Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT

STROKE NON HEMORAGIK

Dosen Pembimbing

dr. M Arief Rahman Kemal, Sp.S


Disusun Oleh

Lea Bali Ulina Sinuraya


1161050249

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 27 JULI 2015 29 AGUSTUS 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA TIMUR

BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan salah satu sindrom neurologi yang merupakan ancaman
terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia. Di Amerika Serikat,
stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung dan
kanker. Menurut Riskesdas tahun 2007, stroke adalah penyebab kematian nomor 1 di
Indonesia.1
Stroke merupakan suatu kedaruratan medik dimana terjadi gangguan sirkulasi
darah di bagian otak tertentu secara mendadak yang dapat menyebabkan kerusakan
fungsi neurologi permanen atau bahkan kematian apabila tidak segera didiagnosis dan
di terapi.
Banyak penderita menjadi cacat, invalid, tidak mampu lagi mencari nafkah
seperti sediakala, menjadi tergantung kepada orang lain dan tidak jarang menjadi
beban keluarganya. Beban ini dapat berupa tenaga, beban perasaan dan beban
ekonomi.
Menurut penelitian, rata-rata stroke terjadi setiap 45 detik, dan manusia
meninggal karena stroke setiap 3 menit. Di USA insidens stroke adalah lebih dari
400.000/tahun, dan sejalan waktu angka ini akan terus melonjak menjdi 1.000.000
kasus/tahun pada tahun 2050.
Dalam penatalaksanaan stroke akut, ditemukan banyak kemajuan namun
angka kecacatan dan kematian akibat stroke masih tetap tinggi. Upaya yang terus
dilakukan dalam menurunkan angka kecacatan dan kematian selain dari
penatalaksanaan stroke, juga diperlukan pengenalan secara dini gejala stroke yang
dimulai dari penanganan pre-hospital secara cepat dan tepat.1
Keberhasilan penanganan stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat
dan petugas kesehatan dimana stroke merupakan keadaan gawat darurat seperti infark
miokard akut atau trauma. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan
dapat menyelamatkan hidup dan mencegah kecacatan jangka panjang.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

DEFINISI
Menurut WHO (diperkenalkan tahun 1970 dan masih dipakai sampai
sekarang), stroke adalah tanda-tanda klinis fokal atau global yang terjadi secara
mendadak akibat gangguan fungsi otak, yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskular.4

II.

KLASIFIKASI
Klasifikasi stroke dibagi berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi,
sistem pembuluh darah dan stadium daripada stroke sendiri. Dasar klasifikasi
yang berbeda ini diperlukan oleh karena setiap jenis stroke memiliki cara
pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda walaupun patogenesisnya
sama.5
Klasifikasi menurut modifikasi Marshall meliputi5, 6 :
A. Berdasarkan Patologi Anatomi dan Penyebabnya
1. Stroke Iskemik

Transient Ischemic Attack (TIA)

Trombosis serebri

Emboli serebri

2. Stroke Perdarahan

Perdarahan intra serebral

Perdarahan subarakhnoid

B. Berdasarkan stadium / pertimbangan waktu


1. TIA (Transient Ischemic Attack)
Suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang berlangsung kurang
dari 24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficit)
Suatu gangguan akut dari fungsi fokal serebral yang berlangsung lebih dari
24 jam sampai 3 minggu.

3. Stroke in evolution
3

Suatu defisit neurologis yang berlangsung secara bertahap dari yang sifatnya
ringan sampai berat / ke arah perburukan.
4. Completed stroke
Defisit neurologis yang sudah menetap dan tidak berkembang lagi.
C. Berdasarkan sistem pembuluh darah

Sistem karotis

Sistem vertebro-basilar

Stroke memiliki tanda klinis spesifik tergantung daerah otak yang mengalami
iskemia atau infark. Bamford (1992) mengajukan klasifikasi klinis yang dapat
dijadikan sebagai pegangan berupa 5 :
A. Total Anterior Circulation Infarct (TACI)
Gambaran klinis :
1. Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensoris (kontralateral sisi lesi)
2. Hemianopsia (kontralateral sisi lesi)
3. Gangguan fungsi luhur : disfasia, gangguan visuospasial, hemineglect,
agnosia, apraksia
Infark jenis ini penyebabnya adalah emboli kardiak atau emboli arteri ke
arteri.
B. Partial Anterior Circulation Infarct (PACI)
Gambaran klinis :
1. Defisit sensorik/motorik dan hemianopsia
2. Defisit motorik/sensorik disertai gangguan fungsi luhur
3. Gejala fungsi luhur dan hemianopsia
4. Defisit motorik/sensorik murni yang kurang ekstensif dibanding infark
lakunar (hanya monoparesis atau monosensorik)
5. Gangguan fungsi luhur saja
C. Lacunar Infarct (LACI)
Gambaran klinis :
1. Pure motor stroke
2. Pure sensory stroke
3. Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan paresis unilateral, dysarthriahandsyndrome)
Penyebab infark ini bukan berasal dari emboli kardiak. Adanya infark pada
arteri kecil dalam otak menimbulkan gambaran klinis diatas.
D. Posterior Circulation Infarct (POCI)
Gambaran klinis :

1. Disfungsi saraf otak, satu atau lebih pada sisi ipsilateral dan gangguan
motorik/sensorik kontralateral
2. Gangguan motorik/sensorik bilateral
3. Gangguan gerakan konjugat mata
4. Disfungsi serebelar tanpa gangguan long-tract ipsilateral
5. Isolated hemianopsia atau buta kortikal
Infark jenis ini terjadi akibat oklusi pada batang otak dan atau lobus
oksipitalis. Penyebabnya heterogen sehingga pemeriksaan harus lebih teliti
dan mendalam. Salah satu jenis infark ini yang sering disebabkan emboli
kardiak adalah gangguan batang otak yang timbulnya serentak dengan
hemianopsia homonim.
III.

FAKTOR RESIKO STROKE5,6


Faktor resiko stroke terdiri dari:
A. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
- Usia
- Jenis kelamin
- Etnis
- Hereditas
B. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Mayor :
- Hipertensi
- TIA
- Riwayat stroke sebelumnya
- Diabetes melitus
- Penyakit jantung
- Polisitemia
Minor :
-

IV.

Dislipidemia
Merokok
Pemakaian alkohol
Obesitas
Penggunaan narkotik
Pemakaian kontrasepsi oral
Hiperhomosisteinemia
Antibodi anti fosfolipid
Hiperurisemia
Peningkatan kadar fibrinogen

FISIOLOGI OTAK
Jumlah aliran darah ke otak (cerebral blood flow / CBF) dinyatakan
dalam cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak
(cerebral perfusion pressure / CPP) dan resistensi serebrovaskular
(cerebrovascular resistance / CVR). 5
5

CBF = CPP / CVR = MABP ICP / CVR

Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik (mean arterial blood
pressure/MABP) dikurangi dengan tekanan intrakranial (TIK), sedangkan
komponen CVR ditentukan oleh tonus pembuluh darah, struktur pembuluh
darah dan viskositas darah yang melewati pembuluh darah. Dalam keadaan
normal, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. 5
Aliran darah otak merupakan patokan utama dalam menilai
vaskularisasi regional di otak. Pemeriksaan menggunakan emisi sinar foton
diketahui bahwa aliran darah otak bersifat dinamis, artinya jika dalam keadaan
istirahat nilainya stabil, tetapi pada saat melakukan kegiatan fisik maupun
psikis, aliran darah regional pada daerah yang bersangkutan akan meningkat
sesuai dengan aktivitasnya. Dari percobaan hewan dan manusia, ternyata
derajat ambang batas aliran darah otak yang secara langsung yang
berhubungan dengan fungsi otak, yaitu : 5
a.

Ambang fungsional adalah batas aliran darah otak (yaitu sekitar 50-60 cc /
100 gram / menit) yang bila tidak terpenuhi akan menyebabkan

b.

terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh.


Ambang aktivitas listrik otak adalah batas aliran darah otak (15 cc /
100 gram / menit) yang bila tidak tercapai, akan menyebabkan aktivitas
listrik neuronal terhenti, berarti sebagian struktur intrasel telah berada

c.

dalam proses desintegrasi.


Ambang kematian sel yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi, akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak (CBF kurang
dari 15 cc / 100 gram / menit / gram).

V.

PATOGENESIS STROKE ISKEMIK


A.
Mekanisme atherosklerosis dan atherotrombus6
Deposit lemak (atheroma) atau plak akan merusak dinding arteri
sehingga terjadi penyempitan dan pengerasan dari arteri yang menyuplai
jaringan. Berulangnya kerusakan dinding arteri akan menyebabkan
terbentuknya bekuan darah yang disebut trombus. Pada proses ini akan
menyebabkan menurunnya aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus
trombus akan membesar dan menutup lumen arteri atau trombus dapat
terlepas dan membentuk emboli yang mengikuti aliran darah sehingga
6

menyumbat arteri yang lain. Akibatnya adalah jaringan yang memperoleh


vaskularisasi tersebut menjadi kehilangan suplai oksigen dengan cepat.
Arteriosklerosis adalah sekelompok kelainan pembuluh darah yang
ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi
anatomi terdapat tiga jenis arteriosklerosis yaitu :
1. Atherosklerosis yang ditandai dengan pembentukan atheroma (plak di
tunika intima yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat)
2. Monckebergs medial calcific sclerosis yang ditandai dengan kalsifikasi
tunika media
3. Arteriosklerosis yang ditandai dengan proliferasi atau penebalan
dinding arteri kecil dan arteriol.
Lesi awal dari atherosklerosis adalah fatty streak. Fatty streak
merupakan akumulasi serum lipoprotein di tunika intima pembuluh darah.
Terdapat hubungan yang kompleks antara elemen selular dengan lesi
aterosklerotik. Elemen selular terdiri dari sel endotelial, sel-sel otot polos,
platelet dan leukosit. Fungsi vasomotor, trombogenitas dinding pembuluh
darah, aktivasi sistem koagulasi, sistem fibrinolitik, migrasi dan proliferasi
sel otot polos serta inflamasi seluler adalah proses kompleks yang
berhubungan dengan proses biologi. Hal tersebut memiliki kontribusi
terjadinya atherogenesis dan manifestasi klinis dari atherosklerosis.
Urut-urutan terjadinya plak aterosklerosis sebagai berikut :
1. Akumulasi lipoprotein pada tunika intima
Lipoprotein yang tertimbun adalah LDL dan VLDL
2. Stres oksidatif
LDL dan VLDL akan dioksidasi karena pembuluh darah mengalami
jejas
3. Aktivasi sitokin
Stres oksidatif akan menimbulkan reaksi inflamasi. Sel-sel radang akan
melepaskan mediator-mediator pro-inflamasi berupa sitokin seperti IL2, TNF
4. Penetrasi monosit
Sel-sel radang juga menghasilkan Monocyte Chemotactic Factor
sehingga monosit masuk sampai dasar tunika intima dan berubah
menjadi makrofag
5. Migrasi makrofag dan pembentukan foam cell / sel sabun
Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan
terbentuklah sel sabun / foam cell
6. Migrasi Smooth Muscle Cells(SMCs)
7

Selain migrasi makrofag, juga terjadi migrasi SMCs dari tunika media
menuju tunika intima yang menimbulkan akumulasi matriks
7. Akumulasi matriks ekstraseluler
Matrisk ekstraseluler seperti serabut-serabut hialin, kolagen, elastin
dan fibrosa yang diproduksi oleh SMCs
8. Kalsifikasi dan fibrosis
Adanya akumulasi matriks ekstraselular menimbulkan kalsifikasi dan
fibrosis plak aterom sehingga elastisitas dan diameter pembuluh darah
berkurang.
Aterosklerosis dan pembentukan plak yang terjadi menyebabkan
penyempitanatau oklusi arteri dan merupakan penyebab stenosis arteri
paling sering.
B.

Pembentukan trombus6
Endotel pembuluh darah normal bersifat anti-trombosis. Hal tersebut
dikarenakan adanya glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel
endotel serta prostasiklin (PGI2) yang bersifat vasodilator dan inhibisi
agregasi trombosit. Endotel yang mengalami kerusakan akan menyebabkan
darah berhubungan langsung dengan serat-serat kolagen pembuluh darah
dan merangsang agregasi trombosit serta pengeluaran bahan-bahan granula
trombosit serta bahan-bahan dari makrofag yang mengandung lemak.
Sewaktu

kontak

dengan

matriks

ekstraselular

yaitu

kolagen,

proteoglikan, fibronektin dan glikoprotein adhesif lainnya, trombosit akan


mengalami :
a. Adhesi trombosit
b. Perubahan bentuk dan sekresi
c. Agregasi trombosit
Adhesi

trombosit

adalah

menempelnya

trombosit

pada

jaringan

subendotelial. Mekanisme ini dimulai dengan adanya pembuluh darah


yang mengalami perlukaan (disfungsi endotel). Adhesi trombosit ke
subendotelial terjadi melalui interaksi antara glikoprotein trombosit Ib
dengan von Willebrand Factor (vWF). Paparan glikoprotein (GP) IIb/IIIa
yang berikatan dengan fibrinogen dan vWF mengakibatkan agregasi
trombosit. Sedangkan glikoprotein memungkinkan adhesi langsung
terhadap kolagen.

Aktivasi trombosit ditandai dengan perubahan bentuk trombosit dari


bentuk cakram menjadi bulat dengan pembentukan pseudopodia yang
melekat pada endotel. Trombosit kemudian mensekresi ADP yang memulai
terjadinya agregasi trombosit.
Trombosit pada manusia diketahui memiliki sejumlah reseptor pada
permukaannya yang dapat dipacu oleh berbagai senyawa agonis dalam
sirkulasi (misalnya ADP yang dihasilkan sel endotel, trombin dan
tromboksan A2) yang menyebabkan perubahan bentuk seperti pseudopodia.
Trombosit mengumpul ditengah dan melepaskan berbagai senyawa seperti
ADP dan ion kalsium. Pelepasan ini penting karena kalsium diperlukan
dalam kaskade pembekuan darah sedangkan ADP akan meningkatkan
pelepasan ADP dari trombosit lainnya dan juga sebagai mediator poten
agregasi trombosit. Reseptor fibrinogen glikoprotein IIb/IIIa akan
mengakibatkan

ikatan

memungkinkan

interaksi

dengan

fibrinogen

trombosit-trombosit

dalam

sirkulasi

untuk

dan

mengawali

pembentukan agregasi trombosit.


Agregasi trombosit mula-mula dicetuskan oleh ADP yang dikeluarkan
oleh trombosit dan kemudian melekat pada subendotel. Agregasi yang
terbentuk disebut dengan agregasi primer dan bersifat reversibel.
Trombosit pada agregasi primer akan mengeluarkan ADP sehingga terjadi
agregasi sekunder yang bersifat irreversibel. Disamping ADP, untuk
terjadinya agregasi diperlukan ion kalsium dan fibrinogen. Mula-mula
ADP akan terikat pada reseptornya dipermukaan trombosit dan interaksi
ini menyebabkan terbukanya reseptor untuk fibrinogen sehingga
memungkinkan ikatan antara fibrinogen dengan reseptor tersebut.
Kemudian ion kalsium akan menghubungkan fibrinogen tersebut sehingga
terjadi agregasi trombosit. Agregasi trombosit diperantarai interaksi
fibrinogen dengan reseptor glikoprotein IIb/IIIa pada permukaan membran
dengan perantara ion kalsium. Agregasi trombosit juga berkaitan dengan
pelepasan kandungan granula (misalnya ADP dan 5HT) yang beberapa
diantaranya menyebabkan pacuan trombosit lebih lanjut. Pelepasan ADP
dan tromboksan A2 akan menyebabkan trombosit-trombosit selebihnya
ikut beragregasi ke tempat kerusakan vaskular yang terjadi. ADP
menyebabkan trombosit membengkak dan mendorong membran trombosit
9

dari trombosit yang berdekatan untuk menempel satu dengan yang lainnya.
Seperti halnya reaksi pelepasan yang menginduksi pelepasan lebih banyak,
ADP dan tromboksan A2 akan menyebabkan agregasi trombosit sekunder.
Proses feedbackpositiftersebut menghasilkan formasi massa trombosit
cukup besar untuk menutup kerusakan area endotelium.
C.

Perubahan fisiologi pada aliran darah otak5


Pengurangan aliran darah yang disebabkan oleh sumbatan atau sebab
lain, akan menyebabkan iskemia di suatu daerah otak. Terdapatnya
kolateral di

daerah sekitarnya disertai mekanisme kompensasi fokal

berupa vasodilatasi, memungkinkan terjadinya beberapa keadaan berikut :


a.

Pada sumbatan kecil, terjadi daerah iskemia yang dalam waktu


singkat dapat dikompensasi dengan mekanisme kolateral dan
vasodilatasi lokal. Secara klinis gejala yang timbul adalah Transient
ischemic attack
(TIA) yang timbul dapat berupa hemiparesis sepintas atau amnesia

b.

umum sepintas, yaitu selama 24 jam.


Bila sumbatan agak besar, derah iskemik lebih luas. Penurunan CBF
regional lebih besar, tetapi dengan mekanisme kompensasi mampu
memulihkan fungsi neurologik dalam waktu beberapa hari sampai
dengan 2 minggu. Mungkin pada pemeriksaan klinik ada sedikit
gangguan. Keadaan ini secara klinis disebut RIND (Reversible

c.

Ischemic Neurologic Defisit).


Sumbatan yang cukup besar menyebabkan daerah iskemia yang luas
sehingga

mekanisme

kolateral

dan

kompensasi

tak

dapat

mengatasinya. Dalam keadaan ini timbul defisit neurologi yang


berlanjut.
Pada iskemia otak yang luas, tampak daerah yang tidak homogen
akibat perbedaan tingkat iskemia, yang terdiri dari 3 lapisan yang berbeda:
1.

Lapisan inti yang sangat iskemik (ischemic core) terlihat sangat pucat
karena CBF-nya paling rendah. Tampak degenerasi neuron, pelebaran
pembuluh darah tanpa adanya aliran darah. Kadar asam laktat di
daerah ini tinggi dengan PO2 yang rendah. Daerah ini akan
mengalami nekrosis.

10

2.

Daerah sekitar ischemic core yang CBF-nya juga rendah, tetapi masih
lebih tinggi daripada CBF di ischemic core. Walaupun sel-sel neuron
tidak sampai mati, fungsi sel terhenti dan terjadi functional paralysis.
Pada daerah ini PO2 rendah, PCO2 tinggi dan asam laktat meningkat.
Tentu saja terdapat kerusakan neuron dalam berbagai tingkat, edema
jaringan akibat bendungan dengan dilatasi pembuluh darah dan
jaringan berwarna pucat. Astrup menyebutnya sebagai ischemic
penumbra. Daerah ini masih mungkin diselamatkan dengan resusitasi

3.

dan manajemen yang tepat.


Daerah sekeliling penumbra tampak berwarna kemerahan dan edema.
Pembuluh darah mengalami dilatasi maksimal, PCO2 dan PO2 tinggi
dan kolateral maksimal. Pada daerah ini CBF sangat meninggi
sehingga disebut sebagai daerah dengan perfusi berlebihan (luxury

D.

perfusion).
Perubahan pada tingkat sel dan mikrosirkulasi5
Astrup dkk (1981) menunjukkan pengaruh iskemia terhadap integritas
dan struktur otak pada daerah penumbra terletak antara batas kegagalan
elektrik otak (electrical failure) dengan batas bawah kegagalan ionik (ionpump failure). Dikatakan bahwa aliran darah otak dibawah 17 cc/100 gram
otak/menit menyebabkan aktifitas listrik otak terhenti walaupun kegiatan
pompa masih berlangsung.
Sedangkan Hakim (1998) menetapkan bahwa neuron penumbra masih
hidup jika CBF dibawah 20 cc/100 gram otak/menit dan kematian neuron
bila CBF dibawah 10 cc/100 gram otak/menit.
Pada infark serebri yang cukup luas, edema serebri dapat muncul
akibat kegagalan energi dari sel-sel otak dengan akibat perpindahan
elektrolit ( Na+,K+) dan perubahan permeabilitas membran serta gradasi
osmotik. Akibatnya akan terjadi pembengkakan sel (cytotoxic edema).
Selain itu edema serebri dapat juga timbul pada kerusakan sawar darah
otak yang mengakibatkan permeabilitas kapiler rusak sehingga cairan dan
protein bertambah mudah memasuki ruangan ekstraseluler sehingga terjadi
edema vasogenik (vasogenic edema). Efek edema jelas meningkatkan
tekanan intrakranial dan memperburuk iskemik otak.

11

Selanjutnya timbul efek massa yang berbahaya dengan akibat herniasi


otak.
E.

Reperfusi5
Meskipun aliran darah otak merupakan faktor penentu utama pada
infark otak, pengalaman klinis serta penelitian terhadap hewan percobaan
menunjukkan bahwa pada infark otak, pulihnya aliran darah otak ke taraf
normal tidak selalu memberikan manfaat yang diharapkan, berupa
hilangnya gejala klinis secara total. Selain faktor lamanya iskemia, ada
hal-hal yang mendasar lain yang harus diperhitungkan dalam proses
pengobatan infark otak. Dari hewan percobaan terbukti bahwa resusitasi
atau reperfusi pada penutupan / penghentian aliran darah ke otak
mencetuskan beberapa reaksi kompleks ditingkat mikrosirkulasi, iskemia
berupa edem jaringan, vasospasme kapiler/arteriol, penggumpalan sel-sel
darah merah, asidosis jaringan, aliran kalsium masuk ke dalam sel dan
dilepaskannya radikal bebas. Perubahan ini dapat demikian hebat sehingga
disebut sebagai reperfusion injury yang berakibat munculnya gejala
neurologik yang relatif menetap.
Pada dasarnya terjadi 2 perubahan sekunder pada periode reperfusi
jaringan iskemia otak :
1.

Hyperemic paska iskemik atau hyperemia reaktif yang disebabkan


oleh melebarnya pembuluh darah di daerah iskemia. Keadaan ini
terjadi pada 20 menit pertama setelah penyumbatan pembuluh darah

2.

otak terutama pada iskemia global otak.


Hipoperfusi paska iskemik yang berlangsung 6-24 jam berikutnya.
Keadaan ini ditandai dengan vasokonstriksi (akibat asidosis jaringan),
naiknya produksi tromboksan A2 dan edem jaringan. Di duga proses
ini yang akhirnya menghasilkan nekrosis dan kerusakan sel yang
diikuti oleh munculnya gejala neurologik.

VI.

DIAGNOSIS STROKE
A.
Anamnesis
Dalam anamnesis tentu diperlukan dalam membedakan apakah stroke
yang dialami stroke iskemik atau perdarahan. Biasanya stroke iskemik
diawali dengan gejala fokal (lateralisasi) sedangkan stroke perdarahan
12

dengan gejala peningkatan tekanan intrakranial. Gejala fokal dapat seperti


parese nervus kranialis seperti lemas separuh badan, gangguan berbahasa,
mulut mencong, bicara pelo, baal pada sebelah tubuh dan kesulitan
menelan. Sedangkan gejala peningkatan tekanan intrakranial seperti sakit
kepala yang mendadak dan hebat, muntah proyektil dan penurunan
kesadaran.5
Keadaan tersebut muncul mendadak, dapat terjadi saat istirahat atau
aktifitas. Selain itu perlu ditanyakan faktor resiko yang menyertai stroke
seperti darah tinggi, kencing manis, penyakit jantung serta obat-obat yang
sedang dikonsumsi. Selanjutnya ditanyakan juga riwayat penyakit dalam
keluarga dan penyakit lainnya. 7
B.

Pemeriksaan fisik 5,7


1. Status generalis
- Penilaian ABC, kesadaran, tekanan darah, nadi, suhu tubuh dan
-

pernafasan.
Pemeriksaan kepala dan leher jika pada cidera kepala karena jatuh
akibat kejang, bruit karotis, distensi vena jugularis pada gagal

jantung
Pemeriksaan thoraks (jantung dan paru), abdomen, kulit dan

ekstremitas
2. Status neurologis dan skala stroke
a. Pemeriksaan saraf kranial, rangsang meningen, sistem motorik,
sikap dan cara jalan, refleks fisiologis dan patologis, koordinasi,
sensorik dan fungsi kognitif.
Manifestasi klinik stroke sangat tergantung pada daerah otak yang
terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita
iskemia tersebut.
Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat
dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :
- Stroke pada sistem karotis atau sistem hemisferik
Daerah otak yang mendapat darah dari arteri karotis interna
terutama lobus frontal, parietal, temporal dan ganglia basal.
Pada pemeriksaan umum :
o Kesadaran : biasanya jarang terganggu kecuali jika stroke nya
luas. Hal ini disebabkan karena struktur anatomi pusat kesadaran
yaitu formatio reticularis terletak di garis tengah dan sebagian besar
terletak di dalam fossa posterior.

13

o Tekanan darah : biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor


resiko terjadinya stroke kurang lebih 70% penderita.
o Fungsi vital lain seperti jantung harus diperiksa lebih teliti
untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.
o Pemeriksaan neurovaskuler : ditujukan pada pembuluh darah
ekstrakranial yang memiliki hubungan dengan aliran darah otak,
yaitu pemeriksaan tekanan darah pada lengan kanan dan kiri,
palpasi nadi karotis kanan dan kiri, arteri temporalis kanan dan kiri
dan auskultasi pada percabangan karotis komunis dan karotis
interna di leher.
Pada pemeriksaan neurologis :
o Pemeriksaan saraf otak : yang sering terkena adalah nervus
fasialis tipe sentral dan nervus hipoglosus tipe sentral. Kemudian
gangguan konjugat pergerakan bola mata seperti deviasi konjugee,
hemianopsia. Kadang-kadang ditemukan sindrom Horner pada
penyakit pembuluh karotis.
o Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelemahan separuh badan. Dapat dipakai
sebagai patokan jika terdapat perbedaan kelumpuhan antara lengan
dan tungkai hampir dapat dipastikan bahwa kelainan aliran darah
otak berasal dari daerah hemisfer (kortikal), sedangkan jika
kelumpuhan sama berat antara lengan dan tungkai maka kelainan
aliran darah dapat terjadi di daerah subkortikal atau pada daerah
sistem vertebro-basilar.
o Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemisensorik tubuh. Oleh karena bangunan anatomi
yang terpisah, maka gangguan berat motorik dapat disertai
gangguan ringan sensorik atau sebaliknya.
o Kelainan fungsi luhur
Kelainan yang muncul seperti disfungsi parietal baik sisi dominan
atau non dominan. Kelainan yang paling sering nampak seperti
afasia. Bentuk lainnya seperti agnosia, apraksia dan sebagainya.
- Stroke pada sistem vertebrobasiler atau stroke sirkulasi
posterior
Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah ini tergantung pada
cabang-cabangnya yang terkena. Percabangan tersebut secara
anatomi terbagi menjadi 3 bagian :
14

o Cabang-cabang panjang : misalnya a.serebeli inferior posterior


jika tersumbat akan memberikan gejala sindrom Wallenberg, yaitu
infark di dorso-lateral tegmentum medula oblongata.
o Cabang-cabang paramedian : sumbatan pada cabang-cabang
yang lebih pendek memberikan gejala klinik berupa sindrom
weber, hemiparesis alternans dan berbagai saraf kranial dari
mesensefalon atau pons.
o Cabang-cabang tembus (perforating branches) : memberikan
gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegia
(INO)
Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah :
o Penurunan kesadaran yang cukup berat
o Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo,
diplopia dan gangguan bulbar
o Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan longtract sign : vertigo disertai parese keempat anggota gerak. Jika
ditemukan long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebrobasilar hampir dapat dipastikan.
o Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke
sistem ini. Beberapa ciri khusus lain adalah : parestesia peri-oral,
hemianopsia altitudinal dan skew deviation.

b. Skala stroke
Skala ini dipakai untuk membantu diagnosis stroke sebelum
dilakukan pemeriksaan imaging. Skala yang dipakai berupa :
- Siriraj stroke score
(2,5 x kesadaran)+(2 x muntah)+(2 x nyeri kepala)
+(0,1 x tekanan diastolik)-(3x petanda ateroma)-12

Keterangan :
o Kesadaran : kompos mentis = 0, somnolen = 1,
sopor/koma = 2
o Muntah : tidak ada = 0, ada = 1
o Sakit kepala : tidak ada = 0, ada = 1
o Petanda ateroma : tidak ada = 0, salah satu/lebih
(DM, angina, penyakit pembuluh darah) = 1
15

Jika hasil < -1 = infark serebri, hasil > 1 = perdarahan, hasil


-1 s/d 1 = meragukan.
- Gajah mada score
Parameter yang dipakai berupa : penurunan kesadaran, sakit

C.

kepala dan refleks Babinsky.


Jika :
a. 3 positif atau 2 dari tiga : stroke perdarahan
b. Penurunan kesadaran saja (+) : stroke perdarahan
c. Nyeri kepala saja (+) : stroke perdarahan
d. Refleks babinsky saja (+) : stroke iskemik
e. Ketiga gejala/tanda diatas semua (-) : stroke iskemik
Pemeriksaan penunjang 5,7
a. CT scan kepala tanpa kontras sebagai pemeriksaan baku emas atau
gold standard atau MRI kepala tanpa kontras
CT scan kepala tanpa kontras dapat membedakan segera antara stroke
iskemik dengan perdarahan. Pemeriksaan ini penting oleh karena
perbedaan manajemen terapi. Sedangkan penggunaan MRI tanpa
kontras biasanya digunakan untuk melihat infark serebri yang terjadi
pada hari-hari pertama dimana dengan CT scan tidak dapat terlihat.
Begitu juga dengan infark / perdarahan batang otak yang sulit
diidentifikasi dengan CT scan dapat dikonfirmasi dengan MRI.
b. Foto Thorak
Dapat memperlihatkan keadaan jantung yang memperlihatkan apakah
ada pembesaran yang merupakan tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke. selain itu, dapat juga memperlihatkan kelainan paru
yang potensial mempengaruhi oksigenasi serebral yang dapat
memperburuk prognosis
c. Lab darah : darah perifer lengkap, kadar gula darah sewaktu, elektrolit,
fungsi ginjal, hemostasis lengkap
d. EKG
e. Sesuai indikasi : AGD, tes fungsi hati, toksikologi, kadar alkohol
dalam darah, pungsi lumbal

VII.

TATALAKSANA STROKE
A.
Screening stroke pra-rumah sakit 3,8
Pemeriksaan neurologi sedehana dalam mendeteksi pasien yang
dicurigai mengalami stroke dapat memakai Cincinnati Prehospital Stroke
Scale atau untuk lebih mudahnya digunakan istilah FAST yang terdiri
dari3,11 :
a. Face
16

Apakah terdapat asimetri wajah ? dapatkah pasien tersenyum ?


b. Arm
Apakah kedua lengan dapat diangkat bersamaan atau hanya salah satu

B.

yang dapat diangkat ?


c. Speech
Apakah bicaranya menjadi pelo ?
Tatalaksana stroke iskemik
1.
Umum 9
a. Brain
- Mencegah demam
Pada suhu 37,50C atau lebih dari 38,50C dapat diberikan
asetaminofen 650 mg. Pada pasien beresiko terjadinya infeksi,
penyebab demam harus dicari penyebabnya dengan melakukan
kultur dan hapusan (trakea,darah dan urin) serta diberikan
antibiotik.
- Mencegah hipoksia
Pada evaluasi awal perlu dilakukan stabilisasi jalan nafas dan
pernafasan. Pemberian oksigen diperlukan jika saturasi < 95%.
Pemasangan ETT dilakukan jika pasien tidak sadar dan
mengalami gangguan jalan nafas.
- Mencegah terjadinya kejang
Pada pasien yang mengalami kejang, diberikan diazepam bolus
lambat intravena 5-20 mg. Jika masih belum teratasi, maka
loading fenitoin dengan dosis 15-20 mg/KgBB intravena dengan
kecepatan 50 mg/menit. Jika masih belum teratasi kejangnya,
maka pasien dirawat di ICU.
Pada stroke iskemik tanpa kejang, profilaksis kejang tidak
dianjurkan.
- Mencegah terjadinya kenaikan tekanan intrakranial
Tatalaksana pada pasien dengan tekanan intrakranial meningkat :
o
Tinggikan posisi kepala 200-300
o
Hindari pemberian cairan glukosa atau hipotonis
o
Hindari hipertermia
o
Jaga normovolemia
o
Osmoterapi atas indikasi :
Manitol 0,25 mg-0,50 gram/KgBB selama > 20 menit, diulangi
tiap 4-6 jam dengan target 310 mOsm/L.
Kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial
1mg/KgBB intravena
o Kortikosteroid tidak direkomendasikan kecuali jika diyakini
o

tidak ada kontraindikasi


Hiperventilasi pada kasus dimana akan dilakukan tindakan
17

operatif
Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar
Tindakan bedah kompresif pada keadaan iskemik serebelar
yang menimbulkan efek massa menyelamatkan nyawa dan

memberikan hasil yang baik.


b. Blood
- Optimalisasi tekanan darah :
Pada pasien dengan stroke iskemik akut tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam
pertama setelah awitan apabila tekanan darah 10:
o Tekanan darah sistolik (TDS) > 220 mmHg atau tekanan
darah diastolik (TDD) > 120 mmHg
o Pada pasien yang direncanakan terapi trombolitik, maka
tekanan darah diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD
< 110 mmHg. Selanjutnya selama 24 jam setelah pemberian
trombolitik, tekanan darah dipantau hingga TDS < 180
mmHg dan TDD < 105 mmHg. Obat antihipertensi yang
dapat diberikan seperti diltiazem dan nikardipin intravena.
- Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka berikan obat-obatan vasopressor seperti
dopamin atau norepinefrin dengan target tekanan darah sistolik
sekitar 140 mmHg.
- Pemberian cairan berupa kristaloid atau koloid intravena. Hindari
cairan hipotonis seperti glukosa.
- Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter) dengan
tujuan pemantauan kecukupan cairan dan masukan cairan serta
nutrisi. Usahakan CVC 5-12 mmHg.
- Hipotensi arterial harus dikoreksi dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan cairan isotonis normal salin
dan aritmia jantung yang menyebabkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi.
- Jika terdapat adanya penyakit jantung kongestif segera atasi
(konsul kardiologi).
c. Breath
- Pada evaluasi awal perlu dilakukan stabilisasi jalan nafas dan
pernafasan. Pemberian oksigen diperlukan jika saturasi < 95%.
18

Pemasangan ETT (hipoksia dimana PO2 60 mmHg atau PCO2 >


50 mmHg) dilakukan jika pasien tidak sadar, beresiko terjadi
aspirasi dan mengalami gangguan jalan nafas.
- Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia
- Pemantauan saturasi oksigen dianjurkan dalam 72 jam
d. Bowel
- Mengkonsumsi makanan berserat tinggi dan asupan cairan yang
cukup
o Digunakan cairan isotonis dimana kebutuhan cairan 30
o

ml/KgBB/hari (parenteral dan enteral)


Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/KgBB/hari

(komposisi karbohidrat, lemak, protein)


Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan dalam
waktu 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah
hasil fungsi menelan baik. Bila ada gangguan menelan atau
kesadaran menurun, makanan atau nutrisi diberikan melalui
pipa nasogastrik yang jika pemakaiannya lebih dari 6

minggu dipertimbangkan untuk gastrostomi.


- Terapi farmakologi pada pasien yang mengalami konstipasi
berupa laxativ
- Pencegahan timbulnya perdarahan lambung dapat dipakai
sitoprotektor, penghambat reseptor H2 perlu diberikan. Tidak ada
perbedaan hasil antara pemberian penghambat reseptor H2,
sitoprotektor ataupun inhibitor pompa proton. Antasida tidak
perlu diberikan pada profilaksis stress ulcer
e. Bladder
- Pemasangan kateter urine dihindarkan jika tidak ada indikasi
kecuali pada pasien dengan penurunan kesadaran, retensio urine
atau inkontinensia urine.
- Balance cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi sehari
ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak dirasakan
(produksi urin sehari + 500 ml untuk kehilangan cairan yang
tidak tampak dan ditambah lagi 300 ml per derajat celcius pada
2.

penderita demam)
Khusus
a.
Trombolitik 11
Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rtPA)

19

Keuntungan dari pemberian rtPA secara umum memberikan


keuntungan reperfusi dari lisisnya trombus dan perbaikan sel otak
secara bermakna. Pemberian fibrinolitik diberikan sesegera
mungkin setelah diagnosis stroke ditegakkan ( awitan 3 jam pada
pemberian intravena dan 6 jam pada pemberian intraarterial)
dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi. Rekomendasi
dosis dengan 0,9 mg/KgBB diberikan dalam rentang 3 jam
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence A) atau 4,5 jam (ESO
2009).
b.

Antikoagulan 11
Pemberian antikoagulan yang urgent dengan tujuan mencegah
stroke berulang awal, menghentikan perburukan defisit neurologi
atau memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut tidak
direkomendasikan sebagai pengobatan stroke iskemik akut
(AHA/ASA, Class III, Level of evidence A). Begitu juga inisiasi
pemberian terapi antikoagulan bersamaan dengan intravena rtPA
tidak direkomendasikan ( AHA/ASA, Class III, Level of evidence
B).
Secara umum pemberian heparin, LMWH atau heparinoid
setelah stroke iskemik akut tidak bermanfaat. Namun beberapa ahli
masih merekomendasikan heparin dosis penuh pada penderita
stroke iskemik akut dengan resiko tinggi terjadinya reembolisasi,
diseksi

arteri

pembedahan.

atau

stenosis

Kontraindikasi

berat

arteri

pemberian

karotis
heparin

sebelum
termasuk

hipertensi yang tidak dapat terkontrol, infark luas > 50% dan
perubahan mikrovaskuler otak yang luas.
c.

Anti agregasi trombosit 11,12


Anti agregasi trombosit yang dikenal adalah aspirin,
clopidogrel, tiklopidin, dipiridamol dan cilostazol.
Pemberian aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah
awitan stroke direkomendasikan untuk setiap stroke iskemik akut
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence A). Namun, aspirin tidak
direkomendasikan untuk diberikan jika akan direncanakan
pemberian trombolitik. Dan juga pemberian aspirin sebagai terapi
20

tambahan dalam 24 jam setelah pemberian obat trombolitik tidak


direkomendasikan (AHA/ASA, Class III, Level of evidence A).
Pemberian clopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin pada
stroke iskemik akut tidak dianjurkan ( AHA/ASA, Class III, Level
of evidence C) kecuali jika ada indikasi spesifik seperti angina
pektoris tidak stabil, non-Q-wave MI, atau recent stenting,
pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian
(AHA/ASA, Class I, Level of evidence A).
d.

Neuroprotektor 11
Pemberian neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang
efektif sehingga sampai saat ini belum dianjurkan (AHA/ASA,
Class III, Level of evidence A). Namun, citicolin sampai saat ini
masih memberikan manfaat pada stroke iskemik akut. Penggunaan
citicolin dengan dosis 2x1000 mg intravena selama 3 hari dan
dilanjutkan 2x1000 mg per oral selama 3 minggu dilakukan dalam
penelitian ICTUS (International Citicholine Trial in Acute Stroke,
ongoing).

VIII.

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat muncul dari stroke iskemik maupun perdarahan
berupa: 12
a. Infeksi saluran kemih
b. Bronkopneumonia
c. Ulkus dekubitus
d. Hiponatremia
e. Trombosis vena dalam
f. Spastisitas
g. Disfungsi kandung kemih dan pencernaan
h. Depresi
i. Kejang
j. Hidrosefalus

21

KESIMPULAN
Klasifikasi stroke berdasarkan patologi anatomi terbagi menjadi stroke
iskemik dan stroke perdarahan dimana stroke iskemik sebagai penyebab tersering
dibandingkan stroke perdarahan. Selain itu klasifikasi yang berbeda tersebut
digunakan dalam tatalaksana khusus mengenai stroke baik itu iskemik maupun
perdarahan. Dengan pemahaman bahwa stroke merupakan emergency medicine dan
time is brain, maka diharapkan pengenalan dini tentang stroke dapat dimengerti
sehingga dapat menurunkan angka kecacatan dan kematian.

22

CASE REPORT
STATUS NEUROLOGI

IDENTITAS
Nama

: Ny. A

Alamat

: Cipinang Melayu RT.07/12

Jenis Kelamin : Perempuan

Masuk

: 15 Agustus 2015

Umur

: 65 tahun

Keluar

:-

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga RM

: 00.06.90.48

Pendidikan

: SMA

Dokter

: dr. Agus Yudawijaya, Sp.S

Agama

: Islam

Ko-asisten

: Lea Bali Ulina Sinuraya

ANAMNESA

Tanggal 15 Agustus 2015 Jam 13.02 WIB

Auto anamnesa

: Pasien Ny. A

Keluhan Utama

: Kelemahan separuh badan sebelah kanan

Keluhan Tambahan

: Pusing berputar

Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSU UKI dengan keluhan kelemahan separuh
badan kanan sejak 3 hari SMRS. Keluhan timbul sekitar jam 10.00 WIB pada
saat sedang mengantar cucu. Keluhan dialami tiba tiba dan baru pertama kali
seperti ini. Selain itu pasien juga mengeluh bicara pelo (+), pusing berputar (+).
1 hari SMRS pasien mengalami kelemahan tubuh. Mual (-), muntah (-), kejang
(-), tersedak saat makan atau minum(-). Riwayat kejang disangkal, riwayat
Hipertensi (+) tekontrol, DM disangkal, sakit jantung (-), merokok disangkal.
Riwayat seperti ini di keluarga (-)
23

Riw. Penyakit Dahulu

: Hipertensi

Riwayat darah tinggi

: Ada, terkontrol

Riwayat penyakit jantung

: Disangkal

Riwayat stroke sebelumnya : Disangkal


Riwayat sakit gula

: Disangkal

Riwayat Kebiasaan Pribadi

: Pasien suka makan makanan santan, seafood dan


makanan yang berlemak, pasien jarang berolahraga,
kebiasaan merokok disangkal

Kedudukan Dalam Keluarga : Ibu Rumah Tangga

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos mentis

Tekanan darah

: 180/100 mmHg

Nadi

: 98 kali/menit

Suhu

: 36C

RR

: 22 kali/menit

Umur klinis

: 60-an

Bentuk badan

: Biasa

Gizi

: Cukup

Stigmata

: Tidak ada

Kulit

: Sawo matang

GCS : E4M6V5 (15)

24

Turgor

: Baik

Kuku

: Sianosis (-)

Kel.getah bening

: Tidak teraba membesar

Pembuluh darah

: A. Carotis
Auskultasi

: Palpasi kanan & kiri : Sama


: Tidak terdapat bruit

PEMERIKSAAN REGIONAL
Kepala

: Normocephali

Kalvarium

: Tidak ada kelainan

Mata

: Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik

Hidung

: Septum nasi ditengah, lapang/lapang, sekret - / -

Mulut

: Tidak ada kelainan

Telinga

: Tidak ada kelainan

Oksiput

: Tidak ada kelainan

Leher

: Tidak ada kelainan

Toraks

: Pergerakan dinding dada simetris, kanan = kiri

Jantung

: BJ I-II Normal, gallop (-), murmur (-)

Paru-paru

: BND Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

: Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4 kali/menit

Hepar

: Tidak teraba membesar

Lien

: Tidak teraba membesar

Vesika urinaria

: Tidak dilakukan

Genitalia eksterna

: Tidak dilakukan
25

Ekstremitas

: Tidak ada kelainan

Sendi-sendi

: Tidak ada kelainan

Otot-otot

: Nyeri tekan (-)

Gerakan leher

: Baik

Gerakan tubuh

: tidak dapat dilakukan

Nyeri ketok

: tidak dilakukan

Nyeri sumbu

: tidak dilakukan

PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1.

Tanda-tanda perangsangan meningen


Kaku kuduk

: -

Kernig

: - / -

Brudzinski I

: -

Laseque

: > 70 / > 70

Brudzinski II : - / -

2.

Gangguan Saraf Otak


Nervus I (Olfaktorius)
Penciuman (Kualitas) : normosmia
Cavum nasi

: Lapang/lapang

Nervus II (Optikus)
Visus kasar

: 1/60 ; 1/60

Lapang pandang

: baik/baik

Warna

: baik/baik

Funduskopi

: tidak dilakukan

26

Nervus III, IV, VI (Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusen)


Sikap bola mata simetris
- Ptosis

: -/-

- Strabismus

: -/-

- Nistagmus

: Sulit dinilai

- Eksoftalmus

: -/-

- Enoftalmus

: -/-

- Diplopia

: -/-

- Deviasi Konjuge

: -/-

Pergerakan bola mata : Ke segala arah


- Lateral kanan

: Baik

- Lateral kiri

: Baik

- Atas

: Baik

- Bawah

: Baik

- Berputar

: Baik

Pupil
- Bentuk : Bulat
- Isokor : Isokor 3mm / 3mm
- Refleks cahaya : - Langsung

:+/+

- Tidak langsung : + / +
- Refleks akomodasi : + / +
Nervus V (Trigeminus)
Motorik
27

- Membuka mulut

: Baik

- Gerakan rahang

: Baik

Sensorik
- Rasa raba

: kanan = kiri

- Rasa nyeri

: kanan = kiri

- Rasa suhu

: Tidak dilakukan

Refleks
- Refleks kornea

: + / +

- Refleks maseter

: +

Nervus VII (Fasialis)


Sikap wajah (dalam istirahat) : SNL mendatar ke kanan
Mimik

: Biasa
Kanan

Angkat alis

Baik

Baik

Kerut dahi

Baik

Baik

Kembung pipi

Baik

Baik

Lagoftalmus

Menyeringai (SNL)

SNL mendatar ke kanan

Rasa kecap (2/3 depan)

Kiri

Baik

Nervus VIII (Vestibulokokhlearis)


Vestibularis
- Nistagmus
- Vertigo

: : +

Kokhlearis
28

- Suara bisik

: Baik

- Gesekan jari

: Baik

- Tes Rinne

: +/+

- Tes Weber

: Tidak ada lateralisasi

- Tes Schwabach

: Sama dengan pemeriksa

Nervus IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


Arkus faring

: Simetris

Palatum mole

: Intak

Uvula

: Ditengah

Disfoni

: Tidak ada

Disfagi

: Ada

Disartria

: +

Refleks faring

: Tidak dilakukan

Refleks okulokardiak

: (+) normal

Refleks sinus karotikus

: (+) normal

Nervus XI (Asesorius)
Kanan

Kiri

Menoleh (kanan, kiri, bawah)

Baik

Baik

Angkat bahu

Baik

Baik

Nervus XII (Hipoglosus)


Sikap lidah dalam mulut

: Simetris

Julur lidah

: Tidak ada deviasi

Tenaga otot lidah

: Baik

Tremor

: 29

3.

Fasikulasi

: -

Atrofi

: -

Motorik
Derajat Kekuatan Otot ( 0 5 )
Kanan

Kiri

Lengan

4444

5555

Tungkai

4444

5555

Gerakan spontan abnormal

: Tidak ada

Berdiri
- Jongkok berdiri

: Tidak dilakukan

- Jalan

Langkah

: Tidak dilakukan

Lenggang lengan

: Tidak dilakukan

Diatas tumit

: Tidak dilakukan

Jinjit

: Tidak dilakukan

Tonus Otot (hiper,normo, hipo, atoni)


Kanan
- Lengan

Tungkai

Kiri

Fleksor

Normotonus

Normotonus

Ekstensor

Normotonus

Normotonus

Fleksor

Normotonus

Normotonus

Ekstensor

Normotonus

Normotonus

Trofi Otot

- Lengan

Kanan

Kiri

Eutrofi

Eutrofi

30

- Tungkai

4.

Eutrofi

Koordinasi
Statis

Duduk

: Baik

Berdiri

: Sulit dinilai

Berjalan

: Sulit dinilai

Dinamis Telunjuk hidung

5.

Eutrofi

: Baik

Telunjuk-telunjuk

: Baik

Tes Romberg

: Tidak dilakukan

Refleks
Refleks Tendo
Kanan

Kiri

- Biseps

++

++

- Triseps

++

++

- Knie Pees Refleks

++

++

- Achilles Pees Refleks

++

++

- Babinski

- Chaddock

Refleks Abnormal

31

- Oppenheim

- Gordon

- Schaefer

- Klonus lutut

- Klonus kaki

6. Sensibilitas
Eksteroseptif
- Rasa raba (menggunakan kapas)

: kanan < kiri

- Rasa nyeri (menggunakan jarum) : kanan < kiri

Proprioseptif
- Rasa sikap

: kanan = kiri

- Rasa getar

: kanan = kiri

7. Vegetatif
Miksi

: Baik

Defekasi

: Baik

8. Fungsi Luhur
Memori

: Baik

Bahasa

: Baik

Afek & emosi

: Serasi

Kognitif

: Baik

32

LABORATORIUM
Laboratorium 15 Agustus 2015
Hasil :
Hematologi
-

Leukosit

: 9.2 ribu/ l

(5,0-10,0 103/l)

Hemoglobin

: 14,4 g / dl

(12-14g/dl)

Hematokrit

: 43,3%

Trombosit

: 268 ribu/ l

(150-400 103/l)

(37-43%)

Kimia Klinik
-

Ureum

: 40 mg/dl

(15-45mg/dl)

Kreatinin

: 0,79 mg/dl

(0,60-0,90mg/dl)

Glukosa sewaktu

: 156 mg / dl

(<200mg/dl)

Kolestrol Total

: 397 mg/dl

(150 250mg/dl)

Trigliserida

: 319 mg/dl

(< 200mg/dl)

Kolestrol HDL

: 59 mg/dl

(35-80mg/dl)

Kolestrol LDL

: 266 mg/dl

(< 155 )mg/dl)

33

CT-BRAIN : 15 Agustus 2015

34

35

Pemeriksaan EKG Ny. A tanggal 15 Agustus 2015


Siriraj score :
(2,5 x kes) + (2x vomitus) + (2x sakit kepala) + (0,1 x diastol) - (3x ateroma) - 12
= (2,5 x 0) + (2x0) + (2x0) + (0,1x100) - (3x1) 12
= 0 + 0 + 0 + 10 - 3 12
= - 5 (SNH)

DIAGNOSIS (Masuk)

Klinis

: Hemiparese dextra, hemihipestesia dextra, disartria, parese

N.VII tipe sentral, parese N. XII tipe sentral.

Topis

: Kortex cerebri hemisfer sinistra.

Etiologis

: SNH
Hipertensi emergency

36

TERAPI
Rawat inap
Diet : Lunak, rendah garam
IVFD : I RL kolf + neurobion I amp / 24 jam
Mm/ :
Ascardia 1x160mg (PO)
Neulin 2x500mg (IV)
OMZ 1X1 cap (PO)
Merislone 2x12 mg (PO)
Asam Folat 2x1 tab (PO)
Simvastatin 1x20mg (PO)

PROGNOSIS

Ad. Vitam

: Dubia ad bonam

Ad. Sanationum

: Dubia ad malam

Ad. Fungsionum

: Dubia ad malam

37

FOLLOW UP I
Tanggal 16/08/2015
S

: Lemas separuh badan kanan

: Status Generalis

Kesadaran

: Composmentis E4M6V5

Nadi

: 98 kali/menit

Suhu

: 37 C

Tekanan darah

: 150/110 mmHg (Lka)

Respirasi

: 22 kali/menit

Status Neurologis

Rangsang meningeal : (-)

Pupil

: Bulat isokor 3/3mm RCL +/+ RCTL +/+

Reflek

: Kornea +/+

N. VII Menyeringai

: SNL mendatar ke kanan

N. IX, X Menelan

: Disfagia (-)

N. XII Sikap lidah dalam mulut : Simetris, fasikulasi - , tremorJulur lidah

: deviasi ke kiri

Gerakan lidah

: Baik

Tenaga otot lidah

: Baik

Derajat kekuatan otot : Lateralisasi ke kiri

Refleks Fisiologis

: +++/+++

Refleks Patologis

:Babinski -/-

Sensibilitas

: kanan < kiri

38

: D/ Klinis

: Hemiparese dextra, hemihipestesia dextra, disartria,


parese N. VII tipe sentral, parese N. XII tipe sentral.

D/ Topis

: Korteks serebri hemisfer sinistra

D/ Etiologis : Stroke Non Hemoragik

P:
IVFD : I RL kolf + neurobion I amp / 24 jam

Diet lunak, rendah garam


Mm/ :
o Ascardia 1x160mg (PO)
o Neulin 2x500mg (IV)
o OMZ 1X1 cap (PO)
o Merislone 2x12 mg (bila perlu pusing berputar) (PO)
o Asam Folat 2x1 tab (PO)
o Captopril 3x12,5 mg (PO)
o Simvastatin 1x20mg (PO)

39

LABORATORIUM
Laboratorium 16 Agustus 2015
Hasil :
Elektrolit
-

Natrium

: 142 mmol/ L

(136 145 mmol/L)

Kalium

: 3.0 mmol/ L

(3.5 5.1 mmol/L)

Clorida

: 106 mmol/ L

(99 111 mmol/L)

Kimia Klinik
-

Gula Darah Puasa

: 125 mg / dl

(70 - 110mg/dl)

Gula 2 jam PP

: 134 mg/dl

(70 - 140mg/dl)

HBA1C

: 4.5%

(4.5 6.3 %)

Asam Urat

: 4.3 mg/dl

(2.4 7.0mg/dl)

40

DAFTAR PUSTAKA
1. Parwata TE. Penatalaksanaan Stroke Akut dalam: Nuartha AABN, Adnyana MO,
Parwata TE, Budiarsa IGN, Putra IBK (editor). 1st Bali Neurology Update (BANU) :
Perkembangan Neurologi Bali Terkini. Bali: Udayana University Press; 2013.hal.5
2. Soertidewi L, Misbach J. Epidemiologi Stroke. Dalam : Soertidewi L Jannis J (editor).
STROKE : Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Badan Penerbit FK
UI; 2011. hal.11
3. Sumada IK. Penanganan Stroke Akut Pre Hospital. Dalam : Nuartha AABN,
AdnyanaMO, Purwata TE, Budiarsa IGN, Putra IBK (editor). 1st Bali Neurology
Update (BANU) : Perkembangan Neurologi Bali Terkini. Bali: Udayana University
Press; 2013. hal 6
4. Culebras A, Elkind MS, Hoh BL, Janis LS, Kase CS, Kleindorfer DO, et al.
AnUpdated Definition of Stroke for the 21st Century: A Statement for
HealthcareProfessionals From the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2013;44:00-00
http://stroke.ahajournals.org/content/early/2013/05/07/STR.0b013e318296aeca
(diakses 01 Agustus 2013)
5. Misbach J, Jannis J. Diagnosis Stroke. Dalam : Soertidewi L, Jannis J (editor).
STROKE : Aspek Diagnosis, Patofisiologi, Manajemen. Edisi kedua. Jakarta : Badan
Penerbit FK UI; 2011. hal.57-83.
6. Gofir A.Definisi Stroke, Anatomi Vaskularisasi Otak dan Patofisiologi Stroke.
Dalam : Indera, Noer A, Utomo AB (editor). Manajemen Stroke Evidence Based
Medicine. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press ; 2010.hal.32-41
7. Hamid A, Jannis J, Bustami M, Musridharta E, Prasetyo E. Manajemen
Kegawatdaruratan Pada Stroke. Dalam : Hamid A, Jannis J, Bustami M, Musridharta
E, Prasetyo E (editor). Advanced Neurology Life Support Student Manual Course.
Jakarta : Pokdi Neurointensif PERDOSSI ; 2012.hal.74-80
8. NHS Choices. STROKE-ACT FAST. http://www.nhs.uk/actfast/Pages/stroke.aspx
(diakses 09 Agustus 2015)
9. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al.
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut. Dalam : Misbach J, Lamsudin R, Aliah A,

41

Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al (editor). Guideline Stroke. Jakarta : PERDOSSI ;


2011.hal.32-41
10. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al. Kedaruratan
Medik Stroke Akut : Penatalaksanaan Tekanan Darah Pada Stroke Akut. Dalam :
Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al (editor).
Guideline Stroke. Jakarta : PERDOSSI ; 2011.hal.42-43
11. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al.
Penatalaksanaan Khusus Stroke Akut : Penatalaksanaan Stroke Iskemik. Dalam :
Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al (editor).
Guideline Stroke. Jakarta : PERDOSSI ; 2011.hal.79-82
12. Gofir A. Manajemen Spesifik Stroke Iskemik. Dalam : Indera, Noer A, Utomo AB
(editor). Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press ; 2011.hal.135-148
13. Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al. Kedaruratan
Medik Stroke Akut : Penatalaksanaan Komplikasi Medik Stroke Akut. Dalam :
Misbach J, Lamsudin R, Aliah A, Basyiruddin A, Suroto,Alfa AY et al (editor).
Guideline Stroke. Jakarta : PERDOSSI ; 2011.hal.56-78

42

Anda mungkin juga menyukai