Anda di halaman 1dari 24

Clinical Science Session

KATARAK

OLEH:
1. DIAH PERMATA SARI
2. DIAN PRATIWI BURNAMA
3. MEIVITA WULANDARI

1110312077
1210313001
1210311008

Preseptor: dr. Fitratul Ilahi, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan ketajaman visual
dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.1 Katarak memiliki derajat kepadatan
yang sangat bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, biasanya akibat proses
degeneratif. Katarak merupakan penyebab kebutaan utama yang dapat diobati di dunia pada
saat ini. Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus menerus
terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok, radiasi ultraviolet, dan
peningkatan kadar gula darah.2
Prevalensi katarak merupakan salah satu penyebab terjadinya kebutaan. 1,47 persen dari
jumlah penduduk atau sebesar 3,5 juta, dan katarak merupakan penyebab utama yang
mencakup 60-70 persen dari total kebutaan. Bahkan, menurut data WHO, penderita buta
katarak bertambah 0,1 persen dari jumlah penduduk. Dalam perhitungan waktu di Indonesia
setiap 3,5 menitnya ada satu orang menjadi buta. Pasien yang melakukan operasi katarak
fakoemulsifikasi di JEC (Jakarta Eye Center) sejak 2004 hingga tahun 2008 sebanyak 70 ribu
pasien. Semua dokter mata, yang berhimpun dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Mata
Indonesia (PERDAMI), bertekad meningkatkan jumlah operasi. Setiap dokter mata, yang kini
mengoperasi dua pasien setiap minggu, akan meningkatkan jumlah operasinya menjadi enam
pasien seminggu. Ini akan mencapai angka 1000 operasi katarak per satu juta penduduk per
tahun.3
Prevalensi nasional katarak pada penduduk umur >30 tahun adalah 1,8% berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan. Sebanyak 12 provinsi mempunyai prevalensi katarak pada
penduduk umur diatas 30 tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggro Aceh Darussalam,
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara
Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua.4
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui stadium-stadium klinis dan
penatalaksanaan katarak.
1.3 Batasan Masalah

Referat ini membahas secara ringkas tentang stadium-stadium klinis dan penatalaksanaan
katarak.
1.4 Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa
literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan merupakan

penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin terlibat,
antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata
katarak berasal dari Yunani katarraktes yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak sendiri
sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi, denaturasi protein, dan proses
penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan atau putih.1,5
2.2 Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menurut beberapa aspek, yaitu 6:
i.

Menurut usia :
1) Katarak kongenital ( terlihat pada usia dibawah 1 tahun )
2) Katarak juvenil ( terlihat sesudah usia 1 tahun )
3) Katarak senile ( setelah usia 50 tahun )

ii.

Menurut lokasi kekeruhan lensa :


1) Nuklear
2) Kortikal
3) Subkapsular (posterior/anterior) jarang

iii.

Menurut derajat kekeruhan lensa :


1)
2)
3)
4)

iv.

Insipien
Imatur
Matur
Hipermatur

Menurut etiologi :
1) Katarak primer
2) Katarak sekunder

a. Katarak Menurut Usia


i.
Katarak Kongenital
Katarak Kongenital katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera
setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan sebagian pada
lensa yang sudah didapatkan pada waktu lahir umumnya tidak meluas dan

jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa.


ii.

Letak kekeruhan

tergantung pada saat mana terjadi gangguan pada kehidupan janin.7


Katarak Juvenil
Katarak juvenil adalah katarak yang lunak dan terdapat pada orang
muda, yang mulai terbentuknya pada usia lebih dari 1 tahun dan kurang dari
50 tahun. Merupakan katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah lahir yaitu
kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih terjadi perkembangan serat-serat
lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut
sebagai soft cataract. Biasanya katarak juvenil merupakan bagian dari suatu
gejala penyakit keturunan lain. Pembedahan dilakukan bila kataraknya
diperkirakan akan menimbulkan ambliopia.
Tindakan untuk memperbaiki tajam penglihatan ialah pembedahan.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan seduah mengganggu pekerjaan
sehari-hari. Hasil tindakan pembedahan sangat bergantung pada usia
penderita, bentuk katarak apakah mengenai seluruh lensa atau sebagian lensa
apakah disertai kelainan lain pada saat timbulnya katarak, makin lama lensa

iii.

menutupi media penglihatan menambah kemungkinan ambliopia.8


Katarak Senil
Katarak senil adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun kadang-kadang pada usia 40 tahun.
Perubahan yang tampak ialah bertambah tebalnya nukleus dengan
berkembangnya lapisan korteks lensa. Secara klinis, proses ketuaan lensa
sudah tampak sejak terjadi pengurangan kekuatan akomodasi lensa akibat
mulai terjadinya sklerosis lensa yang timbul pada usia dekade 4 dalam bentuk

keluhan presbiopia.9
b. Katarak Menurut Lokasi Kekeruhan6
Dikenal 3 bentuk katarak senil, yaitu katarak nuklear, kortikal, dan
i.

subkapsular posterior.
Katarak Nuklear
Inti lensa dewasa

selama

hidup

bertambah besar dan menjadi sklerotik.


Lama kelamaan inti lensa yang mulanya
putih kekuningan menjadi cokelat dan
kemudian menjadi kehitaman. Keadaan ini
disebut katarak brunesen atau nigra.

ii.

Katarak Kortikal
Pada katarak kortikal terjadi penyerapan
air sehingga lensa menjadi cembung dan
terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita
seakan-akan mendapatkan kekuatan baru
untuk melihat dekat pada usia yang
bertambah.

iii.

Katarak Subkapsular Posterior


Katarak subkapsular posterior ini
sering terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan tipe nuklear dan kortikal.
Katarak ini terletak di lapisan posterior
kortikal dan biasanya axial. Indikasi awal
adalah terlihatnya gambaran halus seperti
pelangi dibawah slit lamp pada lapisan
posterior kortikal. Pada stadium lanjut
terlihat granul dan plak pada korteks subkapsul posterior ini. Gejala yang
dikeluhkan penderita adalah penglihatan yang silau dan penurunan
penglihatan di bawah sinar terang. Dapat juga terjadi penurunan penglihatan
pada jarak dekat dan terkadang beberapa pasien juga mengalami diplopia
monokular.

c. Katarak Menurut Derajat Kekeruhan6


Katarak berdasarkan kekeruhan yang sudah terjadi dapat dibedakan
menjadi 4 macam, yaitu:
Katarak Insipien
Kekeruhan yang tidak teratur seperti bercak-bercak yang membentuk

i.

gerigi dasar di perifer dan daerah jernih membentuk gerigi dengan dasar di
perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya teletak di korteks
anterior atau posterior. Kekeruhan ini pada umumnya hanya tampak bila pupil
dilebarkan.
Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bila dilakukan uji bayangan iris akan
ii.

negatif.
Katarak Imatur
6

Pada stadium yang lebih lanjut, terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
tidak atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagianbagian yang jernih pada lensa.
Pada stadium ini terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi
bertambah cembung. Pencembungan lensa ini akan memberikan perubahan
indeks refraksi dimana mata akan menjadi miopik. Kecembungan ini akan
mengakibatkan pendorongan iris ke depan sehingga bilik mata depan akan
lebih sempit.
Pada stadium intumensen ini akan mudah terjadi penyulit glaukoma. Uji
bayangan iris pada keadaan ini positif.
iii.

Katarak Matur
Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air
bersama-sama hasil disintegrasi melalui kapsul. Di dalam stadium ini lensa
akan berukuran normal. Iris tidak terdorong ke depan dan bilik mata depan
akan mempunyai kedalaman normal kembali. Kadang pada stadium ini terlihat
lensa berwarna sangat putih akibat perkapuran menyeluruh karena deposit

iv.

kalsium. Bila dilakukan uji bayangan iris akan terlihat negatif.


Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (katarak morgagni). Lensa yang mengecil akan
mengakibatkan bilik mata menjadi dalam. Uji bayangan iris memberikan
gambaran pseudopositif.
Akibat masa lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat menimbulkan
penyulit berupa uveitis fakotoksik atau glaukom fakolitik.

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatur

Visus

6/6

(6/6 1/60)

(1/300-1/~)

(1/300-1/~)

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan Lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Bilik Mata

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow Test

Negatif

Positif

Negatif

Pseudopositif

Penyulit

Glaukoma

Uveitis +

Depan
Sudut Bilik
Mata

Glaukoma
Tabel 2. Perbedaan derajat kekeruhan katarak

Gambar 4. Stadium Katarak

2.3 Epidemiologi
Berdasarkan World Health Organization (WHO), katarak banyak menjadi penyebab
kebutaan dan gangguan penglihatan di dunia yaitu 0,7% kebutaan di populasi. Pembentukan
katarak biasanya ditemukan pada pasien diatas umur 50 tahun. Katarak berhubungan dengan
usia terjadi pada 50% pasien dengan usia antara 65-74 tahun dan sekitar 70% pada pasien
berumur di atas 75 tahun. Di Indonesia, katarak merupakan penyebab utama penurunan tajam
penglihatan yaitu 1,5% dari angka kebutaan di Indonesia.10,11
Sebanyak 285 juta orang diperkirakan akan mengalami gangguan penglihatan di
dunia, 39 juta diantaranya mengalami kebutaan dan 246 juta lainnya mengalami penurunan
tajam penglihatan. Sekitar 90% gangguan penglihatan terjadi di negara dengan penghasilan
rendah. Sebanyak 82% hidup dalam kebutaan berusia 50 tahun atau lebih. Dari semua
8

penyebab gangguan penglihatan, sebanyak 33% disebabkan oleh katarak yang tidak
diterapi.12
Katarak senilis terus-menerus menjadi penyebab utama gangguan penglihatan dan
kebutaan di dunia. Di Denmark, katarak senilis menjadi 33,3% penyebab gangguan
penglihatan dan kebutaan. Di India, katarak bahkan mencapai 82,6% dari penyebab kebutaan.
Berdasarkan ras, katarak unoperatif lebih banyak terjadi pada kulit hitam dibandingkan kulit
putih.13 Katarak pada bayi dan anak-anak jarang. Diperkirakan terjadi 3-4 kasus tiap 10.000
anak di Inggris.14
Katarak pada anak-anak yang tidak terapi, katarak yang telah mengganggu
penglihatan akan mengalami kebutaan seumur hidup sehingga mengganggu kualitas hidup
dan sosioekonomi yang mahal untuk anak keluarga, dan lingkungan sosialnya. Lebih dari
200.000 anak buta karena katarak tidak dioperasi, komplikasi operasi katarak, atau anomali
okular yang berhubungan dengan katarak. Banyak anak yang menderita karena katarak
parsial perbaikan lambat, meningkatkan tajam penglihatan sulit seiring pertumbuhan anak.14
2.4 Etiologi
Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain
yang mungkin terlibat, antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik (misal: diabetes),
merokok, dan herediter. Katarak akibat penuaan merupakan penyebab umum gangguan
penglihatan. Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahn sebanyak 50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada individu diatas
75 tahun.1
2.5 Patogenesis

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.


Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke sekitar
daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan koagulasi,
sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi.
Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.1,5
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitel lensa yang berada
di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapat dikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yang menyebabkan
kekeruhan lensa.15
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabut kolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagen di tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.15
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:6
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
10

b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata


3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah protein
nukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung
histidin dan triptofan dibanding normal
d. Korteks

tidak

berwarna karena

kadar

asam

askorbat tinggi

dan

menghalangi foto oksidasi.

2.6 Diagnosis
Diagnosis katarak berdasarkan riwayat penyakit yang didapatkan dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Kebanyakan pasien katarak datang sendiri ke dokter. Pasien akan
mengeluhkan pandangan terbatas atau hilang total. Beberapa pasien mengetahui penurunan
ketajaman penglihatan. Beberapa mengaku tidak memiliki gangguan hingga akhirnya sudah
tidak dapat melihat.2

11

Tipe katarak yang berbeda akan memiliki efek berbeda terhadap ketajaman
penglihatan, bergantung kepada cahaya, ukuran pupil, dan derajat miopia. Efek katarak
terhadap ketajaman penglihatan dapat dilihat pada table 2.1 berikut2
Tabel 2.1 Efek katarak pada Ketajaman Penglihatan
Pertumbuhan
Kortikal
Nuklear
Posterior

Sedang
Ringan
Cepat

Silau

Efek Jauh

Ringan
Ringan
Terganggu

Ringan
Sedang
Sedang

Efek dekat

Menyebabkan

Ringan
Tidak
Terganggu

miopi
Tidak
Sedang
Tidak

subkapsular
Sumber: Basic and Clinical Science Couse: American Academy of Ophthamlmology, 2011
Adanya katarak posterior subkapsular dapat sangat mengganggu ketajaman membaca
walaupun dengan penglihatan jauh relatif tidak terganggu.2
Setelah mendapat hasil anamnesis dari pasien, dokter melakukan pemeriksaan
penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi. Perkembangan awal katarak sklerotik nucleus
dapat meningkatkan kekuatan dioptri pada lensa, umumnya menyebabkan miopi derajat
ringan atau sedang. Perkembangan asimetrik miopi dari lensa mengakibatkan anisometropia.
2

Pemeriksaan okular menyeluruh harus dilakukan, dimulai dengan pemeriksaan tajam


penglihatan dekat dan jauh. Jika pasien mengeluhkan adanya silau, pemeriksaan tajam
penglihatan dilakukan pada tempat ruangan yang terang. Sensivitas terhadap kontras harus
diperiksa juga, terutama jika ada keluhan.5
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan berikut:
a. Pemeriksaan struktur adneksa okular dan intraokular sebelumnya dapatkan terlebih
dahulu anamnesa berkaitan dengan etiologi, penyakit lainnya, dan prognosis akhir
penglihatan.
12

b. Tes mengayunkan senter, deteksi pupil marcus Gunn atau adanya relative afferent
papillary defect (RAPD) indikasi adanya lesi nervus optik atau keterlibatan makula
difus.
c. Pemeriksaan slit lamp, nilai kejernihan lensa dan struktur okular (seperti konjungtiva,
kornea, iris, bilik anterior).
d. Pemeriksaan ukuran nucleus dan brunescence, setelah dilatasi ukuran nucleus dan
brunescence sebagai indikator densitas katarak dapat menentukan bedah primer atau
phacoemulsification.
e. Oftalmoskopi direk dan indirek, untuk menilai integritas posterior pole.4

Gambar 2.1. Pemeriksaan relative afferent papillary defect (RAPD) positif

Gambar 2.2 Katarak posterior pole

13

Gambar 2.3 Foto slit lamp katarak posterior pole

Gambar 2.4 Reflek merah menunjukkan katarak posterior pole


Imaging okular seperti ultrasonografi, computed tomography (CT) scan, atau
magnetic resonance imaging (MRI) dilakukan saat terdapat suspek patologi pole posterior
signifikan dan terhambatnya penilaiaan bagian belakang mata akibat densitas katarak.4
Katarak juvenile harus dilakukan skrining penglihatan untuk mendeteksi katarak
secepatnya. Keterlambatan akan mengakibatkan hasil tajam penglihatan buruk. Semua bayi
baru lahir harus dilakukan skrining reflek merah, idealnya diikuti pemeriksaan reflek merah
pada usis 6-8 minggu. Tes reflek merah dilakukan dengan oftalmoskop direk dari jarak 1-2
kaki di ruang tertutup. Skrining penglihatan pada pra-sekolah (3 dan 5 tahun) sering
14

dilakukan. Photo screener digunakan pada anak preverbal dan verbal. Pemeriksaan dilakukan
dengan analisis komputer kesamaan reflek merah warna, intensitas, atau kejernihan. Cahaya
laser polarisasi lebih akurat untuk mendeteksi penurunan penglihatan. Adanya kekeruhan,
tidak ada reflek merah, atau leukoria harus segera dirujuk ke dokter mata.5
Ketika anak berusia 2 bulan, pemeriksaan penglihatan dapat dilakukan dengan teknik
forced prefential looking (Teller acuity cards, Cardiff cards), fiksasi dan evaluasi dan
mengukur objektif dengan oklusi tiap mata. Ada atau tidaknya nistagmus harus dicatat. Tes
penglihatan subjektif (HOTV matching, symbol LEA, atau tumbling Es) dilakukan
secepatnya setelah anak mampu memainkan permainan mencocokkan atau identifikasi
simbol dan huruf. Pemeriksaan ini biasanya dapat dilakukan pada anak usia 3 tahun atau
lebih.5
Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk menilai keparahann dan morfologi katarak dan
adanya abnormalitas kornea atau segemen anterior. Pemeriksaan terhadap saudara dan orang
tua dilakukan jika katarak keturunan. Pemeriksaan tekanan intraocular dilakukan jika
memungkinkan.5
Jika masih nampak retina, pemeriksaan keseluruhan retina terhadap nervus optikus,
retina, dan fovea. Jika tidak nampak, ultrasonografi (B-scan) dilakukan. Jika katarak
unilateral, pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan. Pada katarak bilateral, jika terdapat
riwayat keluarga dengan katarak juvenile, anak tidak memiliki masalah medis lain, dan lensa
pada orang tua keruh, pemeriksaan sistemik pada anak disarankan karena katarak ini
berhubungan dengan penyakit sistemik atau metabolik. Pemeriksaan laboratorium
dibutuhkan. Pemeriksaan urin unuk gula reduksi, TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, varisela), Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) untuk sifilis, dan
pemeriksaan darah untuk kalsium, fosfor, glukosa, dan galaktokinase.5

15

Staging
Staging klinis katarak senilis berdasarkan luas tajam penglihatan sebagai berikut:
a. Katarak hipermatur, umumnya pasien lebih buruk dari hitung jari / count finger (CF)
atau hand movement (HM) dengan densitas putih, brunescent opak hitam dalam, atau
katarak Morgagnian.
b. Katarak Matur, pasien tidak dapat membaca lebih dari 20/200 pada chart tajam
penglihatan.
c. Katarak Immatur, pasien dapat membaca lebih baik dari 20/200.4
2.7 Gejala Klinis
1. Tajam Penglihatan menurun
Pekembangan awal katarak sklerotik nuklear mungkin akan meningkatkan kekuatan
dioptri lensa. Umumnya menyebabkan miopia sedang hingga berat. Adanya katarak
subkapsular posterior walaupun kecil akan sangat mengganggu ketajaman saat membaca,
namun penglihatan jarak jauh relatif tidak terganggu. Secara keseluruhan, efek katarak
pada fungsi penglihatan merupakan cara yang memungkinkan untuk menentukan
gangguan penglihatan dibandingkan hanya menggunakan pemerikssan Snellen.11
Perkembangan asimetris miopia pada katarak akan mengakibatkan anisometropia.
Pemeriksaan spesifik penglihatan dengan jalur refraksi akan menggambarkan situasi
dimana pasien kesulitan melakukan activities of daily living (ADLs) penting.11

2. Silau
Pasien katarak sering melaporkan silau, yang bermacam-macam keparahannya dari
penurunan pada sensitifitas kontras pada lingkungan dengan cahaya terang hingga silau
pada siang hari atau dengan lampu mobil. Peningkatan sensitifitas ini terutama jelas pada
16

katarak subkapsular posterior dan kadang-kadang pada perubahan lensa kortikal anterior.
Pemeriksaan silau dicoba untuk mengukur tingkat gangguna yang disebabkan oleh lokasi
sumber cahaya pada lapangan pandang pasien. Menentukan sensitvitas silau dengan
metode yang konsisten dan dapat dipercaya dan untuk menentukan kehilangan ketajaman
penglihatan keseluruhan.11
3. Perubahan sensitifitas kontras
Sensitifitas kontras adalah kemampuan untuk menetukan variasi pembayangan. Hal
ini diperiksa dengan menggunakan kartu yang didesain khusus, dengan gambar dengan
bermacam frekuensi kontras, tingkatan dan jarak. Karena pasien dengan okular tidak
normal memiliki perubahan sensitifitas kontras dalam mengurangi tingkatan, mengukur
sensitifitas kontras lebih menyediakan perkiraan komprehensif resolusi penglihatan mata.
Kehilangan signifikan sensitifitas kontras mungkin terjadi tanpa gangguan ketajaman sama
pada pemeriksaan Snellen. Namun, sensitifitas kontras yang abnormal tidak menjadi
indikator spesifik gangguan penglihatan akibat katarak.11
4. Miopia meningkat
Perkembangan katarak dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan miopia derajat ringan hingga sedang. Pasien presbiopia hiperopia
membutuhkan kacamata minus karena hal ini yang disebut penglihatan kedua (second
sight). Fenomena ditemukan pada katarak sklerotik nucleus dan menghilang ketika
kualitas optik lensa kristalin bertambah rusak. Perkembagang asimetris miopia akibat
lensa akan mengakibatkan anisometropia yang tidak dapat ditolerasi, disarankan untuk
mempertimbangkan ekstraksi katarak.11
5. Diplopia monokular atau poliopia

17

Perubahan nukleus terlokalisir pada lapisan dalam nukleus lensa, mengakibatkan area
refraktif multiple pada pusat lensa. Beberapa area mungkin terlihat paling jelas sifatnya
yang ireguler dengan reflek merah pada retinoskopi atau oftalmoskopi direk. Katarak jenis
ini dapat mengakibatkan monokular diplopia atau poliopia, termasuk gambaran hantu dan
kadang-kadang gambaran kedua. Monokular diplopia juga dapat terjadi pada opasitas
media okular atau gangguan mata lain. Jika ketajaman meningkat dengan tes pinhole,
dokter dapat menyingkirkan penyebabkan gangguan penglihatan nonrefraksi.11
2.8 Tatalaksana
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak
tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.
Namun, aldolase reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi
sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada
hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan
kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E.11
a. Intra Capsular Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan dipindahkan dari mata
melalui insisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi
katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.
ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40
tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi
pada pembedahan ini adalah astigmatisme, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.
b. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
18

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa
intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolaps badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edem, pasca
bedah ablasi, untuk mencegah prnyulit pada saat melakukan pembedahan katarak
seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu
dapat terjadinya katarak sekunder.
c. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa.
Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3 mm) di kornea.
Getaran ultrasonik akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
phaco akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
intra okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena insisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Teknik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan insisi
limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun
sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui insisi kecil seperti itu.
d. SICS

19

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil. Teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah.
Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan
lensa pengganti untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:
Kacamata afakia yang tebal lensanya
Lensa kontak
Lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada
saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat.11
2.9 Komplikasi
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif awal,
postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra ocular
lens, IOL).7
1. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
2. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior dapat terjadi selama proses penjahitan.
20

b) Perdarahan hebat dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
3. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
4. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.

5. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL


Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik(toxic lens
syndrome).
2.10 Prognosis
Sekarang angka kesuksesan operasi katarak baik dalam menaikkan ketajaman
penglihatan dan meningkatkan fungsi visual subjektif. Lebih dari 90% koreksi terbaik tajam
penglihatan mencapai 20/40 atau lebih. Keadaan ini ditemukan pada 85%-89% dengan

21

kondisi komorbid seperti retinopati diabetikum, glaucoma, dan degenerasi makula akiba
usia.2
Ketajaman penglihatan merupakan salah satu tolak ukur kesuksesan dari operasi
katarak. Operasi katarak telah meningkatkan parameter kualitas hidup, termasuk aktivitas
komunitas dan rumah, kesehatan mental, kemampuan menyetir dan kepuasan hidup. Pada
pasien katarak bilateral, kualitas hidup meningkat setelah operasi katarak pada kedua mata.
Berkurangnya resiko jatuh dan fraktur panggul setelah pasien operasi katarak.2
Katarak juvenile, usia katarak dioperasi akan mempengaruhi rekomendasi kekuatan
refraksi yang menjadi target setelah operasi
Tabel 2.2 Usia saat operasi katarak dan rekomendasi refraksi residu untuk target refraksi
Usia operasi katarak
<6 bulan
6-12 bulan
1-3 tahun
3-4 tahun
4-6 tahun
6-8 tahun
>8 tahun
Sumber: Pediatric Cataracts: Overview, 2015

Refraksi residu (dioptri


+6 hingga +10
+4 hingga +6
+4
+3
+2 hingga +3
+1 hingga +2
+1 hingga 0

Pada kasus ketika katarak kongenital kurang sukses, rehabilitasi tajam penglihatan
kurang penting untuk dapat menyesuaikan dengan keterbatasan kemampuan penglihatan pada
pendidikan dan kehidupan sehari-hari.5
Prognosis penglihatan pasien katarak anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan anomali pada nervus optikus
atau retina membatasi tingkat pencapaian penglihatan. Prognosis untuk perbaikan ketajaman
penglihatan pascaoperasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik
pada katarak congenital bilateral inkomplit yang progresif lambat.1

22

DAFTAR PUSTAKA
1

American Academy of Ophtalmology. Basic and Clinical Science Course Section 10:

Glaucoma. 2014-2015.
Vaughan, DG. Asbury, T. Glaukoma dalam Oftalmologi Umun edisi 17. Widya

Medika : Jakarta. 2010.


Walton DS. Juvenile

Glaucoma

Clinical

Presentation.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/1207051-clinical#b4 diakses tanggal 23 April


4

2016.
Roy FH, Fraunfelder FW, Fraundfelder TW. Roy and Fraunfelders Current Ocular

Therapy. Elsavier. China, 2014.


American Academy of Opthalmology. Fundamentals and Principles of Opthalmology,

Section 2. The Foundation of AAO. San Francisco. 2014-2015.


Goldenfeld M, Melamed S. Albert & Jakoibecs Principles & Practice of Opthalmology,

chapter 199. Elsevier. Philadelphia. 2008.


Ilyas, sidarta.et al. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Edisi kelima. Jakarta :Gaya
Baru. 2015.
23

Skuta GL, Cantor LB, 2011. Clinical Evaluation. Dalam: BCSC Glaucoma, Section 10,

9
10

2011-2012. American Academy of Ophthalmology. 2011.


Jogi R. Basic Ophtalmology. Edisi keempat. New delhi: Jaypee Medical Brothers. 2009
Parul S, Yogesh K, Manoj T, Krishna K, Parmeshwari DS. Childhood Glaucoma: An
Overview. Open Journal of Ophthalmology, 2012.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Document
    Document
    Document
    Randa Hayudha S
  • KUHP
    KUHP
    KUHP
    stalna
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB IV
    BAB IV
    BAB IV
    Randa Hayudha S
  • BAB II DM
    BAB II DM
    BAB II DM
    Randa Hayudha S
  • BAB II DM
    BAB II DM
    BAB II DM
    Randa Hayudha S
  • BAB II DM
    BAB II DM
    BAB II DM
    Randa Hayudha S
  • bab 1
    bab 1
    bab 1
    Randa Hayudha S
  • bab 1
    bab 1
    bab 1
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 9
    9
    9
    Randa Hayudha S
  • 8
    8
    8
    Randa Hayudha S
  • 7
    7
    7
    Randa Hayudha S
  • 6
    6
    6
    Randa Hayudha S
  • 5
    5
    5
    Randa Hayudha S
  • 4
    4
    4
    Randa Hayudha S
  • 3
    3
    3
    Randa Hayudha S
  • 2
    2
    2
    Randa Hayudha S
  • 1
    1
    1
    Randa Hayudha S