Anda di halaman 1dari 4

Filsafat Ilmu Pemerintahan

Suatu Tinjauan Ontologi


Oleh: Andi Sadapotto
Pendahuluan
Filsafat dalam dunia ilmiah bukanlah sesuatu yang menjadi mahluk asing (alien) tetapi
mahluk yang paling mudah didapatkan dalam belantara pengetahuan yang tak terbatas karena
tidak bisa dilepaskan dalam pijakan-pijakan akal ummat manusia seiring dengan mengaktualkan
pikirannya. Filsafat secara etimologis menurut Ali Maksum (2008:15) merupakan padanan
kata falsafah(bahasa

Arab)

dan philosophy (bahasa

Yunani philosophia.Philosophia terdiri

Inggris)

dari

berasal
dua

dari

bahasa
kata

yaitu philos (cinta) dan sophos (kebijaksanaan/kebenaran), berarti filsafat jika dimaknai secara
kata yaitu cinta kepada kebijaksanaan/kebenaran. Filsafat mengantarkan manusia pada nilai-nilai
kebijaksanaan atau nilai kebenaran sehingga orang yang memiliki landasan berfikir dengan
menyandarkan pada nilai-nilai kebijaksanaan atau kebenaran disebut filosof, seperti yang ditulis
Paul Strathern (2001:1) bahwa orang yang pertama ambil pusing adalah kalangan filosof/filsuf
Neolitik (purba).
Perenungan para filosof pada awalnya merefleksikan seluruh keberadaan ini sebagai
suatu entitas yang komprehensif, tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak bersandar pada filsafat
sehingga filsafat sering dikenal dengan nama lain mother of science (ibu dari segala ilmu
pengetahuan), namun perjalanan filsafat dirimba pengetahuan diwarnai dengan benturanbenturan argumentasi rasional karena terjadi pertentangan dalam membangun premis-premis
realitas yang dimiliki oleh agama, sains (ilmu pengetahuan), dan filsafat. Cara pandang yang
berbeda terhadap agama, sains (ilmu pengetahuan), dan filsafat inilah yang membuat filsafat
harus terpisah dari sains (ilmu pengetahuan) dan agama. Filsafat hanya memiliki porsi untuk
membahas tentang metafisika (hal-hal yang di luar fisika) sehingga tidak ada lagi hubungan
antara agama, sains (ilmu pengetahuan) dan filsafat dalam memproyeksikan masa depan
pengetahuan yang satu dalam lingkaran filsafat.
Mereka

memilih

alur

sendiri

untuk

menggali

pendaman-pendaman

pengetahuannya, padahal dalam perkembangan pengetahuan manusia pada awalnya tidak ada
keterpisahan dari filsafat, agama dan sains (ilmu pengetahuan). Hasil kontemplasi para filosof ini
melahirkan konklusi bahwa pengetahuan itu tidak bisa keluar dari filsafat sebagaimana awalawal penetapan sistematika filsafat atau lebih tepatnya pada masa Yunani, tersubtitusi oleh
Sokrates, Plato dan Aristoteles, seperti pembahasan Mohammad Hatta (1986:72) bahwa sistem

ajaran filososfi klasik baru ini dibangun oleh Plato dan Aristoteles berdasarkan ajaran Sokrates.
Perjalanan yang begitu panjang dengan ditandainya perpisahan antara filsafat dengan agama dan
sains (ilmu pengetahuan) membuat keduanya merasa membutuhkan filsafat sebagai pisau
analisis dalam menemukan hakekat. Terjadinya berbagai kebuntuan intelektual yang disebabkan
karena ketidakmampuan mencairkan argumentasi yang hadir dalam pembahasan oleh agama dan
sains (ilmu pengetahuan) sehingga lahirlah model/tipe pembahasan yang mengawinkan diri
dengan filsafat misalnya, filsafat agama, filsafat teknologi, filsafat ilmu. Sebuah keniscayaan
eksistensi filsafat dalam tubuh agama dan sains (ilmu pengetahuan) membuktikan bahwa ilmu
yang telah melepaskan diri dari induknya tidak bisa berdiri sendiri untuk memecahkan segala
permasalahannya tanpa memasukkan ke dalam sel saraf untuk menemukan puncak libido
intelektualnya. Begitupun dengan adanya ilmu pemerintahan yang merupakan ilmu baru yang
sering diklaim tidak memiliki identitas yang jelas oleh orang-orang yang memandang sepintas
lalu, kebutuhan untuk menggali endapan ilmu yang tertimbun sekaligus untuk menampakkan ke
permukaan ilmu pemerintahan maka perlu dianalisis dalam kaca mata filsafat. Sekaligus
membuktikan bahwa tampakan-tampakan ilmu pemerintahan bukanlah argumentasi yang kuat
untuk menghukumi hakekat ilmu pemerintahan yang sebenarnya.
Ada tiga kajian pokok dalam filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan axiologi. Dengan
menganalisis melalui filsafat akan menjadi garis demarkasi ilmu pemerintahan yang
sesungguhnya dengan ilmu yang lainnya karena banyak perdebatan tentang eksistensi
pemerintahan sebagai sebuah ilmu apakah pemerintahan hanyalah sebagai seni yang tidak
memilki sistematika pembahasan yang tidak jelas ataukah merupakan ilmu pengetahuan yang
memiliki eksistensi yang jelas dalam kajian filsafat. Tulisan ini hanya akan membahas bahagian
tentang ontologi saja, lebih jelasnya sebagaimana paparan yang selanjutnya akan dianalisis
secara ontologi (hakekat keberadaan) dari ilmu pemerintahan.

Ontologi Pemerintahan
Ontologi menurut Inu Kencana SyafiI (2001;15) bahwa ontologi merupakan teori
tentang ada dan realitas. Lebih lanjut dikemukakan bahwa meninjau persoalan secara ontologis
adalah mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas denga refleksi rasional serta analisis
dan sintetis logika. Ontologi juga memiliki nama lain yaitu metafisika, menurut Ali Maksum
(2008:36) bahwa metafisika adalah filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, tentang
hakikat yang bersifat transenden, di luar jangkauan pengalaman dan pengamatan indra manusia.
Kajian ontologi ini akan membahas masalah tentang keberadaan ilmu pemerintahan, karena

kajian dari ontologi ini berbicara masalah keberadaan supaya memperjelas bangunan ilmu
pemerintahan yang sesungguhnya. Untuk menetapkan bagaimana posisi ilmu tersebut adalah
harus mengenal dulu tentang adanya (eksistensi) baru menjelaskan apanya (esensi) karena
bagaimana mungkin menjelaskan apa kalau belum jelas tentang keberadaannya. Pembahasan
ontologi inilah yang memperjelas tentang keberadaan atau eksistensi dari ilmu pemerintahan.
Pembahasan dalam ontologi ini membagi dua hal dalam melihat objek sesuatu dari ilmu,
menurut Inu Kencana SyafiI (2001:16) yaitu terdiri dari objek materi yang menjadi pokok
persoalan (subjek matter) dan objek formanya yang menjadi pusat perhatiannya (focus matter),
ilmu pemerintahan memiliki objek materi dan objek forma sebagai berikut:
1. Objek materi (subjek matter), membahas secara umum dan merupakan topik yang dibahas secara
global/umum tentang pokok persoalan dari ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek materi yaitu
negara, secara umum menjadi pijakan dari ilmu pemerintahan itu sendiri atau biasa juga disebut
sebagai unsur yang menyusun dari ilmu pemerintahan. Negara menjadi objek materi sehingga
sangat penting dan banyak ilmuan yang mendefinisikan negara tetapi sama pada subtansi tentang
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kedaulatan. Pembahasan tentang Negara ini bukan
hanya ilmu pemerintahan yang membahasnya, objek materi ini bisa saja sama dalam beberapa
disiplin ilmu dan yang membedakan hanya pada objek formanya.
2. Ketiadaan dari objek materi ini meniscayakan tidak adanya bentuk yang akan dijelaskan. Objek
forma (subjek matter), bersifat khusus dan spesifik karena merupakan pusat perhatian suatu
disiplin ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek forma yaitu hubungan-hubungan pemerintahan,
gejala dan peristiwa pemerintahan. Hubungan yang dimaksud menurut Inu Kencana SyafiI
(2001:25) yaitu hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun hubungan antara
pemerintah itu dengan daerah rakyat yang dipimpinnya, gejala pemerintahan menurut Taliziduhu
Ndraha (2002:413) bahwa gejala pemerintahan dianggap sebagai akibat (dampak) seperangkat
sebab (dalam hubungan kausal), menurut Inu Kencana SyafiI (2001:25) gejala pemerintahan
yaitu bersifat sentralistis ataupun desentralis, namun menurut Muhadam Labolo (2008:70)
bahwa gejala pemerintahan hadir bersamaan eksistensi manusia itu sendiri atas kebutuhan
alamiah yang tak terelakkan, sedangkan peristiwa pemerintahan dapat bersifat sekali lalu ataupun
berulang kali sehingga dengan jelas objek forma dari ilmu pemerintahan yang memberikan
bentuknya dalam menemukan kedudukannya dari ilmu yang lainnya.
Lebih jelas, Inu Kencana Syafii (2001:24) membandingakn ilmu pemerintahan dengan
beberapa ilmu yang memiliki persamaan objek materi dari ilmu pemerintahan, yaitu:

No.
1.

Nama Disiplin Ilmu


Pengetahuan
Ilmu Pemerintahan

2.

Ilmu Politik

Negara

3.

Ilmu
Administrasi
Negara
Ilmu Hukum Tata
Negara
Ilmu Negara

Negara

4.
5.

Objek Materi

Objek Forma

Negara

Hubungan-hubungan
pemerintahan, gejala dan
peristiwa
Kekuasaan, kepentingan
rakyat, grup penekan
Pelayanan,
organisasi,
manajemen, birokrasi
Peraturan
perundangundangan
Konstitusi, timbul dan
tenggelamnya Negara

Negara
Negara

Jadi objek materi dan objek forma dua entitas dalam pembahasan ontologi tidak terpisah
karena hadir untuk menjelaskan eksistensi dari ilmu yang dikaji. Jelas objek materi dan objek
forma dari ilmu pemerintahan sehingga dalam melihat ontologi dari ilmu pemerintahan mampu
memberikan gambaran bahwa pemerintahan sebagai ilmu terutama dalam kajian ilmu-ilmu
Negara memiliki eksistensi yang berbeda. Kejelasan dalam menempatkan posisi ilmu
pemerintahan dalam objek materi dan forma menunjukkan bahwa ilmu pemerintahan yang
memiliki eksistensi yang kabur telah menyatu melalui pecahan-pecahan pengetahuan oleh
filsafat khususnya pada ontologi pemerintahan.
Daftar Pustaka
Hatta, Mohammad. 1986. Alam Pemikiran Yunani. Jakarta:UI-Press
Labolo, Muhadam.2010. Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Rajagrafindo Persada

um, Ali. 2008. Pengantar Filsafat (dari Klasik Hingga Postmodernisme).Jakarta:Ar-Ruzz Media
Ndraha, Taliziduhu. 2002. Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). Jakarta:Rineka Cipta
Strathern, Paul. 2001. 90 Menit Bersama Sokrates. Jakarta:Erlangga
SyafiI, Inu Kencana . 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Jakarta:Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai