Anda di halaman 1dari 26

Disusun Oleh

Nama Kelompok 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Anis Tsania Annisa zeins (16250650002)


Dwi Fitantri (15340250071)
Elvi yani Sari (16340250001)
Nani Martini (16340350009)
Rismaya Agustin (16340350003)
Roberto B Latupay (1634025001)

Fakultas

: Ekonomi

Semester

: I (Pagi)

Dosen

: Dr. Drs. Budi Supriyatno, MM. MSI.

UNIVERSITAS SATYAGAMA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya kepada kita sehingga dapat tersusunya tugas
makalah ini, dengan judul Pancasila Sebagai Pedoman Hidup Bangsa
Dalam penyusunannya penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai
pihak, karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
kedua orang tua yang telah memberikan dukungan kasih dan kepercayaan yang
begitu besar, dari sanalah semua kesuksesan ini berawal semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagian dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi
kedepannya.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

Jakarta,

September 2016
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................... i


Kata Pengantar.................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Pengertian ......................................................................................... 3
C. Permasalahan..................................................................................... 4
D. Maksud dan Tujuan ........................................................................... 5
E. Kerangka Pemikiran .......................................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN
A. Hasil Temuan Dilapangan ................................................................. 9
B. Analisa Pemecahan.......................................................................... 20
BAB III PENUTUP
A. kesimpulan ...................................................................................... 21
B. Saran ............................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 23

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Dasar Negara kita adalah pancasila yang terdapat dalam pembukaan
UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia No. 7
bersama sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksitensi Pancasila sebagai dasar filsafat Negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi
politik sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya
kekuasaan yang berlindung di balik legitimasi ideology Negara pancasila.
Dengan kata lain, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi
diletakan sebagai dasar filsafat serta pedoman atau pandangan hidup bangsa
dan Negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi, dan dimanipulasi demi
kepentingan politik penguasa. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa yang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka pancasila
tidak terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan
terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar Negara ataupun ideologi, namun
demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format
dasar Negara maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam
menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, itulah pancasila dijadikan
dasar dalam pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya


untuk mengembalikan kedudukan dan fungsi pancasila yaitu dasar Negara
Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui ketetapan Sidang
Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan pancasila sebagai
satu-satunya asas bagi orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut juga
sekaligus mencabut mandate MPR yang diberikan kepada presiden atas
kewenangan untuk membudayakan pancasila dan asas tunggal pancasila.
Monopoli pancasila demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang
harus segera diakhiri, kemudian dunia perguruan tinggi memiliki tugas
untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa
untuk benar-benar mampu memahami pancasila secara ilmiah dan obyektif.
Dizaman seperti ini banyak sekali perubahan yang telah terjadi,
globalisasi dan modernisasi telah berkembang sekaligus begitu pesatnya, hal
ini berdamapak pula pada ideology bangsa Indonesia yakni Pancasila, nilainilai yang terkandung di dalamnya semakin lama semaikn tergerus dengan
kebudayaan-kebudayaan luar. Agar Indonesia tetap bersatu , kokoh dan
mempertahankan nilai-nilai dasar pancasila dalam menghadapi perubahanperubahan,

maka

para

generasi

mudahlah

yang

meski

berjuang

mempertahankan kedaulatan bangsa, maka disinilah bangsa Indonesia harus


mempunyai pedoman.

1.2. Pengertian
Dalam pengertian ini pancasila digunakan sebgai petunjuk hidup
sehari-hari, dengan kata lain, pancasila dipergunakan untuk petunjuk arah
semua aktivitas atau kegiatan dan kehidupan di dalam segala bidang, yang
berarti semua tingkah laku dan tindak atau perbuatan setiap manusia
Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila dalam
pancasila karena pancasila selalu merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lainnya atau saling
berkaitan satu sama lain, bahwa sila dalam pancasila merupakan satu
kesatuan organis. Pancasila yang harus dihayati adalah pancasila
sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang dengan
demikian jiwa keagamaan (sebagai manifestasi atau perwujudan dari sila
Ketuhanan Yang Maha Esa), jiwa yang berperi kemanusiaan (sebagai
manifestasi atau perwujudan sila kemanusiaan yang adil dan beradab), jiwa
kebangsaan (sebagai manifestasi atau perwujudan dari sila persatuan
Indonesia), jiwa kerakyatan (sebagai manifestasi atau perwujudan sila
kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmah

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan perwakilan) dan jiwa yang menjunjung tinggi keadilan


social (sebagai manifestasi atau perwujudan dari sila keadilan social bagi
seluruh rakyat Indonesia) yang selalu terpancar dalam segala tingkah laku
dan tindak atau perbuatan serta sikap hidup seluruh bangsa Indonesia.

Apabila kita memperhatikan penyebutan-penyebutan yang dikaitkan


dengan pancasila, maka kita dapat menduga betapa luas peranan pancasila
dalam tata kehidupan bangsa Indonesia.

1.3. Permasalahan
Makna serta pengertian Reformasi dewasa ini sering disalah artikan
sehingga gerakan masyarakat yang melakukan perubahan mengatasnamakan
gerakan reformasi juga tidak sesuai dengan pengertian reformasi itu sendiri.
Hal

itu

terbukti

dengan

maraknya

gerakan

masyarakat

dengan

mengatasnamakan gerakan reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai


dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya pemaksaan kehendak dengan
menduduki kantor suatu instansi atau lembaga bai negeri maupun swasta,
memaksa untuk mengganti pejabat dalam suatu instansi, melakukan
pengrusakan, bahkan yang paling memperihatikan adalaha melakukan
pengarahan massa dengan merusak dan membakar took-toko, pusat kegiatan
ekonomi, kantor instansi pemerintah, fasilitas umum, kanot pos, kantor
bank, disertai penganiayaan. Oleh karena itu makna reformasi harus benarbenar diletakan dalam pengertian yang sebenarnya sehingga agenda proses
reformasi itu benar-benar sesuai tujuannya.
Pada zaman yang modern ini, perbahan yang terjadi karena intervensi
dari berbagai pihak sangat dirasakan dampaknya bagi bangsa Indonesia
khususnya dalam pancasila. Modernisasi dan globalisasi telah merubah gaya
hidup masyarakat yang juga berdampak pada pancasila, banyak nilai-nilai

pancasila yang sudah mulai luntur. Nilai-nilai tradisi bangsa ini juga sudah
mulai tergantikan karena sudah semakin dekat dengan jarak hubungan
Negara dengan pengaruh budaya luar. Globalisasi yang semakin
berkembang dan pengaruhnya begitu besar bagi bangsa ini membuat
masyarakat harus pandai-pandai menyikapi perubahan demi utuhnya NKRI.

1.4. Maksud dan Tujuan


1.4.1. Maksud
Maksud daripada penulisan makalah ini adalah mengulas dan
menelusuri apa maksud dalam pancasila sebagai pedoman hidup bangsa
Indonesia ini.
Suatu bangsa tidak akan berdiri dengan kokoh tanpa dasar Negara
yang kuat dan tidak dapat mengetahui dengan jelas kemana arah tujuan yang
akan dicapai tanpa pandangan hidup. Dengan adanya dasar Negara, suatu
bangsa tidak akan terombang ambing dalam menghadapi permasalahan baik
yang dari dalam maupun dari luar. Sudah menjadi kesepakatan bersama,
bahwa pancasila ditetapkan sebagai dasar Negara RI oleh para pendiri
Negara. Untuk itu pancasila mempunyai fungsi dan tujuan yang mengatur
sendi-sendi kehidupan bangsa.
Fungsi pokok pancasila adalah sebagai dasar Negara yang merupakan
sumber kaidah hokum yang mengatur Negara republic Indonesia. Termasuk
di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan

penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara republic Indonesia .


pancasila

sebagai dasar Negara mempunyai arti menjadikan pancasila

sebagai

dasar

untuk

mengatur

penyelenggaraan

pemerintah.

Konsekuensinya adalah pancasila merupakan sumber dari segala sumber


hokum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti
melaksanakan nilai-nilai pancasila dalam semua peraturan perundangundangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan
perundang-undangan di negara republic Indonesia

bersumber pada

pancasila. Pancasila sebagai dasar Negara republic Indonesia memunyai


implikasi bahwa pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hokum, terikat
oleh terstruktur kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan
atau cita-cita hokum yang menguasai dasar Negara.
Pancasila sebagai dasar Negara tentunya memiliki fungsi yang sangat
penting, salah satu fungsi pancasila adalah pancasila sebagai pedoman hidup
bangsa, pancasila sebagai pedoman hidup bangsa dijadikan sebagai
kumpulan nilai yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia dan
digunakan untuk menata masyarakat. Fungsi pancasila sebagai pedoman
hidup bangsa itu sendiri diantaranya
1. Memperkokoh kedudukan persatuan bangsa karena bangsa
Indonesia adalah bangsa yang majemuk.
2. Mengarahkan
menggerakan

bangsa
serta

Indonesia

membimbing

melaksakan pembangunan.

menuju
bangsa

tujuannya
Indonesia

dan
dalam

3. Memelihara dan mengembangkan identitas bangsa dan sebagai


dorongan dalam pembentukan karakter bangsa berdasarkan
pancasila.
4. Menjadi standar nilai dalam melakukan kritik dan mengenai
keadaaan bangsa dan Negara.
1.4.2. Tujuan
Tujuan daripada penulisan makalah ini adalah dimaksudkan agar
kami khususnya mahasiswa-mahasiswi perguruan tinggi satyagama
mampu mempraktikan nilai-nilai yang termuat dalam pancasila yang
berguna sebagai pedoman hidup bangsa dan Negara.
Berikut ini adalah salah satu tujuan daripada pancasila sebagai
pedoman hidup bangsa adalah sebagai berikut:
1. Menghendaki bangsa yang religious yang taat kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
2. Menjadi bangsa yang menghargai Hak Asasi Manusia.
3. Menghendaki menjadi bangsa yang nasionalis yang mencintai
tanah air Indonesia.
4. Menghendaki bangsa yang demokratis.
5. Menjadi bangsa yang adil secara social ekonomi.

1.5. Kerangka Pemikiran

DASAR
NEGARA
PEMBUKAAN
UUD 1945
PASAL-PASAL
UUD 1945

2.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

3.

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN

BERADAB
4.

PERSATUAN INDONESIA

5.

KERAKYATAN YANG DIPIMPIN

1. Pasal 28 dan 29 uud 45


2. Pasal-pasal mengenai
HAM
3. Pasal 18, 35, 36 UUD
1945
4. Pasal 2-24 UUD 1945

OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN


DALAM PERMUSYAWARATAN
PERWAKILAN

6.

KEADILAN SOCIAL BAGI


SELURUH RAKYAT INDONESIA

5. Pasal 33 dan 34 UUD


1945

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hasil Temuan di Lapangan


2.1.1. Studi kasus 1
Dalam praktiknya di lapangan maka penulis mengangkat contoh
kasus pancasila dalam pemikiran dan praktik politik tiga presiden.
Pengamalan pancasila oleh kalangan penyelenggara negera saat ini seolaholah diombang ambingkan oleh situasi dan persepsi publik. Tak
mengherankan bila kini negeri ini menghadapi beberapa gangguan dan
ancaman, baik yang berupa gangguan ideologi masyarakat dengan
munculnya berbagai ideology yang berseberangan dengan ideology
Negara, juga ancaman kekacauan politik dengan merosotnya legitimasi
pemerintah terhadap rakyatnya, serta berbagai rongrongan, yang intinya
ingin membuat NKRI menjadi rapuh.
Bagi generasi sekarang, yang merupakan generasi penerus bangsa
kondisi ketidak jelasan ideology tersebut jelas merupakan peringatan.
Bahwa bangsa ini terancam tak memiliki dasar pijak yang kokoh, karena
tergerus oleh nilai-nilai hedonisme yang menjadi akar tunjang maraknya
praktik gigantic massive korupsi yang dilakukan hamper merata di
lingkungan

eksekutif,

legislative,

yudikatif.

Lahirnya

kebijakan

diskriminatif yang inskonstitusional, anarkisme atas kelompok minoritas


lunturnya kebersamaan sebagai saudara keluarga bangsa, ancaman

terorisme yang kian mencengkeram rasa keamanann kehidupan berbangsa


dan bernegara dan seterusnya.
Memerlukan upaya serius untuk menerapkan kembali pancasila
kedalam realitas kehidupan sehari-hari, tak cukup dengan retorika atau
verbalisme di pentas politik, apalagi hanya melalui sekedar politik
pencitraan. Sudah saat nya segenap komponen bangsa ini berkaca dan
menangkap semangat bernegara dari para pendiri bangsa.
Pada era Soekarno pancasila menjadi semangat dan cita-cita yang
amat kuat untuk di wujudkan secara nasional. Sedangkan pada era orde
baru selama 32 tahun pancasila diposisikan sebagai menara gading. Teori
dan sosialisasinya disampaikan dalam metode doktrin yang amat kuat,
namun miskin dialog terbuka. Terdapat monopoli tafsir atas nilai-nilai
pancasila yang dilakukan oleh Rezim Orde Baru. Hampir detiap perbedaan
pendapat tentang pancasila selalu tergesa-gesa dituding sebagai gerakan
makar, organisasi tanpa bentuk, dan berbagai stigma lainya, dan dengan
segera akan dilibas oleh kekuasaan Negara.
Praktik politik pancasila di era soeharto, Era Orde Baru dalam
sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama, dan bisa
juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Stabil dalam
artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan dewasa
ini. Stabilitas yang entah semu atau memang riil tersebut, diiringi juga
dengan maraknya pembangunan di segala bidang. Era pembangunan, era
penuh kestabilan, yang saat ini menimbulkan romantisme dari banyak

kalangan di negara ini. Menariknya, dua hal yang menjadi warna Indonesia
di era Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak
lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi alat bagi pemerintah
untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu
diagung-agungkan; Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan
hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak memandang hal tersebut
sebagai sesuatu yang mengganjal, kala itu tentunya. Gencarnya penanaman
nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru salah satunya dilatarbelakangi hal
bahwa rakyat Indonesia harus sadar jika dasar negara Indonesia adalah
Pancasila itu sendiri. Masyarakat pada masa itu memaknai pancasila
sebagai hal yang patut dan penting untuk ditanamkan, ujar Hendro
Muhaimin, peneliti di Pusat Studi Pancasila UGM. Selain itu menurutnya
pada era

Orde

Baru semua

orang menerima

Pancasila

dalam

kehidupannya, karena Pancasila sendiri adalah produk dari kepribadian


dalam negeri sendiri, dan yang menjadi keprihatinan khalayak pada masa
itu adalah Pemerintahnya, bukan Pancasilanya. Hendro Muhaimin juga
menambahkan bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan
menunggangi Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara
sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. Pada dasarnya, yang
salah bukanlah Pancasila, karena Pancasila dibuat dari penggalian
kepribadian bangsa ini, dari cerminan bangsa Indonesia, maka para
pemegang kekuasaan pada rezim itu, yang menggunakan Pancasila secara
politis, adalah pihak yang seharusnya bertanggungjawab akan gejolak-

gejolak yang terjadi, ujarnya. Namun disamping hal-hal tersebut,


penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga dibarengi dengan
praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian antarwarga
sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya
gotong-royong kala itu sangat dijunjung tinggi. Selain itu, contoh dari
gencarnya penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan
Pancasila sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang
menyatakan bahwa semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu
organisasi masyarakat, komunitas, perkumpulan, dan sebagainya haruslah
mengunakan Pancasila sebagai asas utamanya. Apabila ada asas-asas
organisasi lain yang ingin ditambahkan sebagai asasnya, tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila. Oleh karena itu, muncul juga anggapan
bahwa Pancasila dianggap sebagai pembius bangsa, karena telah
melumpuhkan kebebasan untuk berorganisasi. Romantisme Pelaksanaan
P4 Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman
nilai-nilai Pancasila, yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya Pancasila, terdapat juga
materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN),
Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme. Kebijakan tersebut disosialisaikan pada
seluruh komponen bangsa sampai level bawah termasuk penataran P4
untuk siswa baru Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Menengah
Atas (SMA), yang lalu dilanjutkan di perguruan tinggi hingga di wilayah

kerja. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan


Penyelenggara Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (BP7) dengan metode indoktrinasi. Dalam ungkapan Langenberg
(1990), Orde Baru adalah negara dan sekaligus sistem negara
(pemerintahan eksekutif, militer, polisi, parlemen, birokrasi, dan
pengadilan), yang sejak 1965/1966 membangun hegemoni dengan
formulasi ideologi sebagai tiang penyangganya. Visi Orde Baru pada saat
itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Hendro Muhaimin, ketika ditanya mengenai bagaimana
Pancasila dimaknai oleh rakyat Indonesia pada saat itu jika dibandingkan
dengan bagaimana rakyat memahaminya sekarang, ia berpendapat, Kalau
itu jelas berbeda, kalau orang pada waktu dulu dalam memaknai Pancasila,
kental sekali suasana Pancasilanya, maka orang sangat memaknai. Kalau
bicara sekarang, sangat jauh dengan suasana dulu. Banyak masyarakat
pada zaman itu dapat menghafalkan butir-butir Pancasila yang jumlahnya
36 butir, itu pun memang karena dampak dari pelaksanaan P4 bagi seluruh
lapisan masyarakat. Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara,
nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi semacam senjata bagi
pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat.
Pancasila dianggap sebagai sesuatu yang keramat sehingga tidak boleh
diutak-atik maupun ditafsirkan dengan beberapa penafsiran. Seakan-akan
ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal tersebut sesuai

dengan keinginan penguasa, sebaliknya dianggap salah kalau bertentangan


dengan kehendaknya. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda
pendapat dengan negara dalam prakteknya malah dengan mudahnya
dikriminalisasi. Penanaman nilai-nilai Pancasila pada saat itu dilakukan
tanpa sejalan dengan fakta yang terjadi di masyarakat, berdasarkan
perbuatan pemerintah. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang
meresap ke dalam kehidupan masyarakat, tetapi kemunafikan yang
tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin
mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta
tindakan yang nyata, sehingga banyak masyarakatpun tidak menerima
adanya penataran yang tidak dibarengi dengan perbuatan pemerintah yang
benar-benar pro-rakyat. Pancasila yang Begitu Diagung-Agungkan Tidak
salah jika menyebut era Orde Baru sebagai era dimanis-maniskannya
Pancasila. Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan
pendapatnya

mengenai

keberadaan

Pancasila,

yang

kesemuanya

memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Pada sebuah


forum di tahun 1972, dalam sebuah kunjungannya ke Australia, Soeharto
menyatakan bahwa kepribadian bangsa Indonesia terbentuk dari perjalanan
sejarahnya, baik ketika dalam masa kegemilangan di era Kerajaan
Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram, maupun ketika dalam fase
penderitaaan

dibawah

penjajahan

sepanjang

tiga

setengah

abad.

Kepribadian tersebut kemudian menjadi pandangan hidup bangsa


Indonesia, yakni Pancasila, yang sila-silanya merupakan sebuah kesatuan

yang bulat. Di dalamnya juga tersimpul mengenai kesadaran bangsa


Indonesia bahwa manusia tergantung pada keseimbangan-keseimbangan,
antara manusia dengan alam, manusia dengan Tuhan, dan lahir dengan
batin. Sebuah pemaparan ekselen, yang mungkin saja memang bertujuan
untuk menarik perhatian para bule hadirin dalam forum tersebut,
Australia-Indonesia Business Cooperation Committee. Lain lagi ketika
Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1
Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang
dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu superior.
Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai tuntunan
hidup, menjadi sumber tertib sosial dan sumber tertib seluruh
perikehidupan, serta merupakan sumber tertib negara dan sumber
tertib hukum. Kepada pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal
28 Oktober 1974, Soeharto juga dengan lantang menyatakan, Pancasila
janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan
dihayati! Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya selain
Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam versi Orde Baru tentunya.
Pelaksanaan pemaparan materi P4 yang begitu digencarkan di era Orde
Baru juga merupakan upaya dari Pemerintah untuk menghegemonikan
keberadaan Pancasila di tengah rakyat Indonesia. Hendro Muhaimin,
berpendapat bahwa tujuan dari dilaksanakannya pemaparan P4 sebenarnya
baik, mengingat Pancasila adalah dasar negara, sudah seharusnya Warga
Negara Indonesia memahami isi dan maksud dari Pancasila, ke depannya

bertujuan membentuk Warga Negara Indonesia sebagai manusia yang berPancasila. Tujuannya memang sudah bagus dan mulia, tetapi salahnya
karena terjadi banyak penyimpangan seiring berjalannya pemerintahan
Orde Baru, ujarnya. Demokrasi Pancasila: Wajah Semu Era Orde Baru
Termasuk di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No.
II/MPR/1978 (sudah dicabut), adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri
manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru mengharapkan melalui 36
butir Pancasila, yang serta merta wajib hukumnya untuk dihafal, akan
terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara
Indonesia yang adil dan makmur, jaya di segala bidang. Akan tetapi, justru
penghafalan itu yang menjadi bumerangnya. Cita-cita yang terkembang
melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada pengamalan yang
berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak
terjadi secara general. Sebagai contoh adalah mengenai pelaksanaan
demokrasi di era Orde Baru. Berwajahkan Demokrasi Pancasila, akan
tetapi dalam kenyataannya bak jauh panggang dari api. Penataran itu
sifatnya hanya menghafal, kemudian mengenai proses pelaksanaan secara
langsung dari 36 butir Pancasila, dulu melalui kegiatan seperti gotongroyong kerja bakti warga. Tetapi pelaksanaan demokrasi pada saat Orde
Baru itu sangat minim, ujar Hendro Muhaimin. Kebebasan tanpa koersi
yang menjadi pilar utama dari prinsip demokrasi secara umum, dipadukan
dengan nilai-nilai Pancasila yang terkandung melalui kelima silanya,

sejatinya merupakan sebuah kombinasi yang apabila dilaksanakan sesuai


hakikatnya oleh Pemerintah Orde Baru tentu akan memberikan dampak
positif bagi kehidupan rakyat Indonesia pada saat itu. Akan tetapi, justru
koersilah yang menjadi senjata pemerintah untuk menciptakan
kehidupan yang, berdasarkan standar yang dibangun pada saat itu,
bernuansa ketertiban dan keselarasan.
Sementara itu, pada era reformasi di bawah kepemimpinan Gus
Dur, pancasila dijadikan sebagai ideology yang final. Lahirnya keppres
no.9 tahun 2000 tentang pengarus utamaan gender dalam pembangunan
nasional, menjadi pesan yang amat jelas untuk mendorong proses
demokratisasi yang bernilai kesetaraan gender. Hingga kini keppres ini
menjadi landasan advokasi penghapusan diskriminasi terhadap perempuan.
2.1.2. Studi kasus 2
Pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan Negara

khususnya

persoalan mengenai kasus korupsi di Indonesia.


Situasi Negara saat ini begitu memprihatinkan, begitu banyak masalah
menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis
ekonomi, politik, budaya, social, hankam, pendidikan, dll, yang
sebenarnya berhulu padakrisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru
berasal dari badan-badan yang ada di Negara ini, baik eksekutif ,
legislative, maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang
seharusnya mengemban amanat rayat. Setiap hari kita disuguhi berbagai

berita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orangyang dipercayakan


rakyat untuk mengemban dan menjalankan mesin pembangunan ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci
sangat penting dalam mengatasi krisis, kalau krisis moral sebagai hulu dari
semua masalah , maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indicator
kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warga
negaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang
lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh
moralitas. Moralitas member dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan
suatu bangsa. Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas
individu, moralitas social, moralitas mondial.
Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar
pancasila adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan
internal tersebut dalam dimasyarakat. Di Perguruan tinggi penguatan
tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian

termasuk

didalamnya pendidikan pancasila. Melihat realitas dikelas bahwa mata


kuliah pendidikan pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang
membosankan , maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi
dan metode pembelajaran, materi harus selalu up to date dan metode
pembelajaran

juga harus innovative menggunakan metode-metode

pembelajaran yang dikembangkan. Pembelajran tidak hanya kognitif,


namun harus menyentuh aspek afektif dan konatif.

Nilai-nilai pancasila apbila betul-betul dipahami, dihayati dan


diamalkan tentu mampu menurukan angka korupsi. Penanaman satu nilai
saja yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa apabila bangsa Indonesia menyadari
jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan
martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan
korupsi terjadi karena hilangnya control diri dan ketifak mampuan untuk
menahan diri melakukan kejahatn. Kebahagiaan material dianggap segalagalanya disbanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan
jangka panjang, keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara
cepat menjadikan nilai-nilai agama dikesampingkan.
Kesadaran manusia akan nilai ketahanan ini secara eksistensial akan
menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat
dijelaskan melalui hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang
paling rendah , penghambaan terhadap harta lebih tinggi lagi adalah
penghambaan pada manusia dan yang paling tinggi penghambaan pada
tuhan. Manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna
tentu tidak akan merendahkan diriny diperhamba oleh harta. Namun akan
menyerahkan diri terhadap tuhan.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa
dalam konteks pancasila karena nilai-nilai pancasila merupakan kesatuan
organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Dengan
demikian akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai
pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,

kerakyatan, dan keadilan dijadikan landasan mori


morill dan dipraktikan dalam

seluruh

kehidupan

berbangsa

dan

bernegara

terutama

dalam

pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai ini sebagaimana tersebut diatas paling efektif adalah

melalui pendidikan. Pendidikan informal yaitu keluarga harus menjadi


landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di

sekolah.
2.2. Analisa Pemecahan

PANCASILA

PERATURAN-PERATURAN

Permasalahan di Indonesia

PENCEGAHAN

SIKAP/TINDAKAN

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Para pendiri Negara telah menentukan suatu asas, sumber nilai serta
sumber norma yang fundamental dari Negara Indonesia yaitu Pancasila, yang
bersumber dari apa yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri yaitu nilainilai yang merupakan pandangan atau pedoman hidup sehari-hari bangsa
Indonesia. Nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
adalah ada secara objktif dan melekat pada bangsa Indonesia yang merupakan
pandangan dalam kehidupan bangsa sehari-hari.
Oleh karena itu dalam menyikapi perubahan-perubahan dan pengaruhpengaruh kehidupan dari luar yang semakin maju ini, bangsa Indonesia harus
tetap berada pada jalur yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Bangsa
Indonesia sebagai Negara berkembang sudah selayaknya mengikuti era
perkembangan jaman, akan tetapi nilai-nilai pancasila tetap harus dijaga agar
tetap terjaga keutuhan bangsa Indonesia.
3.2. Saran
Dalam kehidupan kenegaraan dewasa ini yang sedang melakukan
reformasi bukan berarti kita mengubah cita-cita, dasar nilai serta pandangan
hidup bangsa melainkan melakukan perubahan dengan menata kembali dalam
suatu platform yang bersumber pada nilai-nilai dari sila sila dalam pancasila

dalam segala bidang. Tetap berpegang pada dasar Negara pancasila sebagai
pedoman hidup bangsa di era yang seperti sekarang ini.

DAFTAR PUSTAKA

Mulyono, Aktualisasi Nilai Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara, semarang: Universitas Diponegoro
Santoso, Djoko. Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila. Direktorat
Jenderal Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia. 2013.

Anda mungkin juga menyukai