Anda di halaman 1dari 32

SEMINAR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BY. NY R DENGAN


DIAGNOSA MEDIS SPINA BIFIDA DI RUANG
NEONATAL/NICU RSUD DR.H. SLAMET MARTODIRDJO
PAMEKASAN

Disusun Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mutmainnah
Pujiyati Wahyuni
Gita Rahmadani Safitri
Novian Firmanzah
Firman Hafid
Arisona Chandra Purnomo
Fitril Akbar Wardana

(716.6.3.0194)
(716.6.3.0209)
(716.6.3.0236)
(716.6.3.0203)
(716.6.3.0234)
(716.6.3.0224)
(716.6.3.0190)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
TA. 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Asuhan Keperawatan Pada By. Ny R Dengan Diagnosa Medis Spina Bifida Di
Ruang Neonatal/NICU RSUD dr.H. Slamet Martodirdjo Pamekasan. Adapun
maksud penyusunan makalah ini sebagai syarat memenuhi tugas stase anak.
Penulis sangat menyadari bahwa masih ada kekurangan sehingga dalam
pelaksanaan penulisan ini tetap berupaya dengan mencari referensi lain demi
kesempurnaan makalah ini.
Makalah ini dapat selesai atas dukungana dan partisipasi dari beberapa
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis juga sadar
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga membutuhkan berupa kritik
dan saran dari semua pihak agar dapat membangun penulisan ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan berharap akan berguna bagi
penulisan selanjutnya.

Sumenep, 15 Oktober 2016


Tim Penulis

LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA

1.1 Pengertian
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernapas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Prawirohardjo, 2008).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan. (Wiknjosastro, 2008).
1.2 Etiologi
1.2.1

Penyebab terjadinya asfiksia menurut Wiknjosastro (2008) antara lain :


1. Keadaan Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah
ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin
berkurang,

akibatnya

terjadi

gawat

janin.

Hal

ini

dapat

menyebabkan asfiksia :
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet yaitu persalinan yang berjalan
lebih dari 24 jam pada primigravida dan atau 18 jam pada
multigravida.
d. Deman selama persalinan
e. Infeksi barat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
f. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Keadaan bayi
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia
meskipun tanpa didahului tanda gawat janin:
a. Bayi premature (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia
bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (congenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
1.3 Klasifikasi Asfiksia
Wiknjosastro (2008) membagi asfiksia menjadi beberapa golongan
antara lain:

1. Tidak asfiksia (nilai APGAR 7-10)


2. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4 6)
3. Asfiksia berat (nilai APGAR 0 3)
1.4 Manifestasi Klinis
1. Pada Kehamilan
Denyut jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari
100 x/mnt, halus dan ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
a. Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
b. Jika DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang
asfiksia
c. Jika DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam
gawat
2. Pada bayi setelah lahir
a. Bayi pucat dan kebiru-biruan
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosis metabolik atau respirator
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kegagalan sistem multiorgan
g. Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung
kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot
menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

1.5 Patofisiologi
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama
kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian.
Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat
badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan
suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi
akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada
asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada
dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan
penurunan tekanan darah.Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan
metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat

awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi


metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang
terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru
terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan
resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otidak terjadi kerusakan sel
otidak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan
bayi selanjutnya. Jika tidak meninggal, asfiksia akan meninggalkan masalah
bayi dengan cacat. (Prawirohardjo, 2008)
Asfiksia pada BBL dapat memberikan dampak terhadap berbagai sistim
organ, sehingga akan memberikan gejala bermacam-macam. Derajat
manifestasi gejala asfiksia janin akan bervariasi, tergantung pada berat,
kekerapan timbul, dan kronisitas asfiksia. Keadaan ini disertai dengan
hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Apabila asfiksia
berlanjut bayi dapat mengalami Apnoe (henti nafas) yang ditandai
berhentinya gerakan pernafasan, penurunan denyut jantung dan tonus otot
bayi. Dengan adanya hipoksia dan asidosis maka fungsi miokardium
menurun, curah jantung menurun, dan aliran darah ke alat-alat vital
berkurang. Apabila kondisi terus berlanjut tanpa mendapat penangan dapat
menyebabkan kematian. (Wiknjosastro, 2008)
Asfiksia atau gagal nafas dapat menyebabkan suplai oksigen ke tubuh
menjadi terhambat jika terlalu lama membuat bayi menjadi koma, walaupun
sadar dari koma bayi akan mengalami cacat otidak. Pada awal asfiksia, darah
lebih banyak dialirkan ke otidak dan jantung, dengan adanya hipoksia dan
asidosis maka fungsi miokardium menurun, curah jantung menurun dan aliran
darah ke alat-alat vital juga berkurang. Kejadian asfiksia jika berlangsung
terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otidak, kerusakan otidak dan
kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat menimbulkan
kematian jika terlambat di tangani, mengakibatkan cacat seumur hidup seperti
buta, tuli dan cacat otidak.
Gangguan pertukaran gas dan transpor O2 dapat terjadi karena kelainan
dalam kehamilan atau persalinan yang bersifat menahun atau mendadak.

Kelainan menahun seperti gizi ibu yang buruk atau penyakit menahun pada
ibu (anemia, hipertensi, penyakit jantung dan lain-lain) dapat ditanggulangi
dengan melakukan pemeriksaan antenatal ibu yang teratur. Kelainan yang
bersifat mendadak yang umumnya terjadi pada persalinan hampir selalu
mengakibatkan anoksia / hipoksia yang berakhir dengan asfiksia bayi
(Mansjoer, 2005).

1.8 WOC

1.9 Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari
anoksia/hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapatkan perhatian (Prawirohardjo, 2009):
1.5.1

Denyut Jantung Janin


Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam
semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali
lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun
sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal ini merupakan tanda bahaya.

1.5.2

Mekonium Dalam Air Ketuban


Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

1.5.3

Pemeriksaan Darah Janin


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah
menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia
neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi
keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk
dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan
cara penilaian menurut APGAR.

1.10

Pemeriksaan Fisik
Kulit

Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna

Kepala

biru, pada bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.


Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau

Mata

cephal haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.


Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan

Hidung

refleksi terhadap cahaya


Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat

Mulut
Telinga
Leher
Thorax

penumpukan lendir.
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan
suara wheezing dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih

Abdomen

dari 100 x/menit.


Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus
costae pada garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut
buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum

Umbilikus

sempurna.
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya

Genitalia

tanda tanda infeksi pada tali pusat.


Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah
kelainan letak

muara

uretra

pada

neonatus

laki-laki,

neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor,


Anus

adanya sekresi mucus


Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air

Ekstremitas

besar serta warna dari faeces.


Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya
patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan

Refleks

jari-jari tangan serta jumlahnya.


Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro
dan sucking lemah. Reflek moro dapat memberi keterangan

mengena keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah


1.11

tulang
Penatalaksanaan
Prinsip resusitasi (Prawirohardjo, 2008) :
1. Menciptidakan lingkungan yang baik bagi bayi dan mengusahakan
tetap bebasnya jalan napas.
2. Memberikan bantuan pernapasan secara aktif kepada bayi dengan
usaha pernapasan buatan.
3. Memperbaiki asidosis yang terjadi.
4. Menjaga agar peredaran darah tetap baik.
Nilai APGAR 7 10 (bayi dinyatidakan baik) : pada keadaan ini bayi

tidak memerlukan tindakan istimewa. penatalaksanaan terdiri dari :


1. Memberikan lingkungan suhu yang baik pada bayi
2. Pembersihan jalan napas bagian atas dari lendir dan sisa-sisa darah
3. Kalau perlu melakukan rangsangan pada bayi (Mansjoer, 2010).
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi
baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi
dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi
baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi
(Exva, 2009) :
1. Memastikan saluran nafas terbuka :
a. Meletidakan bayi dalam posisi yang benar
b. Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
2. Memulai pernapasan :
a. Lakukan rangsangan tidaktil, beri rangsangan tidaktil dengan
menyentil atau menepuk telapak kaki. Lakukan penggosokan
punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh,
tungkai dan kepala bayi.
b. Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi
dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus
(Exva, 2009) :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan nafas

c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan


2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama
memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan
tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal
lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat
hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas
natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan
dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra
vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan
terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung.
Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif
diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan
perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase
jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit.
Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3
yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali
kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi
harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau
gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis
jalan nafas. (Exva, 2009)
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila
dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan,
ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana
dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi
diletidakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan
dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut
disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20
kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan
abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan

spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi


dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga
ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung
segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong
masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas
spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatidakan tidak
berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan
frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi
endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan
glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir
tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi
telah dilakukan dengan adekuat. (Exva, 2009)
1.12 Pencegahan
Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor risiko
asfiksia neonatorum menjadi prioritas utama. Bila ibu memiliki faktor risiko
yang memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia, maka langkah-langkah
antisipasi harus dilakukan. Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali
selama kehamilan seperti anjuran WHO untuk mencari dan mengeliminasi
faktor-faktor risiko. (Anonim, 2010)
Bila bayi berisiko lahir prematur yang kurang dari 34 minggu,
pemberian kortikosteroid 24 jam sebelum lahir menjadi prosedur rutin yang
dapat membantu maturasi paru-paru bayi dan mengurangi komplikasi
sindroma distres pernapasan (respiratory distress syndrome). Pada saat
persalinan, penggunaan partograf yang benar dapat membantu deteksi dini
kemungkinan diperlukannya resusitasi neonatus. Penelitian Fahdhly dan
Chongsuvivatwong terhadap penggunaan partograf oleh bidan di Medan
menunjukkan bayi yang dilahirkan dengan skor APGAR 1 menit < 7
berkurang secara signifikan dengan pemantauan partogram WHO. Adanya

kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga


obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan
situasi yang tidak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan.
Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi
persalinan yang dapat menyebabkan kesalah pahaman atau menyebabkan
keterlambatan pada situasi gawat. (Anonim, 2010)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan
darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg

(diastolik).
Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas

maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
Berat badan : 2500-4000 gram
Panjang badan : 44-45 cm
Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30
menit pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas).

Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).


Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek narkotik

yang memanjang)
e. Pernafasan
Skor APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7

10.
Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya

silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.


f. Keamanan
Suhu rentang dari 36,5 C sampai 37,5 C. Ada verniks (jumlah dan

distribusi tergantung pada usia gestasi).


Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat,
warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang
menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan forseps), atau
perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/ wajah (dapat
menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau

tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,


antara alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama
punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala
mungkin ada (penempatan elektroda internal)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
c. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
d. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
e. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam
darah.
VI. Proses keluarga terhenti b.d pergantian dalam status kesehatan
anggota keluarga.

3. Rencana Tindakan dan Rasionalisasi


4. Diagnosa

5. Tujuan dan
6. Kriteria Hasil

Keperawata
n
9. Bersihan

7. Intervensi

18. Setelah dilakukan 1.

T 1.

jalan nafas

tindakan

entukan kebutuhan oral/

engumpulan data untuk perawatan

tidak efektif

keperawatan

suction tracheal.

optimal

b.d produksi

selama proses

mukus

keperawatan

banyak.

diharapkan jalan

2.

dengan kriteria
hasil:
1.

Tidak

menunjukkan cemas.
Rata-rata

repirasi dalam batas normal.


4.
Pengeluara

uskultasi suara nafas sebelum

embantu mengevaluasi keefektifan

dan sesudah suction.

upaya batuk klien


B 3.

ersihkan daerah bagian

eminimaliasi penyebaran

tracheal setelah suction

mikroorganisme
19.

selesai dilakukan.

menunjukkan demam.
2.
Tidak
3.

A 2.

3.

nafas efektif,
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

8. Rasional

4.

4.
M

onitor status oksigen pasien,


status hemodinamik segera
sebelum, selama dan sesudah
suction.

U
ntuk mengetahui efektifitas dari
suction.

5.
20. Pola nafas

n sputum melalui jalan nafas.


Tidak ada
suara nafas tambahan.
21. Setelah dilakukan 1.

Pertahan 1.

tidak efektif

tindakan

kan kepatenan jalan nafas

b.d

keperawatan

dengan melakukan

hipoventilasi.

selama proses
keperawatan

pengisapan lendir.
2.

kriteria hasil :
1.Pasien menunjukkan pola nafas

2.
Pantau

kebutuhan.
3.

bersirkulasi dan memperbaiki status


kesehatan
3.

Auskulta
si jalan nafas untuk

Guna
meningkatkan kadar oksigen yang

oksigenasi sesuai dengan

nafas menjadi
efektif, dengan

membersihkan jalan nafas


22.
23.

status pernafasan dan

diharapkan pola

Untuk

Memba
ntu mengevaluasi keefektifan upaya
batuk klien
24.

mengetahui adanya
yang efektif.
4.
Perubah
penurunan ventilasi.
2.Ekspansi dada simetris.
4.
Kolabor
an AGD dapat mencetuskan
3.Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4.Kecepatan dan irama respirasi
asi dengan dokter untuk
disritmia jantung.
25.
dalam batas normal.
pemeriksaan AGD dan
5.
Terapi
pemakaian alat bantu nafas
oksigen dapat membantu mencegah
5.
Berikan
gelisah bila klien menjadi dispneu,
oksigenasi sesuai kebutuhan.

dan ini juga membantu


26. Kerusakan

mencegahedema paru.
K 1.
Membantu

30. Setelah dilakukan 1.

pertukaran

tindakan

aji bunyi paru, frekuensi

mengevaluasi keefektifan upaya

gas b.d

keperawatan

nafas, kedalaman nafas dan

ketidakseimb

selama proses

produksi sputum.

batuk klien
31.

angan perfusi

keperawatan

ventilasi.

2.

batuk klien
32.

dan / bunyi tambahan.


3.

kriteria hasil :

3.
P

Perubahan
AGD dapat mencetuskan disritmia

antau hasil Analisa Gas

1. Tidak sesak

Membantu
mengevaluasi keefektifan upaya

area penurunan aliran udara

pertukaran gas
27.
28.
29.

2.

uskultasi bunyi nafas, catat

diharapkan
teratasi, dengan

jantung.

Darah

nafas
2. Fungsi paru
33. Risiko cedera

dalam batas normal


34. Setelah dilakukan 1.

b.d anomali

tindakan

kongenital

keperawatan

tidak

selama proses

1.

Cuci tangan setiap sebelum dan Mencegah infeksi nosokomial


35.
sesudah merawat bayi.
2.
2.
Mencegah infeksi nosokomial
Pakai sarung tangan steril.

terdeteksi

keperawatan

3.

atau tidak

diharapkan risiko

teratasi

cidera dapat

pemajanan

dicegah, dengan

pada agen-

kriteria hasil :

Lakukan pengkajian fisik secara Mencegah keadaan yang kebih buruk.


36.
rutin terhadap bayi baru lahir,
37.
perhatikan pembuluh darah
38.
4.
tali pusat dan adanya
Meningkatkan pengetahuan keluarga
anomali.
4.
dalam deteksi awal suatu penyakit.

agen

1.

infeksius.

Bebas dari cidera/ komplikasi.


2.

3.

Ajarkan keluarga tentang tanda

Mendeskripsikan aktivitas yang

dan gejala infeksi dan

tepat dari level perkembangan

melaporkannya pada pemberi

anak.

pelayanan kesehatan.

3.

5.

Mendeskripsikan teknik

Berikan agen imunisasi sesuai

pertolongan pertama

indikasi (imunoglobulin
hepatitis B dari vaksin
hepatitis

39. Risiko

40. Setelah dilakukan 1.

1.

hipotermi b.d

tindakan

Hindarkan pasien dari

kurangnya

keperawatan

kedinginan dan tempatkan

suplai

selama proses

pada lingkungan yang

Menjaga suhu tubuh agar stabil.


43.
44.

oksigen

keperawatan

dalam darah.

hangat.

diharapkan suhu

2.

45.

Monitor gejala yang

tubuh normal,

2.

berhubungan dengan

dengan kriteria

Mendeteksi lebih awal perubahan yang

hipotermi, misal fatigue,

hasil :

terjadi guna mencegah komplikasi


46.
47.

apatis, perubahan warna kulit


1.

Tem
peratur badan dalam batas

3.

3.

Monitor TTV.

normal.
2.

dll.

Tida

k terjadi distress pernafasan.


3.
Tida
k gelisah.
4.

Peru
bahan warna kulit.

5.

Bilir
ubin dalam batas normal.

terjadinya asidosis resporatori

4.
Monitor adanya bradikardi.
5.
Monitor status pernafasan.
48.

49.

Peningkatan suhu dapat menunjukkan


41.
adanya tanda-tanda infeksi
4.
42.
Penurunan frekuensi nadi menunjukkan
karena kelebihan retensi CO2.

50. Asuhan Keperawatan Pada By. Ny R Dengan Diagnosa Medis Spina Bifida Di
Ruang Neonatal/NICU RSUD dr.H. Slamet Martodirdjo Pamekasan
51.
52. Asuhan keperawatan
53.
54. Tanggal MRS/jam

: 8 Oktober 2016

55. Tanggal pengkajian/jam

: 15 Oktober 2016/08.15 WIB

56. Dx medis bayi

: Asfiksia Sedang

57. Dx medis ibu

: GIV P2002 A100

1. Pengkajian
A. Data subjektif
1. Identitas
a. Identitas klien
58. Nama bayi
: By. Ny. R
59. Umur
: 7 Hari
60. Tanggal/ jam lahir
: Pamekasan, 08 Oktober 2016
61. Jenis kelamin : Perempuan
b. Identitas penanggung jawab
62. Nama Ayah/Ibu
: Tn. AB/ Ny. R
63. Umur Ayah/Ibu
: 46 tahun/ 40 tahun
64. Agama
: Islam
65. Suku/bangsa : Madura/ Indonesia
66. Pendidikan
: Sarjana/Sarjana
67. Pekerjaan
: Guru / Guru
68. Alamat
: Waru Timur
2. Alasan datang/Riwayat penyakit sekarang
69.
By lahir tanggal 08-10-2016 di RSUD dr. H. Slamet Martodidjo, sesak
(+), cyanosis (+), tidak menangis (+), bayi dihangatkan diradiant heater dan
dilakukan hisap lendir dari mulut dan hidung, kemudian bayi dibersihkan dari
sisa darah dan ketuban, bayi diberikan O2 1 Lmp tali pusat dirawat dengan kasa
steril.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan maternal/keluarga
70.
71.

1). Peny.

Jantung

72.

3)

73.

5) DM

74.

Hipertensi
75. 2).

abortus
76. 4

Pen

y.

Ginj
al

7). Riwayat

77.

6).
Pen
y.

Kela

78.

min

n
y
.
H
a
t
i
79. b. Riwayat kesehatan Prenatal
80.
1). HPHT
: Tidak terkaji
81.
2). ANC
: Tidak terkaji
82.
3). Imunisasi TT
: Tidak ada
83.
4). BB Ibu
: 60 kg
84. 5). Keluhan TM I,II,III
: TM I dan II (mual,pusing,lemah), TM
III stabil
85. 6). Perdarahan
: Tidak
86. 7). Preeklampsia
: Tidak terkaji
87. 8). Eklampsia
: Tidak terkaji
88. 9). Gestational Diabetes
: Tidak terkaji
89.
10). Polihidramnion/Oligohidramnion: Tidak terkaji
90.
11). Infeksi
: Tidak terkaji
91.
12). Konsumsi obat/Jamu/Vitamin dll
: Tidak terkaji
92. c. Riwayat kesehatan intranatal
93. 1. Tempat lahir
: RSUD dr.H.Slamet Martodirjo
94. 2. Penolong
: Bidan
95. 3. Jenis persalinan : Spontang
96. 4. Lama persalinan : Tidak terkaji
97. 5. Penyulit
: Tidak terkaji
98. 6. Penggunaan obat selama persalinan : Tidak terkaji
99. d. Riwayat kesehatan postnatal
100.
1. Usaha nafas (dengan/tanpa bantuan)
: Dengan bantuan
101.
2. APGAR Score
102.
3. Keluhan Resusitasi (jenis dan lamanya) : Tidak terkaji
103.
4. Trauma lahir
: Tidak terkaji
104.
5. BB Lahir, BB saat MRS : BB Lahir 2700 gr , MRS : 2700 gr
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111. 4. Pola Kebutuhan Sehari-hari
112. a. Pola nutrisi
113.

Kondisi

114.

Sebelum Sakit

115.

: 5,6

Saat Sakit

a. Selera makan

116.

119.

b. Menu makan

117.

120.

c. Frekuensi

118.

Px lahir

d. Pantangan makan

langsung MRS

121.

Px dipuasakan

e. Cara makan
b. Pola Eliminasi
122. Kondisi

123.

Sebelum
Sakit

124. Saat Sakit


127. BA
128. BA

a. Tempat pembuangan

129.

B
132. Pam

K
137. Pam

b. Frekuensi (waktu)

130.

pers

pers

Px langsung

133. 1-

138. 2-

MRS

2x/hari

3x/hari

134. Lun

139. Cair

ak

140. Tida

135. Tida

k ada

k ada

141. Tida

136. Tida

k ada

c. Konsistensi

131.

d. Kesulitan
e. Obat pencahar

k ada
c. Pola Isirahat/Tidur
142. Kondisi
a. Jam tidur
-

Siang

Malam

143. Sebelum Sakit


145. Px lahir langsung

144.

Saat Sakit
146.

MRS

147.

8-10 jam

148.

8-10 jam

b. Pola tidur
c. Kebiasaan

149.
sebelum

tidur

Normal

150.

Tidak ada

151.

Tidak ada

162.

Saat Sakit

d. Kesulitan tidur
152.
153.
154.
155.
156.
157.
158.
159.
d. Pelaksanaan Personal Hygiene
160. Kondisi

161.

Sebelum Sakit

a. Mandi

172.

163.

- Cara

164.

Px langsung MRS

173.
174.

washlap

Frekuensi
165.

175.
- Alat

176.

mandi

178.
-

Frekuensi
167.
168.

- Cara

Menggunakan
Tidak dilakukan
180.

181.
-

2x/hari

washlap
179.

c. Gunting kuku

2x/hari

Shampoo, sabun
177.

b. Cuci rambut
166.

Mandi dengan

Px belum tumbuh
gigi

Frekuensi
169.

- Cara

d. Gosok gigi
170.

Frekuensi
171.
- Cara
B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan umum
a) Kesadaran : cukup
b) TTV :
182. - Nadi : 148 x/mnt
183. - RR
: 48 x/mnt
184. - Suhu : 370 C
c) Antropometri :
185. - BB
: 2,6 kg
186. - PB
: 50 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a) Pernapasan
-Spontan/Tidak
: spontan
-RR
: 48x/mnt
-Downe Score : 0
-O2
: nasal canul 1 lpm
-SpO2
: tidak terkaji
-Sianosis
:-Suara napas tambahan : tidak ada
b) Sirkulasi
a. Nadi
: 148x/menit,
CRT : < 2 detik, Irama : Reguler
b. Ekstremitas
: Akral hangat
Edema : Tidak ada edema
c. Perdarahan
: Tidak adperdarahan
c) Nutrisi, Cairan dan Elektrolit

a. Usia bayi
: 5 hari
b. Diet, program : Dipuaskan
c. BB lahir, BB MRS, BB saat ini : 2600 gr, 2600 gr, 2600 gr
d. Cara minum : Per speen/botol
e. Muntah/tidak, drowling : Tidak
f. Labioschizis, palatoschizis, gnatoschizis, combinasi :
g. Muniliasis
: Tidak terkaji
h. Abdomen
: Tidak kembung
i. Lidah
: Bersih
j. Mukosa
: Kering
k. Turgor
: Sedang
l. Dekstrostik
: ( normal/low/high, nilai gula acak) :
d) Genetalia
a. Perempuan
: Kebersihan vagina, pseudomenstruasi,
leucorrhea, kateter
b. Labia prominen
: Bersih
c. Laki-laki
: Kebersihan preputium, testis, skrotum, kelainan
d. Warna sekret (jika ada, bau) : tidak ada
e) Eliminasi
a. Miksi
187. Kondisi
1. Frekuensi/ produksi
2. Jernih/pekat/hematuria
3. Penggunaan kateter

188. Keterangan
189. 3/hari
190. Kuning cair
191. Tidak ada

192.
193.
194.
195.
196.
b. Defekasi
197. Kondisi
198. Keterangan
1. Frekuensi
199. 1-2/hari
2. Konsistensi
200. Lunak
3. Atresia
4. Kolostomi
201.
5. Konstipasi
6. Meteorismus
f) Neurosensori
a. Tingkat kesadaran ( respon terhadap nyeri)
b. Tangisan (kuat/lemah/tidak ada/ melengking/merintih)
c. Trauma lahir, kelainan
d. Ubun-ubun ( datar/cekung/cembung)
e. Pupil (respon terhadap cahaya)
f. Gerakan (lemah/paralise/aktif)
g. Kejang (tonik/klonik)
h. Reflek fisiologis
g) Integumen
a. Warna kulit : kemerahan

: kuat
: tidak ada
: cembung
: normal
: lemah
: tidak ada
: lemah

b. Suhu
c.
d.
e.
f.
g.
h.

: 37,8

Akral
: hangat
Turgor
: Sedang
Integritas
: Kering
Kepala (bersih/kotor, bau) : bersih
Mata (sekret) : tidak ada
Tali pusat (ada/tidak, kering/basah, warna, push, bau busuk, jumlah

pembuluh darah) : ada, kering,


h) Rasa nyaman
a. Reson menangis jika disentuh/tidak disentuh
(keras/melengking/merintih/tidak ada) : keras
i) Tidur dan istirahat
a. tidur terus
b. Keterangan lain-lain :
202.
j) Psikososial
a. Persepsi orang tua terhadap kesehatan klien/ bayi saat ini : Sedih
b. Harapan terhadap keperawatan klien
: Lancar
c. Keterangan lain-lain
:
k) Sosial ekonomi
a. Gaya perawatan ( sendiri/perusahaan/asuransi)
:
b. Status anak
: diharapkan
c. Orang tua/ibu
: tidak berkunjung
d. Perawatan dirumah (sendiri/keluarga/orang lain) : px langsung MRS
l) Pemeriksaan penunjang
203.
Kamis 13 Oktober 2016
204.
GDA = 90 mg/Dl
m) Penatalaksanaan terapi
a. Cefotaxime 2125 mg
b. Infus D 5 % 0,18 saline 200 cc/hari
c. Injeksi vit K 1x1 mg
205.
206.
207.
208.
209.
210.
211.
212.
213.
214.
215.

216.
217.
218.
219.
220.
221.
222.
C. Analisa Data
223. Data
224. Masalah
226. DS :
230. Defisit volume cairan
227. DO :
d. S : 37,8 oC
e. BC = 58,6-(50+22,75)
228.
= 58,6-

225. Penyebab
231. Intake berkurang

77,75
229.
= -19,25
f. Pasien dipuasakan
g. Turgor sedang
h. Mukosa bibir kering
i. Akral hangat
232. DS : 234. Gangguan
nutrisi 235.
233. DO :
kurang dari kebutuhan tubuh
j. BB menurun 3,7 % dari

Intake tidak adekuat

2700 gram menjadi 2600


gram saat MRS
k. Pasien dipuasakan
l. Mukosa bibir kering
236. DS :
238.
237. DO :
m. S : 37,8 oC
n. Tampak terdapat gerakan
abnormal

Resiko cidera

239.

Kejang

ekstermitas

bawah dan mata


o. Terdapat
tanda-tanda
kejang
D. Diagnosa Prioritas
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake berkurang
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh behubungan dengan intake
tidak adekuat
3. Resiko cidera berhubungan dengan kejang

240.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


241.

242.

243.

ARI/

DIAGNOSA

244.

(Nursing Care Plan)

TUJUAN

245.

INTERVENSI

246.

RASIONAL

KEPERAWATAN

TGL
247.
259.

Defisit volume cairan

261.

S berhubungan dengan intake

dilakukan

berkurang
248.

Setelah

keperawatan
260.

249.
250.
a.
b.
c.
d.

252.
253.

1.

Observasi TTV
262.
2.

Keadaan umum menentukan derajat

selama 1 x 7 jam

251.

1.

Pantau intake dan output


diharapakan
263.
264.
cairan terpenuhi
3.
dengan kriteria
Hitung balance cairan
hasil :
265.
Turgor kulit baik
266.
Mukosa bibir lembab
BC 0
267.
Kulit lembab
4.

254.

Kaji tanda-tanda dehidrasi


268.

255.

penyakit
2.
Intake

yang

output

seimbang

dengan

menandakan

cairan

seimbang
3.
Menghitung balance cairan dapat
menentukan pasien defisit atau
kelebihan dan menjadi patokan
pemberian cairan
4.
Pada dehidrasi berat didapatkan

256.

tanda-tanda

257.

banyak

258.
269.
271.

Gangguan pemenuhan

S nutrisi kurang dari kebutuhan

272.

Setelah

dilakukan

1.
Monitor TTV

1.Keadaan

dehidrasi

umum

lebih

pasien

menentukan derajat penyakit

tubuh berhubungan dengan


270.
intake tidak adekuat

keperawatan

274.

selama 1 x 7 jam

2.Penurunan

2.

status nutrisi
3.Pemberian PASI

Timbang BB
diharapakan
275.
nutrisi terpenuhi 3.

dengan

sering

menghindari

tapi

muntah

mempercepat pemenuhan nutrisi

277.

normal
b. Intake adekuat

sedikit

nutrisi adekuat
4.Pemilihan makanan yang tepat

sedikit tapi sering


276.

a. BB bertambah/dalam batas

memperparah

pada pasien dan pemenuhan

kriteria Berikan PASI (Pendamping ASI)

hasil :

BB

4.

273.

Kolaborasi

dengan

ahli

gizi

pemberian nutrisi yang adekuat


278.
280.

Resiko

cidera

S berhubungan dengan kejang

281.

Setelah

dilakukan
keperawatan

279.

selama 1 x 8 jam

diharapakan
resiko

1.

Monitor TTV
2.

Keadaan umum pasien menentukan

Berikan lingkungan yang aman


3.

2.

derajat pasien
Lingkungan

Kolaborasi dengan dokter dalam

cidera

berkurang/tidak
terjadi

1.

pemberian terapi :
c. O2 1 Lpm

dengan

kriteria hasil :

283.

dapat

3.
Pada kasus kejang kadang-kadang
ditemukan

apnea

sehingga

digunakan

sebagai

upaya preventif
282.

aman

mencegah injuri atau cidera

oksigen

a. Pasien aman
b. Suplai oksigen terpenuhi

yang

284.
285.
286.
287.
288.
289.
290.
291.
292.

293.

CATATAN PERKEMBANGAN

294.
295.

Nama Pasien :
No.RM

296.

Umur

Dx Medis :
297.

Ha

298.

Dx. Keperawatan

ri/Tgl

299.

300.

Implementasi

Jam

301.

303.

Evaluasi

TD/
302.

S cairan

Defisit

volume

315.

316.

1. Mengkaji ttv

berhubungan

09.0

317.

2.

dengan intake berkurang

305.

307.

314.

318.

3.

Menghitung

ama
320.

Memantau

iintake dan out put

TD/

ama
306.
313.

304.

321.

S: -

322.

O:

S = 37,8 C
RR = 48 x / menit,
N = 148 x / menit

325.

ballance cairan
319.

308.

4.

Mengkaji

BAK (+ 50 cc), BC = -19,25

tanda-tanda dehidrasi

323.

309.

A : masalah

tidak teratasi

310.

324.

311.
312.
326.

Puasa (+), infus 8 cc,

P : lanjutkan

intervensi no 1, 2, 3, 4

327.

328.
1.Mengkaji TTV
2.Menimbang BB
10.0
329.

330.
-

331.

S: -

332.

O:

335.

S = 37,8 C
RR= 48 x / menit
N=148 x / menit
Puasa (+), BB = 2600
gram, BAB (-)
333.

S:

Masalah

tidak teratasi
334.
336.

337.

338.
1. mengkaji TTV
2. memberikan posisi dan lingkungan
11.0
yang aman
3. melakukan anfis dokter o2 1 lpm

339.

Lanjutkan

intervensi 1 dan 2
340.
S: 341.

P:

O:

S = 37,8 C
RR = 48 x / menit
N = 148 x / menit
Kejang (-)

345.

342.

A:

masalah

teratasi sebagian
343.

P:

lanjutkan

intervensi 1-3
344.

346.
347.

Anda mungkin juga menyukai