Anda di halaman 1dari 88

PEDOMAN PELAYANAN

KOMITE PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN INFEKSI

RS RK CHARITAS

REVISI III

TAHUN
2013

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit infeksi masih merupakan masalah penting, baik di negara maju maupun di
negara yang sedang berkembang. Infeksi yang terjadi di rumah sakit, dahulu disebut infeksi
nosokomial atau Hospital Acquired Infection, dan akhir-akhir ini disebut dengan istilah
Healthcare Associated Infections/HAIs, dewasa ini merupakan beban berat yang harus dihadapi
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di seluruh dunia. Kejadian HAIs terus meningkat
(Alvarado 2000), terutama di negara-negara Asia, Amerika Latin dan Sub-Sahara Afrika yang
angka kejadiannya tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk 1997). Di Indonesia, hasil
survei prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan
angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih)
15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas
lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.
Dengan meningkatnya kembali beberapa penyakit menular (re-emerging diseases),
disamping timbulnya berbagai penyakit baru (new emerging diseases) seperti Avian Influenza
atau flu burung, maka rumah sakit harus meningkatkan pelayanan, khususnya dalam hal
pencegahan dan pengendalain infeksi. Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit
infeksi sulit diperkirakan datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan pelaksanaan
prinsip-prinsip pencegahan serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan.
Pemerintah Indonesia

melalui Departemen Kesehatan telah mengeluarkan Surat

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan


dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lain sebagai
upaya untuk memutus rantai penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan dimaksud
termasuk petugas pendukung seperti petugas laboratorium, rumah tangga, CSSD, pembuang
sampah dan lainnya yang juga berisiko besar terpajan infeksi.
Keberhasilan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial memerlukan keterlibatan aktif
semua personil rumah sakit dari tingkat rendah sampai direksi. Petugas kebersihan, karyawan
bagian administrasi, perawat, dokter, ahli gizi, petugas farmasi, dan lain sebagainya, semua harus
terlibat dalam upaya PPI.

2
Dengan latar belakang tersebut, Rumah Sakit RK. Charitas memerlukan Pedoman

Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit agar upaya pencegahan dan

pengendalian infeksi untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung lebih terarah,
dan semua karyawan dapat terlibat aktif, demi mempersiapkan diri dalam menghadapi pandemi
penyakit menular (Emerging Infectious Diseases).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melindungi pasien, keluarga pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat dari penularan
infeksi di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pedoman bagi seluruh karyawan rumah sakit, khususnya yang melakukan
pelayanan kepada pasien, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam
menerapkan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
b. Memberikan pengetahuan kepada petugas kesehatan tentang:
- Konsep dasar penyakit infeksi
- Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions)
- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
- Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
- Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk kelaurga pasien dan
pengunjung
- dan lain sebagainya.

C. RUANG LINGKUP PELAYANAN


Ruang lingkup pelayanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS RK Charitas
terdiri dari :
a. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI.
b. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI agar kebijakan dapat

dipahami dan

dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit


c. Membuat SPO PPI.
d. Menyusun dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI dan program pelatihan
dan pendidikan PPI.
e. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB
Healthcare Associated Infections (HAIs).
f. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
3 dan
pengendalian infeksi.

g. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan fasilitas


pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI.
h. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan.
i. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
j. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
k. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada direktur.
l. Berkoordinasi dengan unit terkait lain.
m. Memberikan usulan kepada direktur untuk pemakaian antibiotik yang rasional di
rumah sakit berdasarkan hasil pantauan kuman dan resistensinya terhadap
antibiotik dan menyebarluaskan data resistensi antibiotika.
n. Menyusun kebijakan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
o. Turut menyusun kebijakan clinical governance dan patient safety.
p. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji kembali
rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah sakit.
q. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat
dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
r. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
s. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari
prosedur standar / monitoring proses surveilans.
t. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi
bila ada KLB di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
D. BATASAN OPERASIONAL
Beberapa batasan / definisi yang sering digunakan dalam lingkup Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi, antara lain:
1. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya mikroorganisme pada tubuh
seseorang (pejamu), dimana mikroorganisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak,
tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu
tidak dalam keadaan rentan. Pasien atau petugas bisa mengalami kolonisasi kuman patogen
tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau
4
petugas tersebut dapat bertindak sebagai Carrier.

2. Infeksi : merupakan suatu keadaan di mana ditemukan adanya mikroorganisme, terdapat


respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
3. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya mikroorganisme,
disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
4. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit yang dapat berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Inflamasi (peradangan) : merupakan respon tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi,
dapat juga berupa trauma, pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya
sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan
fungsi.
6. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) : sekumpulan gejala klinik atau
kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat sistemik.
Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut : (1) hipertermi atau hipotermi
atau suhu tubuh yang tidak stabil, (2) takikardi (sesuai usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta
(4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda
(batang) lebih dari 10%. SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti
trauma, pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan infeksi disebut Sepsis.
7. Healthcare-associated infections (HAIs) : Infeksi yang terjadi selama proses perawatan
pasien di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, di mana pada waktu pasien mulai
dirawat belum ada gejala atau tidak dalam masa inkubasi. Termasuk di dalamnya infeksi
yang terjadi di rumah sakit tetapi gejalanya baru tampak setelah pasien pulang, dan infeksi
pada petugas yang terjadi selama mereka bekerja di rumah sakit.
E.

LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia no.29 tahun 20014 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI tahun 2004 No.116, Tambahan Lembaran Negara RI No.4431).
2.

Undang-Undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran


Negara RI tahun 2009 no.144, Tambahan Lembaran Negara RI No.5064).

3.

Undang-Undang Republik Indonesia No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara RI tahun 2009 no.153, Tambahan Lembaran Negara RI no.5072).

4.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1045/Menkes/Per/XI/2006 tentang


Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.

5.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1144/Menkes/Per/VIII/2010


5
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan.

6.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.1333/Menkes/SK/XII/1999


tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.

7.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.1204/Menkes/SK/III/2007 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

8.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.129/Menkes/SK/II/2008 tentang


Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

9. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik No.HK.03.01/III/3744/08 tentang


Pembentukan Komite dan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.

BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A.Kualifikasi Sumber Daya Manusia

kualifikasi
N
o

Pendidikan
Formal

Nama Jabatan

1. Ketua

Dokter ahli
Epidemiologi
Klinik /
Mikrobiologi /
Patologi Klinik

2. IPCD / IPCO
3. IPCN

4. IPCLN

Masa
kerja

Jml
Kebu
Pendidikan non
formal /sertifikasi tuhan

Tugas

UTW terlampir
Pelatihan Dasar
PPI, Pelatihan
Lanjut PPI

Dokter

Pelatihan Dasar
PPI

D3
Keperawatan

Pelatihan Dasar &


Pelatihan Lanjut
PPI

D3
Keperawatan

Pelatihan Dasar
PPI

UTW terlampir
UTW terlampir

3
UTW terlampir

B.Distribusi Ketenagaan
1. Ketua Komite PPI

: 1 Orang

2. IPCD (Infection Prevention and Control Doctor) / IPCO (Infection Prevention and Control
Officer)

: 1 Orang

3. IPCN (Infection Prevention and Control Nurse)

: 3 Orang

4. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse) :

Orang

C.Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga untuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi hanya terdiri dari 1
(satu) shift, yaitu : shift pagi (pukul 07.00 14.10).

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A.

KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI


Mikroorganisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat

ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus dan organ genital. Disamping itu
mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan udara. Beberapa
mikroorganisme lebih patogen (lebih mungkin menyebabkan penyakit) dibanding yang lain,.
Ketika daya tahan manusia menurun, misalnya pasien dengan HIV/AIDS,

semua

mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi.


Semua manusia rentan terhadap infeksi bakteri dan sebagian besar jenis virus. Jumlah
(dosis) mikroorganisme yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada pejamu/host yang
rentan bervariasi sesuai dengan lokasi pajanan. Risiko infeksi cukup rendah ketika
mikroorganisme kontak dengan kulit yang utuh. Risiko infeksi akan meningkat bila area kontak
adalah membran mukosa atau kulit yang tidak utuh. Risiko infeksi menjadi sangat meningkat
ketika mikroorganisme kontak dengan area tubuh yang biasanya steril, sehingga masuknya
sejumlah kecil mikroorganisme saja dapat menyebabkan penyakit.
RANTAI PENULARAN INFEKSI
Agar bakteri, virus dan mikroorganisme lain dapat bertahan hidup dan menyebar, diperlukan
sejumlah faktor dan kondisi tertentu yang saling berkaitan membentuk suatu rantai/siklus
penularan infeksi. Apabila satu mata rantai dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah/dihentikan. Faktor-faktor penting dalam penularan infeksi digambarkan dalam Siklus
Penularan Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan berikut (Sumber: APIC 1983; WPRO/WHO
1990) :

Agen
Mikroorganisme penyebab penyakit

Host/Pejamu
Rentan

Reservoir
Tempat agen hidup, seperti manusia, hewan,
tanaman, tanah, udara atau air

Orang yang dapat tertular

Tempat
Masuk

Tempat
Keluar

Tempat agen memasuki inang selanjutnya

Tempat agen meninggalkan inang

Metode
Penularan
Bagaimana agen berpindah dari satu tempat ke tempat
lain (dari satu orang ke orang lain)

Seperti diperlihatkan pada gambar siklus penularan infeksi di halaman sebelumnya, penyakit
infeksi memerlukan kondisi tertentu untuk dapat menular/menyebar. Kondisi-kondisi tersebut
meliputi:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga
faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis, atau load).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap
ditularkan.. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir
saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu
keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan). Agen/penyebab harus memiliki cara berpindah (transmisi) dari
pejamu untuk menginfeksi pejamu lain yang rentan. Penyebaran penyakit infeksi terutama
melalui cara-cara berikut ini :
a. CARA PENULARAN KONTAK : merupakan cara penularan yang paling sering terjadi
pada infeksi nosokomial, sehingga penting untuk diperhatikan. Dibagi dalam dua sub
10
kelompok: penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung.

1. Penularan Kontak Langsung adalah melalui kontak langsung permukaan kulit yang
terluka/lecet dengan kulit yamg terinfeksi atau terkolonisasi. Hal ini bisa terjadi
misalnya pada waktu mengubah posisi tubuh pasien, memandikan, membantu pasien
bergerak, dokter/perawat dengan luka basah saat mengganti perban, petugas tanpa
sarung tangan merawat mulut pasien HSV, dan sebagainya.
2 Penularan Kontak Tidak Langsung. Terjadi melalui kontak antara pejamu yang
rentan dengan benda yang terkontaminasi kuman infeksius, seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, pembalut luka, tangan terkontaminasi yang tidak dicuci dan
sarung tangan yang tidak diganti ketika akan menolong pasien yang lain. Kontak
dengan cairan tubuh pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas
atau benda mati di lingkungan pasien juga merupakan contoh kontak tidak langsung.
b. PENULARAN MELALUI PERCIKAN (DROPLET). Secara teoritis ini juga
merupakan bentuk penularan kontak. Tetapi, mekanisme perpindahan patogen ke pejamu
berbeda dengan penularan kontak.. Droplet (percikan) dikeluarkan oleh orang yang
menjadi sumber terutama pada saat batuk, bersin dan berbicara serta selama melakukan
suatu prosedur tertentu seperti suction dan bronkoskopi. Penularan terjadi ketika droplet
yang mengandung mikroorganisme dari orang yang terinfeksi terlontar dalam jarak yang
pendek ( < 1 m ) di udara dan menempel pada konjungtiva, mukosa hidung, atau mukosa
mulut pejamu. Droplet tidak dapat bertahan di udara, sehingga penanganan ventilasi
udara khusus termasuk fogging tidak diperlukan untuk mencegah penularan cara ini.
c. PENULARAN MELALUI UDARA (AIR BORNE). Terjadi karena penyebaran nukleus
droplet melalui udara (partikel kecil 5 m sisa droplet yang menguap dan mengandung
mikroorganisme yang tetap bertahan di udara selama periode waktu yang panjang) atau
partikel debu yang mengandung agen infeksi. Mikroorganisme yang terbawa melalui cara
ini dapat tersebar luas melalui aliran udara dan terhisap oleh pejamu rentan yang berada
di ruangan sama dalam jarak cukup jauh dari pasien sumber, bergantung pada faktor
lingkungan. Sehingga penanganan udara dan ventilasi khusus (tekanan negatif, exhaust
fan dengan hepafilter) diperlukan untuk mencegah penularan melalui udara.
d. PENULARAN MELALUI VEHICLE (PERANTARA). Berlaku untuk mikroorganisme
yang ditularkan oleh benda-benda terkontaminasi seperti makanan, air, peralatan.
e. PENULARAN MELALUI VEKTOR. Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus
dan binatang pengerat lain menularkan mikroorganisme.
f. PENULARAN FAECAL-ORAL. Terjadi ketika seseorang menelan makanan yang
terkontaminasi oleh faeces atau memasukkan jari ke mulut setelah memegang benda
terkontaminasi tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
11

g. PENULARAN MELALUI MAKANAN. Penularan melalui makanan terjadi karena


memakan atau meminum makanan /minuman terkontaminasi yang mengandung bakteri
atau virus (misalnya hepatitis A dari memakan kerang mentah).
Di rumah sakit, mikroorganisme dapat ditularkan melalui beberapa cara, dan
mikroorganisme yang sama dapat ditularkan dengan lebih dari satu cara. Kewaspadaan
Isolasi dirancang untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui cara-cara tersebut di
atas. Karena faktor agen dan pejamu lebih sulit dikendalikan, maka pemutusan rantai
penularan/transmisi

terutama

diarahkan

pada

intervensi

terhadap

perpindahan

mikroorganisme.
5. Pintu masuk (portal of entry). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu (host) yang rentan adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi. Faktor yang mempengaruhi
kerentanan tubuh seseorang adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
tindakan invasif, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan
imunosupresan. Faktor lain yang dapat berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI
Strategi pencegahan penularan infeksi terdiri dari:
a. Peningkatan daya tahan tubuh pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan
metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau
sterilisasi) dan memasak makanan dengan sempurna. Metode kimiawi termasuk klorinasi
air atau disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan

yaitu

Standard

Precautions

(Kewaspadaan

Standar)

dan

Transmissionbased Precautions (Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip


12
dan komponen apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.

d. Tindakan pencegahan paska pajanan (Post Exposure Prophylaxis / PEP) terhadap


petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang
ditularkan melalui darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk
jarum bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah
hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Untuk lebih jelasnya akan dibahas pada bab
selanjutnya.

B. KEWASPADAAN ISOLASI (ISOLATION PRECAUTIONS)


Seperti telah dikemukakan dalam bab sebelumnya, upaya untuk mencegah penularan
infeksi adalah dengan memutus rantai penularan. Dalam bab tersebut juga disebutkan bahwa cara
paling mudah untuk memutus rantai penularan adalah dengan menghindari cara penularan, yaitu
melalui penerapan kewaspadaan isolasi. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007 tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahwa harus dilakukan
upaya untuk memutus rantai penularan penyakit, agar pasien, petugas kesehatan, pengunjung
dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, terlindung dari penularan penyakit infeksi.
Untuk mencapai Pencegahan dan Pengendalian Infeksi tersebut di atas, petugas kesehatan
harus memahami, mematuhi dan menerapkan Kewaspadaan Isolasi.
Dua Lapis Kewaspadaan Isolasi
Dalam pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi terdapat 2 lapis kewaspadaan, meliputi:
a. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan Standar merupakan kewaspadaan yang terpenting. Kewaspadaan ini dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien, baik yang telah terdiagnosis
infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi. Jadi, harus diterapkan terhadap semua pasien di
semua fasilitas kesehatan. Kewaspadaan Standar dirancang untuk mengurangi risiko
terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan dan diciptakan untuk mencegah transmisi
silang.
b. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
Kewaspadaan ini sebagai tambahan Kewaspadaan Standar, dan terutama dilaksanakan setelah
terdiagnosis jenis infeksinya.
Rekomendasi
13

Para ahli merekomendasikan upaya-upaya pencegahan dan pengendalian infeksi berdasarkan


hasil penelitian, studi epidemiologis, bukti-bukti ilmiah, serta teori-teori yang membuktikan
efektivitas upaya-upaya tersebut dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Rekomendasi dikategorikan sebagai berikut :
Kategori I A :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah didukung penelitian dan studi
epidemiologi.
Kategori I B :
Sangat direkomendasikan untuk seluruh rumah sakit, telah ditinjau efektif oleh para ahli di
lapangan, dan berdasar kesepakatan HICPAC (Hospital Infection Control Advisory
Committee) sesuai dengan bukti rasional walaupun mungkin belum dilaksanakan penelitian
ilmiah.
Kategori II :
Dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah sakit. Anjuran didukung studi klinis dan
epidemiologik, serta teori rasional yang kuat.
Tidak direkomendasi :
Masalah yang belum ada penyelesaiannnya. Belum ada bukti ilmiah yang memadai atau
belum ada kesepakatan mengenai efikasinya.
A. KEWASPADAAN STANDAR
Kewaspadaan Standar diterapkan untuk pelayanan semua pasien.
Kategori I meliputi:
a. Kebersihan tangan (Hand hygiene)
b.Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face
shield (pelindung wajah), gaun
c. Penanganan peralatan perawatan pasien
d. Pengendalian lingkungan
e. Pengelolaan linen
f. Kesehatan karyawan / perlindungan petugas kesehatan
g. Penempatan pasien
h. Higiene respirasi dan etika batuk
i. Praktek menyuntik yang aman
j. Praktek lumbal punksi
a. Kebersihan Tangan

14

Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi kuman
patogen dari dan ke permukaan. (kategori I B)
Bila tangan tampak kotor (misalnya mengandung bahan berprotein dan cairan tubuh), cuci
tangan dengan air mengalir dan sabun biasa/sabun antiseptik (kategori I A)
Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah menghilangkan kotoran dengan air dan sabun
biasa, lakukan dekontaminasi dengan alkohol handrub (kategori I B)
Lakukan higiene tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori I B)

b. Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, pelindung
wajah, gaun
Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret,
ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang
potensial terkontaminasi (kategori I B)
Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B)
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien (kategori I B)
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan
yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B)
Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda (kategori I B)
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke area bersih
(kategori I B)
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakailah APD selama melaksanakan tindakan yang berisiko terjadi percikan darah, cairan
tubuh, sekret, ekskret (kategori IB)
Pilih APD sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah umumnya dipakai petugas untuk mencegah penularan melalui partikel besar
droplet saat kontak erat (<3 m) dengan pasien saat batuk/bersin. Pakailah masker bedah
selama tindakan yang menimbulkan droplet walaupun pada pasien yang tidak diduga
infeksi (kategori I B)
Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit dari kontaminasi dan mencegah
baju menjadi kotor, selama tindakan/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan cairan tubuh pasien (kategori I B)
Pilihlah bahan gaun yang sesuai untuk tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan jumlah
cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan
15
cairan untuk mengantisipasi percikan/cipratan cairan infeksius .

Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah penularan kuman ke pasien lain
maupun ke lingkungan (kategori I B)
Kenakan gaun saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan
saat akan keluar ruang pasien (kategori I B)
Jangan memakai lagi gaun yang sudah dipakai walaupun untuk merawat pasien yang sama
(kategori II)
Tidak dianjurkan pemakaian rutin gaun, saat masuk ke ruang risiko tinggi seperti ICU,
NICU (kategori I B)

c. Penanganan Peralatan Perawatan Pasien (kategori IB)


Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal dan semi kritikal dengan bahan pembersih
yang sesuai sebelum di DTT atau sterilisasi (kategori IB)
Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh/sekret/ekskret dengan benar
sehingga kulit dan mukosa terlindungi. Cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba
ke pasien lain dan lingkungan. Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius
telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk pasien lain. Pastikan peralatan sekali pakai
dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses
dengan benar (kategori IB)
Untuk peralatan nonkritikal terkontaminasi, lakukan disinfeksi setelah dipakai. Peralatan
semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian
disterilkan (kategori IB)
Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan deterjen (kategori IB)
Walaupun tidak tampak kotor, lap permukaan peralatan yang besar (USG, X ray) setelah
keluar ruangan isolasi.
Bersihkan dan disinfeksi dengan benar peralatan bantuan pernapasan, terutama setelah
dipakai pasien infeksi saluran pernapasan.
Alat makan dicuci dengan alat pencuci otomatik atau manual menggunakan deterjen tiap
setelah makan. Benda sekali pakai dibuang ke tempat sampah sesuai jenisnya.
d. Pengendalian Lingkungan
- Laksanakan secara rutin prosedur untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan,
tempat tidur, peralatan di samping tempat tidur dan pinggirannya, serta permukaan yang
sering tersentuh (kategori IB). Disinfeksi adalah membunuh mikroorganisme secara fisik dan
kimiawi, tidak termasuk spora.

Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan


permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkan dari bahan organik (ekskret,16sekret,
kotoran).

- Rumah sakit harus mempunyai disinfektan standar untuk membunuh kuman pada permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit. Ikuti aturan pakai pabrik
cairan disinfektan, waktu kontak, dan cara pengencerannya.
Disinfektan yang biasa dipakai rumah sakit:
- Na hipoklorit (pemutih )
- alkohol
- komponen fenol
- komponen ammonium quarternary
- komponen peroksigen.

Pembersihan area sekitar pasien:


- Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin dan tiap pasien pulang.
- Untuk mencegah terhirupnya kuman infeksi saluran napas, hindari membersihkan dengan
sapu, melainkan lakukan dengan cara basah ( dengan kain basah)
- Ganti larutan cairan pembersih, lap kain, kepala mop setelah dipakai (terkontaminasi)
- Peralatan pembersihan harus dibersihkan, dikeringkan tiap kali setelah pakai
- Mop ducuci dan dikeringkan tiap hari sebelum disimpan dan dipakai kembali.
- Untuk mempermudah pembersihan, bebaskan area pasien dari benda-benda/peralatan yang
tidak perlu.
- Jangan melakukan fogging dengan disinfektan, karena tidak terbukti mengendalikan infeksi,
dan berbahaya.
- Pembersihan dapat dibantu dengan vacum cleaner.
- Jangan memakai karpet
e. Pengelolaan Linen
- Lakukan penanganan, transportasi dan pengelolaan linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekret, ekskret dengan prosedur yang benar, untuk mencegah kulit dan mukosa terpapar linen
yang terkontaminasi, sehingga mencegah perpindahan kuman ke pasien lain, petugas dan
lingkungan (kategori IB)
- Buang terlebih dahulu kotoran (misal: feses) ke toilet dan masukkan linen dalam kantong
linen infeksius.
- Hindari menyortir/memilah linen di ruang rawat pasien.
- Jangan memanipulasi linen terkontaminasi untuk menghindari kontaminasi terhadap udara,
17
permukaan dan manusia.

- Cuci dan keringkan linen sesuai SOP. Dengan air panas 70oC, minimal 25 menit. Bila suhu <
70oC harus disertai dengan zat kimia yang sesuai.
- Pastikan kantong tidak bocor dan selama transportasi ikatan tidak lepas
- Kantong tidak perlu dobel.
- Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD
f. Kesehatan Karyawan /Perlindungan Petugas Kesehatan
- Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat
tajam lain yang telah dipakai, saat membersihkan instrumen, dan saat membuang jarum
(kategori IB)
- Jangan menutup kembali jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan,
menekuk jarum, mematahkan, maupun melepas jarum dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau
scalpel, dan peralatan tajam habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator (kategori IB)
- Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain sebagai pengganti metoda
resusitasi mulut ke mulut ( kategori IB )
- Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain akan menyuntik.
g. Penempatan Pasien
- Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak dapat
diharapkan menjaga kebersihan lingkungan ke dalam ruang rawat yang terpisah. Bila ruang
isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan petugas PPI. (kategori IB)
- Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan terhadap transmisi infeksi.
h. Higiene Respirasi dan etika batuk
- Kebersihan pernafasan dan etika batuk merupakan dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi dari sumbernya.
- Semua pasien, pengunjung, dan petugas harus mematuhi kebersihan pernafasan dan etika
batuk untuk mencegah penyebaran mikroorganisme melalui sekret pernafasan.
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekret pernafasan untuk mencegah penularan
kuman dalam droplet terutama selama musim / KLB infeksi virus pernafasan di masyarakat
(kategori I B)
Pasanglah poster pada pintu masuk dan tempat strategis yang berisi anjuran bahwa pasien
rawat jalan atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas harus menutup mulut
dan hidung dengan tisu saat batuk, kemudian membuang tisu bekas pada tempat yang
18
ditentukan dan mencuci tangan (kategori II)
Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya (kategori IB )

Sediakan wastafel, sabun, dan poster cara mencuci tangan, atau sediakan alcohol handrub
pada ruang tunggu pasien rawat jalan (kategori I B)
Pada musim infeksi saluran napas, anjurkan pemakaian masker pada pasien dengan gejala
infeksi saluran napas, juga pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m dari yang
lain (kategori I B)
Etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
Jadi, pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus:
Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
Pakailah tissu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia, dan buang ke tempat sampah
yang telah ditentukan
Lakukan cuci tangan

i. Praktek Menyuntik yang Aman


- Pakai jarum yang steril dan sekali pakai, pada tiap suntikan
- Bila memungkinkan, gunakan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang
dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi
kuman yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
j. Praktek untuk Lumbal Punksi
Untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring, pakailah masker pada saat melakukan
prosedur lumbal punksi atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal/epidural (misanya saat
melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram).
B. KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI
Kewaspadaan ini diperlukan untuk memutus mata rantai penularan kuman penyebab infeksi,
sehingga harus diterapkan terhadap pasien yang diketahui atau diduga terinfeksi atau
terkolonisasi kuman patogen yang dapat ditularkan lewat udara, droplet, dan/atau kontak
dengan kulit atau permukaan terkontaminasi. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi :
1. Kontak.
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus)
19
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Kewaspadaan berdasarkan transmisi
ini dilaksanakan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar.

1. Kewaspadaan Transmisi Kontak


Cara transmisi melalui kontak merupakan yang terpenting dan tersering menimbulkan
HAIs. Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan risiko penularan kuman melalui
kontak langsung atau tidak langsung. Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau
terkolonisasi

yang secara epidemiologi kumannya dapat ditransmisikan dengan cara

kontak langsung atau tidak langsung. ( Kategori IB )


2. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diketahui
atau diduga mengidap kuman yang dapat ditransmisikan melalui droplet ( > 5m). Droplet
yang besar terlalu berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1-2 m dari
sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mukosa hidung/mulut.
Droplet partikel besar yang mengandung kuman dapat berasal dari pasien pengidap/carrier.
Kuman tersebut dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama tindakan suction
atau bronkhoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien (< 3 kaki). Karena
droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus untuk udara
ruang atau ventilasi. Contoh kuman yang ditularkan melalui droplet: adenovirus.
Transmisi droplet secara langsung terjadi dengan cara partikel droplet langsung
mencapai mukosa atau terhirup. Sedangkan transmisi droplet ke kontak terjadi dengan cara
droplet mengkontaminasi dahulu permukaan tangan, dan selanjutnya ditransmisikan ke
bagian lain misalnya membrana mukosa. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada
transmisi droplet langsung.
3. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara ( Airborne Precautions )
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan
Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi kuman yang secara
epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. (kategori IB). Contohnya
varicella zoster, transmisi virus ini melalui partikel yang terhirup langsung melalui udara
Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan risiko penularan kuman melalui udara,
baik kuman yang berada dalam droplet nuklei (partikel kecil < 5m) atau dalam partikel
debu. Dalam partikel debu dapat terkandung sisik kulit luka terkontaminasi yang
mengandung S. aureus.. Kuman tersebut akan terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat
terhirup oleh individu rentan di ruang yang sama walaupun jauh
dari pasien sumber infeksi. Penularan lewat udara ini tergantung pada faktor lingkungan.
Pembersihan udara dan ventilasi yang baik penting dalam pencegahan transmisi melalui
udara.
20

Penempatan
pasien

Penempatan
pasien
(lanjutan)

Kontak
Tempatkan di ruang
rawat terpisah, bila tidak
mungkin kohorting, bila
keduanya tidak mungkin,
pertimbangkan
epidemiologi kuman dan
populasi
pasien.
Bicarakan
dengan
petugas PPI (kategori IB)
Tempatkan dengan jarak
>1 meter antar TT
Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien
lain (kategori IB)

Droplet
Tempatkan pasien di
ruang terpisah, bila
tidak
mungkin
kohorting.
Bila
keduanya
tidak
mungkin,
buat
pemisah dengan jarak
> 1 meter antar TT
dan jarak dengan
pengunjung.
Pertahankan
pintu
terbuka, tidak perlu
penanganan khusus
thd
udara
dan
ventilasi (kategori IB)

Udara/Airborne
Tempatkan pasien di ruang
terpisah yang mempunyai
1. tekanan negatif
2. aliran udara 6-12 X /jam
3.
pengeluaran
udara
terfiltrasi sebelum udara
mengalir ke ruang atau
tempat lain di RS.
Usahakan
pintu
ruang
pasien tertutup. Bila ruang
terpisah
tidak
memungkinkan, tempat kan
pasien dengan pasien lain
yang mengidap kuman yang
sama, jangan dicampur
dengan infeksi lain
Konsultasikan
dengan
petugas PPIRS sebelum
menempatkan pasien bila
tidak ada ruang isolasi
(kategori IB)

Transport
pasien

Batasi gerak, transport


pasien hanya kalau perlu
saja. Bila diperlukan
pasien keluar ruangan,
perlu kewaspadaan agar
risiko transmisi ke pasien
lain atau lingkungan
minimal (kategori IB)

Batasi gerak dan


transportasi. Untuk
batasi droplet dari
pasien
kenakan
masker pada pasien
(kategori IB) dan
menerapkan higiene
respirasi dan etika
batuk

Batasi gerak dan transport


pasien
hanya
kalau
diperlukan saja.
Bila
perlu
untuk
pemeriksaan pasien dapat
diberi masker bedah untuk
cegah menyebarnya droplet
nuklei (kategori IB)

21

APD
petugas

Sarung tangan dan


cuci tangan
memakai sarung tangan
bersih non steril saat
masuk ke ruang pasien,
ganti
sarung
tangan
setelah kontak dengan
bahan infeksius (feses,
cairan drain), lepaskan
sarung tangan sebelum
keluar dari kamar pasien
dan cuci tangan dengan
antiseptik (kategori IB)
Gaun
pakai gaun bersih, tidak
steril saat masuk ruang
pasien untuk melindungi
baju dari kontak dengan
pasien, permukaan
lingkungan

Masker
pakailah bila bekerja
dalam radius 1 m
terhadap
pasien
(kategori I B), masker
seyogyanya
melindungi
hidung
dan mulut, dipakai
saat memasuki ruang
rawat pasien dengan
infeksi saluran napas

Perlindungan
saluran
napas
kenakan masker respirator
(N95/Kategori N dengan
efisiensi 95%) saat masuk
ruang pasien atau suspek TB
paru.
Orang
yang
rentan
seharusnya tidak boleh
masuk ruang pasien yang
diketahui
atau
suspek
campak, cacar air kecuali
petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk
maka harus mengenakan
masker respirator.
Orang yang telah pernah
sakit campak atau cacar air
tidak perlu memakai masker

Peralatan
untuk
perawatan
pasien

Bila
memungkinkan
peralatan
nonkritikal
dipakai untuk 1 pasien
atau
pasien
dengan
infeksi mikroba yang
sama. Bersihkan dan
disinfeksi
sebelum
dipakai untuk pasien lain
(kategori IB)

Tidak
perlu
penanganan
udara
secara khusus karena
mikroba
tidak
bergerak jarak jauh

Transmisi pada TB
sesuai pedoman TB CDC
Guideline for Preventing of
Tuberculosis in Healthcare
Facilities

Contoh
kuman/peny
akit infeksi

MDRO, MRSA, VRSA,


VISA, VRE, MDRSP
(Streptococcus
pneumoniae)

B. pertussis, SARS,
RSV influenza,
Adenovirus,
Rhinovirus, N.
meningitidis,
Streptococ grup A,
Mycoplasma
pneumoniae.

MTB (obligat airborne)


campak, cacar air
(kombinasi transmisi)
Norovirus (partikel feses,
vomitus), Rotavirus melalui
partikel kecil aerosol.

Virus Herpes simplex,


SARS, RSV (indirek mel
mainan), S. aureus,
MDRO, VRE, C. difficile,
P. aeruginosa, Influenza,
Norovirus (juga makanan
dan air)

Dari uraian di atas tampak bahwa tujuan kewaspadaan isolasi adalah menjaga petugas, peralatan
dan permukaan tetap bersih. Bersih dalam arti :
Bebas dari kotoran
Telah dicuci setelah dipakai
Penjagaan kebersihan tangan individu

22

Bebas kontaminasi dari bahan tidak diinginkan

C. KEBERSIHAN TANGAN (HAND HYGIENE)


Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, kebersihkan tangan merupakan
pilar utama. Semmelweis (1861) dan peneliti lainnya telah membuktikan bahwa penularan
penyakit dari pasien ke pasien lainnya terjadi melalui tangan petugas kesehatan. Pada kulit
manusia terdapat mikroorganisme yang terdiri dari flora transien dan flora residen.
Flora transien pada tangan diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan
permukaan lingkungan (misalnya meja periksa, lantai, toilet). Kuman ini tinggal di lapisan luar
kulit dan terangkat dengan mencuci tangan menggunakan air mengalir dan sabun biasa.
Flora residen tinggal di lapisan kulit yang lebih dalam dan dalam folikel rambut, dan tidak dapat
dihilangkan seluruhnya, walaupun dengan pencucian dan pembilasan yang intensif dengan air
bersih dan sabun. Tangan atau kuku petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam
oleh mikroorganisme yang menyebabkan infeksi seperti S. aureus, batang gram negatif atau ragi.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan tangan dapat mencegah penularan mikroorganisme
dan menurunkan frekuensi infeksi di rumah sakit. Dengan melakukan kebersihan tangan semua
kotoran akan hilang dan mikroorganisme pada kulit akan mati/terhambat pertumbuhannya.
Dalam Bab IV telah dikemukakan rekomendasi kebersihan tangan sebagai bagian
terpenting dari kewaspadaan standar. Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan cara mencuci
tangan dengan air mengalir dan sabun, atau dengan menggunakan larutan berbahan dasar
alkohol. Gosokan mekanis pada waktu mencuci tangan dengan air dan sabun akan melepaskan
kotoran dan debris dari kulit tangan.
Petugas kesehatan harus memahami indikasi dan panduan kebersihan tangan agar dapat
melakukan praktek kebersihan tangan dengan taat dan

benar. Ketidaktaatan melakukan

kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi
nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan
kesehatan dan telah diakui sebagai penyebab yang penting terhadap timbulnya wabah
( Boyce dan Pittet, 2002).
A. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
1. Lakukan pembersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien.
2. Bila tangan terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein, atau
setelah menyentuh kulit yang tidak utuh, darah atau cairan tubuh, tangan harus dicuci
dengan air mengalir dan sabun dan dikeringkan dengan lap/tisu sekali pakai.
3. Bila tangan tidak terlihat kotor, dapat digunakan antiseptik berbasis alkohol
dekontaminasi tangan.

23

untuk

4. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan.


5. Setelah mencuci tangan, jangan menyentuh kembali area permukaan lingkungan.
6. Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.
7. Tidak diperkenankan memakai kuku buatan (pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang
akrilik) dan cat kuku
8. Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan.
B. WAKTU MELAKUKAN KEBERSIHAN TANGAN
1. Segera : setelah tiba di tempat kerja
2. Sebelum :
kontak langsung dengan pasien
memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif (misalnya
pemberian suntikan intra vaskular).
menyediakan/menyiapkan obat-obatan
menyiapkan makanan
memberi makan pasien
meninggalkan rumah sakit.
3. Diantara prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi, untuk
menghindari kontaminasi silang.
4. Setelah :
kontak dengan pasien
melepas sarung tangan
melepas alat pelindung diri
kontak dengan darah, cairan tubuh, sekret, ekskret, eksudat luka dan peralatan yang
diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah/ cairan tubuh,) apakah pada
waktu kontak tersebut menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
menggunakan toilet, menyentuh/melap hidung dengan tangan.
WHO mencanangkan 5 saat melakukan kebersihan tangan, yaitu:
1. Sebelum kontak dengan pasien
2. Sebelum tindakan asepsis
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
4. Setelah kontak dengan pasien
5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.
C. SARANA KEBERSIHAN TANGAN
1. Air mengalir

24

Sarana utama untuk cuci tangan adalah air bersih mengalir dengan saluran pembuangan
yang memadai. Yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang secara alami atau kimiawi
dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya
(misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis) karena memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Syarat utama air bersih adalah harus bebas dari
mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut). Contoh: air PAM.
Dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan
mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan
kulit.
2. Sabun
Sabun adalah produk pembersih (batang, cair, lembaran, atau bubuk) yang berefek
menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan
mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan
mekanis untuk melepas mikroorganisme, sementara sabun antiseptik selain melepas juga
membunuh atau menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun di
lain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak kulit
akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
3. Larutan Antiseptik
Antiseptik adalah bahan kimia yang diaplikasikan di kulit atau jaringan hidup lain untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan
penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah mikroorganisme.
Contoh antiseptik:
- Alkohol 60- 90% (etil, isopropil atau metil alkohol)
- Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibicet, Hibiscrub, Hibitane)
- Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon)
- Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium (yodium tinctur). Iodofor 7,510%, (Betadine, Wescodyne)
- Kloroksilenol 0,5-4% (Para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi
(Dettol)
- Triklosan 0,2-2%
Kriteria pemilihan antiseptik adalah sebagai berikut:
- Memiliki efek yang luas, yaitu mampu menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negarif, virus lipofilik, basillus dan tumerkulosis,
fungi, endospora).
- Efektivitas
- Kecepatan aktivitas awal

25

- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
- Tidak mengakibatkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi
- Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
- Dapat diterima secara visual maupun estetik.
4. Lap Tangan yang Bersih dan Kering
D. PROSEDUR STANDAR MEMBERSIHKAN TANGAN
Teknik membersihkan tangan dengan air dan sabun harus dilakukan seperti di bawah ini:
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair.
3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
8. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10.Keringkan dengan handuk sekali pakai atau paper towel sampai benar-benar kering.
11.Gunakan handuk sekali pakai atau paper towel untuk menutup kran.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air yang tidak
mengalir, maka :
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.
Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya, penambahan ini
dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.
Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan antiseptik
(seperti: Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam
larutan ini
Walaupun tidak tersedia air, mencuci tangan harus tetap dilakukan! Jika tidak ada air
mengalir, atau lokasi air mengalir jauh, gunakan larutan berbasis alkohol (handrub antiseptik)
E. HANDRUB ANTISEPTIK (handrub berbasis alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora
residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan air dan sabun antiseptik atau sabun
26 flora
biasa. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah
tangan dengan cepat dan banyak. Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin,

propilen glikol, atau sorbitol (2 mL dalam 100 mL etil atau isopropil alkohol 60-90%) yang
melindungi dan melembutkan kulit, sehingga kulit tidak teriritasi.
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan
sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan air
dan sabun terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi penumpukan emolien pada tangan
setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap diperlukan mencuci tangan dengan air dan
sabun setiap kali setelah 5-10 aplikasi handrub. Handrub yang hanya berisi alkohol sebagai
bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi
campuran alkohol dan antiseptik lain seperti khlorheksidin.

27
Diadaptasi dari WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) : A summary,

World Alliance for Patient Safety, World Health Organization, 2005.

Teknik untuk menggosok tangan dengan antiseptik sebagai berikut:


Langkah 1 : Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mencakup seluruh
permukaan tangan dan jari (kira-kira satu sendok teh/3-5cc).
Langkah2 : Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan, khususnya
diantara jari-jari jemari dan di bawah kuku dengan teknik yang benar hingga larutan kering

Diadaptasi dari WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) :
A summary, World Alliance for Patient Safety, World Health Organization, 2005.

Perhatian :

28

Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15
detik, sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
minimal selama 10 detik.

D. ALAT PELINDUNG DIRI


Alat pelindung diri (APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien
dari mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya AIDS dan
hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara, pemakaian APD menjadi
juga sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu
burung, SARS dan penyakit infeksi lainnya (Emerging Infectious Diseases), pemakaian APD
yang tepat dan benar menjadi semakin penting. Agar menjadi efektif, APD harus digunakan
secara benar. Misalnya, gaun dan duk lobang telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya
bila dalam keadaan yang kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons
yang menarik bakteri dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat
mengkontaminasi luka operasi. Dengan demikian, seluruh petugas kesehatan harus mengetahui
kegunaan dan keterbatasan APD tertentu, terlebih lagi peran APD sesungguhnya dalam
mencegah penyakit infeksi sehingga APD dapat digunakan secara efektif dan efisien.
A. PENGERTIAN
Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata (pelindung
wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Di banyak negara, topi, masker,
gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung paling baik adalah yang
terbuat dari bahan yang telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus air atau cairan lain
(darah/cairan tubuh). Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak tersedia karena harganya mahal.
Di banyak negara, kain katun ringan (dengan jumlah benang 140/inci persegi) adalah bahan yang
paling umum digunakan untuk pakaian bedah (masker, topi dan gaun) serta duk. Sayangnya,
katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan dapat tembus
dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas dan bahan berat
lainnya, di sisi lain, terlalu tebal untuk ditembus oleh uap air pada waktu pengukusan/penguapan
sehingga tidak dapat disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu terlalu lama untuk kering.
Sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan kontaminasi
dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak boleh digunakan
ulang karena tidak ada cara untuk membersihkanya dengan baik.
B. PEDOMAN UMUM ALAT PELINDUNG DIRI
1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD.

29

2. Lepas dan ganti segala perlengkapan APD yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda
mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.
3. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberi pelayanan dan hindari
kontaminasi lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri Anda
sendiri.
4. Lepaskan semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memakai APD:
Perkirakan risiko pajanan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan
kegiatan perawatan kesehatan.
Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan.
Pastikan tersedia sarana APD yang siap pakai apabila mendadak dibutuhkan
C. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI
1. SARUNG TANGAN
Sarung tangan berfungsi melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit
dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung
tangan merupakan penghalang fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen utama dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi.
Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian handrub antiseptik. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik
sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin
robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan. Jadi:
Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan.
Agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas petugas
perlu memahami kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan
sarung tangan tidak perlu digunakan.
Tujuan pemakaian sarung tangan:
a. Untuk menghalangi kontaminasi yang berat, misalnya saat menyentuh darah, cairan tubuh,
sekret, eksret, mukosa, atau kulit yang tidak utuh.
b. Untuk menghindari transmisi kuman dari tangan petugas kepada pasien saat dilakukan
tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mukosa.
c. Mencegah transmisi kuman yang ada di tangan petugas akibat terkontaminasi dari pasien,
kepada pasien lainnya.
Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan?

30

Tergantung keadaan, sarung tangan periksa/bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika :

Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membrana mukosa
atau kulit yang tidak utuh
Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan sesuatu kedalam
pembuluh darah, seperti memasang infus.
Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan
yang tercemar.
Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang diperlukan pada
kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai), yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril, ketika
memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut
sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau
dengan handrub berbasis alkohol.
Sebagai upaya menghindari kontaminasi silang, satu pasang sarung tangan hanya boleh
digunakan untuk menangani satu orang pasien. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama
atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian
tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dkk (1988) menemukan
bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu
pasien ke pasien lain.
Jenis-jenis sarung tangan:
1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga

31

Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan


Hal-hal yang harus dilakukan bila persediaan sarung tangan terbatas
Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai, sarung tangan bedah
sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat diproses ulang dengan cara :
Bersihkan dan disinfeksi dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Dicuci dan bilas, serta dikeringkan.
Sarung tangan yang diproses ulang hanya digunakan pada tindakan-tindakan yang tidak
menembus jaringan tubuh. Jangan memroses ulang sarung tangan yang retak, mengelupas atau
memiliki lubang atau robekan.
Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dua lapis sarung tangan periksa atau
sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan perlindungan yang cukup bagi
petugas kebersihan, petugas kamar cuci, pekarya serta petugas yang menangani dan membuang
limbah medis. Pemakaian bedak pada sarung tangan tidak direkomendasikan.
Hal yang Harus Diperhatikan pada Pemakaian Sarung Tangan
Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah.
Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat menggangu ketrampilan dan
mudah robek.
Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek.
Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika Anda memakainya) untuk melindungi
pergelangan tangan.
32 kulit
Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk mencegah
tangan kering/berkerut.

Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan
bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit.
Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya
ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung
Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter
gigi. Jika dicurigai terjadi alergi, jika memungkinkan, gunakan sarung tangan bebas lateks (nitril)
atau sarung tangan lateks rendah alergen (reaksi alergi terhadap nitril juga bisa terjadi, tetapi
lebih jarang). Selain itu, direkomendasikan pemakaian sarung tangan bebas bedak. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih luas, karena bedak pada sarung tangan
membawa partikel lateks ke udara.
Jika pemakaian sarung bebas lateks tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain
atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun
demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada mukosa mata dan hidung.
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah
hingga menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat
muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah
pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun. Belum ada terapi atau
desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah menghindari kontak.
2. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas. Bila masker tidak
terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal
tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan
33 atau
bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun
kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan, sehingga tidak efektif sebagai filter.

Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel
berukuran besar (>5 m) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk
benar-benar menutup secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif
menyaring udara yang dihisap. Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat
mencegah partikel mencapai membrana mukosa dari petugas kesehatan.

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi
Masker dengan efisiensi tinggi
Merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan bila penyaringan udara dianggap
penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu
burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel
dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan
bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Di lain
pihak masker ini lebih mengganggu pernapasan dan lebih mahal daripada masker bedah.
Sebelum petugas memakai masker N-95 perlu dilakukan uji pengepasan (fit test) untuk
menjamin bahwa perangkat tersebut pas benar pada wajah pemakainya.

34
Gambar Masker Efisiensi Tinggi N-95

Sebelum memakai masker efisiensi tinggi, petugas harus:


Memeriksa sisi masker yang akan menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh
dan tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu,
masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong, atau terlipat pada sisi dalam masker, juga
tidak dapat digunakan.
Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus
menempel dengan baik di semua titik sambungan.
Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada tempatnya dan
berfungsi dengan baik.
Fungsi masker akan terganggu/tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna
pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
Adanya jenggot, cambang, atau adanya gagang kacamata.
Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi
Apabila klip hidung dari logam dipencet/dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran.
Ratakan klip tersebut di atas hidung setelah Anda memasang masker, menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker.
Jika mungkin, dianjurkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi
tinggii.
Cara fit test respirator particulat (masker efisiensi tinggi N-95)

Langkah 1
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan
bagian hidung pada ujung jari-jari Anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntai bebas di bawah tangan Anda.

Langkah 2
Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung
berada di atas.

35
Langkah 3

Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak
tinggi di belakang kepala Anda di atas telinga.
Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di
bawah telinga.

Langkah 4
Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bagian hidung yang
terbuat dati logam.
Tekan sisi logam tersebut (Gunakan dua jari dari masing-masing
tangan) mengikuti bentuk
hidung Anda. Jangan menekan
respirator dengan satu tangan karena dapat mengakibatkan
respirator bekerja kurang efektif.
Langkah 5
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati
agar posisi respirator tidak berubah.
Langkah 5.a) Pemeriksaan Segel positif
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam respitaror
berarti tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi
dan/atau ketegangan tali. Uji kembali kerapatan respirator.
Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-benar tertutup
rapat
Langkah 5.b) Pemeriksaan Segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat respirator
menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam
respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
Perhatian!
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang
alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan
masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
3. ALAT PELINDUNG MATA
Alat ini melindungi mata petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain. Pelindung
mata mencakup kacamata (goggles), pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau
kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi harus ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata. Petugas harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah,
jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah
wajah.
4. TOPI
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan36
rambut
tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua

rambut. Selain dapat memberikan perlindungan pada pasien, topi juga

untuk melindungi

pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5. GAUN PELINDUNG
Gaun digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit
petugas kesehatan dari sekret respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung
setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau
tersemprot darah, cairan tubuh, sekret atau ekskret. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung
lengan gaun sepenuhnya.
Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa
pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera
untuk mencegah berpindahnya organisme. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja
dapat diturunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang memakai apron
plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S.aureus 30x
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.
6. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas Petugas harus mengenakan apron di bawah gaun penutup
ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan
prosedur dimana ada risiko tumpahan darah atau cairan tubuh. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.

7. PELINDUNG KAKI
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal,
sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu
boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus
dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak
diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam dan kedap air harus
37 atau
tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain
kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui

sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi, kemudian dilepas tanpa sarung
tangan sehingga terjadi pencemaran
D. PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan:
Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
Gunakan dengan hati-hati, jangan menyebarkan kontaminasi.
Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruang
ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan
sesuai pedoman.
Cara mengenakan APD
Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne
adalah sebagai berikut :
1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2. Kenakan pelindung kaki.
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4. Kenakan gaun luar.
5. Kenakan celemek plastik.
6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.
9. Kenakan pelindung mata.
Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD
1. Gaun pelindung (gambar di halaman berikutnya)
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.

38

Gambar pemakaian gaun pelindung


2. Masker
Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher.
Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung.
Paskan dengan erat pada wajah dan di bawah dagu sehingga melekat dengan baik.
Periksa ulang pengepasan masker.

3. Kacamata atau pelindung wajah


Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas.

4. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi.

39

Cara melepas APD


Langkah-langkah melepaskan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne adalah
sebagai berikut :
1. Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar.
2. Disinfeksi celemek dan pelindung kaki.
3. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar.
4. Lepaskan celemek.
5. Lepaskan gaun bagian luar.
6. Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan.
7. Lepaskan pelindung mata.
8. Lepaskan penutup kepala.
9. Lepaskan masker.
10. Lepaskan pelindung kaki.
11. Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam.
12. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih.
Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pelepasan APD
1. Sarung tangan
Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi !
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan.
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang masih
memakai sarung tangan.
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang
belum dilepas di pergelangan tangan.
Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.
Buang sarung tangan di tempat limbah infeksius.

40

2. Kacamata atau pelindung wajah (gambar ada di halaman berikutnya)


Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah terkontaminasi !
Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata.
Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam tempat limbah
infeksius.

3. Gaun pelindung
Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi !
Lepas tali.
Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja.
Balik gaun pelindung.
Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.

4. Masker
Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi JANGAN SENTUH! 41
Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas.

Buang ke tempat limbah infeksius.

E. PEMAKAIAN APD UNTUK PETUGAS, KELUARGA PASIEN DAN PENGUNJUNG


PASIEN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN
Lihat lampiran

E. PENGELOLAAN PERALATAN PERAWATAN PASIEN (DISINFEKSI


DAN STERILISASI)
Dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi dari peralatan/instrumen bekas pakai
maka peralatan/instrumen tersebut harus dikelola dengan baik dan benar. Pengelolaan peralatan
pasien bertujuan untuk mengurangi risiko paparan darah/cairan tubuh dan trauma terhadap
petugas yang menangani, serta untuk memberikan hasil akhir yang berkualitas tinggi (steril).
Menurut dr. Earl Spaulding peralatan medis dikategorikan sebagai berikut.
1. Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah perlatan medis yang msuk ke dalam jaringan tubuh
steril atau sistem sirkulasi darah. Contoh: instrumen bedah, kateter intravena, kateter
42
jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi..

2. Peralatan Semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membrana


mukosa tubuh. Contoh: endoskop, selang endotrakeal, selang nasogastrik, sistoskop. Pada
peralatan semikritis, proses sterilsiasi disarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan
disinfeksi tingkat tinggi.
3. Peralatan Nonkritis/risiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit
utuh Contoh: tensimeter, stetoskop, bedpan, nierbeken, pispot/urinal. Untuk jenis
peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah..
Selain klasifikasi peralatan medis, Dr. Earl Spaulding juga mengklasifikasikan proses disinfeksi
menjadi 3:
1. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : mematikan semua mikroorganisme kecuali spora
bakteri tertentu, dapat dilakukan dengan cara merebus dalam air mendidih selama 20
menit, atau memakai disinfektan glutaraldehyde atau hydrogen peroksida.
2. Disinfeksi Tingkat Sedang (DTS) : dapat mematikan mikroorganisme vegetatif, hampir
semua virus, hampir semua jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria. Contoh:
etil/isopropil alkohol 70-90%, natrium hipoklorit/larutan klorin (hati-hati, bersifat korosif
terhadap logam).
3. Disinfeksi Tingkat Rendah (DTR) : dapat mematikan hampir semua bakteria vegetatif,
beberapa jamur, beberapa virus, tidak mematikan spora bakteri. Contoh: formaldehid
konsemtrasi < 4%, etil/isopropil alkohol 70-90%
A. TAHAPAN PENGELOLAAN PERALATAN
Pengelolaan

peralatan

medis

pakai

ulang

setelah

selesai

dipakai

meliputi

precleaning/perendaman, pencucian/pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi


(DTT).
Precleaning/perendaman
Tindakan yang bertujuan untuk membuat suatu barang/instrumen lebih aman untuk ditangani
lebih lanjut dan mengurangi (tidak menghilangkan) jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi. Perndaman dengan larutan klorin 0,5%/deterjen/larutan enzimatik
(deterjen + enzim).
Cleaning/Pencucian:
Tindakan fisik yang bertujuan menghilangkan semua kotoran yang terlihat ataupun tidak
( darah, atau cairan tubuh lainnya) dari benda/instrumen, serta mengurangi jumlah
mikroorganisme. Proses ini terdiri dari mencuci dengan air, sikat, dan sabun/deterjen
(dianjurkan yang mengandung enzil proteolitik/larutan enzymatic) sampai kotoran/bahan
organik hilang dari permukaan, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
Disinfeksi: Tingkat Tinggi:

43

Suatu proses menghilangkan/memusnahkan semua mikroorganisme tidak termasuk spora.

Sterilisasi:
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, jamur dan parasit) termasuk
endospora bakteri dengan uap bertekanan tinggi (otoklaf ), sterilisator panas kering (oven),
sterilan kimiawi, atau radiasi ultraviolet.

Pre-cleaning
Menggunakan deterjen/larutan enzimatik

Pembersihan
(cuci bersih, tiriskan)

STERILISASI
(peralatan kritis)
menembus pembuluh
darah/jaringan tubuh

DESINFEKSI

Desinfeksi Tingkat
Tinggi
(peralatan semi kritis)
Masuk dalam mukosa
Tubuh
ETT, NGT

Direbus

Disinfeksi Tingkat
Rendah
(peralatan non kritis)
Hanya pada permukaan
kulit utuh
Tensimeter, termometer

Kimiawi

Bersihkan dengan air


steril & keringkan

Gambar Alur Pengelolaan Peralatan Pasien

Dalam melaksanakan pengelolaan peralatan, petugas harus mengenakan alat pelindung diri yang
sesuai. Hasil pengelolaan peralatan dapat tidak baik (tidak sesuai dengan standar) oleh karena
kesalahan dalam pengelolaan. Kesalahan dalam pemrosesan dapat disebabkan oleh:
-

Pembersihan tidak adekuat

Alat tidak berfungsi optimal, suhu tidak tercapai

Pengisian sterilisator terlalu penuh/padat

Konsentrasi larutan disinfektan tidak tepat.

Tidak dikeringkan maksimal setelah sterilisasi basah

Penyimpanan tidak benar.

44

Untuk proses sterilisasi secara lengkap, dapat dilihat dalam buku Pedoman Pelayanan Sterilisasi
di CSSD Rumah Sakit RK. Charitas.

F. PENGELOLAAN LINEN
A. PENDAHULUAN
Linen yang nyata dicemari oleh darah dan cairan tubuh disebut linen infeksius. Linen
infeksius merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme dan dapat ditularkan melalui kontak
langsung. Linen non infeksius adalah linen kotor yang berasal dari pasien, bagian administrasi,
apotik, dan lain-lain yang tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
Risiko penularan penyakit ini dapat diminimalisasi dengan cara melakukan penanganan
linen kotor dengan tepat, oleh tenaga yang terlatih dan handal, serta peduli terhadap lingkungan.
Penanganan dilakukan secara hati-hati dan sesuai prosedur, baik pada tahap pengumpulan,
transportasi, maupun selama proses pencucian. Kehatian-hatian ini terutama mencakup
penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai
dengan pedoman kewaspadaan standar.
B. TUJUAN
- Memutus mata rantai transmisi kuman
- Meminimalkan infeksi di Rumah Sakit dengan meningkatkan kewaspadaan standar
- Memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien sehingga meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
C. PENGADAAN LINEN
Pengadaan linen harus mempertimbangkan faktor kapasitas rumah sakit, BOR, lama pencucian,
dan lain-lain. Linen sebaiknya diberi logo rumah sakit.
Satu par stok tempat tidur (TT) dewasa terdiri dari:
-

1 lembar bed pad (alas di atas kasur


3 lembar kain sprei (1 alas tidur, 2 lembar penutup selimut)
1 lembar steek laken (alas melintang)
1 lembar zeil (perlak dan kain)
1 lembar selimut
1 lembar sarung bantal
1 lembar bed cover
1 lembar handuk mandi
1 lembar handuk tangan
1 lembar handuk muka
1 lembar wash lap
1 keset kamar mandi

Kebutuhan linen.

45

Bila penggantian dan pencucian dilakukan setiap hari 1 kali, untuk TT rawat inap dewasa
dibutuhkan minimal 3 par stok:
- 1 par linen dipakai pasien
- 1 par linen dicuci
- 1 par linen disimpan di ruangan
Rasio TT dan Par linen, 1 TT : 3-9 par linen, untuk ICU 1 TT : 6-10 par linen
Untuk rawat inap anak dibutuhkan > 3 par stok.
Untuk rawat inap intensif dibutuhkan >6 par stok
Untuk pelayanan operasi/tindakan tergantung jenis dan jumlah operasi per hari, bentuk
(berlubang/tidak), ukuran (besar, sedang, kecil), jenis linen (katun, drill), pakaian fungsional.
Di Rumah Sakit RK. Charitas standar penyediaan linen adalah 4 par stok
D. PENANGANAN LINEN
1.

Penanganan linen di ruangan


- Segera setelah dilepas dari tempat tidur, pisahkan linen infeksius dengan linen non
infeksius
- Linen infeksius dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna kuning
- Linen non infeksius dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam
- Hilangkan bahan padat (misalnya, feses) dari linen kotor dan buang limbah padat
tersebut ke dalam toilet sebelum linen dimasukkan ke kantong linen infeksius. Jangan
lupa menggunakan APD yang sesuai saat melakukannya.
- Tidak melakukan dekontaminasi di ruangan
- Gunakan alat pelindung diri sesuai indikasi

Yang harus diperhatikan pada penanganan linen di ruangan adalah:


- Tidak meletakkan linen di lantai
- Tidak menyeret linen kotor di lantai
- Tidak meletakkan linen kotor di atas kursi dan meja pasien
- Tidak mengibaskan linen kotor
- Pisahkan ruang penyimpanan linen bersih dan linen kotor
2. Pengiriman linen ke kamar cuci
- Pisahkan antara troli linen kotor dengan linen bersih
- Pisahkan wadah linen infeksius dan non infeksius
- Bersihkan troli sebelum digunakan kembali
- Bila troli pakai pengalas/ sarung, segera dicuci setelah linen kotor diturunkan
3.

Penangan linen di kamar cuci

46

- Bedakan pintu masuk linen kotor ke kamar cuci dan pintu keluar linen bersih dari kamar
cuci ke ruangan
- Petugas ruangan masuk dari pintu ruang pencucian dan tidak boleh masuk ke ruang
linen bersih
- Linen kotor di kamar cuci harus dibedakan antara linen infeksius dan non infeksius.
- Bagian penerimaan melakukan pencatatan jumlah linen, kedua belah pihak pengirim
dan penerima harus memberikan paraf pada buku ekspedisi.
- Petugas kamar cuci wajib mengenakan APD
- Lakukan penimbangan untuk menghitung kebutuhan bahan-bahan kimia (detergent,
sodium hypoclorit softener).
a. Proses pencucian
- Suhu yang direkomendasikan 30 oC 90oC
- Prewash lebih kurang 3 menit
- Pembuangan ke-1 dilanjutkan pencucian utama selama 15 menit dengan memasukkan
jenis detergen dan alkali
- Pembuangan ke-2 dilanjutkan dengan pencucian ke-2 selama 10 menit tanpa
detergen / bersifat pembilasan
- Pembuangan ke-3 dilanjutkan dengan pencucian akhir dengan memasukkan pelembut
- Pembuangan dilanjutkan dengan pemerasan kemudian menuju proses pengeringan
b. Proses pengeringan
- Periksa linen yang perlu dicuci ulang sebelum pengeringan
- Linen yang sudah diperas dimasukkan ke dalam mesin pengering dengan suhu 80C
- Linen tipis 10-15 menit
- Linen tebal 15-20 menit
- Linen tebal perlu pengeringan dan linen tipis hanya perlu pemerasan saja
c. Penyeterikaan dan pelipatan
- Pengeringan suhu 700 C dan penyeterikaan suhu 70 1200 C.
d. Penyimpanan linen
- Linen disimpan di dalam lemari tertutup sesuai dengan jenis linen, suhu 22 27 0 C dan
kelembaban 45 75 %.
- Simpan linen dengan sistem FIFO
e. Distribusi linen
Linen bersih dibawa dengan menggunakan trolly (tertutup) untuk mencegah kontaminasi
dalam perjalanan
47
E. SYARAT KAMAR CUCI

- Bangunan laundry harus terpisah dari bagian pengelolaan makanan


- Loket penerimaan linen kotor dengan pendistribusian linen harus dibedakan
- Mesin pencuci linen infeksi dengan non infeksi harus dibedakan
- Tekanan udara pada ruang penatalaksanaan linen kotor harus negatif untuk mencegah
sirkulasi udara menuju ruang linen bersih
- Pencahayaan harus cukup, sirkulasi udara harus baik
- Ruang pengelolaan linen bersih dan kotor harus dibedakan
- Sanitasi lingkungan yang baik / bersih
- Petugas pengelolaan linen kotor di kamar cuci harus menggunakan alat pelindung diri
seperti tutup kepala, masker, kaca mata, sarung tangan rumah tangga, sepatu boat, apron

G.

PENGELOLAAN LIMBAH DAN BENDA TAJAM


Pengelolaan limbah rumah sakit merupakan salah satu upaya pencegahan dan pengendalian

infeksi. Limbah rumah sakit adalah semua hasil kegiatan layanan kesehatan di rumah sakit yang
tidak berguna lagi atau akan dibuang. Limbah dari rumah sakit dapat berupa limbah
terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sekitar 85 % limbah yang dihasilkan dari rumah sakit
tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian
penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.
Semua limbah yang tidak terkontaminasi seperti kertas, kotak, botol, wadah plastik dan
sisa makanan dapat dibuang dengan biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Limbah setempat
atau tempat pembuangan limbah umum. Sedangkan limbah terkontaminasi (biasanya
mengandung mikroorganisme), jika tidak dikelola secara benar akan dapat menular pada petugas
yang menyentuh limbah tersebut, demikian juga kepada masyarakat pada umumnya.
Limbah terkontaminasi adalah semua limbah yang telah terkontaminasi dengan darah,
nanah, urin, cairan tubuh lain, feses, dan jaringan tubuh. Limbah dari kamar operasi seperti
jaringan, darah, kasa, kapas, dan lain lain, dan dari laboratorium seperti darah, tinja, dahak, urin,
biakan mikrobiologi harus diaggap limbah terkontaminasi. Alat-alat yang dapat melukai
misalnya jarum dan pisau bekas yang dapat menularkan penyakit-penyakit seperti hepatitis B,
hepatitis C, AIDS juga digolongkan sebagai limbah terkontaminasi.
Limbah yang tidak membawa mikroorganisme, tetapi digolongkan berbahaya karena
mempunyai potensi berbahaya/menimbulkan kerusakan pada lingkungan meliputi:
bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng dan botol bekas tempat obat/bahan
kimia, obat kadaluwarsa, vaksin, reagen, disinfektan seperti formaldehid, glutaraldehid,
bahan-bahan seperti aseton dan kloroform).
limbah sitotoksik (misalnya obat-obat untuk kemoterapi).

48

limbah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari termometer atau
tensimeter yang pecah, bahan-bahan bekas gigi, dan kadmium dari baterai yang dibuang).
wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misalnya kaleng penyemprot) yang
berbahaya dan dapat meledak apabila dibakar.
A. TUJUAN
Tujuan pengelolaan limbah adalah:
-

Mencegah penularan penyakit melalui limbah, baik untuk pasien, pegunjung,


maupun petugas kesehatan.

Melindungi masyarakat sekitar dari bahaya pencemaran limbah rumah sakit.

Melindungi petugas pembuangan limbah dari kecelakaan kerja

Menangani semua limbah di lingkungan rumah sakit dengan baik

Menjaga citra rumah sakit.

B. JENIS LIMBAH
Berdasarkan wujudnya, limbah rumah sakit dikelompokkan menjadi:
- limbah padat
- limbah cair
- limbah gas
Berdasarkan sifatnya, limbah rumah sakit digolongkan menajadi:
1. Limbah non medis (limbah umum)
2. Limbah medis, meliputi:
a. Limbah infeksius
b. Limbah farmasi dan kimia
c. Limbah sitostatika
d. Limbah radioaktif
3. Limbah benda tajam
1. Limbah non medis (limbah umum)
Limbah non medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit diluar medis,
dapat berasal dari dapur, perkantoran, rawat inap, rawat jalan, taman, halaman dan lainnya.
Pengelolaannya sama dengan pengelolaan di tempat umum, tetapi tetap harus dikelola dengan
baik dengan prosedur yang jelas.
2. Limbah medis
Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis di rumah sakit. Terdiri dari
49
limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah kimiawi, limbah sitotoksis,

limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
a. Limbah infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang mengandung mikroorganisme (virus, bakteri, dan
lainnya) yang dapat menimbulkan penyakit. Dalam praktek sehari-hari yang dianggap
limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, ekskret,
dan sekret, yang dapat menularkan kuman penyakit infeksi kepada orang lain.
Asal limbah infeksius:
-

Laboratorium klinik/mikrobiologi: sprutum, darah, pus, feses, urin, biakan


mikrobiologi.

Laboratorium patologi: cairan dan jaringan tubuh manusia

Rawat inap, rawat jalan, OK, HD, dan lain-lain: kassa, kapas lidi, tissu, darah, urin,
feses, pus, cairan tubuh lain, jaringan, dan sebagainya.

b. Limbah farmasi dan kimia


Dapat berupa obat kadaluwarsa, vaksin, reagen, disinfektan seperti formaldehid,
glutaraldehid, bahan-bahan seperti aseton dan kloroform, botol/kaleng bekas wadah
obat/bahan kimia. Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat dimusnahkan di incenerator,
tetapi dalam jumlah besardi kembalikan ke disrtibutor.
Bahan yang larut air, contohnya larutan vitamin, obat batuk, cairan intravena, dan tetes
mata, dapat diencerkan dengan sejumlah besar air lalu dibuang dalam tempat pembuangan
limbah cair.
c. Limbah sitostatika
Limbah sitostatika adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dengan obat sitostatika
pada pemberian kemoterapi pasien kanker atau sisa obat sitostatika itu sendiri. Sitostatika
merupakan obat yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
Sisa obat sitostatika atau limbah sitotoksik lain tidak boleh dicampur dengan sisa-sisa
limbah farmasi lainnya. Dalam jumlah kecil dapat dimusnahkan di incenerator, tetapi
dalam jumlah besar dikembalikan ke disrtibutor. Limbah sitotoksik tidak boleh dibuang di
sungai, telaga, danau atau area pemerataan tanah.
C. PENGELOLAAN LIMBAH
Pengelolaan limbah meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pemilahan
- Pemilahan dimulai dari awal penghasil limbah
- Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
- Limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhok

50

- Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, pada tempat sampah yang telah ditentukan yang
telah dialasi dengan kantong plastik berbeda warna:
- warna hitam untuk limbah non medis
- warna kuning untuk limbah infeksius
- warna ungu untuk limbah sitostatika
- warna coklat untuk limbah kimia dan farmasi (bila tidak ada kantong platik coklat,
dapat diganti dengan kantong kuning, dan diberi label)
- warna merah untuk limbah radioaktif
- Limbah benda tajam ditempatkan dalam wadah tahan tusuk dan tahan air (safety box)
Tempat penampungan limbah
- Dalam tempat sampah bertutup, terbuat dari bahan yang kuat, ringan, anti bocor dan
tidak berkarat
- Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki (berpedal)
- Tempat sampah dalam keadaan bersih dan harus dicuci setiap hari dan didisinfeksi
dengan larutan klorin 0,5%.
- Tempatkan tempat sampah pada setiap jarak 10 20 meter
- Diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
2. Pengumpulan
- Petugas harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga, baju kerja khusus, dan
sepatu boot)
- Setelah terisi 2/3 penuh, ikat kantong plastik limbah dengan kuat.
- Sebelum melakukan pengikatan, pastikan limbah telah ditempatkan sesuai jenisnya. Apabila
ada penyimpangan, segera laporkan kepada penanggung jawab ruangan.
- Kantong diangkat dengan memegang lehernya.
- Limbah benda tajam diangkat bersama safety boxnya
- Beri label pada kantong plastik limbah
- Bawalah limbah ke tempat penampungan sementara yang sudah ditentukan, setiap hari
- Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh kendaraan), aman
dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi selalu kering.
3. Pengangkutan
- Pengangkutan limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
- Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
- Tidak boleh ada yang tercecer
- Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
- Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.

51

- Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol setelah
melepaskan sarung tangan setelah menangani limbah.
4. Pemusnahan
- Limbah non medis (limbah umum) dibawa ke tempat pembuangan limbah umum,
bekerjasama dengan dinas kebersihan kota.
- Limbah infeksius dan limbah tajam di musnahkan dengan cara incenerasi menggunakan
incenerator. Incenerasi adalah proses pemusnahan limbah padat, cair, atau gas mudah
terbakar dengan suhu sangat tinggi sehingga menghasilkan sisa yang sangat sedikit .
- Limbah cair dibuang dalam wastafel khusus.
- Limbah feces dan urine dibuang ke dalam wastafel di ruang spoelhok atau di toilet.
D. PENANGANAN LIMBAH TAJAM
Yang dimaksud limbah tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam atau runcing
sehingga dapat memotong/melukai atau menusuk kulit. Contoh: Jarum suntik, jarum jahit
bedah, pisau bedah (bisturi), blood lancet, pecahan kaca, ampul obat, gunting, benang kawat,
dan lain-lain.
Cara pengelolaan:
- Sediakan wadah yang tahan tusukan dan tahan air, tertutup dan diberi label biohazard.
Dapat digunakan safety box terbuat dari kardus tebal yang dilapisi plastik agar kedap
air, di bagian atas diberi lubang untuk memasukkan jarum.
- Jangan menekuk atau mematahkan jarum yang telah dipakai.
- Jangan meletakkan limbah benda tajam di sembarang tempat.
- Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
- Segera buang limbah benda tajam ke dalam wadah yang telah ditentukan (safety box)
- Selalu buang sendiri oleh si pemakai
- Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
- Limbah benda tajam yang telah ditampung pada tempatnya, setelah 2/3 bagian penuh,
lubang ditutup rapat-rapat dan dibawa ke incenerator untuk dibakar/dimusnahkan bersama
wadahnya.
Penanganan Limbah Pecahan Kaca
Pakailah sarung tangan rumah tangga
Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut, kemudian
bungkus dengan kertas
Masukkan dalam kontainer tahan tusukan, dan beri label
52
E. PENANGANAN LIMBAH MENGANDUNG LOGAM BERAT

Baterai, termometer, dan tensimeter,

merupakan contoh benda/alat di rumah sakit yang

mengandung logam berat seperti air raksa atau kadmium. Cara pembuangannya adalah
sebagai berikut:
Jika pelayanan daur ulang tersedia (melalui industri pabrik), ini adalah pilihan terbaik.
Jika daur ulang tidak mungkin, maka dapat di lakukan pembuangan dengan enkapsulasi.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena akan mengeluarkan uap logam beracun, juga
tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusi lapisan air di tanah.
Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin dan bayi.
Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan
aliran air lainnya. Untuk mengurangi risiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa
seperti termometer dan tensimeter sebaiknya diganti dengan yang tidak mengandung air
raksa.
Penanganan jika termometer pecah:
-

Pakai sarung tangan pemeriksaan pada kedua tangan.

Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan tuangkan dalam
wadah kecil tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali.

Pecahan kaca termometer ditangani seperti penanganan pecahan kaca

F. PENANGANAN LIMBAH CAIR


Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit
yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang
berbahaya. Limbah cair di rumah sakit dapat berasal dari laboratorium, patologi, rawat jalan,
rawat inap, farmasi, radiologi, dan lain-lain.
Limbah cair diproses dalam Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), yaitu sarana pengolah
limbah cair dari mulai limbah kotor diproses sampai menjadi cukup bersih dan memenuhi
baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proses kerja IPAL secara lengkap terdapat pada
Buku Pedoman Sanitasi Rumah Sakit RK. Charitas.

G. PENANGANAN LIMBAH GAS


Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran
di rumah sakit baik dari incenerator, dapur, perlengkapan generator, anestesi dan
pembuangan obat sitotoksis. Mengacu pada keputusan menteri lingkungan hidup Nomor Kep
53 gas
13/Men LH/12/1995 tentang baku mutu emesi barang tidak bergerak: Monitoring limbah
berupa NO2, SO2, logam berat dan dioxin dilakukan setiap setahun sekali.

H.

PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian lingkungan rumah sakit merupakan salah satu aspek penting dalam upaya

pencegahan

dan

pengendalian

infeksi.

Terjadinya

infeksi

akibat

lingkungan

dapat

dicegah/diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan


lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, dekontaminasi peralatan
medik dengan tepat melalui disinfeksi dan sterilisasi, penyediaan air bersih yang bermutu,
pengelolaan limbah, pengendalian serangga, tikus dan binatngan pengganggu, mempertahankan
ventilasi udara yang baik, memelihara saluran limbah, dan lain sebagainya.
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar patogen dari
permukaan dan benda yang terkontaminasi. Pembersihan permukaan di lingkungan pasien sangat
penting karena agen mikroorganime dapat bertahan di lingkungan selama beberapa jam atau
bahkan beberapa hari. Pembersihan dapat dilakukan dengan air dan detergen, dengan atau tanpa
disinfektan.
A. TUJUAN
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit adalah mencegah terjadinya penularan
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar
rumah sakit sehingga kejadian infeksi dapat dicegah , serta untuk menciptakan lingkungan rumah
sakit yang bersih, aman dan nyaman
B. DISINFEKSI
Untuk mengurangi tingkat kontaminasi permukaan di lingkungan, dilakukan disinfeksi dengan
larutan kimia yang disebut disinfektan. Sebelum proses disinfeksi, harus dilakukan pembersihan
terlebih dahulu. Disinfeksi harus dilakukan terhadap perlengkapan dan permukaan yang pernah
bersentuhan dengan kulit atau mukosa pasien atau sudah sering disentuh oleh petugas kesehatan.
Jenis disinfektan yang digunakan di rumah sakit meliputi:
sodium hipoklorit digunakan pada permukaan atau peralatan bukan logam;
alkohol digunakan pada permukaan yang lebih kecil;
senyawa fenol;
senyawa amonium quaterner; dan/atau
senyawa peroksigen
C. PEMBERSIHAN LINGKUNGAN KEPERAWATAN

54

- Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan pasien harus dibersihkan setiap hari dan
bila terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan setelah pasien pulang dan
sebelum pasien baru masuk.
- Disamping pembersihan, bagi tempat tidur dan permukaan peralatan seperti dorongan
tempat tidur, meja di samping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu,
keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, remote kontrol, perlu dilakukan
disinfeksi.
Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%. Dianjurkan untuk melakukan
pembersihan permukaan lingkungan dengan detergen yang netral dilanjutkan dengan
larutan disinfektan.
- Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan. Membersihkan debu
dengan kain kering atau dengan sapu harus dihindari karena akan mengakibatkan debu
berhamburan.
- Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan.
-

Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah digunakan
dan sebelum disimpan.

- Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang tidak
perlu sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
- Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah digunakan pasien yang diketahui
atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan
dengan disinfektan segera setelah digunakan.
- Teknik pembersihan dengan cara yang benar sesuai prosedur
- Petugas yang melakukan pembersihan harus mengenakan APD meliputi:
Sarung tangan karet (rumah tangga);
Gaun pelindung dan celemek karet; dan
Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.
- Setelah selesai melakukan pembersihan, APD dilepas, dibersihkan, dan disimpan di tempat
yang telah ditentukan,dan lakukan kebersihan tangan
Pembersihan dan disinfeksi tumpahan/percikan darah/cairan tubuh
Pakailah APD: gaun pelindung, celemek, dan sarung tangan rumah tangga.
Seraplah tumpahan darah/cairan tubuh menggunakan kertas/koran/tissu
Buang kertas/koran/tissu yang telah terkontaminasi ke dalam kantong kuning/tempat
sampah infeksius
Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan dengan larutan klorin
55
0,5%

Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut ke wadah
yang ditentukan untuk selanjutnya dilakukan pembersihan dan disinfeksi.
Lakukan kebersihan tangan.
D. KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH SAKIT
1. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan secara
periodik. Cat dinding berwarna terang dan menggunaakan cat yang tidak luntur serta
tidak mengandung logam berat.
2. Langit-langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan, tingginya minimal 2.70
meter dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus diberi
anti rayap.
3. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna terang,
permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin 3 kali
sehari atau bila perlu. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding
harus berbentuk lengkung agar mudah dibersihkan.
4. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan
binatang pengganggu lainnya.
5. Ventilasi
Ventilasi alamiah menjamin aliran udara di dalam ruangan. Luas minimum 15% dari luas
lantai. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan keperluan ruangan.
6. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya.
7. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem
ventilasi, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar aman dan nyaman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu. Pemasangan
pipa air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan
negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
7.

Furniture
56

Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan cairan
disinfektan, Tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya.
8. Fixture & Fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di disain sedemikian rupa sehingga mudah
di bersihkan.
9. Gorden
Bahan terbuat dari yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang, Dicuci
secara periodik 1-3 bulan sekali, atau segera bila terkontaminasi darah/cairan
tubuh/tampak kotor, dan tidak menyentuh lantai.
10. Disain ruangan
Sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi kewaspadaan standar.
Alkohol handrub perlu disediakan di tempat yang mudah diraih.
Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien, sedang di ruang high care 1
wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur
dalam waktu yang sama, idealnya 2,5m. Penurunan jarak antar tempat tidur menjadi 1,9m
menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15 kali.
E. VENTILASI RUANGAN
Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebarkan udara luar, dan/atau udara
daur ulang yang telah diolah dengan tepat.. Ventilasi berbeda dengan pengkondisian udara.
Pengkondisian udara adalah mempertahankan lingkungan dalam ruang agar bertemperatur
nyaman.
Ventilasi yang memadai dan aliran udara satu arah yang terkontrol akan mengurangi
penularan kuman melalui airborne (misalnya, tuberkulosis paru-paru, campak, cacar air).
Sebagian besar penyakit pernapasan (misalnya, virus parainfluenza, RSV, virus influenza)
dapat dicegah penularannya dengan sistem ventilasi yang baik. Ruang tindakan yang dapat
menimbulkan aerosol harus diupayakan ventilasi yang baik yaitu mempunyai pertukaran
udara 12 kali/jam serta aliran udara kesatu arah.
Ada tiga jenis sistem ventilasi:
a. Ventilasi mekanis, menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui suatu
gedung, jenis ini dapat dikombinasikan dengan pengkondisian dan penyaringan udara.
b. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara melalui suatu
57
gedung; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan
antara udara di dalam dan di luar gedung, yang dinamakan efek cerobong.

c. Sistem ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis dan alami.


Pemilihan jenis ventilasi ruangan harus dipertimbangkan dengan cermat saat merancang
suatu fasilitas pelayanan kesehatan. Ventilasi adalah strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi yang penting untuk penyakit yang mungkin ditularkan melalui droplet nuklei, dan
manfaatnya bukan hanya untuk keperluan isolasi tapi juga untuk keamanan areal lain di
fasilitas pelayanan kesehatan tersebut. Bila ruang isolasi berventilasi mekanis, perlu
dipastikan bahwa sistem ventilasinya berfungsi dengan baik melalui pemantauan berkala.
F. KUALITAS UDARA RUANGAN
Ruangan tidak boleh berbau. Ukuran debu < 10 mikron, dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau
24 jam tidak melebihi 150 ug/m3, dan tidak mengandung debu asbes.
No
1.
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Ruang/Unit
Operasi
Bersalin
Pemulihan/Perawatan
Observasi & Perawatan bayi/prematur
ICU
Kamar Jenazah
Penginderaan medis
Laboratorium
Radiologi
Sterilisasi
Dapur
Gawat Darurat
Ruang luka bakar
Administrasi, pertemuan

Konsentrasi Maksimum Mikroorganisme


per m3 udara (CFU/m3)
10
200
200-500
200
200
200-500
200
200-500
200-500
200
200-500
200
200
200-500

Tabel 1. Index Angka Kuman menurut Fungsi Ruang/Unit


G. PENYEHATAN KUALITAS AIR
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang memenuhi syarat di seluruh bagian rumah sakit,
maka dalam pemilihan sumber air harus mempertimbangkan kualitas air (fisik, kimia, biologi),
kontinuitas ketersediaan, dan kualitasnya.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan air bersih yang bermutu
untuk rumah sakit meliputi:
- Tersedia air bersih minimum 500 L / TT / hari
- Pemeriksaan fisik, kimia, dan mikrobiolgi air dilakukan mnimal 2 x / tahun dari reservoir
dan kran terjauh
- Sampel dikirim ke Laboratorium yang berwenang
- Setiap 24 jam dilakukan pengukuran sisa khlor, pH dan kekeruhan

58

- Untuk ruang operasi pengolahan tambahan dgn catridge filter , dilengkapi ultra violet

- Untuk ruang farmasi dan hemodialisis, air di murnikan untuk penyiapan obat/pengenceran
larutan hemodialisis.
H. PENGENDALIAN SERANGGA, TIKUS, DAN BINATANG PENGGANGGU
Untuk memutus rantai penularan infeksi yang cara penularannya dengan perantaraan vektor,
maka keberadaan serangga, tikus, dan binatang pengganggu harus dikendalikan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan meliputi:
- Kepadatan jentik (terutama aedes) harus nol
- Lubang ditutup kasa
- Bebas kecoa terutama dapur, gudang makanan dan ruang steril
- Tidak ditemukan tanda keberadaan tikus
- Tidak ditemukan lalat dlm bangunan tertutup
- Lingkungan rumah sakit bebas kucing dan anjing
- Ruangan diberi anti rayap
I. PEMBERSIHAN PERMUKAAN LINGKUNGAN
Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
Jaga kebersihan lingkungan, lantai, dinding, permukaan meja
Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
Pilih disinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk pabrik
Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
Hindari metode pembersihan permukaaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol
Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disifektan untuk peralatan non kritikal
dan permukaan lingkungan
Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan seperti
perkantoran/ administrasi
Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai di area perawatan pasien
Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution
- Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan cairan yang
baru
- Ganti mop setiap hari
- Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan biarkan kering sebelum
dipakai lagi
Selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan dengan wet vacum atau mop lantai
dan dinding dengan menggunakan pembersih. Jangan gunakan keset di pintu masuk
59
ruang operasi
Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai.

Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi
Hindari penggunaan carpet di ruang perawatan pasien atau terutama yang risiko tinggi
terjadi tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium, intensive care
Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan di area pelayanan pasien
Tidak diperbolehkan adanya bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
Lakukan pest control secara rutin
Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi.
Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan disinfeksi
Pakai cairan disinfektan yang sesuai
Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan untuk
meminimalkan penyebaran mikroorganisme
J. PEMBUANGAN SAMPAH
- Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam wadah
atau kantong yang sesuai:
Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning. Semua sampah dari suatu
ruangan/area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne)
harus ditangani sebagai sampah infeksius.
Untuk sampah non medis gunakan kantong plastik hitam.
Untuk sampah sitostatika gunakan kantong plastik ungu
Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan/safety box
- Kantong sampah apabila sudah 2/3 bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak
boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi harus
menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
- Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai, ditangani dan
dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional mengenai sampah
rumah sakit.
- Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran
yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.

I. KESEHATAN KARYAWAN/ PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN

60

Petugas kesehatan berisiko terinfeksi saat bekerja, disamping juga dapat menularkan
infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain. Oleh karena itu, petugas kesehatan
harus mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit infeksi, cara transmisi, cara pencegahan dan
pengendaliannya. Kepada petugas juga perlu diberikan sosialisasi Kewaspadaan Isolasi
(Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi), serta Kebijakan Departemen
Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini. Selain itu, rumah
sakit/fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
petugas kesehatan, serta program kesehatan dan keselamatan kerja bagi karyawan.
Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
mengalami infeksi apa saja (riwayat kesehatan yang lalu), status imunisasinya, terapi saat ini,
serta dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi. Imunisasi yang dianjurkan untuk
petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila memungkinkan hepatitis A, influenza, campak,
tetanus, difteri, rubella. Mantoux test perlu dilakukan untuk melihat adakah infeksi TB
sebelumnya. Pada kasus khusus, dapat diberikan vaksinasi varicella. Keputusan pelaksanaan
imunisasi tergantung pada risiko paparan pada petugas, kontak petugas dengan pasien,
karakteristik pasien rumah sakit, dan dana rumah sakit.
A. TUJUAN
Tujuan dari program kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan adalah:
Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
Memelihara kesehatan petugas kesehatan
Mengurangi biaya perawatan
Mencegah ketidakhadiran petugas dan ketidakmampuan bekerja
, Mencegahan tuntutan hukum.
Mencegah timbulnya KLB
B. PROGRAM KESEHATAN KARYAWAN
Adalah program sebagai upaya preventif terhadap infeksi yang dapat ditularkan dalam
kegiatan pelayanan kesehatan. Program kesehatan karyawan meliputi:
1. Pemeriksaan kesehatan berkala
2. Pencegahan penularan infeksi dan risiko kecelakaan kerja:
- Taat menerapkan Kewaspadaan Isolasi (Standar dan Berdasarkan Transmisi)
- Menjaga kesehatan saluran nafas (tidak merokok)
- Menjaga kesehatan tubuh secara umum.
- Menjaga kebersihan dan higiene diri
- Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
- Tidak memanipulasi jarum bekas pakai

61

- Buang jarum bekas bersama spuitnya pada wadah khusus/safety box


- Buang sendiri jarum bekas oleh pemakai, jangan menyuruh orang lain.
- Jangan letakkan dan meninggalkan jarum sembarangan
- Untuk pengambilan darah, sebaiknya gunakan tabung vakum (vacutainer)
- Jaga lantai tetap kering, tidak licin
3. Penyediaan sarana Kewaspadaan Standar
-

Alat Pelindung Diri (APD) harus tersedia cukup di ruang perawatan dan tindakan,
terutama ruang gawat darurat.

Indikasi, cara pemakaian dan cara pelepasan A{D harus dipahami dengan baik oleh
petugas

4. Pemberian imunisasi/profilaksis: Hepatitis B, infuenza


5. Penatalaksanaan penularan
-

Petugas yang menderita flu diminta tidak merawat pasien atau kontak dengan pasien
imunitas rendah

Petugas yang demam/menderita gangguan pernafasan dalam 10 hari stetelah


terpajan penyakit menular melalui udara (airborne) perlu dibebastugaskan dan harus
diisolasi.

6. Penatalaksanaan paska pajanan.


Hal yang perlu dilakukan:
-

Periksa status kesehatan petugas terpajan

Ketahui status kesehatan sumber terpajan

Terapkan profilaksis paska pajanan (PPP) sesuai kebijakan RS

Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh


-

Pada mata : Bilas dengan air mengalir atau garam fisiologis selama 15 menit.

Pada kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit, atau cuci dengan air mengalir
dan sabun

Pada mulut : Ludahkan, dan segera kumur-kumur selama 1 menit.

Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.

Segera hubungi kepala bagian/wakilnya dan dokter bagian gawat darurat

Catat dan laporkan ke panitia K3RS dan Komite/Tim PPI.

7. Tindakan paska luka tusuk jarum bekas


-

Jangan panik!!

Segera cuci dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik, dan disinfeksi dengan
alkohol 70%

Segera lapor ke Kepala Bagian/wakilnya dan hubungi dokter BGD

Catat dan laporkan ke panitia K3RS dan Komite/Tim PPI.

Tentukan status imunitas petugas dan sumber pajanan

62

- Tentukan status HIV, HBV, dan HCV sumber pajanan


- Tentukan status HIV, HBV, dan HCV petugas yang terpajan
- Pemberian profilaksis paska pajanan sesuai alur.
8. Support psikososial dan pelayanan konseling.
9. Terapi dan follow up infeksi pada petugas
10. Monitoring dan surveilans
C. PAJANAN TERHADAP VIRUS HIV
1. Jenis pajanan potensial:

darah

cairan semen / cairan vagina

cairan serebrospinal

cairan sinovial / pleura / periakardial / peritonial / amnion

2. Upaya menurunkan risiko terpajan mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh lain dapat
dengan cara:
- Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, dan memakai APD yang sesuai
- Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
- Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum dan benda tajam.
3. Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan (serokonversi +):
- Pajanan darah/cairan tubuh dalam jumlah besar
- Tusukan yang dalam, ditandai dengan luka dalam dan darah terlihat jelas
- Tampak darah pada alat penyebab pajanan
- Jarum berlubang di tengah
- Tusukan masuk ke pembuluh darah
- Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
- Sumber pajanan dalam stadium AIDS.
4. Profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan,
dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AZT (zidovudine), 3TC
(lamivudine) dan Indinavir atau sesuai pedoman yang dipakai.
5. Monitoring PPP-HIV
- Profilksis harus diberikan selama 28 hari
- Dibutuhkan dukungan psikososial
- Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui proses infeksi dan memonitor efek
toksik obat ARV
- Tes HIVdiulang setelah 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan
63
D. PENATALAKSANAAN TERTUSUK JARUM/TERPAJAN CAIRAN TUBUH

1. Penatalaksanaan tertusuk jarum/terpajan cairan tubuh diterapkan pada petugas di Rumah Sakit
yang mendapat luka /cedera akibat tertusuk jarum / benda tajam bekas pakai atau terpajan cairan
tubuh pasien.
2. Kejadian tertusuk jarum/terpajan cairan tubuh ditangani sesuai prosedur dalam waktu sesegera
mungkin, tidak lebih dari 1 x 24 jam.
3. Apabila ada insiden segera laporkan kepada Kepala Bagian/wakilnya. Selanjutnya Kepala
Bagian/wakilnya segera menghubungi dokter di Bagian Gawat Darurat untuk penatalaksanaan
segera. Formulir laporan pajanan diisi dan di kirim ke Panitia K3 dalam 24 jam pertama,
tembusan kepada Komite PPI.
4. Tatalaksana petugas yang tertusuk/terpajan dilakukan di tempat kejadian, Bagian Gawat Darurat,
Poli VCT Mawar, dan Poliklinik Umum/Penyakit. Dalam.
5. Pemeriksaan laboratorium petugas dan pasien yang menjadi sumber/asal jarum/cairan tubuh
dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit RK. Charitas
6. Biaya pemeriksaan laboratorium dan vaksin untuk petugas di tanggung oleh Rumah Sakit RK.
Charitas.
7. Obat obat ARV di sediakan gratis oleh Poliklinik VCT Mawar.
8. Pemberian Profilaksis Paska Pajanan (PPP) HIV diberikan di Poliklinik VCT Mawar (Hari Senin
Sabtu Pk: 13.00 wib 16.00 wib, dan di Bagian Gawat Darurat untuk waktu di luar jam kerja
Poliklnik VCT Mawar..
9. Bila sumber jarum/cairan tubuh diketahui pasien Hepatitis B positif, petugas yang terpajan
dirujuk ke Poliklinik Penyakit Dalam untuk pemberikan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG) dan
pemberian vaksinasi serial sebanyak tiga kali jika belum pernah di vaksin. Jika pernah di vaksin
dan masih dalam batas waktu, tidak dilakukan tata laksana apapun.
10. Bila sumber jarum/cairan tubuh diketahui pasien Hepatitis C, petugas dirujuk ke Poliklinik
Penyakit Dalam untuk tatalaksana selanjutnya.
11. Petugas yang terpajan diberikan konseling dan monitoring toksisitas profilaksis pasca paparan.
12. Penatalaksanaan secara lengkap mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan Pajanan di Tempat
Kerja yang telah disusun oleh P2K3, Prosedur Tetap Penatalaksaanan Luka Tusuk Jarum/Benda
Tajan, dan Prosedur Tetap Penatalaksanaan Pajanan Cairan Tubuh

E. ALUR PELAPORAN PASKA PAJANAN


64

Bagan Alur Pelaporan dan Penanganan Paska Pajanan


F. PENANGANAN PASKA PAJANAN
1.

PASKA PAJANAN HEPATITIS B


Kemungkinan infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 40% per pajanan. Segera
setelah pajanan harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Petugas dapat terjadi infeksi
bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg. Petugas yang terpajan virus hepatitis B
tidak perlu divaksinasi bila telah mengandung Anti HBs lebih dari 10mU/ml. Bila belum,
berikan HB imunoglobulin IM segera (dianjurkan dalam waktu 48 jam dan setelah 1
minggu paska pajanan), dan 1 seri vaksinasi Hepatitis B, dan dimonitor dengan tes
serologik. Penjelasan yang lebih lengkap dapat dilihat pada tabel berikut.

Vaksinasi dan
respon antibodi dari
Petugas Kesehatan #
Belum divaksinasi

Pernah divaksinasi
Diketahui sebagai
responder $
Diketahui sebagai
non responder $$
Tidak diketahui
status respon
antibodinya

Status Infeksi Sumber Pajanan


HBsAg negatif
Tidak tahu/ sarana
pemeriksaan (-)
1 dosis HBIg * + seri
Seri vaksinasi
Seri vaksinasi hepatitis B
vaksinasi hepatitis B
hepatitis B
Sumber pajanan berisiko
tinggi obati seperti pada
HbsAg positif
HbsAg + positif

Tidak perlu PPP

Tidak perlu PPP

Tidak perlu PPP

1 dosis HBIg* + ulangan


seri vaksinasi hepatitis B
atau 2 dosis HBIg
Anti-HBs terpajan
Cukup tidak perlu
PPP
Tidak cukup 1
dosis HBIg + vaksin
boster

Tidak perlu PPP

Sumber pajanan
berisiko
tinggi obati pada HbsAg
positif
Anti-HBs terpajan
Cukup tidak perlu PPP
Tidak cukup 1 dosis
HBIg + vaksin boster

Tidak perlu PPP

Tabel 2. Profilaksi Paska Pajanan untuk Hepatitis B


Keterangan :
# Orang yang sebelumnya pernah mendapat infeksi Hepatitis B telah memiliki kekebalan terhadap
Hepatitis B (anti HbsAg > 10 IU) dan tidak perlu mendapatkan Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)
+ Hepatitis B surface antigen
65
* Dosis Immune Globulin Hepatitis B : 0,05 ml/kg BB intramusculer
$ Seorang responder adalah orang yang memiliki kadar antibodi Hepatitis B yang cukup di dalam
Serum (yaitu anti HBs > 10 mU/ml), sedangkan non-responder adalah seseorang yang memberikan respon kurang pada pemberian vaksinasi (kadar antibodi terhadap HbsAg nya < 10 mU/ml)

$$ Untuk para non-responder lebih baik diberi HBIG dan vaksinasi ulang secara serial bila mereka
belum sempat menyelesaikan dosis ke-3 vaksinasinya. Bagi mereka yang telah mendapatkan
vaksinasi ke-2 secara lengkap dan tidak memberi respon, perlu diberi 2 dosis HBIG. Dosis pertama diberikan saat pajanan dan dosis ke-2 pada 1 bulan kemudian.

2. PASKA PAJANAN HIV


a. Penilaian Pajanan untuk Profilaksis Pasca Pajanan (PPP) HIV
Perlukaan Kulit

Jenis
Pajanan

HIV positif
Tingkat 1 (a)

Kurang
berat (e)

Dianjurkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP

Lebih
berat (f)

Pengobatan
dengan
3 obat PPP

Status Infeksi Sumber Pajanan


HIV positif
Tidak diketahui
Tdak diketahui
Tingkat 2 (a,b)
Status HIV nya
Sumbernya (d)
(c)
Anjuran
Umumnya
tidak Umumnya tidak
pengobatan
perlu
PPP, perlu PPP (h,i)
dengan
pertimbangkan (g)
3 obat PPP
2 obat PPP bila
sumber berisiko (h)
Anjuran
Umumnya
tidak Umumnya tidak
pengobatan
perlu
PPP, perlu PPP (h,i)
dengan
pertimbangkan 2
3 obat PPP
obat
PPP bila
sumber berisiko (h)

HIV
negatif
Tidak perlu
PPP

Tidak perlu
PPP

Tabel 3. Penilaian pajanan perlukaan kulit untuk PPP HIV

Pajanan Pada Lapisan Mukosa atau Pajanan Pada Luka di Kulit


Volume
pajanan
Volume
sedikit
(beberapa
tetes)
Volume
banyak
(tumpahan
bamyak
darah)

HIV positif
Tingkat 1 (a)
Pertimbangkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP (h)
Dianjurkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP

Status Infeksi Sumber Pajanan


HIV positif
Tidak diketahui
Tdak diketahui
Tingkat 2 (a,b)
Status HIV nya (c)
Sumbernya (d)
Anjuran
Umumnya
tidak Umumnya tidak
pengobatan
perlu
PPP, perlu PPP (h,i)
dengan
pertimbangkan (g) 2
3 obat PPP
obat
PPP
bila
sumber berisiko (h)
Anjuran
Umumnya
tidak Umumnya tidak
pengobatan
perlu
PPP, perlu PPP (h,i)
dengan
pertimbangkan
2
3 obat PPP
obat
PPP
bila
sumber berisiko (h,i)

HIV
negatif
Tidak
perlu
PPP
Tidak
perlu
PPP

Tabel 4. Penilaian volume pajanan pada mukosa/luka di kulit untuk PPP HIV
Keterangan :
(a) HIV Asimtomatis atau diketahui viral load rendah ( < 1500 RNA/ml )
(b) HIV Simtomatis, AIDS< serokonversi akut, atau diketahui viral load tinggi, bila dikhawatirkan adanya
resistensi obat, konsultasikan kepada ahlinya. Pemberian PPP tidak boleh ditunda dan perlu tersedia
sarana untuk melakukan perawatan secepatnya.
(c) Contoh, pasien meninggal dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan darah.
(d) Contoh, jarum dari tempat sampah
(e) y.i. jarum buntu luka di permukaan
66 pada
(f) y.i jarum besar berlubang, luka tusuk dalam, nampak darah pada alat, atau jarum bekas dipakai
arteri atau vena
(g) Pernyataan Pertimbangkan PPP menunjukkan bahwa PPPmerupakan pilihan tidak mutlak dan harus
diputuskan secara individual tergantung dari orang yang terpajan dan keahlian dokternya. Namun,

pertimbangkan pengobatan dasar dengan 2 obat PPP bila ditemukan faktor risiko pada sumber pajanan,
atau bila terjadi di daerah dengan risiko tinggi HIV
(h) Bila diberikan PPP dan diterima, dan sumber pajanan kemudian diketahui HIV negatif, maka PPP harus
dihentikan.
(i) Pada pajanan kulit, tindak lanjut hanya diperlukan bila ada tanda-tanda kulit yang tidak utuh seperti
dermatitis, abrasi atau luka.

b. Rejimen ARV untuk Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)


Tingkat Risiko Pajanan
Rejimen
Risiko menengah (kemungkinan ada Rejimen kombinasi 2 obat dasar,
risiko terjadi infeksi)
contohnya :
AZT 2 x 300 mg + 3TC 2 x 150 mg atau
D4T 2 x 400 mg + 3TC 2 x 150 mg atau
ddI 1 x 400 mg + d4T
Risiko tinggi (risiko terjadi infeksi yang Rejimen
kombinasi
3
obat,
nyata, misalnya pajanan dengan darah contohnya:
volume banyak, luka tusuk yang dalam) AZT/3TC + NNRTI (EFV 1 x 600 mg)2
AZT/3TC NFV (3 x 750 mg) atau IDR
(3 x 800 mg)
AZT/3TC/IDV/r
Tabel 5. Rejimen ARV untuk PPP
Keterangan:
1. Rejimen PPP perlu disesuaikan dengan menggunakan obat yang tidak resisten terhadap sumber pajanan
(bila diketahui).
2. Efavirenz lebih baik daripada NVP tetapi tidak dianjurkan untuk wanita hamil. Telah dilaporkan 2
kematian dari petugas kesehatan dengan toksisitas hati yang terkait dengan PPP yang mengandung NVP
sehingga penggunaannya tidak dianjurkan lagi.

3. PAJANAN INFEKSI LAINNYA


a. Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada terapi profilaksis paska pajanan yang dapat
diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan adakah serokonversi dan
didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus diperiksa.
b. Pajanan terhadap virus H5N1
-

Bagi petugas yang merawat pasien flu burung, suhu tubuh dipantau 2x/hari

Bila timbul deman, petugas dipindahkan dari tugas perawatan, dan harus menjalani
uji diagnostik.

Bila terjadi pajanan H5N1 atau penyebab tidak dapat diidentifikasi, dianjurkan
diberikan oseltamivir 2x75mg selama 5 hari. Monitor kesehatan petugas yang
terpajan.

c. Infeksi Neisseria meningitidis


N. meningitidis dapat ditularkan lewat sekresi pernafasan. Perlu terapi profilaksis bila telah
terjadi kontak erat petugas dengan pasien misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan
67
Rifampisin 2 X 600 mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyprofloxasin 500 mg atau
Cefriaxon 250 mg IM.

d. Mycobacterium tuberculosis
Penularan kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru.
Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang
paska pajanan perlu di tes Mantoux, bila indurasinya > 10 mm perlu diberikan profilaksis
INH sesuai rekomendasi.
e. Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis, Difteria dan
Rabies)
Penularannya tidak sering, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas. Dianjurkan
vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang
endemis.

J.

PENEMPATAN PASIEN

A. PENEMPATAN PASIEN DENGAN/DICURIGAI PENYAKIT MENULAR


Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Kewaspadaan Standar. Untuk
kasus/dugaan kasus penyakit menular melalui udara:
Tempatkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri tidak tersedia,
tempatkan pasien dengan sistem kohorting. Bila ditempatkan dalam 1 ruangan, jarak antar
tempat tidur harus lebih dari 2 meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan
penghalang fisik seperti tirai atau sekat.
Upayakan ruangan tersebut bertekanan udara negatif, dengan pergantian udara 6-12x per
jam dan sistem pembuangan udara kelua,r atau menggunakan saringan udara efisiensi
tinggi (filter HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di
rumah sakit.
Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan udara efisiensi
tinggi, buat tekanan negatif di dalam ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan
atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar aliran udara ke luar gedung melalui
jendela. Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji untuk
tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu
dan amati apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan di
dalam ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan
tindakan pencegahan ini.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai: masker (bila
68
memungkinkan masker efisiensi tinggi, bila tidak, gunakan masker bedah sebagai
alternatif), gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.

Pakai sarung tangan bersih, non-steril ketika masuk ruangan.


Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan
pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang di dalam ruangan.
.
B. PERTIMBANGAN PADA SAAT PENEMPATAN PASIEN
Tempatkan pasien pada kamar tersendiri, bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap
lingkungan, misal: luka lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
Tempatkan pasien pada kamar tersendiri dengan pintu tertutup, bila diwaspadai transmisi
melalui udara ke kontak, misal: luka dengan infeksi kuman gram positif.
Tempatkan pasien pada kamar tersendiri atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust ke area tidak ada orang lalu lalang, misal: TBC.
Tempatkan pasien pada kamar tersendiri dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi
airborne luas, misal: varicella
Tempatkan pasien pada kamar tersendiri bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
(anak, gangguan mental).
Bila kamar tersendiri tidak memungkinkan dapat kohorting. Bila pasien terinfeksi dicampur
dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung harus melaksananakan
kewaspadaan untuk mencegah penularan infeksi.
C. TRANSPORT PASIEN INFEKSIUS
Dibatasi, bila perlu saja.
Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan:
1. Pasien diberi APD (masker, gaun)
2. Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut, dan supaya
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
3. Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi transmisi
kepada orang lain
Pasien yang didiagnosis menderita SARS atau flu burung
Jangan izinkan mereka meninggalkan tempat isolasi kecuali untuk pelayanan kesehatan
penting.
Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan terpajannya staf,
pasien lain, atau pengunjung.
Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan cukup menggunakan
gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat menggunakan masker, petugas
kesehatan harus menggunakan masker, gaun pelindung, dan sarung tangan.
69
D. PEMINDAHAN PASIEN YAG DIRAWAT DI RUANG ISOLASI

Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting.
Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin
sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah sakit,
pasien harus dipakaikan masker dan gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi
pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan
keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan
tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%.
E. KELUARGA PENDAMPING PASIEN
Petugas perlu memberi edukasi kepada keluarga pasien, agar menjaga kebersihan tangan dan
menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh
petugas kecuali pemakaian sarung tangan.
F. PEMULANGAN PASIEN
Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan.
Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit
menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat
atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit
tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang
diderita pasien. (Contoh lihat BAB XIV: Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Bagi Pengunjung dan Keluarga Pasien Penyakit Menular).
Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.

K.

PEMULASARAN JENAZAH DAN PEMERIKSAAN POST


MORTEM

A. PEMULASARAN JENAZAH
Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani pasien yang
70
meninggal akibat penyakit menular.

APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan.
Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus
sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah
dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.
Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi
jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan
budaya harus diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal
dunia.
Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh keluarga dan
Direktur Rumah Sakit.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah.
B. PEMERIKSAAN POST MORTEM
Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan menderita
penyakit menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia
selama masa penularan. Jika pasien masih menyebarkan virus ketika meninggal, paruparunya
mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau melakukan suatu prosedur pada
paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan yang meliputi masker N-95, sarung tangan,
gaun, pelindung mata dan sepatu pelindung.
Mengurangi risiko timbulnya aerosol selama autopsi
Selalu Gunakan APD
Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi
Buka isi perut sambil disiram dengan air.
Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :
Hindari penggunaan gergaji listrik.
Lakukan prosedur di bawah air.
Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru.
Sebagai petunjuk umum, terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :
Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan otopsi.

71

Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing.
Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan, selalu gunakan nampan.
Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan sekali pakai.
Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri masing-masing.
C. PERAWATAN JENAZAH / PERSIAPAN SEBELUM PEMAKAMAN
Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa kematian pasien
adalah akibat penyakit menular agar Kewaspadaan Standar diterapkan dalam penanganan
jenazah.
Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan, pemandian, perapian rambut,
pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.

L. PETUNJUK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK


PENGUNJUNG DAN KELUARGA PASIEN PENYAKIT MENULAR
A. PETUNJUK BAGI PENGUNJUNG
1. Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernapasan
Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernapasan tidak boleh mengunjungi
pasien di dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu dibatasi kunjungan
ke pasien.
Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu penularan penyakit,
sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang mengunjungi pasien di rumah sakit.
2. Petunjuk untuk anggota keluarga yang merawat penderita infeksi menular melalui
udara atau suspek flu burung
Anggota keluarga perlu menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat di
rumah sakit.
3. Mengunjungi pasien dengan penyakit menular melalui udara
Petugas kesehatan atau Tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mendidik
pengunjung pasien dengan penyakit menular tentang cara penularan penyakit, dan
menganjurkan mereka untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan.
Jika keluarga atau teman perlu mengunjungi pasien yang dicurigai atau telah dikonfirmasi
menderita penyakit menular melalui udara, pengunjung tersebut harus mengikuti
prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus
memakai APD lengkap (masker, gaun, sarung tangan dan kaca mata) jika kontak
langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.
72
Petugas perlu mengawasi pemakaian APD dan masker secara benar bagi pengunjung.

Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan.
Tidak menggantung masker di leher.
Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki
gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan
pasien penyakit menular melalui udara berisiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau
gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular
melalui udara dan ditangani dengan tepat.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien
penyakit menular.
4. Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan di fasilitas pelayanan kesehatan,
kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari
perilaku sehat. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapasan (batuk,
bersin) harus :
Menutup hidung / mulut ketika batuk atau bersin.
Menggunakan tissu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang di tempat sampah
khusus yang tersedia.
Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekret pernapasan.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :
Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
kaki, di semua area.
Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu.
Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk.
Jika memungkinkan, di ruang tunggu dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada
jarak 1 meter dari yang lainnya.
Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan
dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan
orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan
etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang
gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus disediakan masker.

73
B. EDUKASI BAGI KELUARGA ATAU KONTAK PASIEN PENYAKIT MENULAR

1. Pencegahan terhadap penularan


Selama masa penularan, anda harus menghindari kontak dengan pasien penyakit menular.
Contoh pada flu burung: pada orang dewasa, masa penularan adalah 7 hari setelah
berhentinya demam dan pada anak-anak 21 hari sejak timbulnya penyakit.
Jika anda terpaksa mengunjungi pasien yang dicurigai atau telah dikonfirmasi mengidap
penyakit menular, anda harus mengikuti petunjuk kewaspadaan untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi yang terdapat di rumah sakit selama periode yang diharuskan.
Anda harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan anjuran petugas
kesehatan jika hendak kontak langsung dengan pasien atau lingkungan pasien tersebut.
Anda harus memperoleh petunjuk mengenai cara memasang APD yang benar, terutama
tentang bagaimana mengepaskan masker pada wajah, jika diperlukan.
Sesuai dengan jenis penyakit menular, APD yang akan dipakai dapat meliputi masker,
gaun, sarung tangan dan pelindung mata. Pastikan bahwa masker yang anda pakai
melekat dengan baik.
Ketika meninggalkan ruangan pasien, anda harus menanggalkan APD dan mencuci
tangan sampai sangat bersih.
Jika telah kontak dengan pasien dalam masa infeksi, anda harus berkonsultasi dengan
dokter mengenai pemberian obat anti virus atau obat lainnya. Anda juga harus memantau
kesehatan anda selama masa inkubasi penyakit, perhatikan misalnya peningkatan suhu
badan, gejala sakit tenggorokan dan lain-lain sesuai penyakit infeksi yang muncul.
Jika penyakit semakin parah, anda harus segera mencari pertolongan medis dan
memberitahukan kepada dokter bahwa anda telah kontak dengan pasien penyakit menular
yang sedang mewabah.
2. Pencegahan penularan infeksi saluran pernafasan
Tutup mulut dan hidung anda jika bersin atau batuk, gunakan tissue dan buang ke tempat
sampah.
Selalu cuci tangan setelah kontak dengan sekret saluran nafas.
Berhati-hati jika batuk atau bersin ketika anda bersama orang lain, terutama anak kecil.
Hindari kontak dengan orang yang rentan seperti anak kecil atau orang yang menderita
penyakit, sampai gejala-gejala pernafasan telah reda.
Hindari kontak dengan sekret penderita gangguan pernafasan.
Mintalah orang lain untuk menggunakan tissue dan menutup mulut serta hidungnya ketika
batuk atau bersin.
Lakukan konsultasi medis jika penyakit bertambah parah.
74

3. Informasi mengenai kontak dengan binatang yang dapat menjadi sumber penyakit
menular.
Hindari kontak dengan binatang yang telah diketahui dapat menjadi sumber penularan
penyakit menular yang sedang mewabah atau di mana hewan pernah memiliki penyakit,
disembelih, atau diduga menderita penyakit.
Jika anda secara tidak sengaja melakukan kontak dengan lingkungan yang telah memiliki
penyakit atau binatang yang mati, cucilah tangan dengan sabun hingga bersih dan
pantaulah kesehatan anda selama masa inkubasi. Jika anda tiba-tiba mengalami demam
tinggi (>38oC) atau terdapat tanda-tanda penyakit saluran pernafasan ataupun gejala lain
yang sesuai, berkonsultasilah dengan dokter.
Jika anda telah kontak dengan binatang yang mati karena penyakit atau kontak dengan
kotoran binatang tersebut, berkonsultasilah dengan petugas kesehatan.
Jika binatang anda mati, pastikan bahwa anda tahu cara membersihkan tempat tersebut
dengan aman.
- Pakailah APD : lindungi hidung, mulut dan mata anda dan gunakanlah sarung tangan
atau kantung plastik pada kedua tangan.
- Kuburlah binatang yang mati pada kedalaman 2.5 meter dan jauh dari tempat
persediaan air.
- Bersihkan daerah yang dicemari kotoran binatang, gunakan alat pengerik, kumpulkan
dan kuburlah kotoran tersebut.
- Bersihkan kandang atau daerah bekas kotoran binatang dengan sabun dan air.

M. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA


PENGELOLAAN MAKANAN
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan salah satu bagian penting dalam rangkaian
pelayanan pasien. Makanan yang bergizi dan menu yang disesuaikan dengan kondisi penyakit
pasien akan sangat mendukung penyembuhan pasien. Sebaliknya, apabila makanan tidak
dikelola dengan benar justru dapat menambah morbiditas pasien, karena banyak penyakit yang
ditularkan melalui makanan. Oleh karena itu, selain nilai gizi dan cita rasa makanan, higiene dan
sanitasi makanan haruslah diperhatikan.
Higiene adalah upaya kesehatan melalui kebersihan individu, sedangkan sanitasi adalah upaya
kesehatan melalui kebersihan lingkungan. Sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan
penyakit yang menitikberatkan kegiatannya terhadap kesehatan lingkungan dimana makanan dan
75
minuman itu berada (food environment). Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi melalui

higiene dan sanitasi makanan dilakukan dengan cara mengendalikan beberapa variabel yang
saling berkaitan, yaitu:
-

Bahan makanan

Penjamah makanan

Tempat pengolahan

Peralatan yang memungkinkan timbulnya penyakit atau gangguan kesehatan.

Terdapat 6 prinsip sanitasi makanan, meliputi:


1.

Kebersihan peralatan makanan & minuman

2.

Cara penyimpanan bahan makanan (sanitasi gudang)

3.

Cara pengolahan makanan


- Tempat pengolahan (sanitasi dapur)
- Tenaga pengolah (food handler)
- Proses pengolahan (food processing)

4.

Cara pengangkutan makanan (food transportation)

5.

Penyimpanan dingin (refrigeration)

6.

Cara penyajian makanan (food service)

A. KEBERSIHAN PERALATAN MAKANAN DAN MINUMAN


Peralatan makanan dan minuman dibersihkan dengan cara mencuci menggunakan air bersih
dan deterjen. Agar cara pencucian memenuhi syarat sanitasi, digunakan tiga bak cuci, yang
terdiri dari:
Bak I ( bak pencuci/wash)

: air hangat 150oF/65.5C + sabun

Bak II ( bak pembilasan /rinse)

: air hangat 160 oF/71C - 170 oF/76C

Bak III (bak pembilasan terakhir/final rinse

: air hangat 180 oF/82C

B. PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN (RAW MATERIAL)


1.Segi pengaturan
- Barang yang disimpan mudah diambil dan mudah cara penyimpanan
- Ada rotasi/giliran yang baik dan teratur antara barang yang lama dan barang baru yaitu
first in first out (FIFO)
2. Segi keamanan dan kebersihan gudang
- Harus bebas serangga (kecoa, semut) dan tikus
- Tinggi rak dari permukaan lantai minimal 30 cm
- Jarak antara penyimpanan barang yang paling atas dengan langit-langit minimal 60 cm
- Jarak antara penyimpanan barang dari dinding minimal 15 cm
- Suhu cukup sejuk 10C - 27C, udara kering dengan ventilasi yang baik
- Ruangan bersih, kering, lantai dan dinding tidak lembab

76

3. Penyimpanan di gudang bahan makanan kering


- Yang disimpan berupa bahan pangan kering dan tepung-tepungan.
- Setiap makanan ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur.
- Untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir, tepung, ditempatkan dalam wadah
penampungan sehingga tidak mengotori lantai
C. PENGOLAHAN MAKANAN
Hal yang harus diperhatikan:
1. Tempat Pengolahan (Dapur/Unit Produksi Makanan)
- Air memenuhi syarat air minum, tidak terkontaminasi
- Pembuangan air kotor memenuhi syarat
- Pembuangan sampah memenuhi syarat
- Tempat sampah yang tertutup
- Bebas serangga dan tikus
- Penerangan cukup (min. 200 lux)
- Ventilasi cukup
- Asap keluar dengan cepat
2. Tenaga Pengolah/Penjamah makanan
Yaitu tenaga yang mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut dan menyajikan
makanan dan minuman (kontak langsung)
a. Kebersihan perseorangan (individual hygiene)
- Cuci tangan, pada saat akan bekerja
- Hindari batuk atau bersin di depan makanan
- Tidak bercakap-cakap pada saat mengolah
- Rambut tidak terurai
- Dilarang merokok
- Gunakan pakaian dan apron/celemek yang bersih
- Selalu gunakan penutup rambut
- Jangan memakai perhiasan
- Kuku jari tangan harus pendek
b. Memiliki pengetahuan hygiene dan sanitasi makanan
c. Memiliki keterangan kesehatan (health sertificate)
- Bebas penyakit menular
- Bebas penyakit kulit
- Bebas pembawa basil (carrier)
- Bebas penyakit pernafasan (TBC, pertusis)
3. Proses Pengolahan

77

- Cara menjamah makanan yang baik menggunakan alat untuk mengambil makanan,
misalnya sendok sayur, jepitan makanan, centong
- Nilai gizi yang memenuhi syarat
- Cara pengolahan makanan yang bersih
- Menerapkan dasar- dasar higiene dan sanitasi makanan
- Tidak menyentuh makanan dengan tangan telanjang
- Menerapkan higiene perorangan, menghindari kontaminasi silang
- Menjaga makanan dari pencemaran
Mengikuti kaidah cara pengolahan makanan yang baik (CPMB):
- Bahan Makanan yang akan diolah harus sesuai spesifikasi
- Tempat persiapan dan meja peracikan bebas lalat, tikus, kucing, kecoa
- Perabotan masak harus memenuhi syarat fisik bersih

dan bakteriologis (bebas

kuman)
- Peralatan pengolahan tidak dicampur adukkan penggunaannya
Beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Masaklah makanan dgn sempurna
- Simpan makanan matang pada suhu panas (minimal 60oC)
- Simpan makanan matang dalam kontainer tertutup
- Panaskan kembali makanan matang pada suhu minimal 70oC
- Simpanlah secara terpisah dengan makanan mentah
- Makanan matang tidak diambil dengan tangan telanjang
D. CARA PENGANGKUTAN/DISTRIBUSI MAKANAN
- Alat pengangkut makanan/kereta makan harus bersih
- Cara pengangkutan makanan memenuhi syarat (tidak terjadi kontaminasi)
- Makanan senantiasa dalam keadaan tertutup
- Pengangkutan tidak melewati/bertemu dengan jalur sampah
C. PENYIMPANAN DINGIN
-

Sesuai bahan makanan

Sesuai suhunya

Isi lemari pendingin tidak penuh sesak dan tidak sering buka/tutup

Cool storage

: 10 20C

Cold storage

: 0 10C

Freeze storage

: 0C

Deep freeze storage : - 10 sd - 18C

78

Suhu penyimpanan:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
- Menyimpan sampai 3 hari : -5 sampai 0C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : -19 sampai -5C
- Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -10C
2. Makanan jenis susu dan olahannya
- Penyimpanan sampai 3 hari : 3 sampai 7C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : 0C sampai 5C
3. Jenis telur
- > 2 minggu: < 5 C
- Kwalitas cepat rusak di suhu ruangan
- Menyerap bau
4. Makanan jenis sayuran & buah dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu
70 sampai 100 C
5. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (270C).

Gambar. Zona suhu untuk penyimpanan makanan


F. CARA PENYAJIAN MAKANAN
- Kebersihan alat dan tempat di lokasi penyajian
- Higiene perorangan
- Penampilan baik
- Sikap fisik dan mental baik
- Waktu bekerja tidak menggaruk anggota tubuh
- Kesehatan individu
- Teknik pelayanan (ramah, sopan, menghormati)
- Pelayanan baik, cepat, hemat, tepat dan selamat (efisien)

79

- Teknik penyajian yang baik, makanan ditutup plastik wrap


G. SARANA SANITASI LAIN YANG PERLU MENDAPAT PERHATIAN
- Saluran pembuangan limbah
- Sarana peralatan pencucian bahan makanan
- Peralatan pencucian alat masak dan raknya & sarana pencucian tangan
- Pekerja menggunakan celemek, tutup kepala, masker dan sarung tangan disposibel
- Pengelolaan makanan dengan menerapkan cara pengolahan makanan yang baik
(CPMB) akan mencegah dan mengendalikan infeksi di RS
- Penerapan Personal Hygiene bagi food handler akan mencegah mengendalikan infeksi
di RS

80

BAB V
LOGISTIK

Fasilitas yang ada di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk menunjang kegiatan
operasional sehari-hari:
1. Komputer

: 2 buah.

2. Laptop

: 1 buah.

3. Meja tulis

: 4 buah.

4. Lemari buku

: 2 buah.

5. Alat tulis kantor : 1 set.


6. Mesin printer

: 2 buah.

7. Jaringan internet : 1 line.


8. Telepon

: 1 buah.

9. Kursi

: 6 buah.

10.Jam dinding

: 1 buah.

11.Wastafel

: 1 buah.

12.Dispenser sabun : 1 buah.


13.Dispenser papertowel : 1 buah.
14.Air conditioner

: 1 buah.

15.White board

: 1 buah.

16.Speaker komputer: 2 set.

81

BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. UMUM
Secara umum, sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit RK Charitas terdiri dari:
1. Ketepatan identifikasi pasien.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.

B. KHUSUS
Secara khusus, sasaran keselamatan pasien di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
berfokus kepada Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan dengan cara:
1. Meningkatkan kepatuhan petugas melakukan kebersihan tangan
Dengan meningkatnya kepatuhan kebersihan tangan petugas klinis dan non-klinis,
diharapkan penyebaran kuman-kuman penyebab penyakit infeksi dapat dikendalikan.
Dengan demikian mengurangi risiko Infeksi Rumah Sakit / Healthcare Associated
Infections (HAIs), yang mungkin timbul pada pasien-pasien yang dirawat di Rumah
Sakit.

Untuk meningkatkan kepatuhan petugas tersebut,

Komite Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi telah membuat program kebersihan tangan dengan berbagai


kegiatan di dalamnya, termasuk salah satunya adalah pemantauan kebersihan tangan
petugas yang dilakukan setiap bulan bagi petugas klinis dan setiap 4 (empat) bulan bagi
petugas non-klinis.
2. Mencegah Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) / Catheter Line Associated Blood
Stream Infection (CLABSI)
Infeksi Aliran Darah Primer merupakan jenis infeksi yang terjadi akibat masuknya
mikroba melalui peralatan yang kita masukkan langsung ke sistem pembuluh darah,
misalnya: pemasangan CVC (Central Venous Catheter), hemodialisa. Untuk mencegah
terjadinya IADP / CLABSI, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Menjaga kebersihan tangan.
b. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri).
c. Menggunakan antiseptik Chlorhexidine 2%.

82

d. Pemilihan lokasi pemasangan kateter intravena secara tepat (vena


subclavia)
e. Pemantauan harian terhadap central line.

3. Mencegah Infeksi Luka Infus (ILI) / Phlebitis purulenta


Mengukur infeksi yang timbul setelah pemasangan kateter vena perifer > 48 jam.
Untuk mencegah terjadinya ILI, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Menjaga kebersihan tangan.
b. Menggunakan teknik aseptik saat pemasangan infus.
c. Melakukan perawatan daerah infus dengan antiseptik yang tepat.
d. Melakukan pemantauan harian area insersi.
dsb.
4. Mencegah Infeksi Daerah Operasi (IDO) / Surgical Site Infections (SSI)
Mengukur infeksi yang timbul dalam kurun waktu 30 hari paska tindakan operasi atau 1
tahun setelah pemasangan implant. Untuk mencegah terjadinya IDO / SSI, ada beberapa
hal yang harus dilakukan:
a. Pemberian antibiotika profilaktik 1 jam sebelum insisi operasi.
b. Kontrol gula darah pasien < 200 mg/dL.
c. Pencukuran

rambut

sebelum

pembedahan

dilakukan

di

ruang

operasi

menggunakan electric clipper.


d. Pertahankan suhu tubuh pasien normotermia selama fase perioperatif.
5. Mencegah Infeksi Saluran Kemih (ISK) / Catheter Associated Urinary Tract
Infections (CAUTI)
ISK / CAUTI adalah infeksi yang timbul pada saluran kemih atau organ-organ
pendukung saluran kemih setelah pemasangan kateter urine > 48 jam. Untuk mencegah
terjadinya ISK / CAUTI, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Memberikan pelatihan tentang ISK untuk petugas.
b. Melakukan surveilans secara aktif.
c. Menjaga kebersihan tangan.
d. Menggunakan peralatan sesuai indikasi.
e. Perawatan meatus urethra.
f. Pemeliharaan / perawatan kateter.
83

6. Mencegah Ventilator Associated Pneumoniae (VAP) / Hospital Associated


Pneumoniae (HAP).
VAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai parenkim paru setelah
pemakaian ventilasi mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi saluran napas.

HAP adalah infeksi saluran napas bawah yang mengenai

parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi
dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran napas bawah.
Untuk mencegah terjadinya VAP / HAP, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Menjaga kebersihan tangan.
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien antara 30 45.
c. Melakukan perawatan kebersihan rongga mulut dengan cairan antiseptik.
d. Setiap hari mengevaluasi proses penyapihan ventilator bila memungkinkan.
e.

Menggunakan selang suction steril untuk aspirasi cairan trakea atau perawatan
trakeostomi.

f. Menggunakan sarung tangan sekali pakai saat mengeluarkan sekret pernapasan.


dsb.

84

BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. UMUM
Secara umum, sasaran keselamatan kerja di Rumah Sakit RK Charitas terdiri dari:
1.
2.

B. KHUSUS
Secara khusus, sasaran keselamatan kerja di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terdiri dari:
1. Program kebersihan tangan.
Program ini diadakan setiap tahun, meliputi petugas klinis maupun non-klinis, dan
dipantau setiap 1 bulan sekali (untuk petugas klinis) dan 4 bulan sekali (untuk petugas
non-klinis). Dengan selalu menjaga kebersihan tangan, para petugas dapat terhindar dari
kuman-kuman patogen yang berbahaya yang terdapat di lingkungan rumah sakit.
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD).
Penggunaan alat pelindung diri yang tepat dan sesuai indikasi akan membantu petugas
terhindar dari percikan darah / cairan tubuh yang infeksius selama melakukan pelayanan
kesehatan.
3. Monitoring dan support kesehatan petugas.
Program pemeriksaan kesehatan secara berkala (medical check-up) rutin dilakukan bagi
setiap karyawan rumah sakit untuk mendeteksi dini penyakit-penyakit infeksi.
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
Rumah sakit menyediakan obat-obatan antivirus profilaksis bagi karyawan yang terpapar
/terpajan cairan tubuh penderita penyakit infeksi tertentu (mis: tertusuk jarum penderita
Hepatitis B, tertusuk jarum penderita HIV, dsb.).
5. Program vaksinasi karyawan.
85 di
Program vaksinasi Hepatitis B rutin dilakukan bagi setiap karyawan yang bertugas
bangsal / ruang keperawatan.

BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Untuk meningkatkan mutu

pelayanan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, ada

beberapa kegiatan yang dilakukan:


a. Surveilans infeksi
Surveilans infeksi dilakukan setiap hari di ruang keperawatan dan unit khusus (ICU, Kamar
Bedah) dan hasilnya dilaporkan dalam bentuk laporan bulanan kepada Direksi, Komite Mutu
dan Akreditasi RS, serta unit terkait.
b. Pengkajian risiko infeksi (risk assessment)
Pengkajian risiko infeksi dilakukan setiap satu tahun sekali di seluruh ruangan / bagian
klinis

maupun

non-klinis

dan hasilnya

direkapitulasi,

dianalisa,

dibuat

strategi

pencegahannya, kemudian dilaporkan kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS,
serta unit terkait.
c. Pemantauan mutu sterilisasi
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian CSSD dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
d. Pemantauan mutu air bersih
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
e. Pemantauan mutu air limbah
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
f. Pemantauan mutu pest control
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
g. Pemeriksaan kultur (mikrobiologi) ruang, perabot, AC
Pemeriksaan kultur dilakukan 2 kali dalam setahun (bulan Januari dan Juli) di 8 area kritis di
86
rumah sakit (BGD, OK, VK, ICU, CSSD, Hemodialisa, Kamar bayi MP, Kamar bayi

Theresia). Hasil kultur, evaluasi dan tindak lanjutnya dilaporkan kepada Direksi serta
Komite Mutu dan Akreditasi RS.

h. Survei kepuasan konsumen


Survei dilakukan 1 tahun sekali di bagian CSSD dan Kamar cuci. Hasil survei kemudian
direkapitulasi, dievaluasi dan dilaporkan secara tertulis setiap tahun kepada Direksi, Komite
Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
i. Pemantauan pelaksanaan SPO terkait PPI (audit)
Audit pelaksanaan prosedur sesuai prinsip-prinsip PPI dilakukan setiap 4 bulan sekali di
seluruh ruangan / bagian terkait, kemudian hasilnya direkapitulasi, dievaluasi dan dilaporkan
secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, maupun unit terkait.
j.

Melakukan perbandingan data dasar infeksi (benchmarking) internal dan eksternal


Perbandingan data internal dilakukan setiap 1 bulan sekali di seluruh ruangan/bagian dan
dilaporkan kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta unit terkait.
Perbandingan data ekternal (dengan Rumah Sakit lain yang setara, atau membandingkan
dengan praktik terbaik / bukti ilmiah) dilakukan 1 tahun sekali dan dilaporkan kepada
Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi Rumah Sakit, serta unit terkait dalam bentuk laporan
tahunan.

87

BAB IX
PENUTUP

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sangat penting untuk dilaksanakan di


Rumah Sakit, di samping sebagai tolak ukur mutu pelayanan, juga penting untuk melindungi
pasien, petugas Rumah Sakit, pengunjung dan keluarga pasien dari risiko tertularnya infeksi
karena perawatan, bertugas atau berkunjung ke Rumah Sakit.
Keberhasilan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial memerlukan
keterlibatan aktif semua personil rumah sakit dari tingkat rendah sampai direksi. Petugas
kebersihan, karyawan bagian administrasi, perawat, dokter, ahli gizi, petugas farmasi, dan lain
sebagainya, semua harus terlibat dalam upaya PPI.
Dengan demikian, pelayanan kesehatan di Rumah Sakit RK Charitas akan menjadi
lebih profesional, akuntabel dan transparan menuju pelayanan kesehatan yang prima.

88

Anda mungkin juga menyukai