Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Partisipasi Politik
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Politik
Dosen Pengampu:Dr. Suharno.

Disusun Oleh:
Haryo Wisnu Murti(13401244010)

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi , sekaligus
merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang
dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Sslah satu kegiatan yang
menunjukan adanya partisipasi politik dalam sebuah negara adalah proses pemilihan umum.
Di negara-negara yang demokratis pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan
kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksaan pemerintah dan sistem politik yang
berlaku.Dengan hal ini pula, pemilihan umum tetaplah merupakan bentuk partisipasi
politik rakyat.Dalam pelaksanaannya, keputusan politik akan menyangkut dan mempengaruhi
kehidupan warga negara. Dengan demikian, masyarakat tentu berhak ikut serta mempengaruhi
proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan itu. Bahkan tingkat partisipasi politik memiliki
hubungan erat dengan pertumbuhan sosial-ekonomi.Artinya dapat mendorong tingginya tingkat
partisipasi rakyat. Partisipasi itu juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat,
sehingga apa yang dilakukan rakyat dalam partisipasi politiknya menunjukkan derajat kepentingan
mereka.
Munculnya orde yang membangun sistem politik dan tatanan kelembagaan secara konstitusional
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, memiliki pengaruh terhadap partisipasi politik rakyat.Orde itu
cenderung untuk menciptakan kondisi sosial politik dan sosial ekonomi yang mapan sebagi sarana
dalamb melaksanakan pembangunan.Stabilitas politik dan stabilitas ekonomi berusaha di ciptakan
dan dipelihara sebagai modal bagi terciptanya kondisi untuk membangun.
Modernisasi dan transformasi sosial tampaknya merupakan karakteristik pembangunan di
Indonesia. Tuntutantuntutan ke arah perkembangan cepat untuk mencapai target-target
pembangunan. Banyak orang yang masih mempertanyakan format partisipasi masyarakat ,
terutama yang berkaitan dengan partisipasi politik, ada semacam keraguan bahwa partisipasi yang

dilakukan bukanlah bentuk partisipasi politik yang sesungguhnya, tetapi hanyalah partispasi semu
( pseudo paricipation ) Anggapan bahwa partisipasi itu karena mobilitas atau dalam istilah
Huntington ialah partisipasi yang di mobilisasi anggapan tersebut seringkali mengambil contoh
dalam mekanisme pemilihan umum lima tahunan, yang dipadang tidak mencerminkan bentuk
partisipasi politik yang sesungguhnya.
Untuk melihat hal itu, tampaknya perlu dipahami bagaimana format partisipasi politik di beberapa
negara berkembang yang menganut model pembangunan yang berbeda.Maka hal inilah yang
menarik penulis untuk melakukan kajian lebih mendalam mengenai partisipasi politik.
Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi pada latar belakang diatas, maka penulis memperoleh permasalahan yang
kemudian akan dijadikan sebagai bahan pembahasan sebagai berikut:
1.
2.
3.

Apakah yang dimaksud dengan Partisipasi Politik?


Apakah Fungsi Partisipasi Politik?
Bagaimana bentuk-bentuk Partisipasi Politik serta faktor apa saja yang mempengaruhi
timbulnya Partisipasi Politik?
4.
Bagaimana peran Warga Negara dalam Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosialekonomi pada negara berkembang?
Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah yang ada diatas, maka penulisan ini bertujuan untuk mengetahui:
1.
2.
3.

Pengertian Partisipasi Politik,


Fungsi Partisipasi Politik,
Bentuk-bentuk Partisipasi Politik serta faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya
Partisipasi Politik,
4.
Peran Warga Negara dalam Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosial-ekonomi
pada negara berkembang
Manfaat Penulisan
Manfaat Teoritis
1.

Menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan Sosiologi Politik khususnya mengenai
materi Partisipasi Politik, baik itu berkaitan dengan pengertian, bentuk, factor, peran Warga
Negara serta hubungan partisipasi politik dengan sosial-ekonomi dalam negara berkembang.
2.
Dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penulisan yang sejenis
Manfaat Praktis
1.

Bagi masyarakat, penulisan ini dapat dijadikan sebagai koleksi bacaan dalam menambah
wawasan mengenai Sosiologi Politik khususnya Partisipasi Politik.
2.
Bagi kalangan pendidik di Sekolah/Kampus, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan
pembelajaran dalam mata pelajaran/mata kuliah Sosiologi Politik dengan materi Partisipasi
Politik.
3.
Bagi Universitas Negeri Yogyakarta penulisan ini dapat menambah koleksi bacaan dalam
menambah wawasan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Partisipasi Politik

Secara etimologi Partisipasi berasal dari bahasa latin, yaitu pars yang berari bagian
dan capere yang berarti mengambil. Bila digabungkan maka dapat kita artikan mengambil . Dalam
bahasa inggris,participate atau participation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan.
Jadi partisipasi politik dapat kita artikan dengan mengambil bagian atau mengambil peranan dalam
aktivitas atau kegiatan politik suatu negara ( Soeharno: 2004; 102).
Partisipasi merupakan aspek penting dalam demokrasi.Partisipasi politik adalah usaha terorganisir
oleh para warga negara untuk memlih pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan
jalannya kebijakan umum. Usaha ini dilakukan akan tanggung jawab dan kesadaran mereka
terhadap kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dalam suatu Negara. Sementara itu, Syarbaini
mendefinisikan partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut
secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pemimpin Negara, atau upaya untuk
memengaruhi kebiijakan pemerintah.
Dusseldorp (1981) mengartikan partisipasi sebagai kegiatan atau keadaan mengambil bagian dalam
suatu aktivitas untuk mencapai suatu kemanfaatan secara optimal. Devinisi lebih rinci dikemukakan
oleh Cohen Uphoff (1979), partisipasi sebagai keterlibatan dalam proses pembuatan keputusan,
pelaksanaan program, memperoleh kemanfaatan, dan mengevaluasi program. Sementara itu Davis
(1977), memberikan definisi partisipasi sebagai keterlibatan mental dan emosi seseorang di dalam
situasi kelompok yang mendorong dirinya untuk memberi sumbangan bagi tercapainya tujuan dan
membagi tanggung jawab diantara mereka(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 65).
Partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson ( dalam Soeharno: 2004; 103) adalah kegiatan
politik warga negara preman ( private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah. Dari pengertian partisipasi politok diatas maka Huntington dan Nelson
memberikan batasan mengenai partisipasi politik yaitu;
1.

Partisipasi yang menyangkut kegiatan-kegiatan dan bukan sikap-sikap. Hal-hal seperti sikap
dn perassaan politik hanya dipandang sebagai sesuatu yang berkaitan dengan bentuk tindakan
politik bukan terpisah dari tindakan politik.
2.
Subjek yang dimasukkan dalam partisipasi politik itu adalah warga negara preman ( Private
Citizen) atau lebih tepatnya orang per orang dlam peranannya sebagai warga negara biasa,
bukan orang-orang profesional dibidang politik seperti pejabat pemerintah, pejabat partai, calon
politikus, lobbi professional.
3.
Kegiatan partisipasi politik dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah dan ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah yang mempunyai wewenang
politik.
4.
Mencakup semua kegiatan yang mempengaruhi pemerintah, terlepas apakah tindakan itu
mempunyai efek atau tidak, berhasil atau gagal.
5.
Mencakup partisipasi otonom dan partisipasi dimobilisasikan, partisipasi otonom yaitu
kegiatan politik yang oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah. Sedangkan partisipasi yang dimobilisasikan adalah kegiatan politik yang
dilakukan karena keinginan orang lain.
Miriam budiardjo memberikan batassan yang lebih luas mengenai partisipasi politik (dalam
Soeharno: 2004; 104), ia memandang bahwa partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau
kelompok untuk ikut secara aktif dalam kegiatan politik, misalnya dalam pemilihan pemimin negara,
mempengaruhi kebijaksanaan negara dan berbagai kegiatan lainnya.Di pihak lain Budiarjo secara
umum mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah (public policy).Partisipasi
politik yang demikian merupakan tindakan-tindakan yang berusaha mempengaruhi kebijaksanaan
pemerintah, terlepas apakah itu legal atau tidak. Dengan itu protes-protes, demonstrasi, kekerasan
bahkan bentuk kekerasan pemberontakan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dapat disebut
sebagai partisipasi politik (Sudjiono Sastroatmodjo,1995: 67-79).

Partisipasi politik dapat terwujud dalam berbagai bentuk, kita dapat membedakan jenis-jenis perilaku
perilaku yang berkaitan dengan partisipasi politik sebagai berikut;
1.

Kegiatan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga menyangkut sumbangan-sumbangan


untuk kampanye, bekerja dalam sebuah pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau
setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan. Ikut dalam pemungutan
suara adalah jauh lebih meluas dibandingkan dengan bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya,
dan oleh sebab itu factor-faktor yang berkaitan dengan kejadian itu seringkali membedakannya
dari jenis-jenis partisipasi lain, termasuk kegiatan kampanye lainnya.
2.
Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabatpejabat pemerinah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusankeputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut kepentingan orang banyak.
3.
Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam sebuah
organisasi yang tujuan utama dan eksplisinya adalah mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah.
4.
Mencari koneksi(Contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap
pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat bagi satu atau
segelintir orang ( Samuel P. Huntington dan Joan Nelson: 1994; 16-17).
Sifat yang berseberanga dengan partisipasi politik adalah sikap Apatis( masa bodoh)secara
sederhana sekali bisa didefinisikan sebagai tidak punya minat atau tidak punnya perhatian terhadap
orang lain, situasi, atau gejala-gajala pada umumnya atau pada khususnya. Dari sudut pandang
sosiologis, dapat diterapkan pada masyarakat secara umum atau hannya pada aspek-aspek
tertentu dari masyarakat. Karena itu, sejauh mengenai partisipasi politik, sifat yang paling penting
dari seorang yang apatis adalah kepasifanya atau tidak adanya kegiatan politik.
Morris Rosenberg mengsugestikan tiga alasan pokok untuk menerapkan apati politik.Kesimpulan
didasarkan pada satu seri wawancara yang tidak berstruktur yang mendalam.Alasan pertama
adalah konsekuensi yang di tanggung dari aktivitas politik. Hal itu dapat mengambil beberapa
bentuk: individu dapat merasa, bahwa aktivitas politik merupakan ancaman terhadap berbagai
aspek hidupnay. Alasan Rosenberg kedua adalah, bahwa individu dapatmenganggap aktivitas politik
sebagai sia-sia saja. Sebagai individu tunggal, dia mungkin merasa bahwa dia sama sekali tidak
mampu mempengaruhi jalannya peristiwa, dan bahawa kekuatan politik yang bersifat
bagaimanapun juga ada diluar control individu. Yang ketiga, seperti limbrath, roenberg beranggapan,
bahwa memacu diri untuk bertindak atau perangsang politik adalah faktor penting untuk
mendorong aktivitas politik, dengan tidak adannya perangsang sedemikian itu dapat menambahkan
perasaan apati( dalam Michael Rush dan Philip Althoff, 2008: 144-146).
Fungsi Partispasi Politik
Menurut Robert Lane ( dalam Rush dan Altohof dalm Suharno, 2004: 107) partisipasi politik memiliki
empat fungsi partisipasi politik bagi individu-individu yaitu;
1.

Fungsi pertama sebagai sarana untuk mengejar kebutuhan ekonomi, partisipasi politik
seringkali muncul dalam bentuk upaya-upaya menjadikan arena politik untuk memperlancar
usaha ekonominya ataupun sebagai sarana untuk mencari keuntungan material.
2.
Fungsi kedua sebagai sarana untuk memuaskan suatu kebutuhan bagi penyesuaian sosial,
yakni memenuhi kebutuhan akan harga diri, meningkatnya status sosial, dan merasa terhormat
karena dapat bergaul dengan pejabat-pejabat terkemuka dan penting. Pergaulan yang luas dan
bersama pejabat-pejabat itu pula yang mendorong partisispasi seseorang untuk terlibat dalam
aktivitas politik. Orang-orang yang demikian itu merasa puas bahwa politik dapat memenuhi
kebutuhan terhadap penyesuaian sosialnya.
3.
Fungsi ketiga sebagai sarana untuk mengejar nilai-nilai khusus, orang berpartisipasi dalam
politik karena politik dianggap dapat dijadikan sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu
seperti untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan proyek-proyek, tender-tender, dan
melicinkan karier bagi pejabatnya. Nilai-nilai khusus dan kepentingan individu tersebut apabila

tercapai, akan makin mendorong partisispasinya dalam politik. Terlebih lagi bagi seseorang yang
terjun dalam bidang politik, seringkali politik dijadikan sarana untuk mencapai tujuan-tujuan
pribadinya.
4.
Fungsi keempat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan alam bawah sadar dan
kebutuhan psikologi tertentu, yakni bahwa keterlibatannya dalam bidang politik untuk memenuhi
kebutuhan alam bawah sadar dan kebutuuhan psikologi tertentu, seperti kepuasan batin,
perasaan terhormat, merasa menjadi sosok yang penting dan dihargai orang lain dan kepuasankepuasan atas target yang telah ditetapkan.
Menurut Arbit Sanit ( Dalam Sastroatmojo, 1995: 84-87) memandang ada tiga fungsi partisipasi
politik yaitu;
1.

Pertama memberikan dukungan kepada penguasa dan pemerintah yang dibentuknya


beserta sistem politik yang dibentuknya. Partisipasi politik ini sering terwujud dalam bentuk
pengiriman wakil-wakil atau utusan pendukung ke pusat pemerintahan, pembuatan pernyataan
yang isinya memberikan dukungan terhadap pemerintah, dan pemilihan calon yang diusulkan
oleh organisasi politik yang telah dibina dan dilembagakan oleh penguasa tersebut.
2.
Kedua partisipasi yang dimaksudkan sebagai usaha untuk menunjukkan kelemahan dan
kekurangan pemerintah. Langkah itu dilakukan dengan harapan agar pemerintah meninjau
kembali, memperbaiki atau mengubah kelemahan tersebut. Partisipasi ini dapat terlihat dalam
bentuk membuat petisi, reolusi, aksi pemogokan, demonstrasi, dan aksi protes.
3.
Ketiga partisipasi sebagai tantangan terhadap penguasa dengan maksud menjatuhkannya
sehingga diharapkan terjadi perubahan struktural dalam pemerintahan dan dalam sistem politik.
Untuk mencapai tujuan seperti itu seringkali dilakukan pemogokan, pembangkangan politik, huruhara dan kudeta bersenjata.
Selain memiliki berbagai fungsi, partisipasi politik juga memiliki beberapa tugas yaitu;
1.

Untuk mendorong program-program pemerintah, hal ini berarti bahwa peran serta
masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pemerintahan.
2.
Sebagai institusi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi
pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan,
3.
Sebagai sarana untuk memberikan masukan, saran dan kritik terhadap pemerintah dalam
perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan.
Untuk menyampaikan nilai-nilai, sikap-sikap, pandangan-pandangan, dan keyakinan-keyakinan
politik diperlukan sarana-sarana. Untuk itu selanjutnya Almond menyebutkan adanya enam sarana
(agen sosialisasi politik) yaitu keluarga, sekolah, kelompok bergaul atau bermain, pekerjaan , media
massa dan kontak-kontak politik langsung.
Bentuk-Bentuk Partispasi Politik
Salah satu bentuk partisipasi politik adalah mengikuti kegiatan organisasi politik, yang oleh Almond
dikatakan sebagai kegiatan membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan. Mengikuti
organisasi biasanya dimaksudkan untuk turut serta mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam
pengambilan keputusan(sudjiono sastroatmodjo,1995:74).
Apabila dilihat dari sudut pandang partisipasi politik sebagai suatu kegiatan maka menurut
Sastroatmojo (dalam Soeharno: 2004; 104) dapat dibagi menjadi partisipasi aktif dan partisipasi
pasif. Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan
umum, mengajukan alternative kebijakan yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan
saran dan kritik untuk mengoreksi kebijakan pemerintah.Sedangkan artisipasi pasif mencakup
kegiatan mentaati peraturan/pemerintah, menerima dan melaksanakan begitu saja setiap keputusan
pemerintah.
Ditinjau dari sudut pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart dan Goel (dalam
Soeharno: 2004; 104) membagi partisipasi politik dalam beberapa kategori yaitu;
1.

Apatis ( masa bodoh) yaitunorang yang menarik diri dari aktivitas politik.

2.
3.

Spektator yaitu orang-orang yang paling tidak, pernah itkut dalam pemilihan umum.
Gladiator yaitu orang-orang yang secara aktif terlibat dalam proses politik, yakni sebagai
komunikator dengan tugas khusus mengadakan kontak tatap muka, aktivis partai dan pekerja
kampanye, serta aktivis masyarakat.
4.
Pengeritik yaitu orang-orang yang berpartisipsi dalam bentuk yang tidak konvensional
Partisipasi politik apabila dipandang dari segi stratifikasi sosial maka menurut Goel dan Oslan
(dalam Suharno: 2004;105-106) terbagi atas beberapa hal yakni;
1.
2.
3.

Pemimpin politik
Aktivitas politik
Komunikator, yaitu orang yang menerima dan menyampaikan ide-ide, sikap dan informasi
politik kepada orang lain
4.
Warga negara marginal yaitu orang yang sedikit melakukan kontak dengan sistem politik
5.
Orang-orang yang terisolasi, yaitu orang-orang yang jarang melakukan kontak dengan
system politik
Partisipasi politik juga dapat dikategorikan berdasarkan jumlah pelaku, yakni individu dan
kolektif.Individu adalah perorangan, sedangkan kolektif adalah kegiatan warga negara secara
serentak untuk memengaruhi penguasa. Partisipasi politik kolektif dibedakan menjadi dua, yaitu
partisipasi kolektif yang konvensional seperti kegiatan dalam proses pemilihan umum dan partisipasi
kolektif yang tidak konvensional (agresif), seperti pemogokan yang tak sah, menguasai bangunan
umum, dan huru-hara. Selanjutnya, ppartisipasi politik kolektif secara agresif dibedakan menjadi
dua, yaitu aksi yang kuat dan aksi yang lemah.Aksi yang kuat dan lemah tidak menunjukkan sifat
yang baik dan yang buruk. Dalam hal ini, kegiatan politik dapat dikategorikan kuat apabila
memenuhi tiga kondisi berikut: bersifat antirezim, dalam arti melanggar peraturan mengenai
partisipasi politik yang normal (melanggar hukum), mampu mengganggu fungsi pemmmerintahan,
dan harus merupakan kegiatan kelompok yang dilakukan oleh nonelit(dalam Basrowi, Sudikin dan
Suko Susilo, 2012: 72).
Aksi protes yang dibenarkan oleh hukum tidak termasuk ke dalam kategori partisipasi politik agresif,
seperti pemboikotan dan pemogokan buruh biasa tanpa tujuan-tujuan politik.Apabila partisipasi
politik yang agresif tidak mengandung kekerasan, kegiatan ini di sebut pembangkangan warga
Negara (civil disobedience), seperti penolakan wajib militer.Sebaliknya, apabila kegiatan itu
mengandung kekerasan disebut kekerasan politik (politik violence), seperti pembunuhan politik.
Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkkan sistem politik demokrasi merupakan hak
warga Negara, akan tetapi dalam kenyataan, presentase warga negara yang berpartisipasi berbeda
dari satu Negara kenegara yang lain. Dengan kata lain, tidak semua warga Negara ikut serta dalam
proses politik(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72).
Dilihat dari latar belakang yang memotivasi timbulnya partisipasi politik maka menurut halington dan
nelson( dalam suharno: 2004; 107) terbagi menjadi dua yaitu;
1.

Partisipasi otonom, yaitu partisipasi politik yang didorong oleh keinginan pelakunya sendiri
untuk melakukan tindakan tersebut.
2.
Partisipasi mobilisasi, yaitu partisipasi yang digerakkan atau diinginkan oleh orang lain,
bukan karena kesadaran atau keinginan pelakunya sendiri.
Cohen dan Uphoff(dalam Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 66-67) membedakan empat jenis
partisipasi, yaitu
1.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan
Partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan ini terutama berkaitan dengan penentuan
alternatif tujuan dari suatu rencana pembanguan. Namun demikian dalam praktik bisa lebih luas
daripada sekedar itu. Partisipasi dalam pengambilan keputusan ini sangat penting, karena
masyarakat menuntut untuk ikut menentukan arah dan orientasi pembangunan.
1.

Partisipasi dalam pelaksanaan

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan kelanjutan dari rencana yang telah
disepakati sebelumnya, baik yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan.
Dalam tahap pelakanaan program, dibutuhkan keterlibatan berbagai unsur, khususnya pemerintah
sebagai fokus atau sumber utama pembangunan.
1.
Partisipasi dalam mengambil manfaatan
Partisipasi ini tidak terlepas dari kualitas maupun kuantitas hasil pelaksanaan program yang bisa
dicapai. Dari segi kualitas, keberhasilan suatu program akan ditandai dengan adanya peningkatan
output, sedangkan dari segi kuantitas dapat dilihat dari seberapa basar presentase keberhasilan
suatu program yang dilaksanakan itu, apakah sudah sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
1.
Partisipasi dalam evaluasi
partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara
menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai
dengan rencana yang ditetapkan atau ada penyimpangan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Politik
Faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah
kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Yang dimaksud dengan
kesadaran politik adalah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga Negara. Hal ini
menyangkut pengetahuan seseorang tentang lingkungan masyarakat dan politik, dan pengetahuan
seseorang ialah penilaian seseorang terhadap pemerintah ialah penilaian seseorang tentang
lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian seseorang terhadap
lingkungan masyarakat dan politik tempat ia hidup. Yang dimaksud dengan sikap dan kepercayaan
kepada pemerintah: apakah ia menilai pemerintah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau
tidak.
Berdasarkan tinggi-rendahnya kedua faktor tersebut, Paige membagi partisipasi menjadi empat
tipe.Apabila seseorang memiliki kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi,
maka partisipasi politik cenderung aktif.Sebaliknya, apabila kesadaran politik dan kepercayaan
kepada pemerintah sangat rendah maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan (apatis).Tipe
partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila kesadaaran politik tinggi, tetapi kepercayaan
kepada pemerintah sangat rendah. Selanjutnya, apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi
kepercayaan kepada pemerintah tinggi, maka partisipasi ini disebut tidak aktif (pasif) (dalam
Basrowi, Sudikin dan Suko Susilo, 2012: 72-73).
.
Sebagai sebuah kegiatan tentu partisipasi politik memiliki banyak factor yang dapat
mempengaruhinya, menurut Surbakti( dalam Suharno,2004: 108) terdapat dua variabel yang dapat
memberikan pengaruh terhadap tinggi rendahnya tingkat partisipasi politik seseorang, dua variable
tersebut yaitu;
1.

Aspek kesadaran politik seseorang yang meliputi kesadaran terhadap hak dan kewajiban
sebagai warga negara. Misalnya hak-hak politik, hak ekonomi, hak mendapatkan perlindungan
hukum, hak mendapatkan jaminan sosial, dan kewaiban-kewajiban seperti kewajiban dalam
system politik, kewajiban kehidupan sosial dan kewajiban lainnya.
2.
Menyangkut bagaimanakah penilaian dan apresiasi terhadap pemerintah, baik terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah dan pelaksanaan pemerintahannya.
Partisipasi politik masyarakat memiliki perbedaan dalam intensitas dann bentuknya.Hal itu di
samping berkaitan dengan sistem politik, juga berhubungan dengan perubahan-perubahan sosial
yang terjadi dalam masyarakat. Meluasnya partisipasi politik di pengaruhi oleh beberapa hal yang
menurut Weimer(dalam sudjiono sastroadmodjo, 1995: 89-90) disebutkan paling tidak terdapat lima.
Dari kelima hal yang dapat menyebabkan timbulnya gerakan ke arah partisipasi yang lebih luas
dalam proses politik itu yang

1.

2.

3.

4.

5.

Faktor yang pertama ialah modernitas. Modernitas di segala bidang berimplikasi pada
komersialisasi pertanian industrilisasi,meningkatnya arus urbanisas, peningatan kemapuan baca
tulis, perbaikan pendidikan, dan pengembangan media massa/ media komunikasi secara lebih
luas. Kemajuan itu berakibat pada partisipasi warga kota baru seprti kaum buruh kaum
pedangang, dan profesional untuk ikut serta mempengaruhi kebijakan dan menuntut
keikutsertaannya dalam kekuasaan politik sebagai bentuk kesadaran bahwa mereka pun dapat
mempengaruhi nasibnya sendiri.
Faktor yang ke dua adalah terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial.
Perubahan struktur kelas baru itu sebagai akibat dari terbentuknya kelas menengah dan pekerja
baru yang makin meluas dalam era industriliasi dan modernitas. Dari hal itu muncul persoalan
yaitu siapa ang berhak ikut serta dalam pembuatan keputusan-keputusan politik yang berakhir
membawa perubahan-perubahan dalam pola partisipasi politik. Kelas menengah baru itu secara
kritis menyuarakan kepentingan-kepentingan masyarakat yang terkesan secara demokratis.
Pengaruh kaum intelektual dan meningkatnya komunikasi masa merupakan faktor
meluasnya partisipasi masyarakat. Ide-de baru seperti nasionalisme, liberalisme, dan
egaliterisme membangkitkan tuntutan-tuntutan untuk berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan. Komunikasi yang meluas mempermudah penyebaran ide-ide itu dalam seluruh
lapisan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat yang belum maju sekalipun akan dapat
menerima ide-ide politik tersebut secara cepat. Hal itu berimplikasi pada tuntutan-tuntutan rakyat
dalam ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Faktor ke empat ialah adanya konflik antara pemimpin-pemimpin politik. Pemimpin politik
yang bersaing memperebutkan kekuasaan seringkali untuk mencapai kemenangan dilakukan
dengan cara mencari dukungan masa. Dalam konteks ini mereka beranggapan adalah sah
apabila yang mereka lakukan demi kepentingan rakyat dan dalam upaya memperjuangkan ideide partisipasi masa. Implikasinya adalah munculnya tuntutan terhadap hak-hak rakyat, baik hak
asasi manusia, keterbukaan, demokratisasi, maupun isu-isu kebebasan pers. Dengan demikian
pertentangan dan perjuangan kelas menengah terhadap kaum bangsawan yang memegang
kekuasaan mengakibatkan perluasaan hak pilih rakyat.
Sebab kelima, menurut weimer ialah adanya keterlibatan pemerintah yang semakin
mmeluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasanya ruang lingkup aktifitas
pemerintah ini seringkali merangsang tumbuhnya tuntutan yang terorganisir untuk ikut serta
dalam mempengaruhi pembuatan keputusan politik. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari
perbuatan pemerintah dalam segala bidang kehidupan.

Dalam konteks Indonesia Arbi Sanit( dalam Suharno, 2004:110) menyebutkan terdapat lima factor
yang mendorong partisipasi politik masyarakat Indonesia, yaitu;
1.
2.
3.

Adanya kebebasan berkompetisi disegala bidang termasuk dibidang politik,


Adanya kenyataan berpolitik secara luas dan terbuka,
Adanya keleluasaan untuk mengorganisasi diri, sehingga organisasi masyarakat dan partai
politik dapat tumbuh dengan subur,
4.
Adanya penyebaran sumber daya politik dalam masyarakat yang berupa kekayaan dalam
masyarakat,
5.
Adanya distribusi kekuasaan dikalangan masyarakat sehingga tercipta suatu perimbangan
kekuatan.
Peran Warga Negara dalam Partisipasi Politik serta hubungannya dengan sosial-ekonomi pada
negara berkembang
Peran warga negara dalam negara nama lainnya adalah partisipasi politik. Karena yang menjadi
sasarannya adalah negara/pemerintah. Banyak sekali definisi partisipasi politik , tetapi jika
dianalisis, maka unsur-unsur partisipasi politik meliputi;
1.

Pemeran: individu atau kelompok dari rakyat.

2.

Bersifat sukarela: artinya berdasarkan kesadaran dari pemeran. Bukan karena


paksaan/penentu keputusan berasal dari luar dirinya. Yang terakhir ini dikenal dengan mobilisasi
politik.
3.
Sasaran adalah penguasa/pemerintah.
4.
Cara-cara yang ditempuh dapat berupa;
5.
Legal atau illegal.
6.
Teroganisir atau spontan.
7.
Mantap atau sporadic.
8.
Secara damai atau dengan kekerasan.
9.
Efektif atau tidak efektif.
10.
Pentingnya partisipasi politik, antara lain untuk;
11.
Integrasi nasional
12.
Pembentukan identitas nasional.
13.
Loyalitas nasional.
14.
Akselerasi keberhasilan pembangunan nasional.
Salah satu sarana untuk berpatisipasi adalah partai politik.Partai politik dapat dikatakan sebagai
sarana partisipasi politik dapat dikatakan sebagai sarana partisipasi politik yang terpenting. Sebab
partai politik terlibat langsung dalam proses konversi (pengolahan) kebijakasanaan politik dan dalam
menentukan seleksi terhadap pejabat-pejabat politik lewat pemilu. Sehingga upaya mempengaruhi
kebijaksanaan pembangunan nasional yang dilakukan oleh warga negara, diharapkan akan lebih
efektif dibandingkan sarana partisipasi politik yang lain ( Drs. Cholisin, M.Si : 2013; 59-60).
Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi
rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi dipandang lebi
cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif, dibandingkan dengan yang status ekonominya
lebih rendah.
Didalam masyarakat-masyarakat yang berlainan, partisipasi politik dapat berakar dalam landasanlandasan golongan yang berlainan.Terkecuali dalam hal mencari koneksi kebanyakan partisipasi
politik melibatkan sesuatu kolektifitas. Oleh sebab itu maka mungkin untuk menganalisa partisipasi
dari segi tipe-tipe organisasi politik yang berlainan dan digunakan untuk menyelenggarakan
partisipasi dan yang biasanya merupakan landasan yang lazim yaitu;
1.
2.
3.

Kelas : perorangan denagn status sosial, pendapatan pekerjaan yang serupa.


Kelompok/ komunal : peroranganh dari ras, agama, bahasa atau etnisitas yang sama.
Lingkungan : perorangan yang secara geografis bertempat tinggal berdekatan satu sama
lain.

4.

Partai : perorangan yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi formal yang sama dan
berusaha untuk meraih atau mempertahankan control atas bidang-bidang eksekutuf dan
legislative pemerintahan., dan
5.
Golongan : perorangan yang disatukan oleh interaksi yang terus menerus atau intens satu
sama lain, dan salah satu manifestasinya adalah pengelompokan patron-klien, artinya, satu
golongan yang melibatkan pertukaran manfaat-manfaat secara timbal balik diantara perorangan
yang mempunyai system status, kekayaan dan pegaruh yang tidak sederajat( Samuel P.
Huntington dan Joan Nelson: 1994; 21).
Hubungan antara pembangunan sosial-ekonomi dengan partisipasi politik adalah sebagai berikut;
1.

Pertama : didalam suatu masyarakat, tingkat partisipasi politik cenderung bervariasi dengan
status sosioekonomi. Mereka yang berpendidikan tinggi, berpenghasilan lebih besar dan
mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang
miskin.

2.

Kedua : pembangunan ekonomi dan sosial melibatkan ketegangan dan tekanan antar
kelompok sosial; kelompok-kelompok yang baru bermunculan; kelompok-kelompok yang sudah
mapan mulai terancam; dan kelompok-kelompok yang lebih rendah menggunakan kesempatan
untuk memperbaiki nasib mereka.
3.
Ketiga : perekonomian yang semakin kompleks menyebabkan bertambah banyaknya
organisasi dan perkumpulan serta meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam kelompokkelompok itu.
4.
Keempat ; pembangunan ekonomi untuk sebagai memerlukan dan sebagian lagi
menghasilkan perluasan penting dari fungsi-fungsi pemerintah.
5.
Kelima : modernisasi sosioekonomi biasanya berlangsung dalam bentuk pembangunan
nasional. Negara-negara merupakan wahana bagi modernisasi. Oleh karena itu, maka bagi
perorangan, hubungannya dengan negara menjadi sangat penting, dan identitasnya sebagai
bagian dari negaracenderung mengabaikan loyalitas lainnya( Samuel P. Huntington dan Joan
Nelson: 1994; 60-61).
Partisipasi politik antara masyarakat didaerah perkotaan dan pedesaaan tentu berbeda, tingkat
partisipasi politik di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan, maka
hal ini merupakan akibat dari perbedaan status sosial, pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Partisipasi di negara berkembang: ketika kita mengetahui bahwa terdapat perbedaan yang
mencolok pada tingkat partiipasi di negara kaya dan negara yang miskin( dalam hal ini negar
berkembang dan negara tertinggal). Perbedaan tersebut dsebabkan oleh banyak factor diantaranya
bahwa orang-orang yang tertinggal biasanya tidak begiu berpartisipasi didalam politik karena
partisipasi bagi mereka dipandang tidak relevan dengan urusan mereka yang pokok( pekerjaan,
pangan dan bantuan medis) adanya beberapa hal yang menyebabkan perasaan mengenai
partisipasi tersebut berbeda adalah.
1.

Pertama, orang yang tertinggal tidak memiliki sumber-sumber daya untuk berpartisipasi
secara efektif-informasi yang memadai , kontak-kontak yang tepat, uang dan seringkali juga
waktu.
2.
Kedua di lapisan-lapisan berpenghasilan rendah orang sering terbagi-bagi menurut kas,
suku bangsa, agama atau bahasa juga dimana garis-garis pemisah itu tidak jelas. Orang dapat
mengadakan pembedaan-pembedaan atas dasar sekte, penghasilan, status atau tempat tinggal
yang yang hampir tidak tampak bagi orang luar.
3.
Ketiga orang tertinggal cenderung beranggapan bahwa permohonan atau tekanan-tekanan
dari mereka, baik peorangan atau kolektif akan dianggap sepi atau ditolak oleh pihak berwajib,
dan sebagian besar dari anggapan tersebut seringkali benar ( Samuel P. Huntington dan Joan
Nelson: 1994; 160-161).
Sistem demokrasi liberal membuka kemungkinan yang sangat besar dan bebas bagi terjadinya
persaingan bebas dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam bidang politik. Seringkali
keputusan-keputusan yang telah ditetapkan secara spontan ditolak atau disetujui oleh masyarakat.
Masa merupakan elemen yang reaktif terhadap setiap perubahan keadaan sosial politik yang
terjadi. Di samping itu adanya kebebasan berpolitik yang luas dan terbuka memungkinkan
munculnya banyak partai politik yang menyuarakan kepentingan kepentingan kelompok
masyarakat dan tidak menutup kemungkinan menyuarakan kepentingan pribadi.
Sistem multi partai yang ada di satu sisi menampilkan dinamika politik masyarakat, di sisi lain
karena relatif belum dewasanya kesadaran politik rakyat dan sistem politik menyebabkan instabilitas
politik. Selain itu di sadari pula bahwa masa itu distribusi kekuasaan dan sumber-sumber daya
politik secara relatif ada di kalangan rakyat denagn pemusatan kekuasan yang relatif kecil dan
kekuasaan ekonimi yang tidak terpusat pada satu atau dua orang saja. Dengan kondisi itu selain
tidak terpusat pada perimbangan kekuatan politik, juga tidak adanya satu sektor kekuatan politik
yang disebabkan oleh sekelompok orang yang memiliki akses-akses ekonomi sehingga sangat
menentukan keputusan-keputusan politik.

Sementara itu, pada masa demokrasi terpimpin faktor-faktor yang ada sebelumnya hampir tidak
dapat diketemukan. Kenyataan itu tampak sekali dalam praktek-praktek politiknya. Sulit sekali
menemukan iklim persaingan politik, kebebasan, dan keterbukaaan politik dalam masa itu. Hal
tersebut di pengaruhi oleh adanya kepemipinan yang bermaksud mengarahkan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara bagi seluruh rakyat.
Partisipasi politik dalam pembangunan secara keseluruhan memiliki arti penting. Pertama sebagai
satu tujuan utama kaum elit politik dan kekuatan-kekuatan sosial dari perorangan yang terlibat di
dalam proses itu. Kedua, sebagi sarana kaum elit, kelompok-kelompok, dan perorangan untuk
mencapai tujuan-tujuan lain yang mereka nilai tinggi. Ketiga, sebagi hasil sampingan atau
konsekuensi tercapainya tujua-tujuan lain bak oleh masyarakat secara keseluruhan ,oleh kaum elit,
kelompok-kelompok dan peseorangan dalam masyarakat.
Artinya partisipasi politik tetap diberi batasan, kerangka, dan arah untuk tetap menjamin keapanan
kekuasaan dan stabilitas nasional. Pembahasn dilakukan misal dengan melakuakan pengawasanpengawasan administrasi yyyang ketat dan tindakan-tindakan otokratif. Pengawasan terhadap
media massa dan komunikasi untuk senantisa bergerak secara vertkal melaui jalan-jalan yang telah
ditentukan. Disisi lain komunikasi horisontal dibatasi agar tidak berkembang menjadi pendapat
umum dalam masyarakat.
Partisispasi politik dalam pembangunan itu sendiri jarang ditetapkan sabagai tujuan, melainkan
dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan lian. Selain itu patisipasi politik itu juga merupakan efek
samping yang berjalan seiringan denagn tujuan pembangunan yang lain.
Berkaitan dengan pembangunan sosial ekonomi dengan partisipasi politik menyelaraskan koulsi
antara keduanya. Pertama, bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat cenderung berlainan
dengan dasar status ekonomi. Umumnya mereka memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, cenderung
lebih berpartisipasi dari pada yang miskin dan tak berpendidikan ,dan memiliki kualitas pekerjaan
yang rendah.
Logikanya ialah bahwa pembangunan akan menghasilkan banyak orang yang berpendidika,
berpenghasilan relatif tinggi, dan status pekerjaan yang tinggi sehingga partisipasi politik
masyarakat cenderung maningkat.Kedua ialah bahwa pembangunan ekonomi dan sosial secara
tidak langsung telah meningkatkan keteganggan dan tekanan antara kelompok. Karena banyak
kelompok yang memasuki arena politik.Ketiga ialah berkembangnya ekonomi yang semakin
kompleks menyebabkan banyaknya organisasi dan perkumpulan sehingga melibatkan banyak orang
dan kelompok. Keempat, ialah pembangunan ekonomi di samping sebagai memerlukan perluasanperluasan penting dari fungsi-fungsi pemerintah, sebagaian yang lain bahkan menghasilkan.
Dalam masyarakat maju perekonomiannya memerlukan lebih banyak promosi dengan retribusi
dengan pemerintah, berbeda dan yang terjadi pada masyarakat agraris. Artinya merea melihat
aliensi di dalamnya.Kelima, ialah modernisasi ekonomi yang biasanya berlangsung bentuk
pembangunan nasional. Seringkali orang perorang memiliki loyalitas terhadap negara cenderung
mengabaikan loyalitas lain. Ratinya kebudayaan dan pandangan politik negara mengesankan
sehingga memudahkan partisipasi politik.
Partispasi politik dengan tegas mempersoalkan bagaimana rakyat diajak ikut serta dalam proses
pengambillan keputusan politi. Dengan itu, setiap keputusan politik yang diambil oleh suprastruktur
politik, melaui proses konvensi, dikaitkan kembali dengan rakyat karena melibatkan rakyat. Salah
satu corak pembangunan yang barangakali sering diperhitungkan ialah meningkatnya aspirasi
masyarakat yang oleh Alfian sering disebut revolusi Harapan. Untuk itu diperlukan sistem politik
yang represif dan model pembangunan yang dapat menangkap perkembangan aspirasi tersebut.
Dari sejarah politik Indonesia kritis partisipasi pada prinsipnya disebabkan beberapa hal.

1.

Adanya logika formal yang menyatakan bahwa infrastruktur politik dibentuk tanpa melibatkan
keikutsertaan rakyat, sehingga setiap kebijaksanaan politik yang diambil oleh suprastruktur politik
sedikit banyak dirasakan sebagai kurang adanya ikatan batin denagn sebagian rajyat.
2.
Setiap keputusan suprastruktur harus mengikatkan dan dipaksakan.
3.
Ketidakacuhan (apatis) yang tumbuh dan seringkali disusul dengan manifestasi ekstern
berupa separatisme dan demokrasi.
4.
Adanya volume tuntutan yang tidak mendapatkan wadah yang cukup dalam suprastruktur
politik, sehingga banyak persoalan pembangunan yang tujuannya hendak mengembangkan
masyarakat menjadi terganggu.
Pola pembangunan cenderung meletakan titik berat pada pertumbuhan ekonomi, pembangunan
sosial ekonomi akan cenderung mempertahankan stabilitas nasional sebai kondisi dasar guna
pencapaian sasaran itu. Pada model pembangunan tersebut, partisipasi diperlukan untuk
memberikan dukungan bagi terkesannya program-program pembangunan secara keseluruhan.
Partisipasi diarahkan dalam jalur-jalur dan mekanisme yang ditentukan oleh pemerintahan untuk
menjamin tetap berlangsung proses pembangunan.
Distrubusi partisipasi rakyat, meskipun dalam pemilihan umum sejak 1971 menunjukan partisipasi
yang benar, partisipasi dalam betuk lain perlu terus dikembangkan. Disamping untuk mendukung
proses pembangunan, hal itu juga untuk memberikan peran terhadap masyarakat untuk ikut serta
bertanggung jawab terhadap pembangunan( Sudjiono Sastroadmodjo,1995: 98-107).

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Partisipasi politik dapat kita artikan dengan mengambil bagian atau mengambil peranan dalam
aktivitas atau kegiatan politik suatu negara,partisipasi merupakan aspek penting dalam
demokrasi.Partisipasi politik adalah usaha terorganisir oleh para warga negara untuk memlih
pemimpin-pemimpin mereka dan memengaruhi bentuk dan jalannya kebijakan umum. Usaha ini
dilakukan akan tanggung jawab dan kesadaran mereka terhadap kehidupan bersama sebagai suatu
bangsa dalam suatu Negara.
Salah satu bentuk partisipasi politik adalah mengikuti kegiatan organisasi politik,Apabila dilihat dari
sudut pandang partisipasi politik sebagai suatu kegiatan maka dapat dibagi menjadi partisipasi aktif
dan partisipasi pasif, Ditinjau dari sudut pandang kadar dan jenis aktivitasnya maka menurut Milbart
dan Goel Apatis ,Spektator ,Gladiator, pengritik. Partisipasi politik juga dapat dikategorikan
berdasarkan jumlah pelaku, yakni individu dan kolektif. Dilihat dari latar belakang yang memotivasi
timbulnya partisipasi politik maka menurut haltington dan nelsonterbagi menjadi dua yaitu;
Partisipasi otonom, Partisipasi mobilisasi,
Faktor-faktor yang diperkirakan memengaruhi tinggi rendahnya partisipasi politik seseorang ialah
kesadaran politik dan kepercayaan kepada pemerintah (sistem politik). Myron Meiner menjelaskan
faktor-faktor penyebab masyarakat berkenaan berpartisipasi dalam politik, yaitu:
1.

Akibat adanya modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat
makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
2.
Adanya perubahan-perubahan struktur kelas.
3.
Adanya pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern.
4.
Adanya konflik antar kelompok kepentingan politik
5.
Adanya keterlibatan pemerintah meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang
terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.

Status sosial dan status ekonomi memiliki kontribusi yang penting dalam mempengaruhi tinggi
rendahnya partisipasi politik.Seseorang yang memiliki status ekonomi tinggi dipandang lebi
cenderung untuk berpartisipasi politik secara aktif, dibandingkan dengan yang status ekonominya
lebih rendah.
Partisipasi politik antara masyarakat didaerah perkotaan dan pedesaaan tentu berbeda, tingkat
partisipasi politik di daerah perkotaan cenderung lebih tinggi dibandingkan daerah pedesaan, maka
hal ini merupakan akibat dari perbedaan status sosial, pendidikan dan lapangan pekerjaan.
Saran
Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna.Kesalahan ejaan, metodologi
penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang adalah diantara
kekurangan dalam makalah ini.Karena itu saran dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam
penyempurnaan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai