Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu
penyakit penyebab kematian ke-5 di seluruh dunia. Menurut WHO,
diprediksikan pada tahun 2020 akan menjadi penyebab kematian ketiga di
seluruh dunia. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.1
Data prevalensi PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada
setiap negara di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan
Eropa berkisar 5-9% pada individu usia > 45 tahun. Data penelitian lain
menunjukkan prevalensi PPOK bervariasi dari 7,8 - 32,1% di beberapa kota
Amerika Latin. Prevalensi PPOK di Asia Pasifik rata-rata 6,3%, yang terendah
di Hongkong dan Singapura (3,5%) dan tertinggi di Vietnam (6,7%). Untuk
Indonesia, penelitian COPD working group tahun 2002 di 12 negara Asia
Pasifik menunjukkan estimasi prevalensi PPOK Indonesia sebesar 5,6%.1
PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara lambat, dan
obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel. Oleh karena itu perlu
dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini dapat
ditegakkan, sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah.1

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
PPOK merupakan penyakit paru yang bisa dicegah dan diobati dan
bercirikan dengan adanya hambatan persisten aliran udara yang bersifat
progresif dan merupakan proses inflamasi kronis akibat paparan partikel atau
gas berbahaya (Depkes, 2008; GOLD, 2010). PPOK ada yang berjenis
bronkitis kronik dan emfisema, atau gabungan keduanya (PDPI, 2003).1,2,3
2.2 Etiologi dan Faktor Resiko
1. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal terpenting.
A. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan:
a. Riwayat merokok (Perokok aktif, pasif atau bekas perokok).
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu
perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun:
- Ringan : 0-200 batang
- Sedang : 200-600 batang
- Berat

: >600 batang

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja.


3. Hipereaktivitas bronkus.
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang.
5. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapat di Indonesia (PDPI,
2003).1
2.3 Patogenesis
Patogenesis PPOK pada dasarnya rumit untuk dijelaskan, prosesnya
merupakan modifikasi respon tubuh terhadap inflamasi kronis karena paparan
faktor resiko yang terlalu lama sehingga kadar oksidan dan antioksidan di
2

dalam tubuh tidak seimbang. Ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan ini


menimbulkan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan jaringan paru
(GOLD, 2010).3
Inhalasi bahan berbahaya

Inflamasi pada sel

Kerusakan jaringan paru

Penyempitan saluran napas dan fibrosis


Destruksi parenkim Hipersekresi mukus

Gambar 2.1 Patogenesis PPOK (PDPI, 2003).1

Proses terjadinya PPOK menyebabkan beberapa perubahan fisiologi paru,


diantaranya adalah penurunan VEP1 pasien yang diakibatkan oleh inflamasi
dan kerusakan parenkim paru. Kerusakan yang terjadi pada akhirnya
menyebabkan penurunan pertukaran udara di paru yang bermanifestasi
sebagai hipoksemia dan hiperkapnea. Penurunan kapasitas fungsi paru yang
terjadi juga diakibatkan oleh fibrosis, penumpukan eksudat, dan juga proses
inflamasi kronis. Pada PPOK, terjadi pula hipersekresi mukus karena adanya
hiperplasi sel goblet karena rangsangan mediator inflamasi ke Epidermal
Growth Factor Receptors (EGFR). Pada PPOK derajat sangat berat, terjadi

disfungsi sel endotel sehingga terjadi peningkatan tekanan pulmonal yang bisa
menimbulkan gagal jantung kanan (GOLD, 2010).3
2.4 Klasifikasi
Tabel 2.1 Klasifikasi PPOK Berdasarkan Derajat Obstruksi
Post Uji Bronkodilator (GOLD, 2010).3
Kategori
GOLD 1
GOLD 2
GOLD 3
GOLD 4

Derajat
Ringan
Sedang
Berat
Sangat berat

Kriteria
VEP1 > 80%
50% VEP1 < 80%
30% VEP1 < 50%
VEP1 < 30%

Tabel 2.2 Modified Medical Research Council


Questionnaire (MMRC) (GOLD, 2010).3
Grade 0
Grade 1

I only get breathless with strenuous exercise.


I get short of breath when hurrying on the level or

Grade 2

walking up a slight hill.


I walk slower when people on the same age on the level
because of breathlessness, or I have to stop for breath

Grade 3

when walking on my own pace on the level.


I stop for breath after walking about 100m or a few

Grade 4

minutes on the level.


I am too breathless to leave the house or I am breathless
when dressing or undressing.

2.5 Gambaran Klinis


4

1. Riwayat Penyakit
a. Umumnya penderita adalah usia pertengahan ke atas (>45 tahun).
Riwayat merokok aktif / pasif atau sering terpapar zat beracun.
b. Batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung meningkat dan maksimal
pada pagi hari, menandakan adanya pengumpulan sekresi semalam
sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten, kemudian
terjadi hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan
mukoid, namun dapat pula menjadi tebal, kuning, kadang ditemukan
darah selama terjadinya infeksi bakteri respiratorik.
c. Sesak napas dan rasa berat di dada setelah beraktivitas berat terjadi
seiring dengan berkembangnya penyakit. Pada keadaan yang berat,
sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal dan bahkan pada
saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran
udara.1
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda hiperinflasi paru,
penggunaan otot bantu pernafasan, perubahan pola dan suara nafas yang
abnormal, dan perubahan bentuk tubuh tergantung derajat obstruksi.
b. Awalnya mungkin hanya dapat ditemukan ekspirasi memanjang dan
wheezing saat ekspirasi paksa. Bila berlanjut maka akan tampak
hiperinflasi dan terjadi perubahan pada rongga thorax menjadi barrel
chest.
c. Pada derajat obstruksi yang sedang - berat, dapat terjadi penurunan
suara napas, ekspirasi yang memanjang, dan rhonchi. Pada perkusi
dijumpai hipersonor, batas jantung mengecil, letak diafragma rendah.
d. Dapat juga ditemukan tanda-tanda hipertensi pulmoner dan cor
pulmonale, seperti peningkatan Tekanan Vena Jugular (TVJ), kongesti
hepar dan edema tungkai.1
3. Pemeriksaan penunjang
a. Faal paru
Spirometer/spirometri
Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
5

Uji bronkodilator
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20
menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1/KVP. Pada PPOK
perubahan VEP1/KVP < 20% dan VEP1 <200 ml dari nilai awal.1
4. Tanda obstruksi komplet saluran nafas atas yang mendadak sangat jelas.
Pasien tidak dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin
memengang kerongkongannya seperti mencekik, panik dan napas yang
tersengal-sengal dan diikuti sianosis. Dan apabila ada sumbatan tidak
segera ditangani akan menyebabkan kematian dalam waktu 2-5 hari.1
2.6 Diagnosis
Diagnosis klinis PPOK dapat ditegakkan dengan adanya sesak napas,
batuk kronis, produksi sputum berlebih dan adanya riwayat paparan faktor
resiko. Pemeriksaan spirometri sangat diperlukan untuk konfirmasi diagnosis
PPOK, menentukan derajat PPOK serta pemilihan terapi pada PPOK (GOLD,
2013). Dengan tes spirometri dapat dilihat keefektifan dan kecepatan
pengosongan paru pasien (GOLD, 2010).3
2.7 Diagnosa Banding
1. Asma Bronkial
2. Gagal jantung kongestif
3. Tuberkulosis
4. Sindrom obstruksi pasca TB
2.8 Penatalaksanaan
PPOK stabil
Penatalaksanaan PPOK stabil meliputi :
A. Edukasi
Meningkatkan kemampuan menanggulangi penyakit dan status kesehatan
secara umum. Edukasi terhadap faktor resiko penting untuk memperlambat
progresifitas.
6

B. Farmakoterapi, terdiri dari:


1) Bronkodilator
2) Kortikosteroid
3) Mukolitik
4) Antioksidan
C. Oksigen
Indikasi: PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan atau tanpa
hiperkapnea atau PaO2 antara 55 - 60 mmHg dan SaO2 89% tetapi ada
tanda-tanda congestive heart failure.
D. Ventilator Mekanik
E. Rehabilitasi Medik
F. Nutrisi1
PPOK Eksaserbasi Akut
Secara umum eksaserbasi adalah perburukan kondisi pasien yang
menetap dari keadaan stabil dan di luar variasi normal sehari-hari yang
mengharuskan perubahan dari obat reguler. Eksaserbasi dapat disebabkan
infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya
komplikasi.
Gejala eksaserbasi adalah :
1. Batuk makin sering/hebat
2. Produksi sputum bertambah banyak
3. Sputum berubah warna
4. Sesak napas bertambah
5. Keterbatasan aktivitas bertambah
6. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
7. Kesadaran menurun
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut meliputi :
7

1. Oksigenasi adekuat, cukup menggunakan O2 nasal 1-4 L/i. Sasaran PaO2


60-65 mmHg atau SaO2> 90%
2. Bronkodilator.
3. Kortikosteroid oral atau intravena dianjurkan sebagai tambahan terhadap
bronkodilator dan oksigenasi.
4. Antibiotika, diindikasikan untuk eksaserbasi yang disebabkan karena
infeksi bakterial. Umumnya infeksi paling sering disebabkan oleh kuman
S. Pneumonia, H. Influenzae, dan M. Catarhalis.
5. Cairan dan Elektrolit perlu dimonitor.
6. Nutrisi yang adekuat, untuk mencegah proses katabolik tubuh.
7. Ventilator mekanik, dapat diberikan pada pasien eksaserbasi berat.1

Tabel 2.3 Karakteristik Dan Rekomendasi Pengobatan


Berdasarkan Derajat PPOK1
DERAJAT
Semua Derajat

PENGOBATAN
Edukasi (hindari faktor pencetus).
Bronkodilator
kerja
singkat

(SABA,

Antikolinergik, kerja cepat, Xantin) bila perlu.


Vaksinasi influenza.

Derajat I:
PPOK Ringan
Derajat II:

Bronkodilator

kerja

singkat

(SABA,

Antikolinergik, kerja cepat, Xantin) bila perlu.


1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:

PPOK Sedang

a. Antikolinergik kerja lama sebagai terapi


pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
2.

Derajat III:

Rehabilitasi

(edukasi,

nutrisi,

rehabilitasi

respirasi)
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

PPOK Berat

bronkodilator:
a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi
pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksasebasi

DERAJAT IV

2. Rehabilitasi
1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih

PPOK

bronkodilator :

Sangat Berat

a. Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi


pemeliharaan
b. LABA
c. Simptomatik
d. Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
2.

Rehabilitasi

(edukasi,

nutrisi,

rehabilitasi

respirasi)
3. Terapi oksigen jangka panjang bila gagal napas

4. Ventilasi mekanis noninvasive


5. Pertimbangkan terapi pembedahan

BAB 3
LAPORAN KASUS
Anamnesa Pribadi
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Status Kawin
Agama
Pekerjaan
Alamat
Suku

:
:
:
:
:
:
:
:

Saman
78 Tahun
Laki-laki
Sudah Menikah
Islam
Jl. Nuri VII no. 372 Perumnas. Mandala
Jawa

10

Resume
Anamnese
Keluhan Utama : Sesak nafas.
Telaah

Sesak nafas sejak 1 tahun yang lalu, memberat sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.

Batuk sejak 8 bulan lalu, dahak putih sebanyak sdm. 3 bulan lalu batuk
memberat, dan dahak menjadi berwarna kuning sebanyak 2 sdm.

Badan lemas (+), Nafsu makan menurun (+).

Riwayat merokok sejak usia 25 tahun sebanyak 1 bungkus per hari.

Urin sedikit, BAB (-) sejak 2 hari terakhir.

RPT

:-

RPK

:-

RPO

: OBH

1. Status Present
Keadaan Umum

Keadaan Penyakit

Keadaan Gizi

11

Sens : Compos Mentis

Anemia : tidak

TB : 158 kg

TD : 130/90mmHg

Ikterus : tidak

BB : 47cm

Nadi : 88x/menit

Sianosis : tidak

Nafas : 26x/menit

Dyspnoe : ya

Suhu : 36,7C

Edema : tidak
Eritema : tidak
Turgor : baik
Gerakan Aktif : ya

RBW:
:
:
: 81%
Kesan : Underweight

Sikap Paksa : tidak

Pemeriksaan Fisik :
1. Kepala
2. Leher
3. Thorax
1. Inspeksi

: Pursed-lips breathing
: Dalam batas normal
:
: Bentuk Barrel chest, Bernafas menggunakan otot bantu

pernafasan.
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
4. Abdomen
5. Ekstremitas

:
:
:
:
:

SF melemah, sela iga melebar.


Hipersonor, letak diafragma rendah.
SP= ekspirasi memanjang, ST=Ronki kering (+), Wheezing (+)
Dalam batas normal
Dalam Batas normal

Pemeriksaan Penunjang
1. Darah Hb = 14 g/dl, Eritrosit = 4,7.106/l, Leukosit = 8.700/l , Trombosit
= 364.000/l , Ht = 45%, LED = 8 mm/jam.
2. Foto Rontgen thorax

12

Jantung : besar dan bentuk dalam batas normal.


Paru : corakan bronkovaskular meningkat pada daerah pericardia dan

parahiler.
Sinus costofrenikus lancip.
Diafragma normal.
Kesan : Bronkitis Kronik

3. EKG Kesimpulan : Normal.


Diagnosis Sementara: PPOK Eksaserbasi Akut
Terapi :
1. Aktifitas

: Bed Rest

2. Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal) : Diet MII


3. Medikamentosa:
a. IVFD RL 20 gtt/i
b. O2 2-3 L/i
c. Inj cefotaxcim 1g/12 jam
d. Salbutamol 3x4 mg/hari
e. Ventoline nebule 2,5 mg/6jam
f. OBH syr 3x1c
g. Curcuma 3x1c

13

BAB 4
DISKUSI KASUS
PPOK
Anamnesa

Pemeriksaan
Fisik

a.
b.
c.
d.
e.

TEORI
Usia diatas 44 tahun.
Sesak nafas.
Batuk.
Produksi sputum.
Gejala eksaserbasi :
Batuk / sesak nafas
yang memberat.
Produksi sputum yang
meningkat.
Perubahan
warna
sputum.

a. Inpeksi : Pursed - lip


breathing, barrel chest,
penggunaan otot bantu
napas, hipertrofi otot
bantu nafas.
b. Palpasi : SF melemah, sela
iga melebar.
c. Perkusi : hipersonor, batas
jantung mengecil, letak
diafragma rendah.
d. Auskultasi
:
SP
=
melemah atau ekspirasi
memanjang, ST = ronki
atau wheezing.

a.
b.
c.
d.

e.

a.

KASUS
Usia pasien 78 tahun.
Sesak nafas 1 tahun
lalu.
Batuk
berdahak
8
bulan lalu.
Dahak berwarna putih
sebanyak sdm 1x
batuk.
Gejala eksaserbasi :
Sesak
nafas
memberat 2 hari
SMRS.
Dahak menjadi 2
sdm 1x batuk.
Perubahan
warna
dahak
(berwarna
kuning).
Inspeksi : Pursed - lips
breathing, Barrel chest,
bernafas menggunakan otot
bantu pernafasan.

b. Palpasi : SF melemah, sela


iga melebar.
c. Perkusi : Hipersonor, letak
diafragma rendah.
d. Auskultasi
:
ekspirasi
memanjang, ST = Ronki
kering (+), dan Wheezing
(+).

14

Pemeriksaan 1. Tes Fungsi Paru


a. Spirometer
/
Penunjang
a.Spirometer / Spirometri : Tidak
Spirometri :
Dilakukan Pemeriksaan.
Obstruksi
% VEP1 (VEP1 / VEP1

prediksi) < 80%


VEP1% (VEP1 / KVP)

< 75%
2.Radiologi
a.Foto Rontgen Thorax
a.Foto Rontgen Thorax
Gambaran
Emfisema
Jantung : besar dan bentuk
(Emphysematous) :
dalam batas normal.
o Hiperinflasi
Paru
:
corakan
o Hiperlusen
bronkovaskular meningkat
o Ruang
retrosternal
melebar
o Diafragma mendatar
o Jantung menggantung
(jantung pendulum /

tear drop)
Gambaran
kronik :
o Tubular
berupa

Bronkitis

pada daerah pericardia dan

parahiler.
Sinus costoprenicus normal.
Diafragma normal.

Kesan : Bronkitis Kronik.

shadows,
bayangan

garis garis paralel


dari

hilus

menuju

apeks.
o Peningkatan corakan
bronkovaskular.

15

Penata Laksanaan

1.Non-medikamentosa :
Tirah baring.
Makan makanan

1. Non-medikamentosa :
Aktifitas : Bed rest
Diet (Jumlah, Jenis, Jadwal)

berserat.
Cukup minum air (6 - 8

gelas perhari)
2.Medikamentosa :
Bronkodilator
Kortikosteroid
Antibiotik
Kombinasi anti
kolinergik dengan

: Diet M II

b. Medikamentosa :
IVFD RL 20 gtt/i
O2 2-3 L/i
Inj Cefotaxime 1gr / 12jam
Salbutamol 3 x 4 mg / hari
Ventoline nebule 2,5 mg /

agonis beta 2 kerja

singkat

6jam
OBH syr 3x1c
Curcuma 3x1c

BAB 5
KESIMPULAN

16

Telah dilaporkan suatu kasus penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)


eksaserbasi akut dan dirujuk ke dokter spesialis paru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Diagnosis

dan

Penatalaksanaan di Indonesia; PDPI (Update 2003).


17

2. Depkes (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstuktif Kronik.


Jakarta: Depkes RI.
3. GOLD (Global strategy for the diagnosis, management and prevention of
chronic obstructive lung disease) (update 2010).

18

Anda mungkin juga menyukai