Oleh:
ANIK ALIFIANI (1404105003)
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper
Perjuangan Bangsa Indonesia ini dengan penuh kemudahan, tanpa pertolongan-Mu mungkin
paper ini tidak dapat diselesaikan.
Tujuan pembuatan paper ini adalah untuk menambah pengetahuan serta agar
pembaca lebih memahami arti Pancasila dalam konteks sejarah bangsa Indonesia melalui
bahasan nilai-nilai Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing Pendidikan
pancasila, (namanya pak karnata) yang telah membimbing penulis dalam belajar dan juga
pembuatan paper ini.
Akhir kata, semoga paper Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan
Bangsa Indonesia ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan
terimakasih.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
yang terkandung
Lampiran:
Pembahasan
A. Nilai-nilai Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia
Memahami latar belakang historis dan konseptual Pancasila dan UUD 1945
merupakan suatu bentuk kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan
nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kewajiban
tersebut merupakan konsekuensi logis dalam kedudukan kita sebagai warga Negara.
Karena kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara, maka setiap warga negara wajib
loyal kepada dasar negaranya.
Perjalanan
hidup
suatu
bangsa
sangat
tergantung
pada
efektivitas
Sebelum Majapahit,
Zaman
Kerajaan
Majapahit. Nilai-nilai tersebut telah ada dan melekat serta teramalkan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang
berupa nilaii-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa indonesia sendiri, sehingga
bangsa indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan
sebagai dasar filsafat negara Indonesia. Berikut adalah pemaparannya:
a. Zaman Kutai
Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400M, dengan ditemukannya
prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Berdasarkan prasasti tersebut dapat
diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari raja Aswawarman ketrurunan dari
Kudungga. Raja Mulawarman menurut prasasti tersebut mengadakan kenduri dan
memberi sedekah kepada para Brahmana, dan para Brahmana membangun yupa itu
sebagai tanda terimakasih raja yang dermawan. Masyarakat kutai yang membuka
zaman sejarah Indonesia pertama kalinya ini menampilkan nilai-nilai sosial politik
dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan.
Dalam zaman kuno (400-1500) terdapat dua kerajaan yang berhasil mencapai
integrasi dengan wilayah yang meliputi hampir separoh Indonesia dan seluruh
wilayah Indonesia sekarang yaitu kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit yang
berpusat di Jawa.
b. Zaman Sriwijaya
Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan
Sriwijaya dibawah kekuasaan wangsa Syilendra, hal ini termuat dalam prasasti
Kedukan bukit di kaki bukit Siguntang dekat palembang. Kerajaan ini adalah kerajaan
maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya seperti selat sunda, selat malaka.
Kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan besar yang cukup disegani dikawasan
Asia selatan, dalam sistim pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta
benda. Pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat
dilepaskan dengan nilai Ketuhanan. Cita-cita tentang kesejahteraan bersama dalam
suatu negara pada kerajaan Sriwijaya yaitu berbunyi marvual vanua Criwijaya
siddhayatra subhiksa yang artinya suatu cita-cita negara yang adil dan makmur.
Kerajaan Sriwijaya mengembangkan bidang pendidikan terbukti dengan
didirikannya semacam universitas agama Budha yang sangat terkenal di Asia. Pada
masa kejayaan kerajaan Majapahit , hidup dan berkembang dua agama yaitu Hindu
dan Budha. Pada masa itu pula hidup Mpu Prapanca dan Mpu Tantular yang pada
kitab karangan mereka ditemukan istilah Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika.
Keberadaan Candi Borobudur sebagai wujud keberadaan masyarakat Buddha serta
Candi Prambanan milik masyarakat Hindu. Nilai-nilai Pancasila yang terdapat saat
itu ialah nilai religius, nilai toleransi beragama, ketuhanan, kekeluargaan dan
musyawarah.
c. Zaman Kerajaan-kerajaan sebelum Majapahit
telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih
berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut
membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk
pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke
VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaankerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada
abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X).
Selain kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah tersebut di Jawa Timur muncullah
kerajaan-kerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa (abad ke X) demikian juga
kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan
dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. Agama yang diakui
oleh kerajaan adalah agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup
berdampingan secara damai.
Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga teelah mengadakan hubungan
dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini menunjukkan
nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir
dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana
bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja,
meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut
prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga memerintahkan untuk membuat
tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila
kelima. Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke
XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit.
yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai nilai-nilai
musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan Majapahit.
penggunaan kekuasaannya, Pancasila sekedar menjadi teks tertulis yang mati dan
melahirkan jurang pemisah antara teks dan kenyataan. Sila-sila Pancasila hanya
menjadi alat indoktrinasi atau propaganda untuk memberi efek takut bagi para
penentang kebijakan pembangunan yang dilakukan.
Pancasila menjadi kedok penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Baru.
Tameng legitimasi bagi berbagai hal untuk melaksanakan pembangunan,
menghasilkan keserakahan dan aneka pelanggaran yang menjauh dari nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila. Meski stabilitas politik tercapai dan
pembangunan ekonomi dapat teraih, namun kebebasan dan hak-hak warga negara
yang diatur dalam konstitusi dilaksanakan berdasarkan tafsir sepihak hanya untuk
memuaskan dahaga kekuasaan dan melanggengkannya. Kebebasan dibatasi dan
melahirkan tekanan politik bagi aktivis demokrasi yang menghendaki partisipasi
politik dalam proses pembangunan. Dimana pembangunan dilakukan dengan
melanggar HAM warga negara, dan negara bergeming untuk mempertimbangkan
manusia/warga negara yang menjadi korban pembangunan yang diatasnamakan
dengan Pancasila.
Gugatan terhadap pelaksanaan Pancasila versi Orba mengalami puncaknya
pada Mei 1998. Dipicu oleh krisis ekonomi, gerakan mahasiswa dan kekuatan anti
Soeharto memaksa lengser keprabon dan menyerahkan kursi kepresiden kepada
wakilnya. Pelanggaran HAM dan keterbatasan partisipasi politik yang berkelindan
dengan krisis moneter melahirkan semangat perjuangan anti Soeharto yang
memerintah tidak dengan demokratis. Kebebasan (politik) yang diperjuangkan
dan berhasil pada tahun 1998 harus mampu menyuburkan internalisasi dan
aktulaisasi nilai-nilai Pancasila. Membuka kembali ruang diskursus untuk
mendalami semua gagasan yang terkandung dalam Pancasila, dan meletakkannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Menempatkan Pancasila kembali dalam diskursus keseharian akan
dipandang sebagai alien karena stigma negative Pancasila dari hasil penafsiran
Pancasila yang sepihak pada masa orde baru. Tafsir ulang yang tidak sekedar
partisipatif yang dimotori oleh negara/pemerintah, melainkan pemahaman dari
hasil deliberasi dalam mengartikulasi nilai-nilai Pancasila. Kebebasan politik yang
sudah digenggam dalam manifestasi partisipasi politik dan otonomi daerah harus
Penutup
I.4 Kesimpulan
Nilai-nilai Pancasila lahir tidak terlepas dari nilai-nilai kehidupan
masyarakatnya pada jaman pra sejarah.Pancasila yang tidak hanya didasarkan
pada tafsir penguasa seperti dipraktekkan selama ini, melainkan menggali
kembali nilai-nilai Pancasila yang berkembang di masyarakat. Sehingga
Pancasila terus mengalami artikulasi dalam kehidupan keseharian dan tetap
I.5 Saran
a. Seharusnya mahasiswa lebih memahami seberapa pentingnya Pendidikan
Pancasila agar dapat menjalani kehidupan sesuai dengan nilai-nilai yang ada
dalam Pancasila.
b. Bagi pemerintah, pendidikan Pancasila harus dipertahankan. Hal ini terkait
dengan pengamalan dan pengaplikasian Pancasila bagi masyarakat.
c. Masyarakat harusnya dapat bercermin dari kisah sejarah bangsa Indonesia dan
mengambil nilai-nilai esensial ke dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA