Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA Ny U


PASIEN HEMAPTOE DI RUANG/UNIT DAHLIA RUMAH SAKIT PARU
JEMBER

OLEH:
DIAN PRATIWI, S. Kep
132311101064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER 2016

LAPORAN PENDAHULUANKEBUTUHAN MOBILISASI

A. Definisi Gangguan Kebutuhan Mobilisasi


a. Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan

kebebasan

dan

kemandirian bagi seseorang (Ansari, 2011).


b. Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan
dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)
c. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses

penyakit

khususnya

penyakit

degeneratif

dan

untuk

aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas


dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong
untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya
dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
d. Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Aziz AA, 2006)
e. Mobililis/mobilisatio adalah usaha gerak/ memgerakakn (Brooker
Christine, 2001)
f. Mobilitas fisik yaitu keadaan keika seseorang mengalami atau bahkan
beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile
(Doenges, M.E, 2000)
g. Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
B. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis
merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi
kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti
pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang

berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di


tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe,
2007).
a. Penyebab secara umum:
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5) Kekakuan otot
b. Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
C. Tanda dan Gejala
a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada :
1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa
otot, atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metebolisme
kalsium.
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban
kerja jantung dan pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea
setelah beraktivitas.
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik
karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan kalsium dan gangguan pencernaan.
5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkanresiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjal.
6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringan.
7) Neurosensori : sensori deprivationb.

b. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional,


intelektual, sensori dan sosiokultural.
c. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
d. Pergerakan tidak terkoordinasi.
e. Penurunan waktu reaksi (lambat)
D. Jenis Mobilisasi
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
3) Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otototot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan

E. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Mobilitas

Gaya Hidup

Ketidakmampuan

Tingkat Energi

Usia

Kelenjar tiroid meningkat


Ca darah meningkat
Ca tulang menurun
Osteid tidak mengapur > 6-10 hari

Lansia

Resiko Fraktur
Penurunan

Peredaran
darah otot
menurun

Terjadi
terus
menerus
Kadar Hb

mobilit
as

Atrofi otot
dan
kelemahan
Mengganggu
Koordinasi
ekstermitas

Kadar O2
Cyanosis
dalam darah
menurun

membatasi
Keb.gerak

Bedrest
total

Kelemahan
fisik

Aktivitasa dan
olahraga
kekuatan

Keterbatasan gerak

perawatan
diri

gangguan
Ph

kompensasi
tubuh

Leukosit
tinggi
proses
inflamasi

Gangguan pemen uhan


keb 02

Merangsan
g
hypotalam

Gangguan pemenuhan ADL


hyperter
mia

Resiko
tinggi
infeksi

Pengeluaran
reseptor
Gangguan istirahat tidurnyeri

Gangguan rasa
nyaman nyeri

F. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi,
serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan
dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat
otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
2) Tatalaksana Khusus
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada
dokter spesialis yang kompeten.
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasienpasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha
7

untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami


b.

disabilitas permanen.
Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a)

Posisi fowler (setengah duduk)

b)

Posisi litotomi: posisi pasien berbaring terlentang dengan

mengangkat kedua kaki dan menarik keatas bagian perut.


Memudahkan pemeriksaan rongga panggul.
c)

Posisi dorsal recumbent: posisi pasien berbaring terlentang

dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas


tempat tidur. Meningkatkan kenyamanan pasien terutama dengan
keteganggan punggung belakang.
d)

Posisi supinasi (terlentang): posisi terlentang dengan pasien

menyandarkan punggungnya agar dasar tubuh sama dengan


kesejajaran berdiri yang baik. Menngkatkan kenyamanan pasien
dan memfasilitasi penyembuhan terutama pasien pembedahan.
e)

Posisi pronasi (tengkurap): pasien tidur dalam posisi

tengkurap berbaring dengan wajah menghadap ke bantal.


Mencegah kontraktur pada pinggang dan lutut
f)

Posisi lateral (miring): posisi miring dimana pasien

bersandar kesamping dengan sebagian besar berat tubuh berada


pad

pinggul

dan

bahu.

Mengurangi

komplikasi

akibat

immobilisasi.
g)

Posisi sim: posisi miring kanan atau kiri. Posisi ini dapat

memberikan

kenyaman

dan

memberikan

obat

per

anus

(supositoria)
h)

Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki) : pada

posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan kepala lebih


rendah dari pada kaki. Untuk pasien Shock dan hypotensi.

2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah
bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban
yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan
dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan
curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan
otot.
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi
sebagai dampak terjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan
sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari
sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah
terkumpulnya

sekret

dalam

mempercepat

pengeluaran

saluran

sekret

napas

sehingga

tetapi
tidak

juga
terjadi

atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada


penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase
lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik

Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu


dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien
untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan
moril, dan lain-lain.
G. Komplikasi
a.

Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu fungsi metabolic
normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak,
dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan
kalsium, dan gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien
immobilisasi

meningkatkan BMR karena

adanya

demam dan

penyembuhan luka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen


selular.
Gangguan metabolik yang mungkin terjadi :
1)

Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien


yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi
menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan diekskresikan.
Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan
nitrogen sehingga akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan
nitrogen negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot,
dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa
otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan
imunitas.

2)

Ekskresi kalsium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang.


Hal initerjadi karena immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang
menyebabkanhiperkalsemia.

3)

Gangguan

nutrisi

(hipoalbuminemia)

Imobilisasi

akan

mempengaruhi system metabolik dan endokrin yang akibatnya

10

akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu


yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma
kortisol lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga
menyebabkan

metabolisme

menjadi

katabolisme.

Keadaan

tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan


ekskresinitrogen urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
4)

Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus.


Konstipasi sebagai gejala umum , diare karena feces yang cair
melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius berupa
obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi
dan peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi
dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan dan elektrolit.

b.

Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

c.

Gangguan Pengubahan Zat Gizi


Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,

d.

Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi

gastrointestinal,

karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan


dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e.

Perubahan Sistem Pernapasan

11

Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan.


Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun,
dan terjadinya lemah otot,
f.

Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.

g.

Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak


imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara

langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi
dan osteoporosis.

h.

Perubahan Sistem Integumen


Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.

i.

Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.

j.

Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya

H. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)
Diagnosa Keperawatan sesuai NANDA (2015)
1. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan:
Depsnea setelah beraktifitas
Gangguan sikap berjalan
Gerakan Lambat
Gerakan spastik
Gerakan tidak terkoordinasi
Instabilita postur
Kesulitan membolak-balikkan posisi
Keterbatasan rentang gerak
Ketidaknyamanan
12

Melakukan aktifitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,


meningkatkan aktifitas pada orang lain, mengendalikan perilaku,

fokus pada aktivitas sebelum sakit)


Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
Penurunan waktu relaksasi
Tremor akibat bergerak
2. Faktor yang berhubungan
Agen Farmaseutikal
Ansietas
Depresi
Fisik tidak bugar
Gangguan fungsi kognitif
Gangguan metabolisme
Gangguan musculoskeletal
Gangguan neuromuscular
Gangguan sensoriperseptual
Gaya hidup kurang gerak
Indeks masa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
Intoleran aktifitas
Kaku sendi
Keengganan memulai pergerakan
Nyeri
Penurunan ketahanan tubuh
Program pembatasan gerak
b. Perencanaan/Nursing Care Plan
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan:
Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis
a) Klien mampu mengidentifikasi aktifitas dan

situasi

yang

menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi


aktifitas.
b) Klien mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai
peningkatan TD, N, RR dan perubahan ECG
c) Klien mengungkapkan secara verbal, pemahaman

tentang

kebutuhan oksigen, pengobatan dan atau alat yang dapat


meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.
d) Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan

atau dengan bantuan minimal tanpa menunjukkan kelelahan


Perencanaan/ Nursing care plan

13

2.

3.

a) Managemen Energi
b) Terapi Aktivitas
Gangguan mobilitas fisik
Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis
a) Mampu mandiri total
b) Membutuhkan alat bantu
c) Membutuhkan bantuan orang lain
d) Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
e) Tergantung total
Perencanaan/ Nursing care plan
a) Latihan Kekuatan
b) Latihan untuk ambulasi
c) Latihan mobilisasi dengan kursi roda
d) Latihan Keseimbangan
e) Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Defisit perawatan diri
Outcome untuk mengukur penyelesaian dari diagnosis
a) Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku,
penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting, makan-minum,
b)
c)
d)
e)
f)

ambulasi
Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihkan kuku,

berdandan
g) Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
h) Mengosongkan kandung kemih dan bowel
Perencanaan/ Nursing care plan
a) Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut, penil/vulva,
rambut, kulit
b) Bantuan perawatan diri : berpakaian
c) Bantuan perawatan diri : Makan-minum
d) Bantuan Perawatan Diri: Toileting

I. Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :
Salemba Medika.

14

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses
dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Webster, M. 2015. Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2017. Jakarta:
EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2015. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai