Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Personal
Menurut Blumm derajat kesehatan (sehat-sakit) seseorang sangat dipengaruhi
oleh empat hal, yaitu: lingkungan, kelengkapan fasilitas kesehatan, perilaku dan
genetika. Dari keempat faktor tersebut, perilaku merupakan faktor terbesar yang
mempengaruhi kesehatan seseorang. Perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh dua
hal, yaitu faktor internal (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan
berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik).
Faktor internal sering juga disebut sebagai karakteristik personal. Hal ini
membuktikan bahwa karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap sehat
sakitnya seseorang (Notoatmodjo, 2005).
2.1.1. Umur
Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak lahir sampai dengan
sekarang. Penentuan umur dilakukan dengan menggunakan hitungan tahun
(Chaniago, 2002 ). Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah
umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.
Pembagian umur berdasarkan psikologi perkembangan (Hurlock, 2002)
bahwa masa dewasa terbagi atas :
a. Masa Dewasa Dini, berlangsung antara usia 18 - 40 tahun
b. Masa Dewasa Madya, berlangsung antara usia 41 - 60 tahun
c. Masa Lanjut Usia, berlangsung antara usia > 61 tahun

Universitas Sumatera Utara

Menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan


kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang
yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini dilihat dari pengalaman dan kematangan
jiwanya.
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Menurut Suryabudhi (2003) seseorang yang menjalani hidup secara
normal dapat diasumsikan bahwa semakin lama hidup maka pengalaman semakin
banyak, pengetahuan semakin luas, keahliannya semakin mendalam dan kearifannya
semakin baik dalam pengambilan keputusan tindakannya. Demikian juga ibu,
semakin lama hidup (tua), maka akan semakin baik pula dalam melakukan tindakan
dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut anak. Menurut hasil penelitian Ahmad
Syafii (2005) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara umur ibu dengan
timbulnya penyakit gigi dan mulut anak SD. Semakin tua umur ibu maka semakin
matang untuk memberikan pendidikan tentang kebersihan mulut pada anak, sehingga
dapat menurunkan angka kejadian penyakit gigi dan mulut pada anak.
2.1.2. Pendidikan
Menurut Dictionary of Education (1984) pendidikan adalah proses dimana
seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk tingkah laku lainnya di
dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat diartikan bahwa
pendidikan merupakan alat yang digunakan untuk merubah perilaku manusia.
Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan
adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan dalam bentuk
kecerdasan, pengetahuan dan keterampilan.
Menurut Daryanto (1997), pendidikan adalah upaya peningkatan manusia ke
taraf insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan adalah segala usaha untuk
membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia secara jasmani dan
rohani yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam
rangka pembangunan persatuan Indonesia dan masyarakat (Hasibuan, 2005).
Koentjoroningrat (1997), mengatakan pendidikan adalah kemahiran menyerap
pengetahuan pendidikan seseorang berhubungan dengan sikap seseorang terhadap
pengetahuan yang diserapnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin mudah
untuk dapat menyerap pengetahuan. Pendidikan merupakan unsur karakteristik
personal yang sering dihubungkan dengan derajat kesehatan seseorang/masyarakat.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin mudah untuk menyerap
informasi dalam bidang kesehatan. Mudahnya seseorang untuk menyerap informasi
akan berpengaruh terhadap pembentukan perilaku baru yang lebih sehat. Seperti
informasi kesehatan perawatan gigi dan mulut.
Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah
tingkat Sekolah Dasar (SD), sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan tingkat akademik Perguruan Tinggi (PT).
Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik,
sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara

Universitas Sumatera Utara

rasional dalam menanggapi informasi atas setiap masalah yang dihadapi. (Cumming
dkk, Azwar, 2007)
2.1.3. Pendapatan
Tingkat pendapatan keluarga yaitu jumlah penghasilan riil dari seluruh
anggota keluarga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama atau
perseorangan. Pendapatan keluarga riil dihitung dengan menjumlah semua
pendapatan riil masing masing anggota keluarga, di mana pendapatan masingmasing keluarga merupakan pendapatan perseorangan (personal income), yaitu
pendapatan yang berupa upah, gaji, pendapatan dari usaha, termasuk hadiah dan
subsidi menurut BPS (2006)
Perhitungan terhadap jumlah pendapatan juga bisa dilakukan dengan
mempertimbangkan jumlah pengeluaran dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut Bank Dunia, rata-rata pengeluaran per orang/hari ditentukan sebesar 1
dollar/hari. Jika 1 dollar dihitung sebesar Rp. 10.000, maka jumlah rata-rata
pengeluaran per orang untuk kebutuhan sehari-hari sebesar Rp. 300.000 per bulan.
Jika perhitungan ini dilakukan untuk menentukan pengeluaran dalam keluarga, maka
jumlah pengeluaran per orang/hari dikalikan dengan jumlah anggota keluarga.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengeluaran Rp 233.740 per kapita per
bulan atau naik 10,39 persen dibandingkan dengan batas garis kemiskinan Maret
2010 sebesar Rp 211.726. (BPS, 2010)
Tingkat pendapatan yang baik memungkinkan anggota keluarga untuk
memperoleh pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang lebih baik, misalnya di bidang

Universitas Sumatera Utara

pendidikan, kesehatan, pengembangan karir dan sebagainya. Demikian pula


sebaliknya, jika pendapatan lemah maka hal tersebut akan menghambat pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan tersebut. Keadaan ekonomi atau penghasilan memegang
peranan penting dalam meningkatkan status kesehatan keluarga. Jenis pekerjaan
orangtua erat kaitannya dengan tingkat penghasilan dan lingkungan kerja, bila
penghasilan tinggi maka pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pencegahan penyakit
juga meningkat, dibandingkan dengan penghasilan rendah akan berdampak pada
kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam hal pemeliharaan kesehatan
karena daya beli obat maupun biaya transportasi dalam mengunjungi pusat pelayanan
kesehatan (Zacler dalam Notoatmodjo, 1997).
Tingkat penghasilan orang tua juga sangat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan ibu dalam mencegah penyakit gigi dan mulut. Kussela, dkk (1994) yang
dikutip Hidayati (2005), mengemukakan bahwa ada hubungan yang kuat status sosial
ekonomi keluarga anak dengan konsumsi soft drink dan gula lebih dari satu kali
sehari. Pola konsumsi tersebut menjadikan anak yang berasal dari keluarga sosial
ekonomi yang tinggi lebih banyak mengalami karies dibanding anak yang berasal dari
keluarga yang sosial ekonominya lebih rendah.

2.2. Perilaku Kesehatan


Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respons/reaksi seorang

Universitas Sumatera Utara

individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Respons ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berfikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan
dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap dan tindakannya
yang berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2005)
Menurut

Notoatmodjo,

semua

ahli

kesehatan

masyarakat

dalam

membicarakan status kesehatan mengacu kepada Blumm. Dari hasil penelitiannya di


Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Blumm menyimpulkan
bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,
disusul oleh perilaku dan keturunan. Ahli lain, Lawrence Green menjelaskan bahwa
perilaku itu dilatarbelakangi atau sangat dipengaruhi oleh tiga faktor pokok yakni:
faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktorfaktor yang mendukung
(enabling factors) dan faktor-faktor yang memperkuat atau mendorong ( reinforcing
factors).
2.2.1. Domain Perilaku
Terbentuknya suatu perilaku baru, terutama pada orang dewasa dimulai pada
domain kognitif, dalam arti subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang
berupa materi atau objek di luarnya, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada
subjek tersebut. Ini selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap si
subjek terhadap objek yang diketahui. Akhirnya rangsangan yakni objek yang telah
diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respons lebih jauh

Universitas Sumatera Utara

lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan stimulus atau
objek tadi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima subjek dapat
langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau berperilaku
baru tanpa mengetahui terlebih dahulu makna stimulus yang diterimanya. Dengan
kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau
sikap.
Tindakan atau praktek adalah respons atau reaksi kongkret seseorang terhadap
stimulus atau objek. Penyebab seseorang berperilaku kesehatan atau tidak berperilaku
kesehatan ada empat yaitu: 1) Pikiran dan perasaan dalam bentuk pengetahuan,
perpeksi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap kesehatan. 2) Perilaku
kesehatan dari orang lain yang menjadi panutan cenderung akan dicontoh. 3) Sumber
daya yang mencakup fasilitas kesehatan, uang, waktu, tenaga, jarak ke fasilitas
kesehatan akan berpengaruh positif maupun negatif terhadap perilaku seseorang. 4)
Kebudayaan yang terbentuk dalam jangka waktu lama sebagai akibat kehidupan
masyarakat bersama, akan berubah baik secara cepat maupun lambat sesuai dengan
dinamika masyarakat (Budiharto, 2010).
Selain teori perilaku yang dikemukakan oleh Blumm, juga dikenal teori
perilaku yang dikemukakan oleh Rosenstock (1974) yaitu teori Health Belief Model.
Teori ini mengemukakan bahwa kepercayaan seseorang terhadap kerentanan dirinya
dari suatu penyakit dan potensi penyakit, akan menjadi dasar seseorang melakukan
tindakan untuk pencegahan atau pengobatan terhadap penyakit tersebut (Budiharto,
2010)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa teori perilaku yang dikemukakan tersebut secara umum dapat


diamati pada orang dewasa. Hal ini akan berbeda jika melihat perilaku pada anakanak. Menurut Davies (1984), perilaku anak sangat dipengaruhi oleh perilaku ibunya.
Oleh sebab itu, ibu berperan dalam menentukan perilaku anak. Hal ini menjadi dasar
keyakinan para ahli bahwa tingginya angka penyakit gigi pada anak SD sangat
dipengaruhi oleh peran orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh tingkat
ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap orang tua. Apabila perilaku ibu
mengenai kesehatan gigi baik, maka dapat dilihat bahwa status kesehatan gigi dan
mulut anaknya akan baik (Ambarwati, 2010).
Orang tua adalah tokoh panutan anak-anak, oleh karena itu diharapkan agar
orang tua dapat menjadi teladan, sehingga anak yang belum bersekolahpun sudah
mau dan mampu untuk menyikat gigi dengan baik dan teratur melalui model yang
ditiru dari orang tua atau ibunya (Maulani & Enterprise, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Pamurnasih (2008) tentang perilaku ibu dalam
menjaga kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah di wilayah Puskesmas
Kedung Mundu Kota Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan, sikap dan praktik ibu dengan status kesehatan gigi dan mulut
anak usia prasekolah. Demikian juga dengan hasil penelitian Ariningrum, R. dan
Indriasih, E. (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, sikap
dan perilaku tentang karies gigi dengan indeks DMF-T anak kelas VI di Kecamatan
Penjaringan, Jakarta Utara

Universitas Sumatera Utara

2.2.2. Tindakan Pemeliharan Kesehatan Gigi dan Mulut


Menurut Kegeles (1961) ada empat faktor utama agar seseorang mau
melakukan pemeliharaan kesehatan gigi, yaitu: 1) Merasa mudah terserang penyakit
gigi, 2) Percaya bahwa penyakit gigi dapat dicegah, 3) Pandangan bahwa penyakit
gigi dapat berakibat fatal, dan 4) Mampu menjangkau dan memanfaatkan fasilitas
kesehatan. Namun, yang terjadi di tengah masyarakat Indonesia adalah masih
buruknya pengetahuan terhadap kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dapat dilihat dari
persentase penduduk yang meyakini semua orang akan mengalami karies gigi,
tanggalnya gigi pada usia lanjut, kesembuhan gigi tanpa perawatan dokter, dan
penyakit gigi tidak berbahaya atau perawatan gigi dapat menimbulkan rasa sakit.
Keyakinan ini akan berpengaruh buruk pada tindakan pemeliharaan dan pencegahan
gigi (Situmorang, 2005).
Seharusnya banyak masalah kesehatan yang disebabkan oleh kesehatan gigi
yang buruk dapat diatasi. Beberapa upaya pencegahan kesehatan gigi dan mulut yang
dapat dilakukan, antara lain: menjaga kebersihan gigi dan mulut (menyikat gigi,
menggunakan obat kumur, menggunakan pembersih interdental), pengaturan pola
makan (mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat ), pemeriksaan gigi
(memeriksakan gigi minimal 2 kali dalam setahun) (Haris & Christen, 1995: Pintauli
& Hamada, 2008).

Universitas Sumatera Utara

2.2.2.1. Menjaga Kebersihan Gigi dan Mulut


Kebersihan mulut yang baik diperlukan untuk meminimalisir agen penyebab
penyakit mulut dan membuang plak gigi. Plak tersebut mengandung bakteri yang
dapat dicegah dengan pembersihan dan pemeriksaan gigi secara teratur. Berbagai cara
menjaga kebersihan gigi dan mulut yang dapat dilakukan ibu terhadap kesehatan gigi
anaknya, yaitu:
a.

Membantu menyikat gigi anak. Menyikat gigi anak dapat dilakukan secara rutin,
yaitu dua kali sehari (setelah sarapan pagi dan sebelum tidur malam) dengan
menggunakan pasta gigi

b.

Mengajari anak cara menyikat gigi. Mengajari menyikat gigi dapat dilakukan di
depan cermin. Jelaskan sebelumnya permukaan gigi yang harus disikat dengan
memakai gambar atau model gigi. Tujuan utama penyikatan gigi adalah untuk
membersikan sisa makanan yang menempel pada gigi.

c.

Mengawasi anak saat melakukan sikat gigi. Pengawasan dapat dilakukan dengan
melihat lamanya menggosok gigi 2-3 menit dan dapat diperiksa dengan kontrol
plak yang menggunakan zat pewarna untuk melihat adanya plak yang masih
melekat pada permukaan gigi.

d.

Menyediakan sikat gigi yang ukurannya sesuai dengan ukuran dan umur anak.

e.

Mengganti sikat gigi anak setidaknya tiga bulan sekali atau segera diganti jika
bulu sikat gigi sudah melebar/rusak.

Universitas Sumatera Utara

f.

Mengawasi pemakaian pasta gigi yang berfluorida yang baru boleh diberikan
pada anak-anak di atas usia 3 tahun yang sudah dapat berkumur dan membuang
air kumurannya atau meludah.

g.

Ukuran pasta gigi yang diberikan hanya sebesar ukuran kacang tanah atau
sekitar 0,5 cm (Panjaitan, 1997: Pintauli & Hamada, 2008).

2.2.2.2. Pengawasan Jajanan


Tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat dilihat dari proses pembentukan
plak. Menurut McDonald dan Avery (1994), bahan makanan yang tergolong
karbohidrat dapat difermentasikan oleh bakteri, sehingga dapat menurunkan pH plak
dalam rongga mulut sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit (Haswani, D.A.,
2005). Sedangkan Makanan berserat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan
mengandung 75-95% air. Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan pembersih
alamiah pada permukaan oklusal gigi-geligi, berkaitan dengan serat yang terkandung
didalamnya. Serat dapat memperlambat proses makan, menghambat laju pencernaan
makanan, dan meningkatkan intensitas pengunyahan. Proses mengunyah makanan
berserat akan merangsang produksi air liur. Air liur dapat melindungi gigi dari proses
kerusakan (Pollack, R.L., 1985). Penelitian Johansson, dkk. (1996) dari Universitas
King Saud, Saudi Arabia menunjukkan tingkat kebersihan gigi dan mulut pada
vegetarian lebih baik daripada non vegetarian pada suku Indian.
Beberapa tindakan ibu dalam pemeliharan kesehatan gigi anak, melalui
pengawasan pola jajanan adalah:

Universitas Sumatera Utara

a.

Mengawasi jenis jajan dan menghindari makanan yang lengket dan manis serta
kandungan karbohidrat yang tinggi, seperti: permen, coklat dan makanan manis
lainnya yang dapat melekat erat pada permukaan gigi, sehingga sulit
dibersihkan.

b.

Memberitahu anak setelah jajan yang manis harus segera berkumur atau minum
air putih

2.2.2.3. Pemeriksaan Gigi


Perawatan gigi dan mulut juga dilakukan melalui upaya pemeriksaan gigi ke
dokter gigi secara rutin. Menurut American Academy of Pediatric Dentistry
menyarankan agar kunjungan pertama ke dokter gigi dimulai pada erupsi gigi
pertama atau pada akhir usia 12 bulan. Pemeriksaan gigi secara rutin sebaiknya
dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Beberapa tindakan ibu dalam pemeliharan
kesehatan gigi anak, melalui pemeriksaan gigi adalah:
a. Pemeriksaan gigi anak dirumah satu bulan sekali untuk menemukan adanya
lubang, karang gigi, gigi berlapis/ gigi goyang.
b. Membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali.
c. Membawa anak ke dokter gigi untuk penambalan gigi, pencabutan gigi,
pembersihan karang gigi.

2.3. Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anak


Masalah kesehatan gigi dan mulut, menjadi perhatian yang sangat penting
dalam pembangunan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh rentannya kelompok anak

Universitas Sumatera Utara

usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa untuk
meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas. Salah satu
faktor penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan
meningkatkan kesehatannya, terutama kesehatan gigi dan mulut, karena dapat
mengakibatkan meningkatnya angka ketidakhadiran (bolos) pada proses pendidikan
di sekolah. Sesuai dengan rekomendasi WHO yang menyatakan bahwa kelompok
umur 12 tahun sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan status kesehatan gigi
anak, karena umumnya anak-anak meninggalkan bangku sekolah dasar dan akan
beranjak ke masa remaja pada umur 12 tahun. Selain itu, semua gigi permanen
diperkirakan sudah erupsi pada kelompok umur ini kecuali gigi molar tiga.
Berdasarkan ini, umur 12 tahun ditetapkan sebagai pemantauan global (global
monitoring age) untuk karies
Berbagai

penyakit

yang

menyerang

gigi anak-anak tersebut

dapat

menyebabkan gangguan pengunyahan yang menyebabkan terganggunya penyerapan


dan pencernaan makanan. Selain itu, dapat menyebabkan gangguan kesehatan secara
umum. Hal ini terjadi karena gigi berlubang yang tidak dirawat akan menjadi busuk
dan menjadi sumber infeksi yang dapat menyebabkan penyakit pada tubuh lainnya
(Axellson, 1999; Harris & Christen, 1995).
2.3.1. Karies
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan
jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke
arah pulpa. Karies gigi yang disebut juga lubang gigi merupakan suatu penyakit

Universitas Sumatera Utara

dimana bakteri merusak struktur jaringan gigi (enamel, dentin dan sementum)
sehingga menyebabkan lubang pada gigi (Axellson, 1999).
Indeks karies digunakan untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap
karies gigi. Dalam hal ini, indeks karies yang dipakai adalah indeks DMF-T yang
diperkenalkan oleh Klein, 1954. Indeks karies terdiri atas komponen D. M. F. T
sebagai berikut:
1. Decay
2.

: Gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum di tambal.

Missing : a. Mi (Missing indicated): Gigi tetap dengan lesi karies yang tidak
dapat ditambal lagi dan harus dicabut
b. Me (Missing extracted): Gigi tetap dengan lesi karies yang tidak
dapat ditambal lagi dan sudah dicabut

3. Filled

: Gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna

Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita seseorang.


DMF-T maksudnya karies dihitung per gigi, artinya gigi yang memiliki karies lebih
dari 1 (misal karies pada gigi molar 1 permanen terdapat karies di oklusal dan di
bukal maka karies tetap dihitung satu).
Rumus yang digunakan untuk menghitung DMF-T :
DMF - T rata - rata =

Jumlah D + M + F
Jumlah orang yang diperiksa

Target Indeks DMF-T menurut WHO menetapkan status kesehatan gigi dan
mulut (Oral Health Global Indicators for Year 2015) untuk anak usia 12 tahun yaitu
rata-rata indeks DMF-T per-anak < 1

Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Oral Higiene


Indeks Oral Higiene (OHI) mengukur debris dan kalkulus yang menutupi
permukaan gigi yang terdiri atas dua komponen yaitu indeks debris dan indeks
kalkulus. Indeks debris maupun indeks kalkulus masing-masing mempunyai
rentangan skor 0-3.
Oral debris adalah lapisan lunak yang terdapat di atas permukaan gigi yang
terdiri atas mucin, bakteri dan sisa makanan yang putih kehijau-hijauan dan jingga.
Indeks debris yang dipakai adalah Debris Index (D.I) Greene and Vermillion (1960)
dengan kriteria sebagai berikut:
Tabel 2.1. Indeks Debris
Skor Kriteria
0
Tidak ada debris atau stein/pewarnaan ekstrinsik
1
Ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas 1/3 permukaan atau
kurang dari 1/3 permukaan
Tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi
permukaan gigi, sebagian atau seluruhnya
2
Ada debris lunak yang menutupi permukaan gigi seluas lebih 1/3
permukaan atau kurang dari 2/3 permukaan
3
Ada debris lunak yang menutupi 2/3 permukaan atau seluruh permukaan
gigi

IndeksDebris =

Jumlah Skor Diperiksa


Jumlah Gigi Yang Diperiksa (6)

Kalkulus adalah pengendapan dari garam-garam anorganis yang terutama


terdiri atas kalsium karbonat dan kalsium fosfat tercampur dengan sisa-sisa makanan,
bakteri-bakteri dan sel-sel epitel yang telah mati. Berdasarkan lokasi perlekatannya
dikaitkan dengan tepi gingival, kalkulus dapat dibedakan atas dua macam yaitu: 1)

Universitas Sumatera Utara

kalkulus supra gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah oklusal dari tepi
free gingiva. Biasanya berwarna putih sampai kecoklat-coklatan. Konsistensinya
keras seperti batu apung, dan mudah dilepas dari perlekatannya ke permukaan gigi. 2)
kalkulus sub gingiva adalah karang gigi yang terdapat di sebelah lingual dari tepi
gingiva bebas dan biasanya berwarna coklat muda sampai hitam bercampur dengan
darah. Konsistensinya keras seperti batu api, dan melekat sangat erat kepermukaan
gigi. Pengukuran indeks kalkulus yang digunakan adalah Calculus Index (C.I.)
Greene and Vermillion yaitu:
Tabel 2.2. Indeks Kalkulus
Skor
0
1
2

Kriteria
Tidak ada kalkulus
Ada kalkulus supragingiva yang menutupi karang dari 1/3 permukaan gigi
a. Ada kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3/ permukaan
gigi
b. Pada bagian servikal terdapat sedikit kalkulus subgingiva
a. Ada kalkulus supragingiva yang menutupi lebih dari 2/3 permukaan
gigi atau seluruh permukaan gigi
b. Ada kalkulus subgingiva yang menutupi dan melingkari seluruh
servikal

Indeks Kalkulus =

Jumlah Skor Diperiksa


Jumlah Gigi Yang Diperiksa (6)

Pengukuran Indeks kebersihan mulut menggunakan Simplified Oral Hygiene


Index (OHI-S) Greene and Vermillion. Yang diukur hanya ke-enam gigi indeks, yaitu
gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan
bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Apabila gigi 11 tidak ada
diganti dengan gigi 21 dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Indeks OHI-S = Indeks Debris + Indeks Kalkulus


Indeks Oral Hygiene rata-rata =

Jumlah OHI - S
Jumlah Anak yang Diperiksa

Tingkat kebersihan mulut secara klinis pada OHI-S dikategorikan baik jika
Indeks OHI-S: 0,0 - 1,2 , sedang: 1,3 3,0 dan buruk 3,1 6,0.
2.3.3. Gingivitis
Gingivitis merupakan sebuah proses peradangan yang terbatas pada jaringan
epitel mukosa disekitar bagian servikal gigi. Gingivitis merupakan peradangan gusi
yang paling sering tejadi dan merupakan respons inflamasi yang belum merusak
jaringan pendukung. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari
kemerahan sampai pada merah kebiruan sesuai dengan bertambahnya proses
peradangan yang terus menerus. Rasa sakit atau nyeri jarang dirasakan, sehingga hal
ini menjadi alasan utama gingivitis kronis kurang mendapat perhatian. Tanda-tanda
dan gejala gingivitis secara umum meliputi: gusi bengkak, gusi lunak, mudah terluka
dan mudah berdarah ketika disikat (Manson dan Eley, 1993).
Tingkat/ derajat gingivitis yang terjadi pada anak sekolah dasar dapat diukur
dengan menggunakan Index Gingiva (Ramfjord, 1959). Pemeriksaan dilakukan pada
6 gigi yang sudah ditentukan pada permukaan bukal, labial lingual.
6

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Kriteria Gingiva


Skor
0
1
2
3

Kriteria
Normal
Mild Gingivitis
Moderate Gingivitis
Severe Gingivitis

Indeks gingival =

tidak ada peradangan


gingiva ringan, tetapi tidak meluas mengelilingi gigi
gingivitis sedang, dan gingivitis meluas melingkari gigi
Gingivitis parah, ditandai dengan kemerahan,
kemungkinan telah ada pendararhan spontan dan
ulcerasi

jumlah indeks gingival tiap gigi


jumlah gigi yang diperiksa

Kriteria keparahan inflamasi gingival secara klinis digolongkan atas gingivitis


ringan: 0,0 1,0; gingivitis sedang: 1,1 2,0 dan gingivitis parah: 2,1 3,0

2.4. Landasan Teori


Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian yang sangat penting
dalam pembangunan kesehatan, khususnya anak usia sekolah dasar. Usia sekolah
merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang
berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas
sumber daya manusia tersebut. Rasa sakit pada gigi dan mulut jelas menurunkan
selera makan mereka. Dampak lainnya, kemampuan belajar mereka pun turun
sehingga berpengaruh pada prestasi belajar. Menurut Blumm derajat kesehatan
(sehat-sakit) seseorang sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: lingkungan,
kelengkapan fasilitas kesehatan, perilaku dan genetika. Dari hasil penelitiannya di
Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang sudah maju, Blumm menyimpulkan
bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan,

Universitas Sumatera Utara

disusul oleh perilaku dan keturunan. Perilaku yang terbentuk dipengaruhi oleh dua
hal, yaitu faktor internal (umur, pendidikan, jenis kelamin, pengetahuan, sikap dan
berbagai faktor lainnya) dan faktor eksternal (budaya, nilai-nilai, sosial, politik).
Faktor internal sering disebut sebagai karakteristik personal. Hal ini membuktikan
bahwa karakteristik personal sangat berpengaruh terhadap sehat sakitnya seseorang
(Notoatmodjo, 2005)
Menurut Davies (1984), perilaku anak sangat dipengaruhi oleh perilaku
ibunya. Oleh sebab itu, ibu berperan dalam menentukan perilaku anak. Hal ini
menjadi dasar keyakinan para ahli bahwa tingginya angka penyakit gigi pada anak
SD sangat dipengaruhi oleh peran orang tua, khususnya ibu. Hal ini disebabkan oleh
tingkat ketergantungan anak yang sangat tinggi terhadap orang tua. Apabila perilaku
ibu mengenai kesehatan gigi baik, maka dapat dilihat bahwa status kesehatan gigi dan
mulut anaknya akan baik. Semakin baik perilaku seorang ibu, maka akan semakin
baik pula derajat kesehatan anaknya. Apabila perilaku ibu mengenai kesehatan gigi
baik, maka dapat diprediksi bahwa status kesehatan gigi anaknya akan baik. Perilaku
ibu itu sendiri dipengaruhi oleh dua aspek, yaitu internal (umur, pendidikan, nilai,
budaya, pendapatan) dan eksternal (lingkungan sosial, ekonomi, politik). Peran serta
orang tua sangat diperlukan di dalam membimbing, memberikan pengertian,
mengingatkan, dan menyediakan fasilitas kepada anak agar anak dapat memelihara
kebersihan gigi dan mulutnya. Perilaku orang tua sangat penting dalam mendasari
terbentuknya perilaku yang mendukung atau tidak mendukung kesehatan gigi dan
mulut anak (Ambarwati, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Beberapa cara menjaga kebersihan mulut yang dapat dilakukan ibu terhadap
kesehatan gigi anaknya, yaitu: membantu menyikat gigi anak pada waktu balita,
mengajari anak cara menyikat gigi sejak balita, mengawasi lamanya menyikat gigi
sampai sekarang, menyediakan sikat gigi sesuai ukuran dan umur anak, mengganti
sikat gigi anak tiga bulan sekali atau apabila bulu sikat gigi sudah melebar/rusak,
menyediakan pasta gigi yang mengandung fluor, memberi ukuran pasta gigi yang
sesuai. Mengawasi jenis jajanan yang lengket dan manis, berkumur setelah makan
makanan yang manis atau minum air putih, memeriksa gigi anak satu bulan sekali
sejak usia 2 tahun untuk menemukan adanya lubang, karang gigi, gigi berlapis/
goyang, membawa anak ke dokter gigi 6 bulan sekali, melakukan penambalan gigi,
pencabutan gigi, dan pembersihan karang gigi (Panjaitan, 1997: Pintauli & Hamada,
2008).

2.5. Kerangka Konsep


Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri variabel bebas (faktor resiko)
yaitu: karakterisik ibu (umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan) dan tindakan
ibu, variabel terikat (efek) yaitu: status kesehatan gigi anak SD.

Universitas Sumatera Utara

Variabel Bebas

Variabel Terikat

Karakteristik Ibu
1. Umur ibu yang mempunyai anak
- 40 tahun
- > 40 tahun
2. Tingkat Pendidikan
- Tidak sekolah/SD
- SMP
- SMU
- PT

Status Kesehatan Gigi


Anak SD

3. Tingkat Pendapatan
- Tinggi ( Rp. 300.000/bulan/orang keluarga)
- Rendah (<Rp. 300.000/bulan/orang keluarga)
Tindakan Ibu dalam Pemeliharaan Kesehatan Gigi
pada Anak
- Membantu menyikat gigi anak pada waktu balita.
- Mengajari anak cara menyikat gigi sejak balita
- Mengawasi lamanya menyikat gigi sampai
sekarang.
- Menyediakan sikat gigi sesuai ukuran dan umur
anak.
- Mengganti sikat gigi anak tiga bulan sekali atau
apabila bulu sikat gigi sudah melebar/rusak.
- Menyediakan pasta gigi yang mengandung fluor
- Memberi ukuran pasta gigi yang sesuai.
- Mengawasi jenis jajanan yang lengket dan manis.
- Mengajarkan kepada anak agar berkumur setelah
memakan makanan yang manis/minum air putih
- Memeriksa gigi anak satu bulan sekali untuk
menemukan adanya lubang gigi, karang gigi, gigi
berlapis.
- Membawa ke dokter gigi 6 bulan sekali
- Membawa anak ke dokter gigi untuk penambalan
gigi, pencabutan gigi, dan pembersihan karang gigi.

1. Oral Higiene
- Indeks Debris
- Indeks Kalkulus
2. Karies
- Indeks DMFT
3. Gingivitis
- Derajat
Gingivitis

Gambar 2.1. Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai