Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling umum.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, tetapi
sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Hipertensi didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik diatas 140/90
mmHg (Martuti, 2009).
Hipertensi merupakan masalah penting dalam kedokteran dan
kesehatan masyarakat yang terus meningkat. Penderita hipertensi di dunia
sangat banyak. Hampir seperenam penduduk dunia atau sekitar satu milyar
orang menderita hipertensi. Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya
( 50 juta jiwa) menderita tekanan darah tinggi ( 140/90 mmHg) dengan
persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya. Berdasarkan hasil
penelitian The National Health and Nutrition Examination Survey
(NHANES) menunjukkan bahwa 28,7% penduduk dewasa Amerika
Serikat/ 58,4 juta penduduk menderita hipertensi (Lange dkk, 2009)
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi
dimana terjadi kondisi peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol
yang berakibat pada kerusakan organ target yang progresif. Berbagai
sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi emergensi ini
adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem
kardiovaskular yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi
ventrikel kiri akut, edema paru akut, diseksi aorta dan sistem organ lainnya
seperti gagal ginjal akut, retinopati, eklamsia dan anemia hemolitik

mikroangiopatik. Kondisi hipertensi emergensi, tekanan darah harus


diturunkan secara agresif dalam hitungan waktu menit sampai jam
(Houston, 2009)
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh suatu
kelainan jantung dan dapat dikenali dari respon hemodinamik, renal, neural
dan hormonal yang karakteristik (Prabowo, 1994).
Penyebab tersering dari gagal jantung adalah penyakit jantung
iskemik tetapi penting mengidentifikasi penyebabnya pada pasien untuk
menghindarkan luputnya kelainan yang sebenarnya dapat dikoreksi.
Penyebab lain termasuk: penyakit katup jantung, hipertensi, aritmia,
emboli paru, anemia, tirotoksikosis, miokarditis, endokarditis infektif,
kardiomiopati dan defisiensi thiamin (Hayes & Mackay, 1997).
B. TUJUAN PENULISAN
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari kasus
hipertensi emergensi dengan gagal jantung, bronkopneumoni, sehingga
dapat mengenali terjadinya gejala dan tanda yang muncul, penegakan
diagnosis dan menentukan penatalaksanaan yang tepat.

BAB II
KASUS
I.

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
No RM
Tanggal Pemeriksaan

: Tn.P
: 57 tahun
: Laki-laki
: Jakarta timur
: 8162XX
: 09 Oktober 2016

ANAMNESA
a.
Keluhan Utama
Sakit kepala
b. Riwayat Penyakit Sekarang
- 3 hari SMRS
: sakit kepala (+) terus-menerus, lemas,
nyeri dada, sesak nafas (+) deg-degan, kaki bengkak, sulit tidur,
-

gelisah, keringat dingin malam hari, badan lemas, cepat lelah.


2 Hari SMRS
: sakit kepala (+), lemas, deg-degan, kaki
bengkak, sulit tidur dan nafsu makan menurun. Susah bernafas,
sering terbangun waktu tidur karena sesak nafas, keringat dingin

malam hari.
HMRS

: Pasien datang dengan keluhan sakit

kepala hebat (+) lemas, sesak nafas (+) terus menerus, batuk (+),
susah nafas, sulit tidur, gelisah, tidur harus dengan posisi agak
duduk.
c.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit kuning
Riwayat penyakit diabetes melitus
Riwayat penyakit hipertensi
Riwayat alergi obat
Riwayat sesak nafas
d. Riwayat Penyakit Keluarga

: (-)
: (-)
: (+)
: (-)
: (-)

Riwayat penyakit serupa


: (-)
Riwayat penyakit diabetes melitus
: (-)
Riwayat penyakit hipertensi
: (+)
Riwayat alergi obat
: (-)
Riwayat sakit kuning
: (-)
e.
Riwayat Lingkungan Sosial
Pasien adalah seorang petani, namun setahun terahkir ini aktivitas
pasien menjadi berkurang karena mudah lelah dan sesak nafas. Pasien
II.

juga memiliki kebiasaan merokok sejak masih muda.


ANAMNESA SISTEM :
Sistem Cerebrospinal
Sistem Cardiovascular
Sistem Respiratorius
Sistem Genitourinarius
Sistem Gastrointestinal
Sistem Musculosceletal
Sistem Integumentum

Gelisah (+), Lemah (+), Demam (-)


Akral dingin (-), Sianosis (-), anemis (-), degdegan (+)
Batuk (+), Sesak nafas (+)
BAK sulit (-), sedikit (-), nyeri saat BAK (-)
Nyeri perut (-), mual (-), muntah (-), makan
dan minum sulit (+), Nafsu makan menurun
(+), BAB sulit (-)
Badan terasa lemas (+), atrofi otot (-)
Perubahan warna (+), sikatriks (-)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
- Keadaan Umum
- Kesadaran
- Vital Sign

Tekanan Darah

Nadi

Respirasi

Suhu
- Kepala
-

(-/-)
Leher

membesar
JVP

: Pasien tampak lemas, gelisah


: compos mentis
:
: 230/90 mmHg
: 72 x/menit
: 32 x/menit
: 36C
: Mata CA (-/-); Ikterik
:

KGB

tidak

: tidak ada peningkatan

teraba

Thorax

Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Posisi
Depan
Simetris
Simetris KG (-)
Sonor
Vesikuler, Rhonki (+/+), Wheez

Belakang
Simetris
Simetris KG (-)
Sonor
Vesikuler, Rhonki (+/+), Wheez

(+/+)

(+/+)

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
-

Hasil Pemeriksaan
Iktus Cordis tidak terlihat
Ictus Cordis di SIC VI Linea Midclavicularis Sinistra
Batas atas jantung, SIC III linea parasternalis sinistra
Batas jantung bawah, SIC VI linea midclavicularis sinistra
Suara Jantung S1S2 reguler, Suara Tambahan (-)

Abdomen

Inspeksi

:
Kulit berwarna kuning (-), Sikatrik (-), Dinding perut dan dinding

dada sama rata, pulsasi aorta (+), Ascites (-)


Auskultasi
Peristaltik (+) Normal
Palpasi
Hepatomegali (-)
Perkusi
Timpani
- Ekstremitas
:
Extremitas Superior Dextra
Extremitas Superior Sinistra
Extremitas Inferior Dextra
Extremitas Inferior Sinistra

Akral hangat (+), Edema (-); Clubbing Finger (-)


Akral hangat (+), Edema (-); Clubbing Finger (-)
Akral hangat (+), Edema (+)
Akral hangat (+), Edema (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 09 - 01 - 2012:
Pemeriksaan
Hemoglobin

Tanggal
09-01-2012
12,5

Satuan
gr / dl

Nilai Normal
Lk : 13,0 16,0

Eritrosit

4,53

Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Leukosit
Trombosit
Golongan Darah
Eosinofil
Basofil
Netrofil Batang
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
-

11,000
221,000
O
89
8
3

%
Pf
Pg
%
103ul
103ul
%
%
%
%
%
%

Pr : 12,0 14,0
Lk : 4,5 5,5
Pr : 4,0 5,0
Lk : 40 48
Pr : 37 43
82 92
27 31
32 36
5,0 10,0
150 400
13
01
26
50 70
20 40
28

Pemeriksaan Gula Darah (09 01 2012):

Pemeriksaan
Glucose
-

37

106ul

Hasil
145,40

Nilai Rujukan
70 120 mg/dl

Level
High

Pemeriksaan Faal Hati (09 01 2012) :

Pemeriksaan
SGOT
SGPT

09-01-2012
53,92
43,93

Nilai Rujukan
0 25 mg/dL
0 29 mg/dL

Level
High
High

Pemeriksaan Faal Ginjal (09


01 2012):

Pemeriksaan
Ureum
Creatinin

7-02-2011
36,48
0,96

Nilai Rujukan
10 50 mg/dL
0.6 1.1 mg/dL

Level
Normal
Normal

Pemeriksaan
Electrocardiogram (ECG) :

Kesan : Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan normal Sinus Rhythm,


Left Axis Deviation, Left Ventriculer Hypertrophy, Iskemik Anterior

V.

Ekstensif.
RESUME
Dari hasil alloanamnesis didapatkan keluhan berupa sakit kepala (+)
lemas, sesak nafas (+), batuk (+), sering terbangun waktu tidur, nyeri
dada, deg-degan, badan lemas, sulit tidur, gelisah,

nafsu makan

menurun
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak buruk.
Kesadaran lemas dan gelisah, Vital Sign, TD: 230/90 mmHg,
Nadi:72x/menit, Respirasi: 32x /menit, Suhu: 36C, suara jantung S1-S2
regular, tidak didapatkan

bising jantung, SDV kanan dan kiri, dan

ditemukan ronchi dan wheezing di kedua lapang paru. Dinding perut

dan dinding dada sama rata, timpani, akral hangat (+).


Hasil laboratorium menunjukkan adanya perubahan yaitu penurunan

Hemoglobin, Hematokrit dan peningkatan SGOT, SGPT dan Glucosa.


Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan normal Sinus Rhythm, Left Axis
Deviation, Left Ventriculer Hypertrophy, Iskemik Anterior Ekstensif.

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Hipertensi Emergensi, Gagal Jantung et causa IHD
- Bronkopneumonia
VII. PENATALAKSANAAN (TERAPI)
- RL 15 tpm + A aminophilin
- Ampicilin 1gr /8 jam
- Pulmicort Nebulizer /8 jam
- Furosemide /8 jam
- Diltiazem 30 mg tab
- Clonidin 0,15 mg
- Ambroxol 3x1
- Ciprofloxacine 2x1
- Spironolakton 25 mg
- Ranitidin / 12jam

10

- Captopril 3x25mg

BAB III
PEMBAHASAN
Dari hasil alloanamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini
didapatkan keluhan lemas, sakit kepala pusing hebat (+) , sesak nafas (+),
kardiomegali, ronchi dan wheezing pada kedua lapang paru, batuk dan suara
jantung regular, kaki kanan bengkak (+). Pada vital sign didapatkan tekanan
darah yang tidak terkontrol 230/90 mmHg dengan kondisi lemas dan sesak

11

nafas yang merupakan kondisi klinis dari hipertensi emergensi dan kecurigaan
adanya suatu kondisi gagal jantung.
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel
arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk
rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular
(stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard,
angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi
memiliki faktor-faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan
mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut
Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang
bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer dan gagal jantung.

(Houston, 2009)
Hipertensi emergensi (darurat) biasanya ditandai dengan tekanan darah
Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag
disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan
pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. tekanan
darah harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam.
Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU) (Houston,
2009)
Untuk

dapat

mendiagnosis

suatu

gagal

jantung,

kita

dapat

mempergunakan kriteria Framingham.


Kriteria Framingham:
Kriteria Mayor
-

Paroksismal
Nocturnal Dispnea
Distensi Vena Leher
Ronchi paru
Kardiomegali
Edema paru akut
-

Kriteria Minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3

12

Gallop S3
dari normal
Peninggian
tekanan
vena Takikardia (> 120/menit)
jugularis
Refluks hepatojugular
Diagnosis ditegakkan minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 kelas pasien gagal jantung seperti yang dijelaskan oleh Prabowo 1994,
yaitu:
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3

Kelas 4

Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas


fisik sehari hari tidak menimbulkan sesak nafas atau keluhan.
Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas
fisik. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas sehari hari
menimbulkan sesak nafas atau kelelahan
Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang
nyata. Saat istirahat tidak ada keluhan. Aktifitas fisik yang lebih
ringan dari aktivitas sehari hari sudah menimbulkan sesak nafas
atau kelelahan.
Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap
aktivitas fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala gejala gagal
jantung bahkan mungkin sudah Nampak saat istirahat. Setiap
aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan

Pasien ini termasuk ke dalam klasifikasi fungsional kelas 2. Karena


aktivitas pasien yang berkurang karena sering merasa mudah lelah dan sesak
nafas.
Pada allo anamnesis juga didapatkan sesak nafas dan nyeri dada yang
merupakan beberapa kondisi klinis dari penyakit jantung iskemik yaitu angina
pectoris. Hal ini sesuai dengan Philip, 2008 yang menjelaskan bahwa angina
pectoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti ditekan/diremas pada dada
yang disebabkan oleh iskemia miokard. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke
leher, rahang dan lengan (terutama bagian kiri) dan lebih jarang ke punggung.

13

Gejala umum lain meliputi sesak nafas, nyeri abdomen dan pusing. Sinkop bisa
terjadi namun jarang.
Menentukan gradasi beratnya nyeri dada telah dibuat oleh Canadian
Cardiovascular Society:
Kelas 1

Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan nyeri dada. Nyeri timbul


pada saat aktifitas berat
Kelas 2
Aktifitas sehari-hari agak terbatas, nyeri timbul bila melakukan
aktifitas yang lebih berat dari biasanya
Kelas 3
Aktifitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul dalam aktifitas biasa
Kelas 4
AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun
(Prabowo, 1994)
Dalam kasus ini, pasien termasuk ke dalam kategori Kelas 2. Karena
Aktifitas sehari-hari pasien yang terbatas, nyeri bila melakukan aktifitas yang
berat.
Menurut Rahman 2007 untuk membedakan nyeri dada yang
ditimbulkan akibat iskemik miokardium (nyeri dada tipikal) atau bukan
(atipikal), maka anamnesis harus dilengkapi dengan mencoba menemukan
adanya faktor risiko baik pada pasien atau keluarganya seperti kebiasaan
makan/kolesterol, DM, hipertensi, rokok, penyakit vaskular lain seperti stroke
dan penyakit vaskular perifer, obesitas, kurang latihan dan lain-lain. Pada hasil
pemeriksaan fisik didapatkan riwayat hipetensi (+). Hal ini mengindikasikan
bahwa pasien ini memiliki faktor risiko nyeri dada tipikal.
Bronkopneumonia juga mungkin terjadi pada pasien ini karena terdapat tanda
dan gejala sesak nafas dan tanda terdengar rhonki basah. Pneumonia adalah
suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Pasien biasanya mengalami, batuk,
gelisah, dan sesak nafas, pada tanda klinis terdapat nyeri dada, nyeri kepala.
Pada auskultasi, dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles
(ronki basah halus) yang khas dan terdapat wheezing. (Fauci dkk, 2008)

14

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka tekanan darah


perlu segera diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah rawat di
ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonari arterial catether (bila ada
indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan status volume
intravaskuler.
1. Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik.
- Tentukan penyebab krisis hipertensi
- Tentukan adanya kerusakan organ sasaran
2. Tentukan tekanan darah yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya
tekanan darah sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi,
masalah klinis yang menyertai dan usia pasien.
- Penurunan tekanan darah diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, tekanan
darah sistolik tidak kurang dari 160 mmHg, ataupun Mean Arterial
Pressure tidak kurang dari 120 mmHg selama 48 jam pertama, kecuali
pada krisis hipertensi tertentu (misal : disecting aortic aneurysm).
Penurunan tekanan darah tidak lebih dari 25% dari Mean Arterial
Pressure ataupun tekanan darah yang didapat.
- Penurunan tekanan darah secara akut ke tekanan darah normal /
subnormal pada awal pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya
perfusi ke ke otak, jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada
beberapa hari permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal :
dissecting anneurysma aorta.
- Tekanan darah secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu
atau dua minggu (Fauci dkk, 2008).
Penatalaksanaan hipertensi emergensi jika disertai dengan kerusakan
organ sasaran maka penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan
diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ) (Manjoer, 2000).

15

Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia,


Sodium nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi
emergensi. Karena pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena
dan harus dengan monitoring ketat, penderita harus dirawat di ICU karena
dapat menimbulkan hipotensi berat. Alternatif obat lain yang cukup efektif
adalah

Labetalol,

Diazoxide

yang

dapat

diberikan

bolus

intravena.

Phentolamine, Nitroglycerine Hidralazine diindikasikan pada kondisi tertentu.


Nicardipine suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
digunakan secara intravena telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi
(dalam jumlah kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik (Katzung,
1997).
Penatalaksanaan gagal jantung menurut Panggabean 2007 yaitu
pemberian diuretik oral maupun parenteral tetap merupakan ujung tombak
pengobatan gagal jantung sampai edema atau asites hilang (tercapai
euvolemik). Angiotensin Converting Enzyme inhibitor atau Angiotensin
Reseptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai setelah euvolemik sampai
dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai optimal dapat dimulai setelah
diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan. Digitalis diberikan bila terdapat
aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium atau supra ventrikuler lainnya) atau
ketiga obat di atas belum memberikan hasil yang memuaskan. Intoksikasi
digitalis sangat mudah terjadi bila fungsi ginjal menurun (ureum/kreatinin
meningkat) atau kadar kalium rendah (kurang dari 3,5 meq/L). Aldosteron
antagonis dipakai untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan
hipokalemia.
Terapi pada pasien ini telah disesuaikan dengan penyakitnya yaitu :
Hipertensi Emergensi dan Gagal Jantung mendapatkan terapi Furosemide,
Captopril,

Clonidin,

Diltiazem,

Spironolakton.

Sedangkan

untuk

16

Bronkopneumonia pasien mendapatkan terapi Antibiotik yaitu Ampicilin dan


Ciprofloxacine serta untuk anti sesak diberikan Aminophilin, Ventolin nebule,
Pulmicort nebule dan untuk batuk pasien diberikan terapi Ambroxol.
Terapi farmakologis pada pasien ini terdiri atas :
1. Furosemide /8 jam
Indikasi penggunaan furosemide adalah untuk mengurangi edema pada
tungkai. Sesuai dengan Panggabean 2007 bahwa diuretik oral maupun
parenteral tetap merupakan ujung tombak pengobatan gagal jantung sampai
2.

edema hilang (tercapai euvolemik).


Aminophilin /24 jam
Indikasi penggunaan aminophilin adalah untuk profilaksis spasme bronkus

3.

yang berhubungan dengan asma, emfisema dan bronkitis kronik.


Ciprofloxacine 2x1
Ciprofloxacine merupakan antibiotic yang dapat digunakan untuk indikasi

4.
5.

infeksi saluran pernafasan (Santoso, 2010)


Pulmicort Nebulizer
Digunakan untuk mencegah asma bronchial (Santoso, 2010)
Ranitidin /8 jam
Indikasi penggunaan ranitidin adalah untuk tukak lambung dan duodenum,
tukak paska operasi, esofagitis erosif, refluks esofagitis, keadaan

6.

hipersekresi patologis.
Diltiazem 30 mg tab
Diltiazem merupakan obat dari golongan antagonis kalsium, cara kerjanya
dengan memblok kanal kalsium tipe L yang sensitive tegangan pada otot

7.
8.

polos arteri, menyebabkan relaksasi dan vasodilatasi. (Neal, 2006)


Clonidin 0,15 mg
Clonidin merupakan obat hipertensi.
Ambroxol 3x1
Indikasi penggunaan ambroxol adalah untuk gangguan saluran nafas akut
dan kronik sehubungan dengan sekresi bronkial yang abnormal khususnya
pada keadaan eksaserbasi dari bronkitis kronis, bronkitis asmatis, asma

9.

bronkial.
Spironolakton 25 mg

17

Spironolakton merupakan obat hipertensi esensial, edema pada gagal


jantung kongestif, sindroma nefrotik, sirosis hati.
10. Ampicilin 1gr/8 jam
Indikasi penggunaan ampicilin adalah untuk infeksi bakteri gram (+) dan
gram (-) pada saluran nafas, saluran GI, saluran biliari dan meningen. ISK.
11. Captopril 25mg
Captopril merupakan obat hipertensi golongan ACE inhibitor. Captopril
memiliki efek menghambat pembentukan AT II yaitu menyebabkan
vasodilatasi dan berkurangnya retensi garam dan air. Maka, berbeda
dengan vasodilator lainnya, zat ini tidak menimbulkan edema atau refleks
takikardia. Captopril digunakan pada hipertensi ringan sampai berat dan
pada gagal jantung. Diuretik memperkuat efeknya.
Berdasarkan keluhan (gejala), tanda (pemeriksaan fisik), pemeriksaan
penunjang (Laboratorium dan EKG), pada pasien ini dapat ditegakkan
diagnosis : Hipertensi emergensi, Gagal Jantung dan Bronkopneumonia. Terapi
pada pasien ini secara prinsip sudah sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.
Terapi pada pasien ini telah disesuaikan dengan penyakitnya yaitu :
Hipertensi Emergensi dan Gagal Jantung mendapatkan terapi Furosemide /8
jam, Captopril 3x25mg, Clonidin 0,15mg, Diltiazem 30mg, Spironolakton
25mg. Sedangkan untuk Bronkopneumonia pasien mendapatkan terapi
antibiotik yaitu Ampicilin 1gr/8 jam, Ciprofloxacine 2x1 serta untuk anti sesak
diberikan Aminophilin /24jam, Ventolin nebule /8jam, Pulmicort nebule /8jam
dan untuk batuk pasien diberikan terapi Ambroxol 3x1.
Penanganan yang maksimal telah dilakukan terhadap pasien ini, hal ini
memberikan perkembangan yang signifikan sehingga prognosisnya menjadi
baik.
Pada hari kedelapan pasien pulang pulang.

18

BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan laki-laki usia 57 tahun dengan diagnosa

Hipertensi

Emergensi, Gagal Jantung dan Bronkopneumonia.


Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa sakit kepala hebat (+),
sesak nafas (+), nyeri dada, batuk (+), sulit tidur, sering terbangun saat tidur,
gelisah, nafsu makan menurun. dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak buruk.
Kesadaran lemas dan gelisah, Vital Sign, TD: 230/90 mmHg, Nadi:72x/menit,
Respirasi: 32x /menit, Suhu: 36C, suara jantung S 1S2 irregular, tidak
didapatkan bising jantung, SDV kanan dan kiri, dan ditemukan ronchi dan
wheezing di kedua lapang paru. Dinding perut dan dinding dada sama rata,
timpani, akral hangat (+).
Pemeriksaan penunjang (EKG) ditemukan hasil gelombang normal Sinus
Rhythm, Left Axis Deviation, Left Ventriculer Hypertrophy, Iskemik Anterior
Ekstensif.
Terapi pada pasien ini telah disesuaikan dengan penyakitnya yaitu :
Hipertensi Emergensi dan Gagal Jantung mendapatkan terapi Furosemide /8
jam, Captopril 3x25mg, Clonidin 0,15mg, Diltiazem 30mg, Spironolakton
25mg. Sedangkan untuk Bronkopneumonia pasien mendapatkan terapi
antibiotik yaitu Ampicilin 1gr/8 jam, Ciprofloxacine 2x1 serta untuk anti sesak
diberikan Aminophilin /24jam, Ventolin nebule /8jam, Pulmicort nebule /8jam
dan untuk batuk pasien diberikan terapi Ambroxol 3x1.

19

Dalam evaluasinya pasien memberikan perkembangan yang signifikan


hingga pasien membaik dan hari kedelapan pasien pulang. Terapi pada pasien
ini secara prinsip sudah sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, A.S., Braunwald, E., Kasper, D.L., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson,
J.L., Loscalzo, J., 2008. Harrisons: Principles of Internal Medicine.
17th ed. New York: McGraw-Hill Companies
Hayes, P., Mackay T., 1997, Gagal Jantung dalam Buku Saku Diagnosis dan
Terapi. Penerbit EGC, Jakarta
Houston, M., 2009. Handbook of Hypertension. Tennessee: Wiley Blackwell.
pp. 61, 62.
Ismail., Soegondo, S., Uyainah, A., Trisnohadi, H., Atmakusuma, D., Alwi, I.,
Karyadi, H., Subadri, H., Tadjoedin, H., Syafiq, M., Wardhani, A, 2006,
Panduan Pelayanan Medik. Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: halaman 67-71
Katzung, B.G., 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 6. Editor Agoes,
H.A., Jakarta: EGC. pp. 159, 160.
Lange, McPhee, S.J., Papadakis, M.A., 2009. Current Medical Diagnosis &
Treatment: fourty-eighth edition. New York: The McGraw-Hill
Companies. pp.376.
Mansjoer, A, 2001, Gagal Jantung, dalam : A. Mansjoer (editor) Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal.: 434-437
Martuti, A., 2009. Merawat & Menyembuhkan Hipertensi Penyakit Tekanan
Darah Tinggi: Kreasi Wacana. pp. 82, 116-122.
Neal MJ, 2006, At a Glance Farmakologi Medis. Erlangga Medical Series,
Jakarta. Halaman : 42-43
Panggabean, M., 2007, Gagal Jantung Akut, dalam : Sudoyo (editor) Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV, Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal.: 1503-1504
Philip I , 2008, At a Glance Sistem Kardiovaskuler. Erlangga Medical Series,
Jakarta: halaman 86-87
Prabowo P, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung.
RSUD Dr Sutomo, Surabaya: halaman 11 - 14

20

Rahman, 2007, Angina Pektoris Stabil, dalam : Sudoyo (editor) Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV, Penerbit Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, hal.: 1611-1614
Santoso A, 2010, MIMS, Bhuana Ilmu Populer: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai