RS RK CHARITAS
REVISI III
TAHUN
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi masih merupakan masalah penting, baik di negara maju maupun di
negara yang sedang berkembang. Infeksi yang terjadi di rumah sakit, dahulu disebut infeksi
nosokomial atau Hospital Acquired Infection, dan akhir-akhir ini disebut dengan istilah
Healthcare Associated Infections/HAIs, dewasa ini merupakan beban berat yang harus dihadapi
rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di seluruh dunia. Kejadian HAIs terus meningkat
(Alvarado 2000), terutama di negara-negara Asia, Amerika Latin dan Sub-Sahara Afrika yang
angka kejadiannya tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk 1997). Di Indonesia, hasil
survei prevalensi dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan
angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih)
15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, pneumonia 24,5% dan Infeksi Saluran Napas
lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.
Dengan meningkatnya kembali beberapa penyakit menular (re-emerging diseases),
disamping timbulnya berbagai penyakit baru (new emerging diseases) seperti Avian Influenza
atau flu burung, maka rumah sakit harus meningkatkan pelayanan, khususnya dalam hal
pencegahan dan pengendalain infeksi. Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit
infeksi sulit diperkirakan datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan pelaksanaan
prinsip-prinsip pencegahan serta pengendaliannya perlu terus ditingkatkan.
Pemerintah Indonesia
2
Dengan latar belakang tersebut, Rumah Sakit RK. Charitas memerlukan Pedoman
Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit agar upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung lebih terarah,
dan semua karyawan dapat terlibat aktif, demi mempersiapkan diri dalam menghadapi pandemi
penyakit menular (Emerging Infectious Diseases).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Melindungi pasien, keluarga pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat dari penularan
infeksi di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pedoman bagi seluruh karyawan rumah sakit, khususnya yang melakukan
pelayanan kepada pasien, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam
menerapkan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi.
b. Memberikan pengetahuan kepada petugas kesehatan tentang:
- Konsep dasar penyakit infeksi
- Kewaspadaan Isolasi (Isolation Precautions)
- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
- Kesehatan karyawan/ perlindungan petugas kesehatan
- Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk kelaurga pasien dan
pengunjung
- dan lain sebagainya.
dipahami dan
LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang Republik Indonesia no.29 tahun 20014 tentang Praktik Kedokteran
(Lembaran Negara RI tahun 2004 No.116, Tambahan Lembaran Negara RI No.4431).
2.
3.
Undang-Undang Republik Indonesia No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran
Negara RI tahun 2009 no.153, Tambahan Lembaran Negara RI no.5072).
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
kualifikasi
N
o
Pendidikan
Formal
Nama Jabatan
1. Ketua
Dokter ahli
Epidemiologi
Klinik /
Mikrobiologi /
Patologi Klinik
2. IPCD / IPCO
3. IPCN
4. IPCLN
Masa
kerja
Jml
Kebu
Pendidikan non
formal /sertifikasi tuhan
Tugas
UTW terlampir
Pelatihan Dasar
PPI, Pelatihan
Lanjut PPI
Dokter
Pelatihan Dasar
PPI
D3
Keperawatan
D3
Keperawatan
Pelatihan Dasar
PPI
UTW terlampir
UTW terlampir
3
UTW terlampir
B.Distribusi Ketenagaan
1. Ketua Komite PPI
: 1 Orang
2. IPCD (Infection Prevention and Control Doctor) / IPCO (Infection Prevention and Control
Officer)
: 1 Orang
: 3 Orang
Orang
C.Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga untuk Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi hanya terdiri dari 1
(satu) shift, yaitu : shift pagi (pukul 07.00 14.10).
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A.
ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus dan organ genital. Disamping itu
mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air dan udara. Beberapa
mikroorganisme lebih patogen (lebih mungkin menyebabkan penyakit) dibanding yang lain,.
Ketika daya tahan manusia menurun, misalnya pasien dengan HIV/AIDS,
semua
Agen
Mikroorganisme penyebab penyakit
Host/Pejamu
Rentan
Reservoir
Tempat agen hidup, seperti manusia, hewan,
tanaman, tanah, udara atau air
Tempat
Masuk
Tempat
Keluar
Metode
Penularan
Bagaimana agen berpindah dari satu tempat ke tempat
lain (dari satu orang ke orang lain)
Seperti diperlihatkan pada gambar siklus penularan infeksi di halaman sebelumnya, penyakit
infeksi memerlukan kondisi tertentu untuk dapat menular/menyebar. Kondisi-kondisi tersebut
meliputi:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga
faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis, atau load).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap
ditularkan.. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir
saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
3. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu
keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan). Agen/penyebab harus memiliki cara berpindah (transmisi) dari
pejamu untuk menginfeksi pejamu lain yang rentan. Penyebaran penyakit infeksi terutama
melalui cara-cara berikut ini :
a. CARA PENULARAN KONTAK : merupakan cara penularan yang paling sering terjadi
pada infeksi nosokomial, sehingga penting untuk diperhatikan. Dibagi dalam dua sub
10
kelompok: penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung.
1. Penularan Kontak Langsung adalah melalui kontak langsung permukaan kulit yang
terluka/lecet dengan kulit yamg terinfeksi atau terkolonisasi. Hal ini bisa terjadi
misalnya pada waktu mengubah posisi tubuh pasien, memandikan, membantu pasien
bergerak, dokter/perawat dengan luka basah saat mengganti perban, petugas tanpa
sarung tangan merawat mulut pasien HSV, dan sebagainya.
2 Penularan Kontak Tidak Langsung. Terjadi melalui kontak antara pejamu yang
rentan dengan benda yang terkontaminasi kuman infeksius, seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, pembalut luka, tangan terkontaminasi yang tidak dicuci dan
sarung tangan yang tidak diganti ketika akan menolong pasien yang lain. Kontak
dengan cairan tubuh pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas
atau benda mati di lingkungan pasien juga merupakan contoh kontak tidak langsung.
b. PENULARAN MELALUI PERCIKAN (DROPLET). Secara teoritis ini juga
merupakan bentuk penularan kontak. Tetapi, mekanisme perpindahan patogen ke pejamu
berbeda dengan penularan kontak.. Droplet (percikan) dikeluarkan oleh orang yang
menjadi sumber terutama pada saat batuk, bersin dan berbicara serta selama melakukan
suatu prosedur tertentu seperti suction dan bronkoskopi. Penularan terjadi ketika droplet
yang mengandung mikroorganisme dari orang yang terinfeksi terlontar dalam jarak yang
pendek ( < 1 m ) di udara dan menempel pada konjungtiva, mukosa hidung, atau mukosa
mulut pejamu. Droplet tidak dapat bertahan di udara, sehingga penanganan ventilasi
udara khusus termasuk fogging tidak diperlukan untuk mencegah penularan cara ini.
c. PENULARAN MELALUI UDARA (AIR BORNE). Terjadi karena penyebaran nukleus
droplet melalui udara (partikel kecil 5 m sisa droplet yang menguap dan mengandung
mikroorganisme yang tetap bertahan di udara selama periode waktu yang panjang) atau
partikel debu yang mengandung agen infeksi. Mikroorganisme yang terbawa melalui cara
ini dapat tersebar luas melalui aliran udara dan terhisap oleh pejamu rentan yang berada
di ruangan sama dalam jarak cukup jauh dari pasien sumber, bergantung pada faktor
lingkungan. Sehingga penanganan udara dan ventilasi khusus (tekanan negatif, exhaust
fan dengan hepafilter) diperlukan untuk mencegah penularan melalui udara.
d. PENULARAN MELALUI VEHICLE (PERANTARA). Berlaku untuk mikroorganisme
yang ditularkan oleh benda-benda terkontaminasi seperti makanan, air, peralatan.
e. PENULARAN MELALUI VEKTOR. Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus
dan binatang pengerat lain menularkan mikroorganisme.
f. PENULARAN FAECAL-ORAL. Terjadi ketika seseorang menelan makanan yang
terkontaminasi oleh faeces atau memasukkan jari ke mulut setelah memegang benda
terkontaminasi tanpa mencuci tangan terlebih dahulu.
11
terutama
diarahkan
pada
intervensi
terhadap
perpindahan
mikroorganisme.
5. Pintu masuk (portal of entry). Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Pejamu (host) yang rentan adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup
untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi. Faktor yang mempengaruhi
kerentanan tubuh seseorang adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
tindakan invasif, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan dengan
imunosupresan. Faktor lain yang dapat berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis
tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
PENCEGAHAN PENULARAN INFEKSI
Strategi pencegahan penularan infeksi terdiri dari:
a. Peningkatan daya tahan tubuh pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan
pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan
meningkatkan daya tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan
metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau
sterilisasi) dan memasak makanan dengan sempurna. Metode kimiawi termasuk klorinasi
air atau disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah
penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan
yaitu
Standard
Precautions
(Kewaspadaan
Standar)
dan
14
Hindari menyentuh permukaan di sekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi kuman
patogen dari dan ke permukaan. (kategori I B)
Bila tangan tampak kotor (misalnya mengandung bahan berprotein dan cairan tubuh), cuci
tangan dengan air mengalir dan sabun biasa/sabun antiseptik (kategori I A)
Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah menghilangkan kotoran dengan air dan sabun
biasa, lakukan dekontaminasi dengan alkohol handrub (kategori I B)
Lakukan higiene tangan sebelum kontak langsung dengan pasien (kategori I B)
b. Alat Pelindung Diri (APD): Sarung tangan, masker, kaca mata pelindung, pelindung
wajah, gaun
Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekret,
ekskret, bahan/benda terkontaminasi, mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang
potensial terkontaminasi (kategori I B)
Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan (kategori I B)
Pakai sarung tangan sekali pakai saat merawat pasien (kategori I B)
Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai, sebelum menyentuh benda dan permukaan
yang tidak terkontaminasi, sebelum beralih ke pasien lain (kategori I B)
Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda (kategori I B)
Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh terkontaminasi ke area bersih
(kategori I B)
Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
Pakailah APD selama melaksanakan tindakan yang berisiko terjadi percikan darah, cairan
tubuh, sekret, ekskret (kategori IB)
Pilih APD sesuai tindakan yang akan dikerjakan
Masker bedah umumnya dipakai petugas untuk mencegah penularan melalui partikel besar
droplet saat kontak erat (<3 m) dengan pasien saat batuk/bersin. Pakailah masker bedah
selama tindakan yang menimbulkan droplet walaupun pada pasien yang tidak diduga
infeksi (kategori I B)
Kenakan gaun ( bersih, tidak steril ) untuk melindungi kulit dari kontaminasi dan mencegah
baju menjadi kotor, selama tindakan/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya
percikan cairan tubuh pasien (kategori I B)
Pilihlah bahan gaun yang sesuai untuk tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan jumlah
cairan yang mungkin akan dihadapi. Bila gaun tembus cairan, perlu dilapisi apron tahan
15
cairan untuk mengantisipasi percikan/cipratan cairan infeksius .
Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah penularan kuman ke pasien lain
maupun ke lingkungan (kategori I B)
Kenakan gaun saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan
saat akan keluar ruang pasien (kategori I B)
Jangan memakai lagi gaun yang sudah dipakai walaupun untuk merawat pasien yang sama
(kategori II)
Tidak dianjurkan pemakaian rutin gaun, saat masuk ke ruang risiko tinggi seperti ICU,
NICU (kategori I B)
- Rumah sakit harus mempunyai disinfektan standar untuk membunuh kuman pada permukaan
terkontaminasi sehingga memutuskan rantai penularan penyakit. Ikuti aturan pakai pabrik
cairan disinfektan, waktu kontak, dan cara pengencerannya.
Disinfektan yang biasa dipakai rumah sakit:
- Na hipoklorit (pemutih )
- alkohol
- komponen fenol
- komponen ammonium quarternary
- komponen peroksigen.
- Cuci dan keringkan linen sesuai SOP. Dengan air panas 70oC, minimal 25 menit. Bila suhu <
70oC harus disertai dengan zat kimia yang sesuai.
- Pastikan kantong tidak bocor dan selama transportasi ikatan tidak lepas
- Kantong tidak perlu dobel.
- Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD
f. Kesehatan Karyawan /Perlindungan Petugas Kesehatan
- Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum, scalpel dan alat
tajam lain yang telah dipakai, saat membersihkan instrumen, dan saat membuang jarum
(kategori IB)
- Jangan menutup kembali jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan,
menekuk jarum, mematahkan, maupun melepas jarum dari spuit. Buang jarum, spuit, pisau
scalpel, dan peralatan tajam habis pakai ke dalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke
insenerator (kategori IB)
- Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain sebagai pengganti metoda
resusitasi mulut ke mulut ( kategori IB )
- Jangan mengarahkan bagian tajam jarum ke bagian tubuh selain akan menyuntik.
g. Penempatan Pasien
- Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau yang tidak dapat
diharapkan menjaga kebersihan lingkungan ke dalam ruang rawat yang terpisah. Bila ruang
isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan petugas PPI. (kategori IB)
- Cara penempatan sesuai jenis kewaspadaan terhadap transmisi infeksi.
h. Higiene Respirasi dan etika batuk
- Kebersihan pernafasan dan etika batuk merupakan dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi dari sumbernya.
- Semua pasien, pengunjung, dan petugas harus mematuhi kebersihan pernafasan dan etika
batuk untuk mencegah penyebaran mikroorganisme melalui sekret pernafasan.
Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekret pernafasan untuk mencegah penularan
kuman dalam droplet terutama selama musim / KLB infeksi virus pernafasan di masyarakat
(kategori I B)
Pasanglah poster pada pintu masuk dan tempat strategis yang berisi anjuran bahwa pasien
rawat jalan atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran napas harus menutup mulut
dan hidung dengan tisu saat batuk, kemudian membuang tisu bekas pada tempat yang
18
ditentukan dan mencuci tangan (kategori II)
Sediakan tisu dan wadah untuk limbahnya (kategori IB )
Sediakan wastafel, sabun, dan poster cara mencuci tangan, atau sediakan alcohol handrub
pada ruang tunggu pasien rawat jalan (kategori I B)
Pada musim infeksi saluran napas, anjurkan pemakaian masker pada pasien dengan gejala
infeksi saluran napas, juga pendampingnya. Anjurkan untuk duduk berjarak > 1 m dari yang
lain (kategori I B)
Etika batuk harus diterapkan kepada semua individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
Jadi, pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas harus:
Menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin
Pakailah tissu, saputangan, masker kain/medis bila tersedia, dan buang ke tempat sampah
yang telah ditentukan
Lakukan cuci tangan
Penempatan
pasien
Penempatan
pasien
(lanjutan)
Kontak
Tempatkan di ruang
rawat terpisah, bila tidak
mungkin kohorting, bila
keduanya tidak mungkin,
pertimbangkan
epidemiologi kuman dan
populasi
pasien.
Bicarakan
dengan
petugas PPI (kategori IB)
Tempatkan dengan jarak
>1 meter antar TT
Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien
lain (kategori IB)
Droplet
Tempatkan pasien di
ruang terpisah, bila
tidak
mungkin
kohorting.
Bila
keduanya
tidak
mungkin,
buat
pemisah dengan jarak
> 1 meter antar TT
dan jarak dengan
pengunjung.
Pertahankan
pintu
terbuka, tidak perlu
penanganan khusus
thd
udara
dan
ventilasi (kategori IB)
Udara/Airborne
Tempatkan pasien di ruang
terpisah yang mempunyai
1. tekanan negatif
2. aliran udara 6-12 X /jam
3.
pengeluaran
udara
terfiltrasi sebelum udara
mengalir ke ruang atau
tempat lain di RS.
Usahakan
pintu
ruang
pasien tertutup. Bila ruang
terpisah
tidak
memungkinkan, tempat kan
pasien dengan pasien lain
yang mengidap kuman yang
sama, jangan dicampur
dengan infeksi lain
Konsultasikan
dengan
petugas PPIRS sebelum
menempatkan pasien bila
tidak ada ruang isolasi
(kategori IB)
Transport
pasien
21
APD
petugas
Masker
pakailah bila bekerja
dalam radius 1 m
terhadap
pasien
(kategori I B), masker
seyogyanya
melindungi
hidung
dan mulut, dipakai
saat memasuki ruang
rawat pasien dengan
infeksi saluran napas
Perlindungan
saluran
napas
kenakan masker respirator
(N95/Kategori N dengan
efisiensi 95%) saat masuk
ruang pasien atau suspek TB
paru.
Orang
yang
rentan
seharusnya tidak boleh
masuk ruang pasien yang
diketahui
atau
suspek
campak, cacar air kecuali
petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk
maka harus mengenakan
masker respirator.
Orang yang telah pernah
sakit campak atau cacar air
tidak perlu memakai masker
Peralatan
untuk
perawatan
pasien
Bila
memungkinkan
peralatan
nonkritikal
dipakai untuk 1 pasien
atau
pasien
dengan
infeksi mikroba yang
sama. Bersihkan dan
disinfeksi
sebelum
dipakai untuk pasien lain
(kategori IB)
Tidak
perlu
penanganan
udara
secara khusus karena
mikroba
tidak
bergerak jarak jauh
Transmisi pada TB
sesuai pedoman TB CDC
Guideline for Preventing of
Tuberculosis in Healthcare
Facilities
Contoh
kuman/peny
akit infeksi
B. pertussis, SARS,
RSV influenza,
Adenovirus,
Rhinovirus, N.
meningitidis,
Streptococ grup A,
Mycoplasma
pneumoniae.
Dari uraian di atas tampak bahwa tujuan kewaspadaan isolasi adalah menjaga petugas, peralatan
dan permukaan tetap bersih. Bersih dalam arti :
Bebas dari kotoran
Telah dicuci setelah dipakai
Penjagaan kebersihan tangan individu
22
kebersihan tangan yang baik dan benar dianggap sebagai penyebab utama infeksi
nosokomial (HAIs) dan penyebaran mikroorganisme multi resisten di fasilitas pelayanan
kesehatan dan telah diakui sebagai penyebab yang penting terhadap timbulnya wabah
( Boyce dan Pittet, 2002).
A. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
1. Lakukan pembersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan pasien.
2. Bila tangan terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein, atau
setelah menyentuh kulit yang tidak utuh, darah atau cairan tubuh, tangan harus dicuci
dengan air mengalir dan sabun dan dikeringkan dengan lap/tisu sekali pakai.
3. Bila tangan tidak terlihat kotor, dapat digunakan antiseptik berbasis alkohol
dekontaminasi tangan.
23
untuk
24
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air bersih mengalir dengan saluran pembuangan
yang memadai. Yang dimaksud dengan air bersih adalah air yang secara alami atau kimiawi
dibersihkan dan disaring sehingga aman untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya
(misalnya mencuci tangan dan membersihkan instrumen medis) karena memenuhi standar
kesehatan yang telah ditetapkan. Syarat utama air bersih adalah harus bebas dari
mikroorganisme dan memiliki turbiditas rendah (jernih, tidak berkabut). Contoh: air PAM.
Dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme yang terlepas karena gesekan
mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan
kulit.
2. Sabun
Sabun adalah produk pembersih (batang, cair, lembaran, atau bubuk) yang berefek
menurunkan tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan
mikroorganisme yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan
mekanis untuk melepas mikroorganisme, sementara sabun antiseptik selain melepas juga
membunuh atau menghambat pertumbuhan sebagian besar mikroorganisme. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun di
lain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau deterjen maka lapisan lemak kulit
akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah-pecah.
3. Larutan Antiseptik
Antiseptik adalah bahan kimia yang diaplikasikan di kulit atau jaringan hidup lain untuk
menghambat atau membunuh mikroorganisme (baik yang sementara atau yang merupakan
penghuni tetap), sehingga mengurangi jumlah mikroorganisme.
Contoh antiseptik:
- Alkohol 60- 90% (etil, isopropil atau metil alkohol)
- Klorheksidin glukonat 2-4% (Hibicet, Hibiscrub, Hibitane)
- Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi (Savlon)
- Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium (yodium tinctur). Iodofor 7,510%, (Betadine, Wescodyne)
- Kloroksilenol 0,5-4% (Para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi
(Dettol)
- Triklosan 0,2-2%
Kriteria pemilihan antiseptik adalah sebagai berikut:
- Memiliki efek yang luas, yaitu mampu menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negarif, virus lipofilik, basillus dan tumerkulosis,
fungi, endospora).
- Efektivitas
- Kecepatan aktivitas awal
25
- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
- Tidak mengakibatkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi
- Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang-ulang
- Dapat diterima secara visual maupun estetik.
4. Lap Tangan yang Bersih dan Kering
D. PROSEDUR STANDAR MEMBERSIHKAN TANGAN
Teknik membersihkan tangan dengan air dan sabun harus dilakukan seperti di bawah ini:
1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.
2. Tuangkan sabun secukupnya, pilih sabun cair.
3. Ratakan dengan kedua telapak tangan.
4. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
5. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari.
6. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
7. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
8. Gosok dengan memutar ujung jari-jari di telapak tangan kiri dan sebaliknya.
9. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
10.Keringkan dengan handuk sekali pakai atau paper towel sampai benar-benar kering.
11.Gunakan handuk sekali pakai atau paper towel untuk menutup kran.
Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada keadaan lembab dan air yang tidak
mengalir, maka :
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.
Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila masih ada isinya, penambahan ini
dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.
Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun memakai tambahan antiseptik
(seperti: Dettol atau Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak dalam
larutan ini
Walaupun tidak tersedia air, mencuci tangan harus tetap dilakukan! Jika tidak ada air
mengalir, atau lokasi air mengalir jauh, gunakan larutan berbasis alkohol (handrub antiseptik)
E. HANDRUB ANTISEPTIK (handrub berbasis alkohol)
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif membunuh flora
residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan air dan sabun antiseptik atau sabun
26 flora
biasa. Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah
tangan dengan cepat dan banyak. Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti gliserin,
propilen glikol, atau sorbitol (2 mL dalam 100 mL etil atau isopropil alkohol 60-90%) yang
melindungi dan melembutkan kulit, sehingga kulit tidak teriritasi.
Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika tangan
sangat kotor atau terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, harus mencuci tangan dengan air
dan sabun terlebih dahulu. Selain itu, untuk mengurangi penumpukan emolien pada tangan
setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap diperlukan mencuci tangan dengan air dan
sabun setiap kali setelah 5-10 aplikasi handrub. Handrub yang hanya berisi alkohol sebagai
bahan aktifnya, memiliki efek residual yang terbatas dibandingkan dengan handrub yang berisi
campuran alkohol dan antiseptik lain seperti khlorheksidin.
27
Diadaptasi dari WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) : A summary,
Diadaptasi dari WHO guidenlines on hand hygiene in health care (advanced draft) :
A summary, World Alliance for Patient Safety, World Health Organization, 2005.
Perhatian :
28
Lama penggosokan untuk pembersihan tangan dengan air dan sabun minimal selama 15
detik, sedangkan untuk pembersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
minimal selama 10 detik.
29
2. Lepas dan ganti segala perlengkapan APD yang sudah rusak atau sobek segera setelah Anda
mengetahui APD tersebut tidak berfungsi optimal.
3. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberi pelayanan dan hindari
kontaminasi lingkungan di luar ruang isolasi, para pasien atau pekerja lain, dan diri Anda
sendiri.
4. Lepaskan semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan tangan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum memakai APD:
Perkirakan risiko pajanan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum melakukan
kegiatan perawatan kesehatan.
Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan.
Pastikan tersedia sarana APD yang siap pakai apabila mendadak dibutuhkan
C. JENIS-JENIS ALAT PELINDUNG DIRI
1. SARUNG TANGAN
Sarung tangan berfungsi melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit
dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung
tangan merupakan penghalang fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen utama dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi.
Memakai sarung tangan tidak dapat menggantikan tindakan mencuci tangan atau
pemakaian handrub antiseptik. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik
sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan mungkin
robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan. Jadi:
Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan lakukan kebersihan tangan.
Agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas petugas
perlu memahami kapan sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan
sarung tangan tidak perlu digunakan.
Tujuan pemakaian sarung tangan:
a. Untuk menghalangi kontaminasi yang berat, misalnya saat menyentuh darah, cairan tubuh,
sekret, eksret, mukosa, atau kulit yang tidak utuh.
b. Untuk menghindari transmisi kuman dari tangan petugas kepada pasien saat dilakukan
tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mukosa.
c. Mencegah transmisi kuman yang ada di tangan petugas akibat terkontaminasi dari pasien,
kepada pasien lainnya.
Kapan Pemakaian Sarung Tangan Diperlukan?
30
Tergantung keadaan, sarung tangan periksa/bersih harus digunakan oleh semua petugas ketika :
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membrana mukosa
atau kulit yang tidak utuh
Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan sesuatu kedalam
pembuluh darah, seperti memasang infus.
Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh permukaan
yang tercemar.
Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang diperlukan pada
kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai), yang
mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril, ketika
memasuki ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut
sebelum meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau
dengan handrub berbasis alkohol.
Sebagai upaya menghindari kontaminasi silang, satu pasang sarung tangan hanya boleh
digunakan untuk menangani satu orang pasien. Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama
atau mencuci tangan yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian
tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dkk (1988) menemukan
bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan
masih memakai sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu
pasien ke pasien lain.
Jenis-jenis sarung tangan:
1. Sarung tangan bersih
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga
31
Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak sarung tangan
bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks.
Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat
menyebabkan iritasi pada kulit.
Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya
ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung
Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter
gigi. Jika dicurigai terjadi alergi, jika memungkinkan, gunakan sarung tangan bebas lateks (nitril)
atau sarung tangan lateks rendah alergen (reaksi alergi terhadap nitril juga bisa terjadi, tetapi
lebih jarang). Selain itu, direkomendasikan pemakaian sarung tangan bebas bedak. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih luas, karena bedak pada sarung tangan
membawa partikel lateks ke udara.
Jika pemakaian sarung bebas lateks tidak memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain
atau vinil di bawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun
demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada mukosa mata dan hidung.
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada
kulit, hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah
hingga menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat
muncul dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah
pemakaian yang lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun. Belum ada terapi atau
desensitisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah menghindari kontak.
2. MASKER
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan
rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas. Bila masker tidak
terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal
tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan
33 atau
bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun
kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan, sehingga tidak efektif sebagai filter.
Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel
berukuran besar (>5 m) yang tersebar melalui batuk atu bersin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk
benar-benar menutup secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah
kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif
menyaring udara yang dihisap. Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat
mencegah partikel mencapai membrana mukosa dari petugas kesehatan.
Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengah masker
merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi
Masker dengan efisiensi tinggi
Merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan bila penyaringan udara dianggap
penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu
burung atau SARS. Masker dengan efisiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel
dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan
bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Di lain
pihak masker ini lebih mengganggu pernapasan dan lebih mahal daripada masker bedah.
Sebelum petugas memakai masker N-95 perlu dilakukan uji pengepasan (fit test) untuk
menjamin bahwa perangkat tersebut pas benar pada wajah pemakainya.
34
Gambar Masker Efisiensi Tinggi N-95
Langkah 1
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan
bagian hidung pada ujung jari-jari Anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntai bebas di bawah tangan Anda.
Langkah 2
Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung
berada di atas.
35
Langkah 3
Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak
tinggi di belakang kepala Anda di atas telinga.
Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di
bawah telinga.
Langkah 4
Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bagian hidung yang
terbuat dati logam.
Tekan sisi logam tersebut (Gunakan dua jari dari masing-masing
tangan) mengikuti bentuk
hidung Anda. Jangan menekan
respirator dengan satu tangan karena dapat mengakibatkan
respirator bekerja kurang efektif.
Langkah 5
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-hati
agar posisi respirator tidak berubah.
Langkah 5.a) Pemeriksaan Segel positif
Hembuskan napas kuat-kuat. Tekanan positif di dalam respitaror
berarti tidak ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi
dan/atau ketegangan tali. Uji kembali kerapatan respirator.
Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-benar tertutup
rapat
Langkah 5.b) Pemeriksaan Segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan membuat respirator
menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam
respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
Perhatian!
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bisa digunakan oleh individu yang
alergi terhadap lateks. Petugas harus diberi cukup waktu untuk menggunakan dan mengepaskan
masker dengan baik sebelum bertemu dengan pasien.
3. ALAT PELINDUNG MATA
Alat ini melindungi mata petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain. Pelindung
mata mencakup kacamata (goggles), pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau
kacamata dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi harus ditambahkan pelindung pada
bagian sisi mata. Petugas harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah,
jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja ke arah
wajah.
4. TOPI
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan36
rambut
tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua
untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.
5. GAUN PELINDUNG
Gaun digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
droplet/airborne. Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit
petugas kesehatan dari sekret respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung
setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau
tersemprot darah, cairan tubuh, sekret atau ekskret. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung
lengan gaun sepenuhnya.
Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa
pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera
untuk mencegah berpindahnya organisme. Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja
dapat diturunkan 20-100x dengan memakai gaun pelindung. Perawat yang memakai apron
plastik saat merawat pasien bedah abdomen dapat menurunkan transmisi S.aureus 30x
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.
6. APRON
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas Petugas harus mengenakan apron di bawah gaun penutup
ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan
prosedur dimana ada risiko tumpahan darah atau cairan tubuh. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan.
7. PELINDUNG KAKI
Pelindung kaki digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu, sandal,
sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu
boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus
dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak
diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam dan kedap air harus
37 atau
tersedia di kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain
kertas dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi, kemudian dilepas tanpa sarung
tangan sehingga terjadi pencemaran
D. PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan:
Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
Gunakan dengan hati-hati, jangan menyebarkan kontaminasi.
Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan di ruang
ganti khusus. Lepas masker di luar ruangan.
Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah membersihankan tangan
sesuai pedoman.
Cara mengenakan APD
Langkah-langkah mengenakan APD pada Perawatan Ruang Isolasi Kontak dan Airborne
adalah sebagai berikut :
1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2. Kenakan pelindung kaki.
3. Kenakan sepasang sarung tangan pertama.
4. Kenakan gaun luar.
5. Kenakan celemek plastik.
6. Kenakan sepasang sarung tangan kedua.
7. Kenakan masker.
8. Kenakan penutup kepala.
9. Kenakan pelindung mata.
Prinsip-prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD
1. Gaun pelindung (gambar di halaman berikutnya)
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan
tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
Ikat di bagian belakang leher dan pinggang.
38
4. Sarung tangan
Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi.
39
40
3. Gaun pelindung
Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah terkontaminasi !
Lepas tali.
Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja.
Balik gaun pelindung.
Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah disediakan untuk
diproses ulang atau buang di tempat limbah infeksius.
4. Masker
Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi JANGAN SENTUH! 41
Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas.
peralatan
medis
pakai
ulang
setelah
selesai
dipakai
meliputi
43
Sterilisasi:
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, jamur dan parasit) termasuk
endospora bakteri dengan uap bertekanan tinggi (otoklaf ), sterilisator panas kering (oven),
sterilan kimiawi, atau radiasi ultraviolet.
Pre-cleaning
Menggunakan deterjen/larutan enzimatik
Pembersihan
(cuci bersih, tiriskan)
STERILISASI
(peralatan kritis)
menembus pembuluh
darah/jaringan tubuh
DESINFEKSI
Desinfeksi Tingkat
Tinggi
(peralatan semi kritis)
Masuk dalam mukosa
Tubuh
ETT, NGT
Direbus
Disinfeksi Tingkat
Rendah
(peralatan non kritis)
Hanya pada permukaan
kulit utuh
Tensimeter, termometer
Kimiawi
Dalam melaksanakan pengelolaan peralatan, petugas harus mengenakan alat pelindung diri yang
sesuai. Hasil pengelolaan peralatan dapat tidak baik (tidak sesuai dengan standar) oleh karena
kesalahan dalam pengelolaan. Kesalahan dalam pemrosesan dapat disebabkan oleh:
-
44
Untuk proses sterilisasi secara lengkap, dapat dilihat dalam buku Pedoman Pelayanan Sterilisasi
di CSSD Rumah Sakit RK. Charitas.
F. PENGELOLAAN LINEN
A. PENDAHULUAN
Linen yang nyata dicemari oleh darah dan cairan tubuh disebut linen infeksius. Linen
infeksius merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme dan dapat ditularkan melalui kontak
langsung. Linen non infeksius adalah linen kotor yang berasal dari pasien, bagian administrasi,
apotik, dan lain-lain yang tidak terkontaminasi oleh darah dan cairan tubuh.
Risiko penularan penyakit ini dapat diminimalisasi dengan cara melakukan penanganan
linen kotor dengan tepat, oleh tenaga yang terlatih dan handal, serta peduli terhadap lingkungan.
Penanganan dilakukan secara hati-hati dan sesuai prosedur, baik pada tahap pengumpulan,
transportasi, maupun selama proses pencucian. Kehatian-hatian ini terutama mencakup
penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai
dengan pedoman kewaspadaan standar.
B. TUJUAN
- Memutus mata rantai transmisi kuman
- Meminimalkan infeksi di Rumah Sakit dengan meningkatkan kewaspadaan standar
- Memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien sehingga meningkatkan mutu
pelayanan rumah sakit.
C. PENGADAAN LINEN
Pengadaan linen harus mempertimbangkan faktor kapasitas rumah sakit, BOR, lama pencucian,
dan lain-lain. Linen sebaiknya diberi logo rumah sakit.
Satu par stok tempat tidur (TT) dewasa terdiri dari:
-
Kebutuhan linen.
45
Bila penggantian dan pencucian dilakukan setiap hari 1 kali, untuk TT rawat inap dewasa
dibutuhkan minimal 3 par stok:
- 1 par linen dipakai pasien
- 1 par linen dicuci
- 1 par linen disimpan di ruangan
Rasio TT dan Par linen, 1 TT : 3-9 par linen, untuk ICU 1 TT : 6-10 par linen
Untuk rawat inap anak dibutuhkan > 3 par stok.
Untuk rawat inap intensif dibutuhkan >6 par stok
Untuk pelayanan operasi/tindakan tergantung jenis dan jumlah operasi per hari, bentuk
(berlubang/tidak), ukuran (besar, sedang, kecil), jenis linen (katun, drill), pakaian fungsional.
Di Rumah Sakit RK. Charitas standar penyediaan linen adalah 4 par stok
D. PENANGANAN LINEN
1.
46
- Bedakan pintu masuk linen kotor ke kamar cuci dan pintu keluar linen bersih dari kamar
cuci ke ruangan
- Petugas ruangan masuk dari pintu ruang pencucian dan tidak boleh masuk ke ruang
linen bersih
- Linen kotor di kamar cuci harus dibedakan antara linen infeksius dan non infeksius.
- Bagian penerimaan melakukan pencatatan jumlah linen, kedua belah pihak pengirim
dan penerima harus memberikan paraf pada buku ekspedisi.
- Petugas kamar cuci wajib mengenakan APD
- Lakukan penimbangan untuk menghitung kebutuhan bahan-bahan kimia (detergent,
sodium hypoclorit softener).
a. Proses pencucian
- Suhu yang direkomendasikan 30 oC 90oC
- Prewash lebih kurang 3 menit
- Pembuangan ke-1 dilanjutkan pencucian utama selama 15 menit dengan memasukkan
jenis detergen dan alkali
- Pembuangan ke-2 dilanjutkan dengan pencucian ke-2 selama 10 menit tanpa
detergen / bersifat pembilasan
- Pembuangan ke-3 dilanjutkan dengan pencucian akhir dengan memasukkan pelembut
- Pembuangan dilanjutkan dengan pemerasan kemudian menuju proses pengeringan
b. Proses pengeringan
- Periksa linen yang perlu dicuci ulang sebelum pengeringan
- Linen yang sudah diperas dimasukkan ke dalam mesin pengering dengan suhu 80C
- Linen tipis 10-15 menit
- Linen tebal 15-20 menit
- Linen tebal perlu pengeringan dan linen tipis hanya perlu pemerasan saja
c. Penyeterikaan dan pelipatan
- Pengeringan suhu 700 C dan penyeterikaan suhu 70 1200 C.
d. Penyimpanan linen
- Linen disimpan di dalam lemari tertutup sesuai dengan jenis linen, suhu 22 27 0 C dan
kelembaban 45 75 %.
- Simpan linen dengan sistem FIFO
e. Distribusi linen
Linen bersih dibawa dengan menggunakan trolly (tertutup) untuk mencegah kontaminasi
dalam perjalanan
47
E. SYARAT KAMAR CUCI
G.
infeksi. Limbah rumah sakit adalah semua hasil kegiatan layanan kesehatan di rumah sakit yang
tidak berguna lagi atau akan dibuang. Limbah dari rumah sakit dapat berupa limbah
terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Sekitar 85 % limbah yang dihasilkan dari rumah sakit
tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, namun demikian
penanganan limbah ini harus dikelola dengan baik dan benar.
Semua limbah yang tidak terkontaminasi seperti kertas, kotak, botol, wadah plastik dan
sisa makanan dapat dibuang dengan biasa atau dikirim ke Dinas Pembuangan Limbah setempat
atau tempat pembuangan limbah umum. Sedangkan limbah terkontaminasi (biasanya
mengandung mikroorganisme), jika tidak dikelola secara benar akan dapat menular pada petugas
yang menyentuh limbah tersebut, demikian juga kepada masyarakat pada umumnya.
Limbah terkontaminasi adalah semua limbah yang telah terkontaminasi dengan darah,
nanah, urin, cairan tubuh lain, feses, dan jaringan tubuh. Limbah dari kamar operasi seperti
jaringan, darah, kasa, kapas, dan lain lain, dan dari laboratorium seperti darah, tinja, dahak, urin,
biakan mikrobiologi harus diaggap limbah terkontaminasi. Alat-alat yang dapat melukai
misalnya jarum dan pisau bekas yang dapat menularkan penyakit-penyakit seperti hepatitis B,
hepatitis C, AIDS juga digolongkan sebagai limbah terkontaminasi.
Limbah yang tidak membawa mikroorganisme, tetapi digolongkan berbahaya karena
mempunyai potensi berbahaya/menimbulkan kerusakan pada lingkungan meliputi:
bahan-bahan kimia atau farmasi (misalnya kaleng dan botol bekas tempat obat/bahan
kimia, obat kadaluwarsa, vaksin, reagen, disinfektan seperti formaldehid, glutaraldehid,
bahan-bahan seperti aseton dan kloroform).
limbah sitotoksik (misalnya obat-obat untuk kemoterapi).
48
limbah yang mengandung logam berat (misalnya air raksa dari termometer atau
tensimeter yang pecah, bahan-bahan bekas gigi, dan kadmium dari baterai yang dibuang).
wadah bekas berisi gas dan tidak dapat didaur ulang (misalnya kaleng penyemprot) yang
berbahaya dan dapat meledak apabila dibakar.
A. TUJUAN
Tujuan pengelolaan limbah adalah:
-
B. JENIS LIMBAH
Berdasarkan wujudnya, limbah rumah sakit dikelompokkan menjadi:
- limbah padat
- limbah cair
- limbah gas
Berdasarkan sifatnya, limbah rumah sakit digolongkan menajadi:
1. Limbah non medis (limbah umum)
2. Limbah medis, meliputi:
a. Limbah infeksius
b. Limbah farmasi dan kimia
c. Limbah sitostatika
d. Limbah radioaktif
3. Limbah benda tajam
1. Limbah non medis (limbah umum)
Limbah non medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit diluar medis,
dapat berasal dari dapur, perkantoran, rawat inap, rawat jalan, taman, halaman dan lainnya.
Pengelolaannya sama dengan pengelolaan di tempat umum, tetapi tetap harus dikelola dengan
baik dengan prosedur yang jelas.
2. Limbah medis
Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis di rumah sakit. Terdiri dari
49
limbah infeksius, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah kimiawi, limbah sitotoksis,
limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat
yang tinggi.
a. Limbah infeksius
Limbah infeksius adalah limbah yang mengandung mikroorganisme (virus, bakteri, dan
lainnya) yang dapat menimbulkan penyakit. Dalam praktek sehari-hari yang dianggap
limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, ekskret,
dan sekret, yang dapat menularkan kuman penyakit infeksi kepada orang lain.
Asal limbah infeksius:
-
Rawat inap, rawat jalan, OK, HD, dan lain-lain: kassa, kapas lidi, tissu, darah, urin,
feses, pus, cairan tubuh lain, jaringan, dan sebagainya.
50
- Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya, pada tempat sampah yang telah ditentukan yang
telah dialasi dengan kantong plastik berbeda warna:
- warna hitam untuk limbah non medis
- warna kuning untuk limbah infeksius
- warna ungu untuk limbah sitostatika
- warna coklat untuk limbah kimia dan farmasi (bila tidak ada kantong platik coklat,
dapat diganti dengan kantong kuning, dan diberi label)
- warna merah untuk limbah radioaktif
- Limbah benda tajam ditempatkan dalam wadah tahan tusuk dan tahan air (safety box)
Tempat penampungan limbah
- Dalam tempat sampah bertutup, terbuat dari bahan yang kuat, ringan, anti bocor dan
tidak berkarat
- Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki (berpedal)
- Tempat sampah dalam keadaan bersih dan harus dicuci setiap hari dan didisinfeksi
dengan larutan klorin 0,5%.
- Tempatkan tempat sampah pada setiap jarak 10 20 meter
- Diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
2. Pengumpulan
- Petugas harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga, baju kerja khusus, dan
sepatu boot)
- Setelah terisi 2/3 penuh, ikat kantong plastik limbah dengan kuat.
- Sebelum melakukan pengikatan, pastikan limbah telah ditempatkan sesuai jenisnya. Apabila
ada penyimpangan, segera laporkan kepada penanggung jawab ruangan.
- Kantong diangkat dengan memegang lehernya.
- Limbah benda tajam diangkat bersama safety boxnya
- Beri label pada kantong plastik limbah
- Bawalah limbah ke tempat penampungan sementara yang sudah ditentukan, setiap hari
- Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh kendaraan), aman
dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi selalu kering.
3. Pengangkutan
- Pengangkutan limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
- Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
- Tidak boleh ada yang tercecer
- Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
- Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
51
- Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol setelah
melepaskan sarung tangan setelah menangani limbah.
4. Pemusnahan
- Limbah non medis (limbah umum) dibawa ke tempat pembuangan limbah umum,
bekerjasama dengan dinas kebersihan kota.
- Limbah infeksius dan limbah tajam di musnahkan dengan cara incenerasi menggunakan
incenerator. Incenerasi adalah proses pemusnahan limbah padat, cair, atau gas mudah
terbakar dengan suhu sangat tinggi sehingga menghasilkan sisa yang sangat sedikit .
- Limbah cair dibuang dalam wastafel khusus.
- Limbah feces dan urine dibuang ke dalam wastafel di ruang spoelhok atau di toilet.
D. PENANGANAN LIMBAH TAJAM
Yang dimaksud limbah tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam atau runcing
sehingga dapat memotong/melukai atau menusuk kulit. Contoh: Jarum suntik, jarum jahit
bedah, pisau bedah (bisturi), blood lancet, pecahan kaca, ampul obat, gunting, benang kawat,
dan lain-lain.
Cara pengelolaan:
- Sediakan wadah yang tahan tusukan dan tahan air, tertutup dan diberi label biohazard.
Dapat digunakan safety box terbuat dari kardus tebal yang dilapisi plastik agar kedap
air, di bagian atas diberi lubang untuk memasukkan jarum.
- Jangan menekuk atau mematahkan jarum yang telah dipakai.
- Jangan meletakkan limbah benda tajam di sembarang tempat.
- Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
- Segera buang limbah benda tajam ke dalam wadah yang telah ditentukan (safety box)
- Selalu buang sendiri oleh si pemakai
- Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
- Limbah benda tajam yang telah ditampung pada tempatnya, setelah 2/3 bagian penuh,
lubang ditutup rapat-rapat dan dibawa ke incenerator untuk dibakar/dimusnahkan bersama
wadahnya.
Penanganan Limbah Pecahan Kaca
Pakailah sarung tangan rumah tangga
Gunakan kertas koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam tersebut, kemudian
bungkus dengan kertas
Masukkan dalam kontainer tahan tusukan, dan beri label
52
E. PENANGANAN LIMBAH MENGANDUNG LOGAM BERAT
mengandung logam berat seperti air raksa atau kadmium. Cara pembuangannya adalah
sebagai berikut:
Jika pelayanan daur ulang tersedia (melalui industri pabrik), ini adalah pilihan terbaik.
Jika daur ulang tidak mungkin, maka dapat di lakukan pembuangan dengan enkapsulasi.
Jenis limbah ini tidak boleh diinsinerasi karena akan mengeluarkan uap logam beracun, juga
tidak boleh dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusi lapisan air di tanah.
Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang janin dan bayi.
Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan mengkontaminasi danau, sungai, dan
aliran air lainnya. Untuk mengurangi risiko polusi, benda-benda yang mengandung air raksa
seperti termometer dan tensimeter sebaiknya diganti dengan yang tidak mengandung air
raksa.
Penanganan jika termometer pecah:
-
Kumpulkan semua butiran air raksa yang jatuh dengan sendok, dan tuangkan dalam
wadah kecil tertutup untuk dibuang atau dipakai kembali.
H.
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Pengendalian lingkungan rumah sakit merupakan salah satu aspek penting dalam upaya
pencegahan
dan
pengendalian
infeksi.
Terjadinya
infeksi
akibat
lingkungan
dapat
54
- Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan pasien harus dibersihkan setiap hari dan
bila terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan setelah pasien pulang dan
sebelum pasien baru masuk.
- Disamping pembersihan, bagi tempat tidur dan permukaan peralatan seperti dorongan
tempat tidur, meja di samping tempat tidur, kereta dorong, lemari baju, tombol pintu,
keran, tombol lampu, bel panggilan, telepon, TV, remote kontrol, perlu dilakukan
disinfeksi.
Virus dapat dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0,5%. Dianjurkan untuk melakukan
pembersihan permukaan lingkungan dengan detergen yang netral dilanjutkan dengan
larutan disinfektan.
- Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan. Membersihkan debu
dengan kain kering atau dengan sapu harus dihindari karena akan mengakibatkan debu
berhamburan.
- Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan.
-
Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan dikeringkan setelah digunakan
dan sebelum disimpan.
- Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan serta perlengkapan yang tidak
perlu sehingga memudahkan pembersihan menyeluruh setiap hari.
- Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah digunakan pasien yang diketahui
atau suspek terinfeksi ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus dibersihkan
dengan disinfektan segera setelah digunakan.
- Teknik pembersihan dengan cara yang benar sesuai prosedur
- Petugas yang melakukan pembersihan harus mengenakan APD meliputi:
Sarung tangan karet (rumah tangga);
Gaun pelindung dan celemek karet; dan
Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.
- Setelah selesai melakukan pembersihan, APD dilepas, dibersihkan, dan disimpan di tempat
yang telah ditentukan,dan lakukan kebersihan tangan
Pembersihan dan disinfeksi tumpahan/percikan darah/cairan tubuh
Pakailah APD: gaun pelindung, celemek, dan sarung tangan rumah tangga.
Seraplah tumpahan darah/cairan tubuh menggunakan kertas/koran/tissu
Buang kertas/koran/tissu yang telah terkontaminasi ke dalam kantong kuning/tempat
sampah infeksius
Lakukan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan dengan larutan klorin
55
0,5%
Lepas sarung tangan karet dan celemek dan tempatkan perlengkapan tersebut ke wadah
yang ditentukan untuk selanjutnya dilakukan pembersihan dan disinfeksi.
Lakukan kebersihan tangan.
D. KONSTRUKSI BANGUNAN RUMAH SAKIT
1. Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan secara
periodik. Cat dinding berwarna terang dan menggunaakan cat yang tidak luntur serta
tidak mengandung logam berat.
2. Langit-langit
Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan, tingginya minimal 2.70
meter dari lantai, kerangka langit-langit harus kuat dan bila terbuat dari kayu harus diberi
anti rayap.
3. Lantai
Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air, tidak licin, warna terang,
permukaan rata, tidak bergelombang sehingga mudah dibersihkan secara rutin 3 kali
sehari atau bila perlu. Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah. Pertemuan lantai dengan dinding
harus berbentuk lengkung agar mudah dibersihkan.
4. Atap
Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan
binatang pengganggu lainnya.
5. Ventilasi
Ventilasi alamiah menjamin aliran udara di dalam ruangan. Luas minimum 15% dari luas
lantai. Ventilasi mekanik disesuaikan dengan keperluan ruangan.
6. Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar dan dapat mencegah masuknya serangga,
tikus dan binatang pengganggu lainnya.
7. Jaringan Instalasi
Pemasangan jaringan instalasi air minum, air bersih, air limbah, gas, listrik, sistem
ventilasi, sarana komunikasi dan lain-lainnya harus memenuhi persyaratan teknis
kesehatan agar aman dan nyaman, mudah dibersihkan dari tumpukan debu. Pemasangan
pipa air minum tidak boleh bersilang dengan pipa air limbah dan tidak boleh bertekanan
negatif untuk menghindari pencemaran air minum.
7.
Furniture
56
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan cairan
disinfektan, Tidak menggunakan bahan yang dapat menyerap debu, sebaiknya bahan yang
mudah dibersihkan dari debu maupun darah atau cairan tubuh lainnya.
8. Fixture & Fitting
Peralatan yang menetap di dinding hendaknya di disain sedemikian rupa sehingga mudah
di bersihkan.
9. Gorden
Bahan terbuat dari yang mudah dibersihkan, tidak bergelombang, warna terang, Dicuci
secara periodik 1-3 bulan sekali, atau segera bila terkontaminasi darah/cairan
tubuh/tampak kotor, dan tidak menyentuh lantai.
10. Disain ruangan
Sedapat mungkin diciptakan dengan memfasilitasi kewaspadaan standar.
Alkohol handrub perlu disediakan di tempat yang mudah diraih.
Wastafel perlu diadakan 1 buah tiap 6 tempat tidur pasien, sedang di ruang high care 1
wastafel tiap 1 tempat tidur.
Jarak antar tempat tidur diupayakan cukup agar perawat tidak menyentuh 2 tempat tidur
dalam waktu yang sama, idealnya 2,5m. Penurunan jarak antar tempat tidur menjadi 1,9m
menyebabkan peningkatan transfer MRSA 3,15 kali.
E. VENTILASI RUANGAN
Ventilasi ruangan adalah proses memasukkan dan menyebarkan udara luar, dan/atau udara
daur ulang yang telah diolah dengan tepat.. Ventilasi berbeda dengan pengkondisian udara.
Pengkondisian udara adalah mempertahankan lingkungan dalam ruang agar bertemperatur
nyaman.
Ventilasi yang memadai dan aliran udara satu arah yang terkontrol akan mengurangi
penularan kuman melalui airborne (misalnya, tuberkulosis paru-paru, campak, cacar air).
Sebagian besar penyakit pernapasan (misalnya, virus parainfluenza, RSV, virus influenza)
dapat dicegah penularannya dengan sistem ventilasi yang baik. Ruang tindakan yang dapat
menimbulkan aerosol harus diupayakan ventilasi yang baik yaitu mempunyai pertukaran
udara 12 kali/jam serta aliran udara kesatu arah.
Ada tiga jenis sistem ventilasi:
a. Ventilasi mekanis, menggunakan fan untuk mendorong aliran udara melalui suatu
gedung, jenis ini dapat dikombinasikan dengan pengkondisian dan penyaringan udara.
b. Ventilasi alami menggunakan cara alami untuk mendorong aliran udara melalui suatu
57
gedung; adalah tekanan angin dan tekanan yang dihasilkan oleh perbedaan kepadatan
antara udara di dalam dan di luar gedung, yang dinamakan efek cerobong.
Ruang/Unit
Operasi
Bersalin
Pemulihan/Perawatan
Observasi & Perawatan bayi/prematur
ICU
Kamar Jenazah
Penginderaan medis
Laboratorium
Radiologi
Sterilisasi
Dapur
Gawat Darurat
Ruang luka bakar
Administrasi, pertemuan
58
- Untuk ruang operasi pengolahan tambahan dgn catridge filter , dilengkapi ultra violet
- Untuk ruang farmasi dan hemodialisis, air di murnikan untuk penyiapan obat/pengenceran
larutan hemodialisis.
H. PENGENDALIAN SERANGGA, TIKUS, DAN BINATANG PENGGANGGU
Untuk memutus rantai penularan infeksi yang cara penularannya dengan perantaraan vektor,
maka keberadaan serangga, tikus, dan binatang pengganggu harus dikendalikan. Beberapa hal
yang harus diperhatikan meliputi:
- Kepadatan jentik (terutama aedes) harus nol
- Lubang ditutup kasa
- Bebas kecoa terutama dapur, gudang makanan dan ruang steril
- Tidak ditemukan tanda keberadaan tikus
- Tidak ditemukan lalat dlm bangunan tertutup
- Lingkungan rumah sakit bebas kucing dan anjing
- Ruangan diberi anti rayap
I. PEMBERSIHAN PERMUKAAN LINGKUNGAN
Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan di area perawatan
Jaga kebersihan lingkungan, lantai, dinding, permukaan meja
Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
Pilih disinfektan yang terdaftar dan gunakan sesuai petunjuk pabrik
Jangan melakukan disinfeksi fogging di area keperawatan
Hindari metode pembersihan permukaaan yang luas yang menghasilkan mist atau aerosol
Gunakan detergen, jangan menggunakan high level disifektan untuk peralatan non kritikal
dan permukaan lingkungan
Gunakan detergen atau air untuk pembersihan permukaan non perawatan seperti
perkantoran/ administrasi
Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai di area perawatan pasien
Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths and solution
- Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan gunakan cairan yang
baru
- Ganti mop setiap hari
- Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan biarkan kering sebelum
dipakai lagi
Selesai operasi terakhir setiap hari, bersihkan ruangan dengan wet vacum atau mop lantai
dan dinding dengan menggunakan pembersih. Jangan gunakan keset di pintu masuk
59
ruang operasi
Tutup pintu pasien immonocompromised saat membersihkan lantai.
Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau material lain yang potensial
infeksi
Hindari penggunaan carpet di ruang perawatan pasien atau terutama yang risiko tinggi
terjadi tumpahan darah seperti unit terapi, ruang operasi, laboratorium, intensive care
Bunga dan tanaman pot tidak dianjurkan di area pelayanan pasien
Tidak diperbolehkan adanya bunga segar atau kering atau tanaman pot di area perawatan
Lakukan pest control secara rutin
Pakai APD selama prosedur pembersihan dan disinfeksi.
Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan disinfeksi
Pakai cairan disinfektan yang sesuai
Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
Anjurkan keluarga, pengunjung dan pasien tentang pentingnya kebersihan tangan untuk
meminimalkan penyebaran mikroorganisme
J. PEMBUANGAN SAMPAH
- Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam wadah
atau kantong yang sesuai:
Untuk sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning. Semua sampah dari suatu
ruangan/area yang merawat pasien dengan penyakit menular melalui udara (airborne)
harus ditangani sebagai sampah infeksius.
Untuk sampah non medis gunakan kantong plastik hitam.
Untuk sampah sitostatika gunakan kantong plastik ungu
Untuk sampah benda tajam atau jarum ditaruh dalam wadah tahan tusukan/safety box
- Kantong sampah apabila sudah 2/3 bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak
boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal/area isolasi harus
menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah.
- Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai, ditangani dan
dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional mengenai sampah
rumah sakit.
- Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang ke dalam sistem pembuangan kotoran
yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak.
60
Petugas kesehatan berisiko terinfeksi saat bekerja, disamping juga dapat menularkan
infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain. Oleh karena itu, petugas kesehatan
harus mendapatkan pengetahuan mengenai penyakit infeksi, cara transmisi, cara pencegahan dan
pengendaliannya. Kepada petugas juga perlu diberikan sosialisasi Kewaspadaan Isolasi
(Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi), serta Kebijakan Departemen
Kesehatan tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini. Selain itu, rumah
sakit/fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi
petugas kesehatan, serta program kesehatan dan keselamatan kerja bagi karyawan.
Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat pernah
mengalami infeksi apa saja (riwayat kesehatan yang lalu), status imunisasinya, terapi saat ini,
serta dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan radiologi. Imunisasi yang dianjurkan untuk
petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila memungkinkan hepatitis A, influenza, campak,
tetanus, difteri, rubella. Mantoux test perlu dilakukan untuk melihat adakah infeksi TB
sebelumnya. Pada kasus khusus, dapat diberikan vaksinasi varicella. Keputusan pelaksanaan
imunisasi tergantung pada risiko paparan pada petugas, kontak petugas dengan pasien,
karakteristik pasien rumah sakit, dan dana rumah sakit.
A. TUJUAN
Tujuan dari program kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan adalah:
Menjamin keselamatan petugas di lingkungan rumah sakit
Memelihara kesehatan petugas kesehatan
Mengurangi biaya perawatan
Mencegah ketidakhadiran petugas dan ketidakmampuan bekerja
, Mencegahan tuntutan hukum.
Mencegah timbulnya KLB
B. PROGRAM KESEHATAN KARYAWAN
Adalah program sebagai upaya preventif terhadap infeksi yang dapat ditularkan dalam
kegiatan pelayanan kesehatan. Program kesehatan karyawan meliputi:
1. Pemeriksaan kesehatan berkala
2. Pencegahan penularan infeksi dan risiko kecelakaan kerja:
- Taat menerapkan Kewaspadaan Isolasi (Standar dan Berdasarkan Transmisi)
- Menjaga kesehatan saluran nafas (tidak merokok)
- Menjaga kesehatan tubuh secara umum.
- Menjaga kebersihan dan higiene diri
- Senantiasa menjaga perilaku hidup sehat
- Tidak memanipulasi jarum bekas pakai
61
Alat Pelindung Diri (APD) harus tersedia cukup di ruang perawatan dan tindakan,
terutama ruang gawat darurat.
Indikasi, cara pemakaian dan cara pelepasan A{D harus dipahami dengan baik oleh
petugas
Petugas yang menderita flu diminta tidak merawat pasien atau kontak dengan pasien
imunitas rendah
Pada mata : Bilas dengan air mengalir atau garam fisiologis selama 15 menit.
Pada kulit : Bilas dengan air mengalir selama 1 menit, atau cuci dengan air mengalir
dan sabun
Bila darah memercik ke hidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air.
Jangan panik!!
Segera cuci dengan air mengalir dan sabun atau antiseptik, dan disinfeksi dengan
alkohol 70%
62
darah
cairan serebrospinal
2. Upaya menurunkan risiko terpajan mikroorganisme melalui darah/cairan tubuh lain dapat
dengan cara:
- Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, dan memakai APD yang sesuai
- Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
- Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum dan benda tajam.
3. Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan (serokonversi +):
- Pajanan darah/cairan tubuh dalam jumlah besar
- Tusukan yang dalam, ditandai dengan luka dalam dan darah terlihat jelas
- Tampak darah pada alat penyebab pajanan
- Jarum berlubang di tengah
- Tusukan masuk ke pembuluh darah
- Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
- Sumber pajanan dalam stadium AIDS.
4. Profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan,
dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV) kombinasi AZT (zidovudine), 3TC
(lamivudine) dan Indinavir atau sesuai pedoman yang dipakai.
5. Monitoring PPP-HIV
- Profilksis harus diberikan selama 28 hari
- Dibutuhkan dukungan psikososial
- Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui proses infeksi dan memonitor efek
toksik obat ARV
- Tes HIVdiulang setelah 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan
63
D. PENATALAKSANAAN TERTUSUK JARUM/TERPAJAN CAIRAN TUBUH
1. Penatalaksanaan tertusuk jarum/terpajan cairan tubuh diterapkan pada petugas di Rumah Sakit
yang mendapat luka /cedera akibat tertusuk jarum / benda tajam bekas pakai atau terpajan cairan
tubuh pasien.
2. Kejadian tertusuk jarum/terpajan cairan tubuh ditangani sesuai prosedur dalam waktu sesegera
mungkin, tidak lebih dari 1 x 24 jam.
3. Apabila ada insiden segera laporkan kepada Kepala Bagian/wakilnya. Selanjutnya Kepala
Bagian/wakilnya segera menghubungi dokter di Bagian Gawat Darurat untuk penatalaksanaan
segera. Formulir laporan pajanan diisi dan di kirim ke Panitia K3 dalam 24 jam pertama,
tembusan kepada Komite PPI.
4. Tatalaksana petugas yang tertusuk/terpajan dilakukan di tempat kejadian, Bagian Gawat Darurat,
Poli VCT Mawar, dan Poliklinik Umum/Penyakit. Dalam.
5. Pemeriksaan laboratorium petugas dan pasien yang menjadi sumber/asal jarum/cairan tubuh
dilakukan di Laboratorium Rumah Sakit RK. Charitas
6. Biaya pemeriksaan laboratorium dan vaksin untuk petugas di tanggung oleh Rumah Sakit RK.
Charitas.
7. Obat obat ARV di sediakan gratis oleh Poliklinik VCT Mawar.
8. Pemberian Profilaksis Paska Pajanan (PPP) HIV diberikan di Poliklinik VCT Mawar (Hari Senin
Sabtu Pk: 13.00 wib 16.00 wib, dan di Bagian Gawat Darurat untuk waktu di luar jam kerja
Poliklnik VCT Mawar..
9. Bila sumber jarum/cairan tubuh diketahui pasien Hepatitis B positif, petugas yang terpajan
dirujuk ke Poliklinik Penyakit Dalam untuk pemberikan Hepatitis B Immunoglobulin (HBIG) dan
pemberian vaksinasi serial sebanyak tiga kali jika belum pernah di vaksin. Jika pernah di vaksin
dan masih dalam batas waktu, tidak dilakukan tata laksana apapun.
10. Bila sumber jarum/cairan tubuh diketahui pasien Hepatitis C, petugas dirujuk ke Poliklinik
Penyakit Dalam untuk tatalaksana selanjutnya.
11. Petugas yang terpajan diberikan konseling dan monitoring toksisitas profilaksis pasca paparan.
12. Penatalaksanaan secara lengkap mengacu pada Pedoman Penatalaksanaan Pajanan di Tempat
Kerja yang telah disusun oleh P2K3, Prosedur Tetap Penatalaksaanan Luka Tusuk Jarum/Benda
Tajan, dan Prosedur Tetap Penatalaksanaan Pajanan Cairan Tubuh
Vaksinasi dan
respon antibodi dari
Petugas Kesehatan #
Belum divaksinasi
Pernah divaksinasi
Diketahui sebagai
responder $
Diketahui sebagai
non responder $$
Tidak diketahui
status respon
antibodinya
Sumber pajanan
berisiko
tinggi obati pada HbsAg
positif
Anti-HBs terpajan
Cukup tidak perlu PPP
Tidak cukup 1 dosis
HBIg + vaksin boster
$$ Untuk para non-responder lebih baik diberi HBIG dan vaksinasi ulang secara serial bila mereka
belum sempat menyelesaikan dosis ke-3 vaksinasinya. Bagi mereka yang telah mendapatkan
vaksinasi ke-2 secara lengkap dan tidak memberi respon, perlu diberi 2 dosis HBIG. Dosis pertama diberikan saat pajanan dan dosis ke-2 pada 1 bulan kemudian.
Jenis
Pajanan
HIV positif
Tingkat 1 (a)
Kurang
berat (e)
Dianjurkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP
Lebih
berat (f)
Pengobatan
dengan
3 obat PPP
HIV
negatif
Tidak perlu
PPP
Tidak perlu
PPP
HIV positif
Tingkat 1 (a)
Pertimbangkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP (h)
Dianjurkan
pengobatan
dasar
2 obat PPP
HIV
negatif
Tidak
perlu
PPP
Tidak
perlu
PPP
Tabel 4. Penilaian volume pajanan pada mukosa/luka di kulit untuk PPP HIV
Keterangan :
(a) HIV Asimtomatis atau diketahui viral load rendah ( < 1500 RNA/ml )
(b) HIV Simtomatis, AIDS< serokonversi akut, atau diketahui viral load tinggi, bila dikhawatirkan adanya
resistensi obat, konsultasikan kepada ahlinya. Pemberian PPP tidak boleh ditunda dan perlu tersedia
sarana untuk melakukan perawatan secepatnya.
(c) Contoh, pasien meninggal dan tidak dapat dilakukan pemeriksaan darah.
(d) Contoh, jarum dari tempat sampah
(e) y.i. jarum buntu luka di permukaan
66 pada
(f) y.i jarum besar berlubang, luka tusuk dalam, nampak darah pada alat, atau jarum bekas dipakai
arteri atau vena
(g) Pernyataan Pertimbangkan PPP menunjukkan bahwa PPPmerupakan pilihan tidak mutlak dan harus
diputuskan secara individual tergantung dari orang yang terpajan dan keahlian dokternya. Namun,
pertimbangkan pengobatan dasar dengan 2 obat PPP bila ditemukan faktor risiko pada sumber pajanan,
atau bila terjadi di daerah dengan risiko tinggi HIV
(h) Bila diberikan PPP dan diterima, dan sumber pajanan kemudian diketahui HIV negatif, maka PPP harus
dihentikan.
(i) Pada pajanan kulit, tindak lanjut hanya diperlukan bila ada tanda-tanda kulit yang tidak utuh seperti
dermatitis, abrasi atau luka.
Bagi petugas yang merawat pasien flu burung, suhu tubuh dipantau 2x/hari
Bila timbul deman, petugas dipindahkan dari tugas perawatan, dan harus menjalani
uji diagnostik.
Bila terjadi pajanan H5N1 atau penyebab tidak dapat diidentifikasi, dianjurkan
diberikan oseltamivir 2x75mg selama 5 hari. Monitor kesehatan petugas yang
terpajan.
d. Mycobacterium tuberculosis
Penularan kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari pasien TB paru.
Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, infeksi HIV dan MDR TB. Petugas yang
paska pajanan perlu di tes Mantoux, bila indurasinya > 10 mm perlu diberikan profilaksis
INH sesuai rekomendasi.
e. Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis, Difteria dan
Rabies)
Penularannya tidak sering, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas. Dianjurkan
vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies untuk daerah yang
endemis.
J.
PENEMPATAN PASIEN
Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan isolasi hanya untuk keperluan penting.
Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan menerima sesegera mungkin
sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari ruangan / area isolasi dalam rumah sakit,
pasien harus dipakaikan masker dan gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi
pasien harus menggunakan APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan
keluar fasilitas pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulan, maka sesudahnya ambulan
tersebut harus dibersihkan dengan disinfektan seperti alkohol 70% atau larutan klorin 0,5%.
E. KELUARGA PENDAMPING PASIEN
Petugas perlu memberi edukasi kepada keluarga pasien, agar menjaga kebersihan tangan dan
menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri
ataupun kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh
petugas kecuali pemakaian sarung tangan.
F. PEMULANGAN PASIEN
Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu masa penularan.
Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena penyakit
menular melalui udara / airborne harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai diagnosis alternatif dibuat
atau hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit
tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri, pencegahan dan
pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang tindakan
pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit menular yang
diderita pasien. (Contoh lihat BAB XIV: Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Bagi Pengunjung dan Keluarga Pasien Penyakit Menular).
Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah pemulangan pasien.
K.
A. PEMULASARAN JENAZAH
Petugas kesehatan harus menjalankan Kewaspadaan Standar ketika menangani pasien yang
70
meninggal akibat penyakit menular.
APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenazah jika pasien tersebut
meninggal dalam masa penularan.
Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus
sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong jenazah.
Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah setelah meninggal dunia.
Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk melakukannya sebelum jenazah
dimasukkan ke dalam kantong jenazah dengan menggunakan APD.
Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang penanganan khusus bagi
jenazah yang meninggal dengan penyakit menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan
budaya harus diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular meninggal
dunia.
Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan oleh keluarga dan
Direktur Rumah Sakit.
Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan di pemulasaraan jenazah.
B. PEMERIKSAAN POST MORTEM
Pemeriksaan post mortem pada seseorang yang menderita atau kemungkinan menderita
penyakit menular harus dilakukan dengan hati-hati, apalagi jika pasien meninggal dunia
selama masa penularan. Jika pasien masih menyebarkan virus ketika meninggal, paruparunya
mungkin masih mengandung virus. Oleh karena itu, kalau melakukan suatu prosedur pada
paru-paru jenazah, APD lengkap harus digunakan yang meliputi masker N-95, sarung tangan,
gaun, pelindung mata dan sepatu pelindung.
Mengurangi risiko timbulnya aerosol selama autopsi
Selalu Gunakan APD
Gunakan selubung vakum untuk gergaji getar
Hindari penggunaan semprotan air tekanan tinggi
Buka isi perut sambil disiram dengan air.
Ketika melakukan pemotongan paru, cegah produksi aerosol dengan :
Hindari penggunaan gergaji listrik.
Lakukan prosedur di bawah air.
Hindari pajanan ketika mengeluarkan jaringan paru.
Sebagai petunjuk umum, terapkan Kewaspadaan Standar sebagai berikut :
Gunakan peralatan sesedikit mungkin ketika melakukan otopsi.
71
Hindari penggunaan pisau bedah dan gunting dengan ujung yang runcing.
Jangan memberikan instrumen dan peralatan dengan tangan, selalu gunakan nampan.
Jika memungkinkan, gunakan instrumen dan peralatan sekali pakai.
Upayakan jumlah petugas seminimal mungkin dan dapat menjaga diri masing-masing.
C. PERAWATAN JENAZAH / PERSIAPAN SEBELUM PEMAKAMAN
Petugas kamar jenazah atau tempat pemakaman harus diberi tahu bahwa kematian pasien
adalah akibat penyakit menular agar Kewaspadaan Standar diterapkan dalam penanganan
jenazah.
Penyiapan jenazah sebelum dimakamkan seperti pembersihan, pemandian, perapian rambut,
pemotongan kuku, pencukuran, hanya boleh dilakukan oleh petugas khusus kamar jenazah.
Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan mencuci tangan.
Tidak menggantung masker di leher.
Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara, petugas
kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan apakah ia memiliki
gejala demam atau infeksi saluran pernapasan. Karena berhubungan dekat dengan
pasien penyakit menular melalui udara berisiko untuk terinfeksi. Jika ada demam atau
gejala gangguan pernapasan, pengunjung tersebut harus dikaji untuk penyakit menular
melalui udara dan ditangani dengan tepat.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung tentang penerapan
pencegahan dan pengendalian infeksi dan wajib mentaatinya ketika mengunjungi pasien
penyakit menular.
4. Menjaga kebersihan alat pernapasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan
Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernapasan di fasilitas pelayanan kesehatan,
kebersihan saluran pernapasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari
perilaku sehat. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernapasan (batuk,
bersin) harus :
Menutup hidung / mulut ketika batuk atau bersin.
Menggunakan tissu untuk menahan sekresi pernapasan dan dibuang di tempat sampah
khusus yang tersedia.
Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekret pernapasan.
Fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :
Tempat sampah tertutup yang tidak perlu disentuh atau dapat dioperasikan dengan
kaki, di semua area.
Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu.
Pengumuman / informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap pengunjung
yang batuk.
Jika memungkinkan, di ruang tunggu dianjurkan bagi orang yang batuk untuk duduk pada
jarak 1 meter dari yang lainnya.
Pada pintu masuk dan di ruang fasilitas rawat jalan seperti ruang gawat darurat, ruangan
dokter, klinik rawat jalan, perlu dipasang instruksi etika batuk atau bersin. Pasien dan
orang yang menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan
etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera mungkin tentang
gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus disediakan masker.
73
B. EDUKASI BAGI KELUARGA ATAU KONTAK PASIEN PENYAKIT MENULAR
3. Informasi mengenai kontak dengan binatang yang dapat menjadi sumber penyakit
menular.
Hindari kontak dengan binatang yang telah diketahui dapat menjadi sumber penularan
penyakit menular yang sedang mewabah atau di mana hewan pernah memiliki penyakit,
disembelih, atau diduga menderita penyakit.
Jika anda secara tidak sengaja melakukan kontak dengan lingkungan yang telah memiliki
penyakit atau binatang yang mati, cucilah tangan dengan sabun hingga bersih dan
pantaulah kesehatan anda selama masa inkubasi. Jika anda tiba-tiba mengalami demam
tinggi (>38oC) atau terdapat tanda-tanda penyakit saluran pernafasan ataupun gejala lain
yang sesuai, berkonsultasilah dengan dokter.
Jika anda telah kontak dengan binatang yang mati karena penyakit atau kontak dengan
kotoran binatang tersebut, berkonsultasilah dengan petugas kesehatan.
Jika binatang anda mati, pastikan bahwa anda tahu cara membersihkan tempat tersebut
dengan aman.
- Pakailah APD : lindungi hidung, mulut dan mata anda dan gunakanlah sarung tangan
atau kantung plastik pada kedua tangan.
- Kuburlah binatang yang mati pada kedalaman 2.5 meter dan jauh dari tempat
persediaan air.
- Bersihkan daerah yang dicemari kotoran binatang, gunakan alat pengerik, kumpulkan
dan kuburlah kotoran tersebut.
- Bersihkan kandang atau daerah bekas kotoran binatang dengan sabun dan air.
higiene dan sanitasi makanan dilakukan dengan cara mengendalikan beberapa variabel yang
saling berkaitan, yaitu:
-
Bahan makanan
Penjamah makanan
Tempat pengolahan
2.
3.
4.
5.
6.
76
77
- Cara menjamah makanan yang baik menggunakan alat untuk mengambil makanan,
misalnya sendok sayur, jepitan makanan, centong
- Nilai gizi yang memenuhi syarat
- Cara pengolahan makanan yang bersih
- Menerapkan dasar- dasar higiene dan sanitasi makanan
- Tidak menyentuh makanan dengan tangan telanjang
- Menerapkan higiene perorangan, menghindari kontaminasi silang
- Menjaga makanan dari pencemaran
Mengikuti kaidah cara pengolahan makanan yang baik (CPMB):
- Bahan Makanan yang akan diolah harus sesuai spesifikasi
- Tempat persiapan dan meja peracikan bebas lalat, tikus, kucing, kecoa
- Perabotan masak harus memenuhi syarat fisik bersih
kuman)
- Peralatan pengolahan tidak dicampur adukkan penggunaannya
Beberapa hal yang harus diperhatikan:
- Masaklah makanan dgn sempurna
- Simpan makanan matang pada suhu panas (minimal 60oC)
- Simpan makanan matang dalam kontainer tertutup
- Panaskan kembali makanan matang pada suhu minimal 70oC
- Simpanlah secara terpisah dengan makanan mentah
- Makanan matang tidak diambil dengan tangan telanjang
D. CARA PENGANGKUTAN/DISTRIBUSI MAKANAN
- Alat pengangkut makanan/kereta makan harus bersih
- Cara pengangkutan makanan memenuhi syarat (tidak terjadi kontaminasi)
- Makanan senantiasa dalam keadaan tertutup
- Pengangkutan tidak melewati/bertemu dengan jalur sampah
C. PENYIMPANAN DINGIN
-
Sesuai suhunya
Isi lemari pendingin tidak penuh sesak dan tidak sering buka/tutup
Cool storage
: 10 20C
Cold storage
: 0 10C
Freeze storage
: 0C
78
Suhu penyimpanan:
1. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
- Menyimpan sampai 3 hari : -5 sampai 0C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : -19 sampai -5C
- Penyimpanan lebih dari 1minggu : dibawah -10C
2. Makanan jenis susu dan olahannya
- Penyimpanan sampai 3 hari : 3 sampai 7C
- Penyimpanan untuk 1 minggu : 0C sampai 5C
3. Jenis telur
- > 2 minggu: < 5 C
- Kwalitas cepat rusak di suhu ruangan
- Menyerap bau
4. Makanan jenis sayuran & buah dengan waktu penyimpanan paling lama 1 minggu yaitu
70 sampai 100 C
5. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (270C).
79
80
BAB V
LOGISTIK
Fasilitas yang ada di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi untuk menunjang kegiatan
operasional sehari-hari:
1. Komputer
: 2 buah.
2. Laptop
: 1 buah.
3. Meja tulis
: 4 buah.
4. Lemari buku
: 2 buah.
: 2 buah.
: 1 buah.
9. Kursi
: 6 buah.
10.Jam dinding
: 1 buah.
11.Wastafel
: 1 buah.
: 1 buah.
15.White board
: 1 buah.
81
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
A. UMUM
Secara umum, sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit RK Charitas terdiri dari:
1. Ketepatan identifikasi pasien.
2. Peningkatan komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi.
5. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan risiko pasien jatuh.
B. KHUSUS
Secara khusus, sasaran keselamatan pasien di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
berfokus kepada Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan dengan cara:
1. Meningkatkan kepatuhan petugas melakukan kebersihan tangan
Dengan meningkatnya kepatuhan kebersihan tangan petugas klinis dan non-klinis,
diharapkan penyebaran kuman-kuman penyebab penyakit infeksi dapat dikendalikan.
Dengan demikian mengurangi risiko Infeksi Rumah Sakit / Healthcare Associated
Infections (HAIs), yang mungkin timbul pada pasien-pasien yang dirawat di Rumah
Sakit.
82
rambut
sebelum
pembedahan
dilakukan
di
ruang
operasi
parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah sakit > 48 jam tanpa dilakukan intubasi
dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran napas bawah.
Untuk mencegah terjadinya VAP / HAP, ada beberapa hal yang harus dilakukan:
a. Menjaga kebersihan tangan.
b. Tinggikan bagian kepala tempat tidur pasien antara 30 45.
c. Melakukan perawatan kebersihan rongga mulut dengan cairan antiseptik.
d. Setiap hari mengevaluasi proses penyapihan ventilator bila memungkinkan.
e.
Menggunakan selang suction steril untuk aspirasi cairan trakea atau perawatan
trakeostomi.
84
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. UMUM
Secara umum, sasaran keselamatan kerja di Rumah Sakit RK Charitas terdiri dari:
1.
2.
B. KHUSUS
Secara khusus, sasaran keselamatan kerja di Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
terdiri dari:
1. Program kebersihan tangan.
Program ini diadakan setiap tahun, meliputi petugas klinis maupun non-klinis, dan
dipantau setiap 1 bulan sekali (untuk petugas klinis) dan 4 bulan sekali (untuk petugas
non-klinis). Dengan selalu menjaga kebersihan tangan, para petugas dapat terhindar dari
kuman-kuman patogen yang berbahaya yang terdapat di lingkungan rumah sakit.
2. Penggunaan alat pelindung diri (APD).
Penggunaan alat pelindung diri yang tepat dan sesuai indikasi akan membantu petugas
terhindar dari percikan darah / cairan tubuh yang infeksius selama melakukan pelayanan
kesehatan.
3. Monitoring dan support kesehatan petugas.
Program pemeriksaan kesehatan secara berkala (medical check-up) rutin dilakukan bagi
setiap karyawan rumah sakit untuk mendeteksi dini penyakit-penyakit infeksi.
4. Menyediakan antivirus profilaksis.
Rumah sakit menyediakan obat-obatan antivirus profilaksis bagi karyawan yang terpapar
/terpajan cairan tubuh penderita penyakit infeksi tertentu (mis: tertusuk jarum penderita
Hepatitis B, tertusuk jarum penderita HIV, dsb.).
5. Program vaksinasi karyawan.
85 di
Program vaksinasi Hepatitis B rutin dilakukan bagi setiap karyawan yang bertugas
bangsal / ruang keperawatan.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
maupun
non-klinis
dan hasilnya
direkapitulasi,
dianalisa,
dibuat
strategi
pencegahannya, kemudian dilaporkan kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS,
serta unit terkait.
c. Pemantauan mutu sterilisasi
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian CSSD dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
d. Pemantauan mutu air bersih
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
e. Pemantauan mutu air limbah
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
f. Pemantauan mutu pest control
Pemantauan dilakukan setiap bulan oleh bagian Sanitasi dan hasilnya dievaluasi serta
dilaporkan secara tertulis kepada Direksi, Komite Mutu dan Akreditasi RS, serta Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
g. Pemeriksaan kultur (mikrobiologi) ruang, perabot, AC
Pemeriksaan kultur dilakukan 2 kali dalam setahun (bulan Januari dan Juli) di 8 area kritis di
86
rumah sakit (BGD, OK, VK, ICU, CSSD, Hemodialisa, Kamar bayi MP, Kamar bayi
Theresia). Hasil kultur, evaluasi dan tindak lanjutnya dilaporkan kepada Direksi serta
Komite Mutu dan Akreditasi RS.
87
BAB IX
PENUTUP
88