
hangat
dan
indikasi
(Bilirubin
direk
dan indirek)
Tes Coombs darah
tali
pusat
direk/indirek
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Hidayat A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba
Medika.
Buleheck, Gloria M., dkk. 2012. Nursing Interventions Classification (NIC). Iowa:
Mosby Elsavier.
Jhonson, Marion. 2012. Nursing Outcomes Classification (NOC). St.Louis: Mosby.
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 20122014. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M., Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.
Wong et al. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik - Ed 6 - Vol 1. Jakarta: EGC.