Rio Ramadhona
Email: Rioramadhona@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl.Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk,Jakarta Barat. Telp. 021-56942061
Pendahuluan
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah
merahmudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Hal ini
muncul karena menurunnya kecepatan atau kemampuan produksi rantai globin tertentu
(misalnya, rantai ataurantai ) akibat mutasi pada gen yang mengatur pembentukan
hemoglobin. Sehingga, struktur seldarah merah menjadi tidak stabil dan mudah rusak.
Akibatnya penderita thalasemia juga akan mengalami gejala anemia diantaranya
pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang, selain gejala lain yang memang spesifik untuk thalasemia.1
Thalasemia penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua-nya secara autosomal
resesive. Jika pasangan suami istri adalah pembawa gen thalasemia, maka kemungkinan
anaknya akan menderita thalasemia sebesar 25%, pembawa gen thalasemia 50% dan normal
25%. 2
Anamnesis
Pada awal pemeriksaan dilakukan anamnesis mengenai identitas nya secara lengkap,
dan juga keluhan yang menyebabkan si pasien datang kepada berobat, seperti pada scenario
ada sepasang suami istri yang datang untuk berkonseling karena mempunyai talasemia alfa
minor. Dalam kasus ini sang istri telah mengalami 2 kali keguguran,yang pertama pada usia
12 minggu, kehamilan kedua melahirkan bayi dengan hidrops fetalis pada usia gestasi 27
minggu dan meninggal beberapa menit setelah dilahirkan. Dalam hal ini penting ditanyakan
mengenai riwayat adanya penyakit ini dalam tiga generasi di keluarga nya, yaitu dari nenekkakek, dan ibu-ayah dengan pasien nya, karena seperti yang diketahui bahwa talasemia ialah
keturan secara autosomal resesive.
Pemeriksaan fisik
Pada thalasemia biasanya terlihat pucat, bentuk muka mongoloid (facies Cooley),
dapat ditemukan ikterus,gangguan pertumbuhan, splenomegali dan hepatomegali yang
menyebabkan perut membesar. Tapi itu semua tergantung dari klasifikasi variasi thalasemia
itu sendiri, karena setiap klasifikasi bisa memiliki gejala yang berbeda.
Untuk thalassemia- mayor, terjadi delesi semua gen globin-, disertai dengan tidak
ada sintesis rantai sama sekali. Karena Hb F, Hb A, dan Hb A2 semuanya mengandung
rantai , maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk. Hb Barts (4) mendominasi pada bayi
yang menderita, dan karena 4 memiliki afinitas oksigen yang tinggi, maka bayi-bayi itu
mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga mengandung sejumlah kecil Hb embrional
normal (Hb Portland = 22), yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen. Kebanyakan dari
bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir hidup meninggal dalam waktu
beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal jantung kongestif dan edema anasarka
berat. Yang dapat hidup dengan manajemen neonatus agresif juga nantinya akan sangat
bergantung dengan transfusi.3
Pemeriksaan penunjang
Pada thalasemia dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan secara
langsung dan invasive kepada ibu hamil. Untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan
pemeriksaan darah lengkap hal ini bisa juga untuk membantu membedakan talasemia dengan
anemia. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan hemoglobin elektroforesis dan juga
analisis DNA pada orang tua dan juga pada bayi mash dalam kandungan.
Silent carrier
Normal
Normal
75-85 fl
26 pg
Normal
Hb
Retikulosit
MCV
MCH
Mikroskopik
Trait thal-
Normal
Normal
65-75 fl
22 pg
Anemia
HbH
7-10 g/dL
5-10%
55-65 fl
20 pg
Anemia mikrositik
Thal- mayor
4-10 g/dL
mikrositik
hipokrom,
anisopoikilocytosis,
hipokrom
anisopoikilocytosis,
anemia
sel
target,
110-120 fl
Severe
mikrositik
inklusi HbH
Pada analisis Hb elektroforesis, hasil yang bisa didapatkan antara lain:
target
Genotip
Jumlah gen
/
-/
--/ atau
4
3
2
/-
--/-
--/--
1
0
Penyakit Hb H
Hydrops fetalis
15-30% Hb Bart
>75% Hb Bart
Hb H
-
Pembahasan
Talasemia alfa jauh lebih sering pada orang amerikakulit hitam. Rantai alfa ada dalam
ketiga hemoglobin dewasa normal. Karena itu penurunan produksi rantai globin tidak
mengubah ratio ketiga hemoglobin tadi. Diagnosis talasemia aldfa membutuhkan teknik
penelitian khusus seperti pemetaan pembatasan endonuklease. Ada 4 gen (ditemukan pada
pasangan kromosom 16) yang merupakan kode untuk produksi rantai alfa sebanding dengan
2 gen (yang di temukan pada pasangan kromosom 11) yang merupakan kode untuk sintesis
ranta . Berbagai sindrom rantai diuraikan pad a table dibawah ini:table 34
Patofisiologi
Talasemia ditandai dengan penurunan kecepatan produksi rantai globulin, dan di
klasifikasikan berdasarkan rantai globin yang aterkena : talasemia alfa yang produksi rantai
alfa nya menurun dan talasemia beta. 1
Kode genetic untuk sintesis globin terletak di kromosom 11 (rantai Epson, gama, delta
dan beta ) dan kromosom 16 (rantai alda dan embrionik ) . untuk sintesis rantai alfa masingmasing kromosom 16
terdapat total 4 sublokus fungsional. Gen-gen yang mengontrol sintesis rantai beta,gama,dan
delta membentuk suatu kumpulan yang terdapat dalam suatu sekuens di kromosom 11.
Pengendalian sintesis globin dilakukan oleh faktor0faktor transkipsonal yang banyak
ditemukan dan bersifat lineage specific dengan sekuens regulatorik aktif-sis. Sindrom
talasemia dapat terjadi akibat kelaianan pada sekuens pengkode, transkripsi, atau pengolahan,
atau defek pada translasi gen,sehingga tidak ada pembentukan rantai globin . delesi keempat
likus rantai alfa menyebabkan hilangnya sama sekali RNA messenger (mRNA) untuk sintesis
rantai alfa. 1
Gangguan produksi rantai alfa mengenai semua hemoglobin kecuali hemoglobin
embrionik yang berasal dari yolk sac. Pada precursor precursor sel darah merah yang
mengalami defisiensi berat rantai alfa, empat rantai gama mungkin menyatu sebagi suatu
4
tetramer , menghasilkan suatu hemoglobin yang abnormal (hemoglobin H). pada orang
dengan gangguan produksi rantai alfa, hemoglobin barts (gama) banyak yang ditemukan
selama masa janin saat gama merupakan non-alfa yang dominan. Hb H (beta) menjadi
predominan pada masa pascauterus, saat produksi rantai beta mengambil alih.
Epidemiologi
Talasemia dianggap sebagai kelainan genetik paling umum di dunia. Talasemia terjadi
pada frekuensi yang tinggi di sabuk luas dari lembah sungai di Mediterania melalui Timur
Tengah, sub benua india, Burma, Asia Tenggara, Melanesia, dan pulau-pulau di Pasifik.
Menurut data terbaru melalui Hereditary Disease Program of the World Health organization
dan berdasarkan pada survey local dan laporan dari para ahli, carrier dari kelainan
hemoglobin di dunia diperkirakan sekitar 269 juta.
Penyakit yang disebabkan oleh talasemia ditemukan umumnya di Asia Tenggara
dan China, dan sedikit di India, Kuwait, Timur tengah, Yunani, Italia, dan Eropa Utara. Di
oase timur Arab Saudi, lebih dari 50% dari populasi muncul sebagai talasemia tipe diam
(silent form) dan penyakit Hb H ditemukan dengan peningkatan insidens. Pada sampel
populasi acak, frekuensi gen dari talasemia 2 tipe delesi adalah 0,18 di Sardinia dan 0,07 di
Yunani; kejadian dari talasemia non-delesi diperkirakan satu per tiga dari tipe delesi. Pada
orang kulit hitam Amerika,talasemia bersifat umum, tetapi jarang untuk signifikan secara
klinis. Tiga persen dari bayi hitam yang lahir di Philadelphia ditemukan mempunyai
karakteristik elektroforetik dan hematologis, dan 5,7 % .
Manifestasi Klinik
Pasien dengan talasemia memiliki beberapa gejala klinis yang bisa terjadi :
fasies talasemia dan penipisan korteks pada banyak tulang dengan kecenderungan
terjadinya fraktur dan penonjolan tulang tengkorak dengan penampakan hair on end
pada foto sinar x
5
Talasemia mayor merupakan penyakit yang paling sering mendasari penimbunan besi
akibat transfusi. Ini karena transfusi berulang biasanya dimulai pada tahun pertama
kehidupan dan jika penyakit tidak sembuhkan dengan transplantasi sel punca,
transfusi berlanjut seumur hidup.
Infeksi dapat terjadi karena berbagai alasan. Pada bayi dengan anemia, mudah terjadi
infeksi bakteri seperti pneumokokus, haemophilus, dan meningokokus mudah terjadi jika
sudah dilakukan splenektomi dan penisilin profilaksis tidak diberikan.
Komplikasi
Oleh karena talasemia minor tidak menimbulkan gejala yang berat, terkadang
pasien gagal untuk didiagnosis. Bila pasien dengan talasemia minor menikah dengan
seorang pembawa gen talasemia minor, maka kemungkinan besar keturunannya akan
menderita talasemia mayor, meskipun probabilitasnya sekitar 25% menurut Hukum
Mendel. Anak dengan Hb Bart (globin ) akan meninggal in utero dan menunjukkan
gambaran hidrops fetalis nonimmune. Hal ini dapat diatasi dengan mentransfusi fetus pada
kehamilan ke 25, 26, dan 32 minggu dan membalikkan keadaan asitesnya. Anemia fetal dapat
pula terjadi, dan dapat dideteksi dengan USG Doppler. Bila fetus mendapatkan 2 dari 4 alel
gen globin (-/- atau /--) maka ia akan menderita talasemia alfa minor, dengan
karakteristik anemia mikrositik hipoktrom ringan sampai sedang.
Penatalaksanaan
Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Terapi diberikan secara
teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10g/dl.
a. Medika Mentosa
Iron chelating drugs (obat pengkhlasi besi)
Hemosiderosis yang terjadi akibat terapi transfusi darah jangka panjang dapat
diturunkan atau bahkan dapat dicegah dengan pemberian parentral iron chelating
drugs, deferoksiramin, yang membentuk kompleks besi agar dapat diekskresikan
dalam urin. Kadar deferoksiramin darah dipertahankan tinggi untuk ekskresi besi
yang memadai. Obat ini diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan
menggunakan pompan portabel kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu.
Dengan pemberian obat ini kadar feritrin serum dapat dipertahankan kurang dari
1000 ng/dl.5
6
Iron chelating drugs per oral yang efektif, defirapon, terlah dibuktikan efektif
serupa dengan deferoksiramin. Akan tetapi obat ini dapat menimbulkn
agranulositosis, artritis, dan artalgia.
Asam folat
Vitamin yang dapat diberikan adalah vitamin yang tidak mengandung besi seperti
vitamin C. Vitamin C diberikan sebanyak 200 mg per hari untuk meningkatkan
ekskresi besi yang disebabkan desferiosiramin.
Imunisasi
Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non imun. Pada hepatitis C
yang ditularkan lewat transfusi, diobati dengan interferon dan ribavirin apabila
ditemukan genom virus dalam plasma.
Antibiotik
Diberikan sebagai profilaksis untuk infeksi bakteri yang mungkin terjadi setelah
dilakukan splenektomi.6
Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati,
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb terlalu rendah (kurang dari 6g%) atau bila
anak mengeluh tidak mau makan dan lemah.8 Tindakan ini memungkinkan aktivitas
normal dengan nyaman, mencegah ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik
progresif
yang
terkait
dengan
perubahan-perubahan
tulang
muka,
dan
Bedah
Splenektomi
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum didapatkan
hipersplenisme atau hemosiderosis.6 Bila kedua tanda ini telah tampak maka
splenektomi tidak banyak gunanya lagi. Sesudah splenektomi, frekuensi transfusi
darah biasanya menjadi lebih jarang.
Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatnya kebutuhan transfusi,
yang menunjukan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi yang melebihi 240
ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan indikasi untuk mempertimbangkan
splenektomi.
Cangkok sumsum tulang adalah tindakan kuratif pada penderita ini dan telah
terbukti keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah
menerima transfusi sangat banyak. Namun prosedur ini membawa cukup resiko
morbiltas dan mortalitas dan biasanya hanya dapat digunakan untuk penderita yang
mempunyai saudara kandung yang sehat yang histokampatibel.6
mencakup kedua pendekatan tersebut. Program yang optimal tidak selalu dapat
dilaksanakan dengan baik terutama di negara-negara sedang berkembang, karena
pendekatan prospektif memerlukan biaya yang tinggi. Atas dasar itu harus dibedakan
antara usaha program pencegahan di negara berkembang dengan negara maju. Program
pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara berkembang daripada
program prospektif.7
8
Daftar pustaka
1. Sacher RA,Mcpherson R.Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed 11.
Jakarta : EGC; 2002. h.93-5
2. Sullivan A, Kean L, Cryser A. Panduan pemeriksaan antenatal. Jakarta : EGC; 2008.
h.90-1
3. Behrman RE et all. Nelson ilmu kesehatan anak. Edisi kelima belas. Jakarta:
Penerbit EGC.2012.h.1772-5.
4. Waterbury L. Buku saku hematologi. Edisi ke-3. Jakarta; EGC; 2001. h. 19-23
5. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kelainan Genetik pada Hemoglobin Dalam
Kapita Selekta Hematologi (Essentials of Hematology). Alih bahasa, Lyana
Setiawan; editor bahasa Indonesia, Dewi Asih Mahanani. Ed.4. Jakarta: EGC;
2005.h. 431-38
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sistem Hematologi. Dalam: Hasan R, Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu
kesehatan anak. Volume 1. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2000.h.431-6,445-9.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 11. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC ; 2008.h.445-8.
10