Anda di halaman 1dari 15

3

BAB 2
DATA DAN ANALISA

2.1 Data dan Literatur


Proses data dan informasi yang dibuat melalui beberapa metode, diantaranya
data dan informasi yang diperlukan dalam proses pembuatan makalah ini melalui
tinjauan pustaka, pengamatan survey di beberapa toko buku di Jakarta baik lokal
maupun nonlokal, dan pencarian data melalui internet.

2.2 Sumber Data


2.2.1 Data Umum
2.2.1.1 Pengertian Kampanye
Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan
komunikasi individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan
untuk menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987)
mendefinisikan kampanye sebagai Serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar
khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Venus,
2004:7).
Beberapa ahli komunikasi mengakui bahwa definisi yang diberikan
Rogers dan Storey adalah yang paling popular dan dapat diterima dikalangan
ilmuwan komunikasi (Grossberg, 1998; Snyder, 2002; Klingemann & Rommele,
2002). Hal ini didasarkan kepada dua alasan. Pertama, definisi tersebut secara tegas
menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi, dan alasan
kedua adalah bahwa definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan
fenomena praktik kampanye yang terjadi dilapangan.
Merujuk pada definisi diatas, maka kita dapat melihat bahwa dalam
setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya mengandung empat hal, yaitu

tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek atau dampak tertentu,
jumlah khalayak sasaran yang besar, dipusatkan dalam kurun waktu tertentu, dan
melalui serangkaian tindakan komunikasi yang terorganisir.
Selain empat pokok ciri diatas, kampanye juga memiliki ciri atau
karakteristik yang lainnya, yaitu sumber yang jelas, yang menjadi penggagas,
perancang, penyampai sekaligus penanggung jawab suatu produk kampanye
(campaign makers), sehingga setiap individu yang menerima pesan kampanye dapat
mengidentifikasi bahkan mengevaluasi kredibilitas sumber pesan tersebut setiap saat.
Selain itu pesan-pesan kampanye juga terbuka untuk didiskusikan,
bahkan gagasan-gagasan pokok yang melatarbelakangi diselengarakannya kampanye
juga terbuka untuk dikritisi. Keterbukaan seperti ini dimungkinkan karena gagasan
dan tujuan kampanye pada dasarnya mengandung kebaikan untuk publik. Segala
tindakan dalam kegiatan kampanye dilandasi oleh prinsip persuasi, yaitu mengajak
dan mendorong publik untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas
dasar kesukarelaan. Dengan demikian kampanye pada prinsipnya adalah contoh
tindakan persuasi secara nyata. Dalam ungkapan Perloff (1993) dikatakan
Campaigns generally exemplify persuasion in action. (Venus, 2004:7)
2.2.1.2 Pengertian Adiksi
Sussman & Sussman (2011), giving over, highly devoted
towards something, activities, substances, etc which may have negative or positive
implications. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adiksi merupakan tingkah
laku yang bergantung atau keadaan terikat yang sangat kuat secara fisik maupun
psikis dalam melakukan suatu hal, dan ada rasa yang tidak menyenangkan jika hal
tersebut tidak terpenuhi. Dari waktu ke waktu akan terjadi peningkatan frekuensi,
durasi atau jumlah dalam melakukan hal tersebut, tanpa mempedulikan konsekuensikonsekuensi negatif yang ada pada dirinya.
2.2.1.3 Pengertian Gadget
Gadget adalah sebuah istilah yang berasal dari bahasa Inggris, yang
artinya perangkat elektronik kecil yang memiliki fungsi khusus. Dalam bahasa
Indonesia, gadget disebut sebagai acang. Salah satu hal yang membedakan gadget

dengan perangkat elektronik lainnya adalah unsur kebaruan. Artinya, dari hari ke
hari gadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang membuat hidup
manusia menjadi lebih praktis.
2.2.1.4 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pengertian pendidikan kalau ditinjau dari segi asal kata adalah, bahwa
pendidikan itu berasal dari kata Pedagogi dimana kata tersebut berasal dari bahasa
Yunani kuno, yang kalau di eja menjadi 2 kata yaitu:
1. Paid artinya anak.
2. Agagos artinya membimbing
Dengan demikian pengertian pendidikan kalau ditinjau dari suku kata
tersebut adalah: Cara atau ilmu untuk mengajar/ membimbing anak.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan

pendidikan untuk

membantu

pertumbuhan

dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
Pendidikan

anak

usia

dini

merupakan

salah

satu

bentuk

penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah


pertumbuhan

dan perkembangan

kasar), kecerdasan (daya

pikir,

daya

fisik (koordinasi
cipta,

motorik

kecerdasan

halus

emosi,

dan

kecerdasan

spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini. Ada dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
1. Tujuan utama:
Membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam

memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan pada


masa dewasa.
2. Tujuan penyerta:
Membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan
belajar (akademik) di sekolah.
Berikut beberapa ruang lingkup Pendidikan Anak Usia Dini :
1. Infant (0-1 tahun)
2. Toddler (2-3 tahun)
3. Preschool/ Kindergarten (3-6 tahun)
4. Early Primary School (SD Kelas Awal) (6-7 tahun)
2.2.2 Data Khusus
2.2.2.1 Pengaruh Gadget pada Perkembangan Anak
Gadget adalah piranti yang berkaitan dengan perkembangan teknologi
masa kini. Yang termasuk gadget misalnya tablet, smartphone, notebook , dan
sebagainya. Meski gadget bukan sarana interaksi sosial tapi fitur menarik yang
ditawarkan seringkali membuat anak-anak cepat akrab dengannya. Tak jarang,
gadget dianggap sebagai momok bagi anak. Padahal, gadget sama dengan benda
lainnya yang memiliki dampak positif dan negatif.
2.2.2.1.1 Pilihlah Gadget Sesuai Usia
Menurut Jovita Maria Ferliana, M.Psi. , Psikolog dari RS Royal
Taruma, dilihat dari tahapan perkembangan dan usia anak, pengenalan dan
penggunaan gadget bisa dibagi ke beberapa tahap usia. Untuk anak usia di bawah 5
tahun, Pemberian gadget sebaiknya hanya seputar pengenalan warna, bentuk, dan
suara, katanya. Artinya, jangan terlalu banyak memberikan kesempatan bermain
gadget pada anak di bawah 5 tahun. Terlebih di usia ini, yang utama bukan gadget nya, tapi fungsi orang tua. Pasalnya gadget hanya sebagai salah satu sarana untuk
mengedukasi anak.
Ditinjau dari sisi neurofisiologis, otak anak berusia di bawah 5 tahun
masih dalam taraf perkembangan. Perkembangan otak anak akan lebih optimal jika
anak diberi rangsangan sensorik secara langsung. Misalnya, meraba benda,

mendengar suara, berinteraksi dengan orang, dan sebagainya. Jika anak usia di
bawah 5 tahun menggunakan gadget secara berkelanjutan, apalagi tidak didampingi
orang tua, akibatnya anak hanya fokus ke gadget dan kurang berinteraksi dengan
dunia sekitar.
Yang berikutnya, otak bagian depan adalah bagian yang berfungsi
memberi perintah dan menggerakkan anggota tubuh lainnya. Di bagian otak
belakang, ada yang namanya penggerak. Di bagian ini, terdapat hormon endorfin
yang mengatur pusat kesenangan dan kenyamanan. Pada saat bermain gadget, anak
akan merasakan kesenangan, sehingga memicu meningkatnya hormon endorfin. Nah,
kecanduan berhubungan dengan ini jika dilakukan dalam jangka waktu lama dan
kontinyu, jelas Jovita. Akibatnya, ke depannya, anak akan mencari kesenangan
dengan jalan bermain gadget, karena memang sudah terpola sejak awal
perkembangannya.

Gambar 2.1 Anak balita yang bermain gadget

Dari aspek interaksi sosial, perkembangan anak-anak usia di bawah 5


tahun sebaiknya memang lebih ke arah sensor-motorik. Yaitu, anak harus bebas
bergerak, berlari, meraih sesuatu, merasakan kasar-halus. Memang di gadget juga
ada pengenalan warna atau games di mana orang melompat. Namun, kemampuan
anak untuk berinteraksi secara langsung dengan objek nyata di dunia luar tidak
diperoleh anak. Tentu beda fungsi melompat dengan memencet tombol dengan anak
sendiri yang melompat, kan? papar Jovita.

2.2.2.1.2 Beradaptasi dengan Zaman

Sebetulnya, apa saja dampak positif gadget? Yang pertama, gadget


akan membantu perkembangan fungsi adaptif seorang anak. Artinya kemampuan
seseorang untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sekitar dan
perkembangan zaman. Jika perkembangan zaman sekarang muncul gadget, maka
anak pun harus tahu cara menggunakannya.
Artinya fungsi adaptif anak berkembang, tutur Jovita. Jadi, seorang
anak harus tahu fungsi gadget dan harus bisa menggunakannya karena salah satu
fungsi adaptif manusia zaman sekarang adalah harus mampu mengikuti
perkembangan teknologi. Sebaliknya, anak yang tidak bisa mengikuti perkembangan
teknologi bisa dikatakan fungsi adaptifnya tidak berkembang secara normal.
Namun, fungsi adaptif juga harus menyesuaikan dengan budaya dan
tempat seseorang tinggal. Kalau anak tinggal di sebuah desa dimana gadget adalah
barang langka, maka wajar kalau anak tidak tahu dan tidak kenal yang namanya
gadget. Nilai positif lain adalah gadget memberi kesempatan anak untuk leluasa
mencari informasi. Apalagi anak-anak sekolah sekarang dituntut untuk mengerjakan
tugas melalui internet.
2.2.2.1.3 Batasi Waktu
Anak usia di bawah 5 tahun, boleh-boleh saja diberi gadget. Tapi
harus diperhatikan durasi pemakaiannya, saran Jovita. Misalnya, boleh bermain tapi
hanya

setengah

jam

dan

hanya

pada

saat

senggang.

Contohnya,

kenalkan gadget seminggu sekali, misalnya hari Sabtu atau Minggu. Lewat dari itu,
ia harus tetap berinteraksi dengan orang lain. Aplikasi yang boleh dibuka pun
sebaiknya aplikasi yang lebih ke fitur pengenalan warna, bentuk, dan suara.
Tentunya, orang tua harus tetap mendampingi karena justru di usia di
bawah 5 tahun, peran orang tua lebih dominan. Fungsi orang tua adalah menjelaskan
dan membantu anak mengaitkan antara apa yang ada di gadget dengan apa yang ia
lihat di dunia nyata. Misalnya, ketika gadget menampilkan warna merah, maka orang
tua mengatakan, Nah, ini warna merah, dan seterusnya.
Orang tua juga sebaiknya mengenalkan gadget pada anak mulai usia
4 5 tahun. Di bawah usia itu sebaiknya jangan. Pasalnya, di usia ini, neuron saraf

seorang anak sedang berkembang dan fungsi radiasi di gadget bisa sedikit
menghambat pertumbuhan neuron tersebut.
Sejalan pertambahan usia, ketika anak masuk usia pra remaja, orang
tua bisa memberi kebebasan yang lebih, karena anak usia ini juga perlu gadget untuk
fungsi jaringan sosial mereka. Di atas usia 5 tahun (mulai 6 tahun sampai usia 10
tahun) misalnya, orang tua bisa memperbanyak waktu anak bergaul dengan gadget .
Di usia ini, anak sudah harus menggali informasi dari lingkungan. Jadi, bolehlah
kalau tadinya cuma seminggu sekali selama setengah jam dengan supervisi dari
orang

tua,

kini

setiap

Sabtu

dan

Minggu

selama

dua

jam.

Boleh

main games atau browsing mencari informasi, jelas Jovita. Intinya, menurut Jovita,
kalau orang tua sudah menerapkan kedisiplinan sedari awal, maka di usia pra remaja,
anak akan bisa menggunakan gadget secara bertanggung jawab dan tidak
kecanduan gadget .
2.2.2.1.4 Waspada Antisosial
Bermain gadget dalam durasi yang panjang dan dilakukan setiap hari
secara kontinyu, bisa membuat anak berkembang ke arah pribadi yang antisosial. Ini
terjadi karena anak-anak ini tidak diperkenalkan untuk bersosialisasi dengan orang
lain. Ambil contoh dua orang anak usia 5 tahun yang sama-sama tengah menunggu
penerbangan bersama orang tua mereka. Salah seorang anak memegang tablet
terbaru, sementara yang satunya menghabiskan waktu menunggu jadwal terbang
dengan berkeliling di ruang tunggu, berkomunikasi dengan orang baru di sebelahnya,
dan mengamati sekitarnya. Dari sini bisa kita lihat, anak yang tidak memegang
tablet akan mendapat lebih banyak pembelajaran secara konkret, ujar Jovita.

10

Gambar 2.2 Lebih asyik ber-gadget ketimbang bermain dengan temannya

2.2.2.1.5 Hindari Kecanduan


Kondisi anak saat ini jika berhadapan dengan gadget, jejaring sosial,
atau barang sejenisnya cenderung melupakan lingkungan sekitarnya. Jenis permainan
yang digandrungi anak pada zaman sekarang pun berbeda dengan permainan saat
masa kecil saya dulu. Jenis permainan yang ada sekarang lebih banyak berupa
playstation dan jenis permainan online lainnya yang bisa menghipnotis alam pikiran
anak-anak dan ketagihan untuk bermain secara terus menerus. Akibatnya mereka
tidak mampu me-manage waktu untuk kegiatan-kegiatan lainnya. Di sekolah pun
mereka tidak fokus mengikuti pelajaran dan bosan berada dikelas.

Gambar 2.3 Anak yang kecanduan gadget

Berikut ini beberapa dampak negatif dari gadget untuk perkembangan anak:

11

1. Sulit konsentrasi pada dunia nyata


Rasa kecanduan atau adiksi pada gadget akan membuat anak mudah
bosan, gelisah dan marah ketika dia dipisahkan dengan gadget kesukaannya. Ketika
anak merasa nyaman bermain dengan gadget kesukaannya, dia akan lebih asik dan
senang menyendiri memainkan gadget tersebut. Akibatnya, anak akan mengalami
kesulitan beriteraksi dengan dunia nyata, berteman dan bermain dengan teman
sebaya.
2. Terganggunya fungsi PFC
Kecanduan teknologi selanjutnya dapat mempengaruhi perkembangan
otak anak. PFC atau Pre Frontal Cortex adalah bagian didalam otak yang mengotrol
emosi, kontrol diri, tanggung jawab, pengambilan keputusan dan nilai-nilai moral
lainnya. Anak yang kecanduan teknologi seperti games online, otaknya akan memproduksi hormon dopamine secara berlebihan yang mengakibatkan fungsi PFC
terganggu.
3. Introvert
Ketergantungan terhadap gadget pada anak-anak membuat mereka
menganggap bahwa gadget itu adalah segala-galanya bagi mereka. Mereka akan
galau dan gelisah jika dipisahkan dengan gadget tersebut. Sebagian besar waktu
mereka habis untuk bermain dengan gadget. Akibatnya, tidak hanya kurangnya
kedekatan antara orang tua dan anak, anak juga cenderung menjadi introvert.
2.2.3 Data Kuesioner
Survei dilakukan dengan mengadakan survey secara online melalui situs
www.surveymonkey.com/s/J9VG522. Survei disebarkan secara acak melalui situs
jejaring sosial seperti facebook, twitter, maupun menggunakan online messenger
seperti Yahoo. Berikut di bawah ini adalah jenis pertanyaan dan hasil yang didapat.
1. Jenis kelamin Anda?
a. Laki-laki (21 orang)
b. Perempuan (29 orang)
2. Apakan Anda memiliki anak/ adik/ sepupu/ keponakan yang masih berusia
dini (0-8 tahun)?

12

a. Ya (44 orang)
b. Tidak (6 orang)
3. Menurut Anda, pentingkah memperkenalkan teknologi kepada anak sejak
dini?
a. Penting (36 orang)
b. Tidak penting (11 orang)
c. Tidak tahu (3 orang)
4. Apakah anak/ adik/ sepupu/ keponakan Anda pernah bermain menggunakan
gadget?
a. Pernah (48 orang)
b. Tidak pernah (2 orang)
5. Jika Anda menjawab pernah, gadget apa yang dimainkannya?
a. Smartphone (28 orang)
b. Tablet (31 orang)
c. Laptop/ komputer (21 orang)
d. Kamera (8 orang)
e. Game player (Playstation, Nintendo, dll) (23 orang)
6. Seberapa sering anak/ adik/ sepupu/ keponakan Anda bermain gadget
tersebut?
a. Sering (hampir setiap hari) (26 orang)
b. Cukup sering ( 1-3X seminggu) (20 orang)
c. Jarang (1-3X sebulan) (3 orang)
d. Tidak pernah (1 orang)
7. Seberapa tahu Anda tentang bahaya kecanduan bermain gadget bagi anak?

13

a. Tahu (43 orang)


b. Tidak tahu (7 orang)
8. Sejauh yang Anda ketahui, ciri-ciri apa yang terlihat dari anak/ adik/ sepupu/
keponakan Anda karena kecanduan bermain gadget?
a. Lupa waktu (38 orang)
b. Introvert (12 orang)
c. Nakal (7 orang)
d. Prestasi turun (7 orang)
e. Lainnya, sebutkan (11 orang)
9. Apa yang sebaiknya Anda lakukan agar anak/ adik/ sepupu/ keponakan Anda
yang masih berusia dini tidak kecanduan bermain gadget?
a. Pilih gadget sesuai usia (9 orang)
b. Batasi waktu (26 orang)
c. Waspada antisosial (7 orang)
d. Terapkan aturan (34 orang)
e. Lainnya, sebutkan (2 orang)
10. Agar tidak kecanduan bermain gadget, hal-hal lain apa saja yang cocok
untuk dilakukan anak/ adik/ sepupu/ keponakan Anda?
a. Belajar ( membaca, menulis, dll) (13 orang)
b. Bermain dengan teman ( petak umpet, lompat tali, dll) (32 orang)
c. Mengasah bakat ( menggambar, bermain musik, dll) (37 orang)
d. Pekerjaan rumah ( mencuci piring, membereskan tempat tidur, dll) (8 orang)
e. Lainnya, sebutkan (4 orang)

14

2.3 Profil Penyelenggara


2.3.1 Tabloid Nakita

Tabloid Nakita merupakan tabloid panduan tumbuh kembang anak. Tabloid


Nakita sudah hadir dalam bentuk website mulai tahun 2012.
Panduan Tumbuh Kembang Anak. Begitulah tagline tabloid Nakita. Bukan
untuk pengelolanya, tetapi untuk kita semua; Anda dan kami. Manusia yang setiap
hari ingin menambah terus wawasan dan pengetahuan tentang anak.
Tentu interaksi ini tak sebatas di medium komunikasi bernama PC atau
laptop. Dalam waktu dekat para peembaca bisa saling bertukar pengetahuan dan
pengalaman di aneka media digital. Para pembaca bisa menikmatinya di mobile
phone bahkan e-reader atau tablet.
Nakita merupakan teman setia bagi perkembangan anak dan keluarga kita.
Pasangan baru dan keluarga muda pasti mendapat banyak manfaat dari media yang
satu ini. Menyajikan aneka ragam informasi yang sangat dibutuhkan mengenai
tumbuh kembang balita, kehamilan, masalah suami istri, kesehatan keluarga dan tips
keseharian dalam rumah tangga selalu menghiasi halaman isinya.
2.3.1.1 Editorial Tabloid Nakita
Tabloid Nakita dipersembahkan oleh penerbit PT Penerbit Sarana
Bobo yang tergabung dalam Kompas Gramedia Group of Magazine.
2.3.1.2 Spesifikasi Tabloid Nakita
Format

: Tabloid

Periode terbit : Mingguan


Ukuran

: 290 x 430 mm
Jumlah

: 32 halaman

Kategori

: Media umum untuk wanita dewasa

Situs

: www.tabloid-nakita.com

15

E-mail redaksi : nakita@gramedia-majalah.com


Telp.
Fax

: +62 21 5330150, +62 21 5330170


: +62 21 5321059

2.3.1.3 Logo Tabloid Nakita

Gambar 2.4 Logo tabloid Nakita

2.4 Target Audience


2.4.1 Demografis
Kampanye ini ditujukan untuk keluarga muda yang memiliki anakanak yang sedang berada dalam tahap pertumbuhan.
1. Jenis kelamin: Unisex
2. Usia: 27-35 tahun
3. Tingkat pendidikan: SMA-Universitas
4. SES: B+ A
5. Tingkat penghasilan: Rp.3.500.000+
2.4.2 Geografis
Perkotaan

2.4.3 Psikografis
1. Untuk orang tua yang memiliki karakter terbuka, open minded
serta awareness terhadap pendidikan anak dan concern mengenai
pengaruh gadget bagi perkembangan anak mereka.
2. Memperbaiki pola interaksi sosial antara orang tua dan anak
maupun anak dan teman sebaya mereka agar anak tidak menjadi
anti sosial.

16

2.5 Analisa SWOT


2.5.1 Srength
1. Kampanye ini menambah pengetahuan umum baik bagi orang tua
maupun anak-anak.
2. Masyarakat Indonesia dewasa ini telah memiliki pola pikir yang
terbuka untuk menanamkan konsep masa depan yang terkontrol
bagi anak-anak mereka.
3. Adanya dukungan dari lembaga sosial masyarakat yang
memperhatikan masalah ini dalam kasus interaksi sosial anak-anak
terhadap lingkungan mereka.

2.5.2 Weakness
Kampanye ini hanya menjangkau masyarakat yang sebagian besar
tinggal di daerah perkotaan. Teknologi berkembang dengan pesat di daerah
perkotaan dan hal itu pun menjadi bagian yang terpisahkan dari gaya hidup
warga kota, mulai dari orang tua sampai anak-anak.
2.5.3 Opportunity
Masalah pengaruh gadget bagi perkembangan anak merupakan hal
yang semakin lama semakin kurang diperhatikan oleh masyarakat terutama
orang tua. Karena akhir-akhir ini teknologi informasi telah menjadi
kebutuhan utama semua orang bahkan bagi anak-anak yang bisa dikatakan
masih berusia sangat dini. Oleh sebab itu, kampanye ini akan membantu
orang tua untuk memahami pengaruh gadget dan perilaku anak.

2.5.4 Threat
1. Masyarakat Indonesia, terutama yang tinggal di perkotaan sangat
memperhatikan lifestyle mereka. Salah satunya adalah dengan
memperkenalkan teknologi kepada anak-anak mereka sejak dini.

17

2. Semakin berkurangnya minat masyarakat Indonesia untuk menjalin


interaksi dengan lingkungan sekitar karena beranggapan akan
membuang-buang waktu. Penyebabnya adalah bahwa saat ini
apapun sudah dapat diakses dengan teknologi dan internet yang
dapat mengubungkan ruang dan waktu secara cepat.

Anda mungkin juga menyukai