FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Pengantar ...........................................................................................................
Daftar ................................................................................................................
II
Bagian Satu
PENGERTIAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN PERMUKIMAN
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.6
Bagian Dua
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA
2.1
2.2
10
2.3
11
di Indonesia
Bagian Tiga
POLA PENGADAAN PERUMAHAN DI INDONESIA
3.1
14
3.2
14
3.3
19
3.4
22
Bagian Empat
PERENCANAAN TAPAK PERUMAHAN
4.1
25
4.2
26
4.3
26
4.4
Teritori .................................................................................................
30
4.5
32
4.6
37
4.7
45
Bagian Lima
RUMAH DALAM PERANCANGAN PERMUKIMAN
5.1
50
5.2
54
5.3
57
5.4
61
5.5
64
5.6
64
Bagian Enam
PENEMUAN BAHAN BANGUNAN DARI SISTEM KONSTRUKSI
ALTERNATIF UNTUK PERUMAHAN
6.1
69
6.2
70
6.3
70
Bagian Tujuh
LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH
7.1
71
7.2
74
BAGIAN SATU
PENGERTIAN DAN SEJARAH
PERKEMBANGAN PERMUKIMAN
RUMAH
Pengertian rumah dapat bermacam-macam karena sebagai wujud karya arsitektur tertua
mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan kehidupan manusia.
Menurut Hayward beberapa konsep tentang rumah adalah :
a. Rumah sebagai pengejewantahan jati diri : rumah sebagai simbol dan pencerminan
tata nilai selera pribadi penghuninya.
b. Rumah sebagai wadah keakraban : rasa memiliki, kebersamaan, kehangatan, kasih
sayang, aman tercakup dalam konsep ini.
c. Rumah sebagai tempat menyendiri dan menyepi : rumah disini merupakan tempat
kita melepaskan diri dari dunia luar dari tekanan dan ketegangan dari kegiatan rutin.
d. Rumah sebagai akar dan kesinambungan : dalam konsep ini rumah atau kampung
halaman dilihat sebagai tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa
kesinambungan dalam untaian proses masa depan.
e. Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari
f. Rumah sebagai pusat jaringan sosial
g. Rumah sebagai struktur fisik ( Hayward, P,G, 1987 : 3 )
Berdasarkan pendapat di atas maka rumah bukan hanya sebagai bentukan fisik yang selama
ini mendapat perhatian paling besar, tetapi rumah juga dapat merupakan proses yang dinamis
dan melekat di dalamnya konsep yang menyentuh aspek sosial dan psikologi.
Pengertian rumah dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang antara lain :
a. Rumah sebagai lingkungan fisik adalah sebuah lingkungan buatan yang digunakan
manusia untuk hidup
b. Rumah sebagai tujuan adalah suatu struktur buatan yang memberikan perlindungan
dari gangguan alam, binatang buas, dan manusia lainnya.
c. Rumah sebagai suatu produk dan proses adalah suatu produk kebudayaan manusia
dan selalu berkembang sesuai dengan tingkat kebutuhan manusia.
1.2 F U N G S I R U M A H
Perkembangan kebutuhan manusia terhadap rumah mempengaruhi perubahan dan
penambahan fungsi rumah tersebut, secara garis besar perkembangan fungsi rumah adalah
sebagai berikut :
1. Rumah sebagai tempat berlindung : merupakan fungsi yang pertama bagi manusia
pada rumah, karena pada awal peradaban manusia hidup berpindah-pindah, manusia
masih tergantung pada alam dan cenderung memanfaatkan bentukan alam seperti
gua dan pohon sebagai tempat berlindung.
2. Rumah sebagai tempat menetap perubahan pola hidup manusia yang menetap di
suatu tempat disebabkan oleh perubahan pola hidup manusia dari pengumpul bahan
dari alam menjadi sebagai penyedia kebutuhan sendiri dengan bercocok tanam dan
berternak. Keinginan manusia untuk menetap diwujudkan dengan konstruksi dan
pemakaian bahan bangunan yang lebih tahan terhadap cuaca dan penambahan pada
rumah karena tuntutan bertambahnya aktifitas manusia yang makin beragam.
3. Rumah sebagai tempat menghimpun keluarga
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah keinginan hidup berumah tangga
sehingga dibutuhkan wadah untuk menampung keinginan tersebut. Bagi pasangan
yang baru membentuk keluarga belum lengkap kalau belum memiliki rumah.
4. Rumah sebagai cerminan status sosial
Keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat, kumpulan keluarga akan
membentuk masyarakat yang lebih luas dan menimbulkan kelompok dalam
masyarakat. Sifat manusia sebagai makhluk individu menyebabkan keinginan untuk
tampil beda dengan manusia lainnya. Rumah merupakan salah satu media yang dapat
dipakai untuk menunjukan status sosial penghuni sebagai tuntutan pengakuan diri
penghuni terhadap masyarakat.
5. Rumah sebagai tempat usaha
Perkembangan peradaban manusia menuntut pekerjaan yang makin spesifik sehingga
membutuhkan ruangan yang khusus. Perkembangan yang menarik aktifitas usaha
dalam skala kecil dapat ditampung di rumah tinggal sehingga rumah dapat
difungsikan sebagai tempat usaha. Rumah toko dikenal pertama kali dalam arsitektur
romawi dan dalam perkembangan selanjutnya rumah menampung fungsi-fungsi
komersial lainnya. Bentuk lain dari rumah sebagai tempat usaha adalah menjadikan
rumah sebagai investasi dengan membeli rumah untuk disewakan atau dijual
kembali.
1.3 P E R U M A H A N
Berkelompoknya beberapa rumah dalam suatu lingkungan/daerah tertentu dilengkapi dengan
fasilitas penunjang secara fisik disebut perumahan.
Dalam masyarakat Indonesia perumahan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia
merupakan pengejewantahan diri manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai suatu
kesatuan dengan sesama dan lingkungan alam ( C. Batubara, 1986 : 4 )
1.4 P E R M U K I M A N
Dari beberapa definisi tersebut diatas maka permukiman dapat didefinisikan, Permukiman
adalah suatu kawasan perumahan yang ditata secara fungsional sebagai satuan ekonomi,
sosial dan fisik tata ruang, dilengkapi dengan prasarana lingkungan, sarana umum, dan
fasilitas sosial sebagai satu kesatuan yang utuh, dengan membudidayakan sumber-sumber
daya dan dana dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
Permukiman adalah satuan kawasan perumahan lengkap dengan prasarana lingkungan,
prasarana umum dan fasilitas sosial yang mengandung keterpaduan kepentingan dan
keselarasan pemanfaatan sebagai lingkungan hidup (Soedarsono, 1986 : 28)
Permukiman adalah penataan kawasan yang dibuat oleh manusia untuk kepentingannya.
Permukiman suatu hasil kegiatan manusia dan tujuannya untuk bertahan hidup sebagai
manusia agar dapat hidup lebih baik, bahagia dan aman mengandung kesempatan untuk
pembangunan manusia sesungguhnya (C. A.Doxiadis, 1974 : 299)
1.6
tinggal dan bekerja. Perkembangan lainnya adalah adanya taman yang menjadi pusat
dari kelompok rumah tersebut, rumah juga mengelilingi jalan yang merupakan cikal
bakal kota.
Tampilan fasade rumah terdiri dari pintu masuk dan jendela kecil yang berfungsi
sebagai ventilasi. Tampilan fasade yang lebih terbuka mengarah ke dalam dengan
adanya taman dalam (Courtyard), tetapi ada juga rumah yang berdiri sendiri. Pada
masa ini tradisi yang sama yaitu desa merupakan tempat untuk tinggal dan bekerja.
Masa Yunani dan Romawi
Perkembangan selajutnya terjadi pada masa Yunani. Rumah tetap menghadap ke
dalam tetapi bagian dalam tersebut dimodifikasi dengan penambahan kolom-kolom
yang mengelilingi taman dan adanya sebuah altar sebagi tempat pemujaan. Selain itu,
adanya pemisahan ruangan publik untuk pria dan wanita, hal ini disebabkan pada
masa itu wanita dianggap sebagai warga negara kelas II.
Pada masa romawi tetap memakai rumah dengan orientasi ke dalam dengan
penambahan jendela yang lebih banyak dan dibuat lebih rumit. Pintu masuk dibuat
lebih menonjol dengan penambahan hiasan dan ruangan depan yang menghadap ke
dalam (Atrium). Disamping itu, bangsa romawi membuat taman sekunder yang
digunakan hanya untuk penghuni rumah yang dikelililngi oleh ruang pribadi
misalnya ruang tidur, makan dan ruang keluarga.
Pada masa romawi juga sudah mengenal hunian bertingkat untuk memenuhi
pertumbuhan warga kotanya. Bangsa romawi membangun apartemen berlantai 6-7
dan bentuk bangunan ini mendominasi rumah-rumah pada kota-kota romawi.
dan pemakaian fasade yang seragam berbentuk hiasan garis-garis lurus, jendela dan
pintu.
Masa Industrialisasi
Pada masa ini ekonomi berdasarkan manufaktur dan pergerakan yang dinamis.
Pemisahan rumah dengan tempat kerja merata pada semua lapisan masyarakat.
Terjadinya pertumbuhan daerah bisnis di tengah kota membuat daerah perumahan
tergeser keluar kota, hal ini menyebabkan terjadinya variasi tempat tinggal. Di satu
sisi terdapat rumah-rumah bergaya Victorian dengan jumlah ruangan yang banyak
dan sangat memenuhi aspek kesehatan dan nyaman tetapi di sisi lain tercipta daerah
kumuh dimana satu rumah ditinggali oleh beberapa keluarga yang tinggal di rumah
deret yang terbuat dari kayu.
Perkembangan teknologi yang pesat berpengaruh pada bentuk dan lokasi rumah.
Penemuan elevator dan pemakaian baja menyebabkan pembangunan apartemen yang
berlantai banyak. Penemuan dan perkembangan angkutan massal dan mobil
menyebabkan rumah mulai beralih ke pinggiran kota di daerah penunjang kota
sehingga daerah tersebut dipenuhi oleh rumah-rumah bermassa tunggal untuk satu
keluarga. Penemuan mobil membuat bertambahnya satu ruangan yaitu garasi sebagai
tempat penyimpanan mobil.
Masa Modern
Perumahan di masa modern merupakan produk dari perkembangan di masa
sebelumnya.
a. Adanya keragaman bentuk rumah yaitu rumah bermassa tunggal, apartemen dan
rumah deret.
b. Adanya berbagai orientasi baik ke jalan maupun ke taman dalam.
c. Pemanfaatan rumah yang bervariasi yaitu rumah yang hanya berfungsi sebagai
tempat kerja dan tempat tinggal.
d. Lokasi perumahan juga beragam yaitu di perkotaan dan di daerah pedesaan.
Perkembangan rumah dan permukiman dari masa ke masa tidak hanya berupa
bentukan fisik tetapi fungsi dan proses pengadaan. Pada masa depan akan terjadi
perubahan besar terhadap fungsi rumah rumah dapat berfungsi sebagai tempat kerja
atau kantor.
Teknologi informasi dengan jaringan internet yang mengglobal menyebabkan orang
hanya berkantor dengan sebuah komputer sehingga banyak aktivitas kerja yang bisa
dilakukan di rumah.
Senarai pustaka
BAGIAN DUA
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DI INDONESIA
2.1
A. Pertumbuhan Penduduk
Laju pertambahan penduduk secara nasional tinggi (2,3% per tahun) dan penurunan
jumlah jiwa per keluarga dari 4,9 jiwa/keluarga pada tahun 1980 menjadi 4,5
jiwa/keluarga pada tahun 1990, merupakan masalah pokok dalam pembangunan
perumahan. Masalah ini mengakibatkan kebutuhan rumah selalu meningkat.
Selain pertumbuhan penduduk juga ditemui masalah kualitas rumah dan lingkungan
yang tidak memadai sehingga memerlukan perbaikan atau pemugaran.
Perlu dirancang suatu sistem pembiayaan yang menyeluruh dan terpadu untuk
mendorong terhimpunnya modal dari masyarakat bagi pembiayaan pembangunan
perumahan dan permukiman.
E. Pengadaan Tanah
Permasalahan ini lebih banyak ditemukan pada perumahan dan permukiman di kota.
Semakin langkanya tanah membuat melambungnya harga tanah yang menyebabkan
semakin mahalnya harga rumah.
Keterbatasan tanah menyebabkan munculnya permukiman kumuh karena kebutuhan
tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerja.
Pembangunan di wilayah pinggiran kota menyebabkan hilangnya daerah subur untuk
pertanian dan semakin panjangnya sarana dan prasarana lingkungan kota.
F. Kelembagaan
Belum terpadunya sistem kelembagaan dari pemegang kebijaksanaan, pembinaan dan
pelaksanaan di sektor pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
G. Landasan Hukum
Merupakan faktor penunjang kelembagaan karena peraturan merupakan landasan
hukum bagi penerapan kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan.
Perijinan dalam proses pembangunan sering jadi penghambat mata rantai karena proses
yang panjang, rumit, dan memakan waktu dan biaya pengurusannya.
Usaha penertiban mata rantai proses perijinan tidak hanya didasarkan pengurangan
jumlah mata rantai tetapi juga dengan mempersingkat proses, efisiensi kerja aparatur,
peningkatan pelayanan.
Pengawasan pembangunan sebagai upaya pengendalian belum tegas sehingga masih
banyak terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan yang ada.
C. Pendekatan Teknis
Pengadaan perumahan dilakukan secara bertahap, terus-menerus dan meningkat,
menggunakan standarisasi serta teknologi tepat guna dalam usaha mempercepat
pencapaian dan tujuan pembangunan rumah. Salah satu kuncinya adalah pengerahan
dana dan peningkatan swadaya masyarakat.
D. Pendekatan Sosiologis
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mutlak dibutuhkan. Tanggung jawab
individu dan warga masyarakat untuk menyediakan perumahan yang layak dan sehat
bagi dirinya, sedangkan pemerintah memberikan dorongan dan bimbingan.
2.3
Repelita IV ( 1984-1989)
Repelita IV (1984-1989)
Pemantapan Landasan PJP II
UU Perumahan dan Permukiman
Pembangunan berkelanjutan dan pencanangan gerakan Nasional perumahan sehat
Pembangunan Perumahan skala besar sebanyak 450.000 unit
Peremajaan kota dan peningkatan program perbaikan dan pengadaan rumah di
desa.
Pembangunan Jangka Panjang Tahap II
Pembangunan Perumahan yang berwawasan tata ruang dan lingkungan.
Penyediaan tanah matang dalam skala besar dengan prasarana dan sarana primer.
Desentralisasi peran Pemda yang meningkat dan pengembangan sumber daya dan
dana masyarakat.
Peran swasta yang meningkat dan terkendali
Penanggulangan kemiskinan melalui perumahan dan pemukiman.
Memberdayakan masyarakat dalam pembangunan Perumahan dan Permukiman
yang berkelanjutan melalui gerakan dari dan untuk masyarakat.
Senarai Pustaka :
Blaang, C. Djaemabut ( Penyunting ), Perumahan dan Permukiman sebagai
Kebutuhan pokok, Yayasan Obor, 1986.
Departemen Pekerjaan Umum, Informasi Perundang-undangan Departemen
Pekerjaan Umum, PT Asia Busindo Center, Jakarta, 1994.
Budiharjo, Eko, Ir Msc ( Penyunting ), Sejumlah Permasalahan Permukiman Kota,
penerbit Alumni, Bandung, 1984.
Yudohusodo, Siswono, Ir. Untuk Seluruh Rakyat Baharakarta, Jakarta, 1991.
Dirjen Cipta Karya Departemen PU. Perumahan dan Permukiman: Perbaikan
Lingkungan Perumahan Kota-PLPK , Dirjen Cipta Karya, Jakarta, 1998.
BAGIAN TIGA
POLA PENGADAAN PERUMAHAN DI INDONESIA
Jenis perumahan yang dibangun adalah rumah sub inti, rumah inti, rumah sederhana,
rumah sangat sederhana dan rumah susun.
Program Perbaikan Kampung yang dilakukan oleh pemerintah mempunyai beberapa konsep
yaitu :
a. Pelaksanaan Pembangunan yang bertumpu
pada masyarakat melalui
pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok
Sebagai pendekatan pembangunan perumahan yang mengandalkan kelompok dan
bertolak dari potensi kebutuhan serta upaya kelompok yang merupakan cerminan dari
upaya keberpihakan serta pemberdayaan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah
yang tinggal di kampung kumuh.
b. Mengupayakan terjadinya pembangunan yang berkelanjutan
Sebagaimana tercermin dalam mekanisme penyelenggaraan program-program
keciptakaryaan seperti:
Mengkondisikan terjadinya partisipasi aktif masyarakat sejak dalam
pengambilan
keputusan perencanaan sampai dengan pengelolaan
Menerbitkan berbagai petunjuk teknis yang bersifat praktis dan komunikatif, yang
dapat digunakan sebagai pedoman pembangunan melalui swadaya masyarakat
Memberikan bantuan teknis kepada masyarakat melalui petugas lapangan selama masa
konstruksi, memberikan bantuan bahan bangunan untuk memperbaiki rumah serta
mengadakan pelatihan kepada tenaga /masyarakat setempat sebagai tenaga penyuluhan
masyarakat (TPM)
Membangun dan menggerakan berbagai potensi usaha yang dapat mendorong
meningkatnya pendapatan masyarakat.
REPELITA I
( 1969 1974 )
REPELITA II
( 1974 1979 )
REPELITA III
( 1979 1984 )
REPELITA IV
( 1984 1989 )
REPELITA V
( 1989 1994 )
REPELITA VI
( 1994 1999 )
Kawasan siap bangun ( Kasiba ) merupakan salah satu alternatif pengadaan lahan perumahan
yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatasi harga lahan yang semakin mahal
dan penguasaan lahan dalam jumlah besar baik oleh perorangan maupun perusahaan.
Kawasan siap bangun adalah sebidang tanah yang fisiknya sudah disiapkan untuk
pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi dalam satu lingkungan
siap bangun yang disiapkan dahulu dengan jaringan primer dan sekunder prasarana
lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Tingkat II dan memenuhi persyaratan
pembakuan pelayanan prasarana lingkungan (Departemen Pekerjaan Umum, 1994:962)
b. Tahapan Program Kasiba
Dari definisi di atas kawasan siap bangun merupakan kawasan yang disiapkan prasarana
lingkungannya untuk suatu perumahan yang memadai. Konsep pengadaan lahan ini
membutuhkan beberapa tahapan yaitu :
Pembangunan rumah
Setelah proses pematangan lahan dan pembangunan prasarana maka kawasan ini terbagi
menjadi beberapa lingkungan yang siap didirikan rumah. Pengembang dapat membangun
sendiri rumah atau menjual pada pengembang lainnya.
o Sifat tahan rusak : walau dalam jangka waktu tertentu bangunan akan rusak,
runtuh atau terpaksa dipindahkan namun tanah tetap akan ada. Yang hilang
adalah hak atas tanah bukan fisik tanah kecuali terkena bencana alam. Ketahanan
tersebut menyebabkan pemilik mengharapkan kenaikan nilai tanah.
o Sifat yang spesifik : tidak ada dua tanah yang identik, walaupun kelihatannya
sama. Sebaliknya secara geografis setiap tanah berbeda satu sama lain. Ciri-ciri
heterogenitas ini menyebabkan tanah yang satu tidak akan dapat menggantikan
tanah yang lain.
Bangunan
o Perolehan nilai estetis komersial, yang diserahkan pada konsumen dan
masyarakat berdasarkan penampilan fisik bangunan.
o Daya tahan bangunan yang tidak hanya berdasarkan kekuatan fisik bangunan
tetapi dilihat juga dari nilai ekonomis bangunan tersebut.
b. Ciri Ekonomis
Sifat-sifat fisik real estat dapat dijadikan sarana investasi yang aman serta faktor kelangkaan
dapat mengakibatkan real estat mempunyai daya tahan inflasi yang tinggi. Investasi dalam
bidang real estat sangat sensitif terhadap perubahan ekonomi suatu negara sehingga
pengusaha sering dihadapkan pada suatu kondisi Boom and Bust dalam siklus yang sulit
diramaikan. Salah satu faktor yang menyebabkan nilai tanah meningkat adalah faktor lokasi
dalam kaitan dengan sifat fisik tanah yang tidak bergerak. Oleh karena itu, arti ekonomis
suatu lokasi banyak ditentukan oleh pengadaan dan pengendalian serta faktor penghidupan
dan kehidupan lingkungan sekitar.
d. Permasalahan pemasaran
Pemasaran harus dipecahkan oleh pengusaha secara bersama-sama untuk menghadapi
situasi boom and bust yang sulit diramalkan.
e. Permasalahan hukum
Perlunya dirumuskan secara tepat posisi dan fungsi real estat dalam kerangka
pembangunan nasional, perlu diciptakan undang-undang tentang real estat yang mengatur
keberadaan real estat beserta hak, kewajiban dan tanggung jawab.
Senarai Pustaka :
Aspek, Profil, Jaringan Kerja dan Manual P2BKB, Bandung. 1995.
Blaang, C. Djaemambut (penyunting), Perumahan dan Permukiman sebagai
kebutuhan pokok, Yayasan Obor. 1986.
Muraman, Iwan. Ir,MT, Evaluasi Penyimpangan Perubahan rumah terhadap
peratuaran dan Persyaratan Bangunan , Thesis, Magister Arsitektur ITB, Bandung.
1998.
Departemen Pekerjaan Umum, Informasi Perundang-undangan Departemen
Pekerjaan Umum, PT Asia Busindo Center, Jakarta, 1994.
Harian Republika, Tanah Indonesia Termahal di Dunia , Sabtu 25 Mei 1996.
Majalah Bulanan Properti Indonesia Edisi 2 Maret 1994, Bandar Kemayoran :
Setelah 9 Tahun Beroperasi , Penerbit PT Info Papan Pers, Jakarta, 1994.
Majalah Bulanan Properti Indonesia Edisi 21 Maret 1994, Mengulir Konsep Kasiba
dari Driorej , Penerbit PT Info Papan Pers, Jakarta, 1995.
BAGIAN EMPAT
PERENCANAAN TAPAK PERUMAHAN
Pemilihan Tapak : merupakan proses yang terbalik dimana pertama yang dilakukan
adalah menentukan kualitas dari beberapa alternatif tapak dan kemudian megadakan
pemilihan tapak yang cocok.
Pengembangan Rencana Tapak : prosesnya melibatkan analisa tapak, konsep
pengembangan, pengujian dan evaluasi, perubahan tata wilayah, pengembangan
rancangan dan pengawasan pengembangan tapak.
ruangan sama seperti desain ruang dalam yaitu dibatasi oleh elemen lantai, dinding dan
plafon tetapi perwujudan dalam bentuk yang berbeda.
Ruang terbuka akan dimanfaatkan pemakai kalau tingkat kenyamanan yang sama dengan
ruang dalam walau dengan citra yang berbeda.
A. Skala Ketertutupan Ruang
Ruangan yang terbentuk diantara bangunan akan memberikan citra yang berbeda bagi
pemakai, kualitas ruang membuat pemakai memberikan penilaian tersendiri lebar,
sempit, kecil, tinggi, jauh, dan dekat, dll.
Ruang luar yang lebar akan menciptakan perasaan lega dan membuat pemakai merasa
kecil di dalamnya sedangkan ruang luar yang kecil membuat perasaan pemakai seolah
tertekan dan dapat menimbulkan suasana privasi dan Claustropobia.
B. Hirarki Ketertutupan Ruang
Berdasarkan besarnya ketertutupan ruang terbuka oleh elemen penutup baik alami
maupun buatan.
C. Elemen Penutup
Ruang Terbuka Mayor :
Merupakan ruang terbuka yang mempunyai ukuran yang paling dominan dibatasi oleh
dinding rumah, pohon besar dan ruangan di bawah bangunan
Ruang Terbuka Sekunder :
Merupakan ruang terbuka yang berada di luar terbuka mayor dengan skala yang lebih
kecil dan manusiawi, pembatasnya berupa dinding pagar, semak, kumpulan pohon,
perbedaan ketinggian dan gundukan tanah.
Pemakaian elemen penutup yang berbeda akan menimbulkan karakter yang spesifik dari
masing-masing ruangan terbuka.
Struktural
Proteksi terhadap pemakai
Pemakaian elemen alami menciptakan karakter
Natural
Informal
Relax
Suasana hidup
b. Tipe Jalan
Berdasarkan jenis intensitas dan kecepatan kendaraan jalan dibagi menjadi :
Jalan Arteri atau jalan bebas hambatan :
jalan yang digunakan untuk intensitas yang besar dan kecepatan kendaraan yang
tinggi. Lebar badan jalan (ROW) 80-120 ft ( 20,32-30,48 m).
Jalan Kolektor :
merupakan penghubung kendaraan dari jaln minor ke jalan bebas hambatan,
merupakan jalan masuk ke suatu areal perumahan. Lebar badan jalan 60-80 ft (15,2420,32 m).
Jalan Minor :
merupakan jalan utamn areal perumahan dan merupakan jalan masuk ke persil
rumah. Lebar badan jalan 50-60 ft (12,7-15,24 m).
Jalan penghubung marginal :
Merupakan jalan minor yang terletak sejajar dengan jalan arteri yang berfungsi
sebagai penyediaan akses ke persil di sepanjang jalan arteri yang melindungi
pemakai jalan dari padatnya arus lalu lintas. Lebar badan jalan 40 ft (10,16 m).
Gang/lorong :
merupakan jalan minor yang digunakan untuk akses servis kendaraan ke bagian
belakang atau samping persil.
Jalan lingkungan perumahan : jalan yang ada di dalam satuan permukiman atau
lingkungan perumahan. Jalan lingkungan perumahan dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a. Jalan lingkungan perumahan I : adalah jalan di dalam lingkungan perumahan
yang dipergunakan untuk segala macam kendaraan roda empat.
ROW minimum
: 7,5 m
Lebar perkerasan minimum
: 3,5 m
b. Jalan lingkungan perumahan II : jalan di dalam lingkungan perumahan yang
digunakan untuk menampung arus manusia dari jalan setapak menuju suatu
fasilitas lingkungan.
ROW minimum
: 3,6 m
Lebar perkerasan minimum
: 1,5 m
c. Jalan lingkungan perumahan III : jalan yang dipergunakan untuk pejalan kaki.
ROW minimum
: 3,6 m
Lebar perkerasan minimum
: 0,9 m
Besi
Beton pre-stress
Kayu
Kelemahan
Daya tahan rendah
Kekuatan rendah untuk peletakan
lampu pada jarak gantung yang lebar
Membutuhkan pengecatan untuk
melawan korosi
Berat sehingga untuk pemasangan
membutuhkan alat khusus
Berat dan membutuhkan peralatan
berat untuk pemasangan
Sulit untuk penempatan tanda yang
lain
Butuh pengkondisian khusus untuk
peningkatan daya tahan terhadap
gangguan cuaca supaya tidak mudah
lapuk.
Halangan pohon
Cabang pohon yang rendah dan penempatan tiang pohon yang terlalu dekat dengan pohon
akan mengakibatkan sinar lampu terhalang dan akan mengurangi penyebaran sinar. Ukuran
standar bagi penempatan tiang lampu dengan pohon dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
e. Vegetasi (Tanaman)
Pergerakan Horisontal :
Anak-anak : Pergerakan yang berliku-liku menarik untuk memenuhi rasa ingin
tahu.
Dewasa : Pergerakan yang lurus yang langsung ke tujuan.
Orang tua : Pergerakan yang lebih lambat, beristirahat, tujuan bukan prioritas
utama.
Pergerakan Vertikal :
Anak-anak : bentukan naik turun secra dinamis merangsang anak untuk bergerak.
Dewasa : bentukan naik turun dengan tangga.
Orang tua, ibu hamil, penyandang cacat, anak memakai sepeda dan lain-lain :
bentukan dengan ramp (lantai miring) dengan perbandingan kemiringan 1 : 10
atau tangga dengan kemiringan yang datar.
c. Tujuan
Tergesa-gesa : pergerakan yang langsung ke tujuan yang menjadi sasaran pemakai.
Berkelok-kelok : pergerakan yang lebih lambat dipakai untuk berjalan dengan santai
tidak terburu-buru.
Istirahat : dipakai untuk daerah perbelanjaan atau orang tua.
Mengamati pemandangan : pergerakan dengan adanya satu daerah perberhentian
untuk menikmati suatu elemen yang menarik.
Sosialisasi : jalan setapak menuju ke pintu dan pelebaran jalan yang dipakai untuk
bercakap-cakap.
Privasi : membuat jalan sekunder sebagai elemen untuk memperkuat teritori.
Air minum yang layak harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain :
Syarat fisik : jika air tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, jernih, suhu
air di bawah suhu udara.
Syarat kimia : tidak mengandung zat kimia atau mineral yang berbahaya bagi kesehatan
misalnya CO2, H2S, NH4 dan lain-lain.
Syarat bakteriologis : tidak mengandung bakteri E.coli yang melampaui batas.
b. Persyaratan teknis
Sambungan rumah
Sambungan halaman
Sambungan kran umum
Harus tersedia sistem Tidak harus tersedia Lokasi berjarak minimal
plumbing dalam rumah
sistem plambing rumah
100 m dari rumah yang
dilayani
Ukuran pipa saluran air Ukuran pipa saluran air Setiap
kran
umum
minum kota minimal 18 minum kota minimal 12,5 melayani maksimal 20 rumah
mm
mm
Dilengkapi
dengan
Adanya meteran air Adanya meteran air meteran air
dengan ukuran 12,5 mm
dengan ukuran 12,5 mm
Terdapat minimal 2 kran
Untuk pipa tertanam Untuk pipa tertanam
dapat digunakan jenis pipa dapat digunakan jenis pipa
PVC
PVC
Meteran
air
harus
Meteran
air
harus
dipasang tertutup
dipasang tertutup
c. Sistem Penyediaan
Sistem penyediaan air bersih meliputi semua yang dibutuhkan untuk instalasi, perawatan dan
distribusi air ke pemakai. Beberapa prinsip dari sistem penyediaan air bersih adalah :
1. Sumber air yang meliputi sungai, danau, dan sumur serta fasilitas lain yang
berkaitan dengan sumber tersebut.
2. Jaringan utama yang meliputi terowongan air ( Aqueduct ), kanal, dan pipa yang
digunakan untuk menyalurkan air dari sumber ke fasilitas pengolahan.
3. Fasilitas pengolahan air yang mengolah air dari sumber menjadi air bersih yang
layak pakai.
4. Jaringan distribusi merupakan jaringan dari air yang sudah diolah ke pemakai
5. Sambungan tapak merupakan sambungan dari jaringan distribusi ke persil pemakai
Jenis jaringan distribusi penyediaan air bersih tegantung pada pola jalan, kepadatan
penduduk, topografi dan lain-lain. Beberapa pola sistem distribusi air bersih adalah :
1. Pola bercabang dengan saluran penyedia utama yang tidak bersambungan
2. Pola grid dengan saluran penyedia utama terpusat
3. Pola grid dengan saluran penyedia utama berbentuk loop
Pola distribusi grid dapat berupa penyediaan air dengan satu saluran utama dan dua saluran
utama. Penyediaan air bersih dengan satu saluran utama memiliki kelemahan banyaknya
saluran ke rumah berada di bawah jalan sehingga kalau terjadi kerusakan harus membongkar
jalan untuk perbaikan, kelemahan ini diperbaiki pada penyediaan air dengan dua saluran
utama.
d. Kran Kebakaran
Kran Kebakaran : kran yang dipasang pada jaringan air minum sebagai fasilitas kebakaran.
Kran kebakaran harus ditempatkan pada jarak 100 m untuk bangunan-bangunan komersial
atau dipasang pada jarak 200 m untuk daerah perumahan dan ditempatkan sedemikian rupa
mudah dilihat dan dapat dicapai oleh unit mobil pemadam kebakaran.
Apabila kran kebakaran tidak dimungkinkan karena tidak tersedia air minum lingkungan,
maka pada jarak-jarak di atas dibuat sumur-sumur sebagai sumber air. Sumur gali umum :
jumlah rumah yang dilayani tidak lebih dari 8 rumah dan berjarak minimal 50 m dari rumahrumah yang dilayani.
e. Sumur
Beberapa pertimbangan dalam penentuan jenis sumur :
1. Karakter lapisan tanah
2. Situasi hidrologi dan level air tanah
3. Keadaan saluran pembuangan karean sumber air bersih membutuhkan perlindungan
terhadap kemungkinan pencemaran
4. Biaya konstruksi dan material
Sumur dapat dikategorikan berdasar metode konstruksi, dibagi menjadi :
1. Sumur gali (Dug Wells) : merupakan sumber air yang mudah terkena pencemaran
sehingga membutuhkan proteksi yang kedap air.
Sumur gali yang dibuat harus dengan persyaratan sebagai berikut :
Sekeliling sumur harus dibuat lantai rapat air selebar minimum 1,2 m dari dinding
sumur.
Dinding sumur harus dibuat dari konstruksi yang aman, kuat dan rapat air ke atas
80 cm dan ke bawah minimum 2 m dari muka lantai.
Lubang sumur harus dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka dari bahan yang
kuat dan tahan lama.
Sumur gali harus ditempatkan pada jarak minimum 10 m dari tangki septik dan 15
m dari bidang resapan ( tergantung pada sifat tanahnya ).
2. Sumur tumbuk ( Driven Wells ) : digunakan pada karakter tanah yang mempunyai
butiran kasar, biasa digunakan pada tanah berpasir misalnya di pantai. Sumur ini
dipakai untuk memenuhi kebutuhan air dalam jumlah yang banyak. Diameter sumur
yang kecil sehingga lobang sumur harus dilindungi oleh pipa galvanis. Kedalaman
sumur tidak lebih dari 7,6 m. Perlindungan dan persyaratan letak yang dibutuhkan
sama dengan sumur gali.
3. Sumur bor ( Drilled Wells ) : merupakan jenis sumber air yang terbaik. Sumur bor
pada dasarnya berupa pipa besi yang dimasukan ke dalam tanah dengan cara
mengebor sehingga dapat menembus lapisan batu. Air yang dihasilkan bebas dari
pencemaran karena merupakan air tanah dalam.
Karakter Sumur
Karakter
Kedalaman
Diameter
Tipe lapisan tanah
Tanah liat
Tanah berpasir
Kerikil
Batuan
Sumur gali
0 - 12,7 m
0,7 - 5 m
Sumur tumbuk
0 - 7,6 m
3,8 - 5 cm
Sumur bor
0 - 254 m
10,16 - 45,7 cm
Bisa
Bisa
Bisa
Tidak Bisa
Bisa
Bisa
Bisa
Tidak Bisa
Bisa
Bisa
Bisa
Bisa
Jarak minimum
Karakter
Batas persil
Resapan
Pembuangan sampah
Saluran pembuangan
Kedap air
Saluran pembuangan
tak kedap air
Sumur gali
25,4 m
50,8 m
50,8 m
12,7 m
Sumur tumbuk
12,7 m
50,8 m
50,8 m
12, 7 m
Sumur bor
5,08 m
25,4 m
25,4 m
2,54 m
25,4 m
25,4 m
12,7 m
2. Cesspool : menyerupai sumur dibuat pada tanah yang poreus atau berpasir agar air
buangan mudah dan cepat meresap ke dalam tanah. Bagian atasnya di beton, bila sudah
penuh ( 6 bulan ) lumpur disedot keluar atau membuat secara berangkai. Jarak dari
sumber air minimum 45 m dari pondasi rumah minimal 6 m.
3. Tangki septik ( Septic tank ): sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat air,
berfungsi sebagai bak pengendap yang ditujukan untuk menampung kotoran padat untuk
mendapatkan suatu pengolahan secara biologis dalam waktu tertentu. Bila tidak
memungkinkan tangki septik tank dan resapan di setiap rumah maka harus dibuat tangki
septik tank dan daerah resapan bersama yang dapat melayani beberapa rumah.
Persyaratan tangki septik
Luas halaman cukup luas untuk bidang resapan
Jarak tangki septik dan bidang resapan minimal 10 m dari sumur gali
Kondisi air tanah sedemikian rupa sehingga resapan harus bisa bekerja secara baik
Volume tangki septik minimum 1,5 m3
Tinggi air dalam tangki minimum 1 m
Tangki harus dibuat dari bahan kedap air
Tutup tangki harus dilengkapi dengan lubang penghawaan dan lubang periksa,
lubang periksa harus berdiameter 45 cm. Kalau berbentuk persegi ukuran lubang
periksa adalah 45 cm x 45 cm.
Pipa masuk harus terletak pada ketinggian kira-kira 2, 5 cm lebih tinggi dari pipa
keluar.
Penentuan ukuran tangki septik
Kapasitas air limbah yang diolah ke dalam tangki septik adalah 30-40 liter/orang/hari
Ditensi ( waktu pengeraman ) diperhitungkan 1-1,5 hari
Banyaknya lumpur yang mengendap diperhitungkan 10-20 liter/orang /tahun
Perbandingan ukuran ideal untuk tangki septik adalah panjang : lebar = 2 : 1 atau 3 :
1
Kedalaman total ( tinggi cairan ditambah tinggi ruang bebas air ) minimum 1,80 m
Untuk memudahkan pengurasan maka dasar tangki septik perlu dibuat miring ke arah
memanjang.
Cara perhitungan
Banyak penghuni rumah 10 orang, banyak air limbah yang harus diolah :
10 x 30 = 300 liter/orang/tahun = 0,3 m3 /orang/hari
Ditensi 1,5 hari = 0,3 m3 x 1,5 hari = 0,45 m3
Pengurasan lumpur dilaksanakan 2 tahun sekali
Jumlah lumpur : 10 x 10 liter x 2 tahun = 200 liter = 0,2 m3 /tahun
Kapasitas tangki = 0,45 + 0,2 = 0,6 m3
Ukuran tangki
Tinggi air bekas dalam tangki : 1,50 m
Luas permukaan air bekas dalam tangki : 0,6 m3 / 1,50 m = 0,4 m2
Lebar tangki septik ditentukan 0,4 m jadi panjang tangki septik 0,4 m2 / 0,4 m = 1 m
Ukuran tangki septik adalah 1m x 0,4m x 1,5m ( panjang : lebar : dalam )
4. Sumur resapan ( Seepage pit ) : sumur yang hanya menerima air limbah yang telah
mengalami pengolahan misalnya dari tangki septik sehingga fungsinya hanya tempat
peresapan. Dibuat di tanah poreus dengan diameter 1 2,5 m dan kedalaman 2,5 m.
Lama pemakaian 6 10 tahun.
Persyaratan bidang resapan
Bidang resapan harus dibuat sesuai dengan daya resap tanah, luas bidang resapan
minimum 12 m2.
Bidang resapan harus dapat menampung pembuangan air kotor 1.000 liter/hari.
Waktu minimum resap
tanah tiap 2,5 cm (menit)
1
2
3
4
5
10
15
20
25
30
40
50
60
Pada bidang resapan, minimum harus dibuat 2 jalur galian untuk pipa resapan
Panjang total lubang galian harus minimum 20 cm dalam keadaan tanah normal
Lebar galian minimum 60 cm, dalam galian adalah 45 cm
Jarak sumbu 2 jalur galian minimum 1,5 m
Di bawah pipa resapan harus diberi lapisan dari bahan yang kasar ( diameter 1,5 5
cm ) setebal 5 cm dan di atas pipa resapan ditimbun dengan bahan yang sama
minimum 5 cm.
L =
L
N
Q
T
D
:
:
:
:
:
N Q T
200 D
Contoh :
Berdasarkan perhitungan dari tangki septik diatas didapat:
N = 10 orang
Q = 30 lt/orang/hari
T = berdasarkan penelitian di lokasi harus lebih cepat dari 4 menit/cm, jadi
tentukan saja 3 menit/cm
D = ditentukan 0,50 m
Maka panjang bidang resapan :
L =
N Q T
900
10 30 3
=
=
= 9m
200 D
100
200 0,5
Jadi :
L = panjang bidang resapan untuk 10 orang adalah 9 m
L = panjang bidang resapan bisa direncanakan setelah melalui pipa outlet masuk
kotak distribusi dan selanjutnya dari kotak distribusi disalurkan melalui 3 jalur
bidang resapan sehingga panjang bidang resapan tiap jalurnya hanya 3 m.
C. Sistem Pembuangan Air Hujan
Saluran pembuangan air hujan harus direncanakan berdasarkan frekuensi intensitas curah
hujan 2 tahunan. Saluran ini dapat berupa saluran terbuka maupun tertutup. Apabila
merupakan saluran tertutup maka tiap perubahan arah harus dilengkapi lubang pemeriksa dan
pada saluran yang lurus jarak lubang pemeriksa minimal 50 m. Lubang pemeriksa :adalah
lubang yang dibuat untuk memungkinkan orang masuk ke dalam untuk melakukan
pemeriksaan.
Sistem pembuangan air hujan harus dihubungkan dengan badan penerima (suatu fasilitas
yang tersedia untuk menerima, mengalirkan atau menampung air buangan) dan dapat
menyalurkan atau menampung air buangan sehingga maksud pengeringan daerah dapat
terpenuhi. Badan penerima dapat berupa sungai, danau, kolam yang mempunyai daya
tampung cukup.
D. Pembuangan Sampah
a. Pengertian
Sampah : semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang berasal dari rumah
tangga atau hasil proses industri :
Garbage : sisa pengolahan atau makanan yang dapat membusuk.
Rubbish : adalah yang tidak membusuk, gelas / kaca, plastik yang tidak mudah
terbakar dan kayu yang mudah terbakar.
Agar sampah tidak membahayakan manusia, maka perlu pengaturan yaitu :
Penyimpanan
Pengumpulan
Pembuangan
b. Persyaratan
Fasilitas pembuangan sampah harus dibuat untuk menampung sementara sampah-sampah
yang dikumpulkan dari tiap rumah. Jumlah dan kapasitas tampung pengumpulan sampah
b. Sekolah dasar
Fasilitas pendidikan yang dipergunakan unutk anak usia 6-12 tahun. Terdiri dari 6 ruang
kelas yang masing-masing menampung 40 murid dan dilengkapi dengan ruang-ruang
lainnya. Pencapaian maksimum adalah 1.000 m.
c. Sekolah menengah pertama
Fasilitas pendidikan untuk menampung lulusan sekolah dasar. Terdiri dari 6 ruang kelas
yang dapat menampung 30 murid dan dipakai pagi dan sore.
d. Sekolah menengah ke atas
Fasilitas pendidikan untuk menampung lulusan sekolah menengah pertama. Terdiri dari 6
ruang kelas yang dapat menampung 30 murid dan dipakai pagi dan sore.
B. Fasilitas Kesehatan
a. Puskesmas pembantu : pencapaian maksimum adalah 1.500 m.
b. Puskesmas : membawahi 5 puskesmas pembantu, pencapaian maksimum adalah 3.000
m
c. Tempat praktek dokter : dapat bersatu dengan tempat tinggal dan dapat juga terpisah,
jarak maksimum adalah 1.500 m.
d. Rumah bersalin : pencapaian maksimum adalah 2.000 m.
e. Apotik : pencapaian maksimum adalah 1.500 m.
C. Fasilitas Perbelanjaan dan Niaga
a. Warung : fasilitas perbelanjaan yang terkecil melayani kebutuhan sehari-hari dari unit
lingkungan terkecil ( 50 keluarga ), pencapaian maksimum 300 m.
b. Pertokoan : fasilitas perbelanjaan yang lebih lengkap daripada warung, meskipun tetap
menjual kebutuhan sehari-hari, pencapaian maksimum 500 m.
c. Pusat perbelanjaan lingkungan : fungsi utama sebagai pusat perbelanjaan dan niaga
lingkungan yang menjual keperluan sehari-hari bahan makanan, kelontongan, alat
sekolah, alat rumah tangga dan lain-lain. Terdiri dari pasar dan pertokoan lengkap dengan
bengkel reparasi kecil seperti radio, kompor, setrika, dan lain-lain.
d. Pusat perbelanjaan dan niaga kecamatan : fungsi utama sama dengan pusat
perbelanjaan lingkungan hanya dilengkapi dengan fasilitas niaga yang lebih luas seperti
kantor, bank, dan industri kecil. Toko-toko tidak saja menjual kebutuhan sehari-hari
tetapi juga kebutuhan yang lebih komplek. Terdiri dari toko-toko, pasar, bengkel reparasi
dan servis juga unit produksi yang tidak menimbulkan polusi dan gangguan lain.
D. Fasilitas Pemerintah dan Pelayanan Umum
Dasar pendekatan penyediaan fasilitas ini adalah untuk melayani setiap unit administrasi
pemerintah yang terdiri dari :
Unit adminstrasi pemerintahan informil : Rukun Tetangga ( RT ) kelompok 50
keluarga dan Rukun Warga ( RW ) 500 keluarga.
Unit administrasi formil : kelurahan dan kecamatan .
Fasilitas yang disediakan bukan berdasarkan pada jumlah penduduk yang mampu
mendukung fasilitas :
a. Kelompok 500 keluarga ( tingkat RW )
Pos hansip dan balai pertemuan
Parkir umum dan kakus umum.
BAGIAN LIMA
RUMAH DALAM PERANCANGAN PERMUKIMAN
Semakin lengkap infrastruktur yang disediakan, semakin mahal dana yang harus dikeluarkan
untuk membeli rumah di daerah tersebut. Salah satu cara untuk menekan harga rumah adalah
mengurangi harga infrastruktur. Mengurangi biaya infrastruktur bukan berarti harus
menurunkan kualitas mutu bahan yang digunakan, tetapi dengan cara merencanakan pola
infrastruktur yang efisien. Merencanakan pola infrastruktur yang efisien dapat dilakukan
dengan penentuan ukuran persil yang efisien.
Pola infrastruktur pada hakekatnya sama dengan pola jaringan jalan, kecuali pada keadaan
khusus, misalnya lahan yang berkontur tajam, gambar di bawah ini dapat menjelaskan
kondisi potongan jalan.
Pada jaringan jalan terdapat jaringan listrik, jaringan pipa air bersih, jaringan saluran air
kotor, dan jarimgam telepon. Jadi, semakin panjang jalan akan membuat semakin panjang
jaringan yang lainnya. Selain itu semakin panjang jalan, menyebabkan semakin luas ruang
sirkulasi yang merupakan daerah yang tidak bisa dijual.
h. 8 x 25
i. 9 x 22,2
j. 10x 20
k. 11 x 18,18
l. 12 x 16,66
m.13 x 15,36
n. 14 x 14,28
o. 15 x 13,3
p. 16 x 12,5
q. 17 x 11,76
r. 18 x 11,11
s.19 x 10,52
t. 20 x 10
u. 21 x 9,52
v. 22 x 9,09
w. 23 x 8,69
x. 24 x 8,33
y. 25 x 8
z. 26 x 7,65
Ukuran seperti pada contoh (a), (b) dan (c) adalah tidak logis Karena persil akan berupa
lorong panjang yang tidak mungkin didirikan bangunan rumah tinggal yang memenuhi
syarat.
Ukuran pada contoh (d) masih kurang dapat diterima karena masih berupa lorong dan
sukar untuk didirikan bangunan.
Ukuran pada contoh (e) sampai (t) adalah ukuran yang logis untuk didirikan
rumah tinggal.
Ukuran (u) sampai (z) adalah ukuran yang kurang dapat diterima karena terlalu lebar,
tetapi pendek sehingga kalau dikurangi garis sempadan jalan luasan sisa pada persil
tidak memenuhi syarat didirikan rumah tinggal.
3. Ruang Sirkulasi
Luas jalan disekelilingi kelompok persil. Kalau melihat gambar pada butir 2 maka ruang
sirkulasi :
S=(P 1
Lm 2 ) + ( 2p 1
= ( P Lm ) + ( 2p Ls )
Ls 2 )
= ( P Lm ) + ( 2p Ls )
Luas lahan
= P 2p + ( 1
Lm 2 )
= P ( 2p + Lm )
S=
( P Lm) (2 p Ls)
100%
P (2 p Lm)
Untuk mengetahui ukuran mana yang ruang sirkulasinya paling efisien, rumus di atas
dapat dicobakan pada setiap ukuran persil.
Supaya tidak terlalu banyak, dicoba pada ukuran :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
L
L
L
L
L
L
L
p= 5
p= 8
p = 10
p = 12
p = 14
p = 16
p = 20
40
25
20
16,66
14,28
12,5
10
Ditentukan : Lm > Ls
Lm = 8 m dan Ls = 6 m
Mencari Sa :
L = 5 m , p = 40 m
P = ( 6 1 ) + Ls = ( 6 5 ) + 6 = 36 m
Sa
( P Lm) (2 p Ls)
100%
P (2 p Lm)
(36 8) (2 40 6)
=
100%
36 {(2 40) 8}
(288 480)
=
100%
(36 88)
768
=
100%
3168
=
= 24,248 %
Dengan cara dan rumus yang sama didapat :
Sb = 23,74 %
Sc = 24,24 %
Sd = 25,56 %
Se = 26,86 %
Sf = 28,69 %
Sg = 31,97 %
Apabila
Xa
Xb
Xc
Xd
Xe
Xf
Xg
= 40/5
=8
, Sa = 24,24 %
= 25/8
= 3,125 , Sb = 23,74 %
= 20/10
=2
, Sc = 24,24 %
= 16,66/12
= 1,38
, Sd = 25,56 %
= 14,28/14
= 1,02
, Se = 26,86 %
= 12,5/16 = 0,78
, Sf = 28,69 %
= 10/20
= 0,5
, Sg = 31,97 %
Ditentukan Lm < Ls
Lm = 6 m dan Ls = 8 m
Dengan cara dan rumus seperti butir 3.1 didapat
Xa = 40/5
=8
, Sa = 27,64 %
Xb = 25/8
= 3,125 , Sb = 24,45 %
Xc = 20/10
=2
, Sc = 23,27 %
Xd = 16,66/12
= 1,38
, Sd = 23,73 %
Xe = 14,28/14
= 1,02
, Se = 24,36 %
Xf = 12,5/16 = 0,78
, Sf = 25,55 %
Xg = 10/20
= 0,5
, Sg = 27,88 %
Kesimpulan
Dari analisa pada butir 3.1 dan 3.2 dapat dibuat grafik sebagai berikut :
Pada grafik a, titik terendah pada X 3 dan pada grafik b, titik terendah pada X 2,
dari kedua grafik di atas dapat disimpulkan bahwa S terendah apabila x = 2 sampai 3.
4. Contoh penerapan
a. Ukuran persil seragam
Tidak ada hirarki ukuran persil
Lingkungan homogen
b. Ukuran persil bervariasi
Ada hirarki ukuran persil dan jalan
Jumlah persil lebih banyak, persentase jalan lebih kecil
Lingkungan heterogen
Khusus biaya pengadaan lahan harus dikalikan dengan faktor perubahan nilai tanah.
Adapun faktor perubahan nilai tanah berbeda-beda untuk setiap status kota dan kondisi
lingkungan sekitar. Faktor ini tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi hanya
berdasarkan perkiraan seperti tabel berikut :
Tingkat perkembangan
lingkungan
Status kota
1. Kota metropolitan
(< 1.500.000 jiwa )
2. Kota besar
( 500.000 1.500.000 )
3. Kota sedang
( 100.000 500.000 )
4. Kota kecil
( >100.000 jiwa )
Sudah berkembang
Sedang berkembang
Belum berkembang
1,0 %
1,5 %
2,5 %
0,7 %
1,0 %
2,0%
0,5 %
0,7 %
1,5 %
0,3 %
0,5 %
1,0 %
B. Analisa perhitungan
a. Harga tanah matang tanpa rumah :
Kondisi ini bila infrastruktur sudah dibangun. Dengan demikian harga tanah matang
adalah harga seluruh lahan pemukiman yang telah lengkap prasarananya, tetapi
belum dibangun rumah.
Harga tanah matang : biaya pengadaan lahan ditambah faktor perubahan nilai tanah,
ditambah total biaya infrastruktur dan harga proses perencanaan.
Tm
= { Pt ( 1 + F ) } + I + P
Tm
Pt
F
I
P
Contoh soal
Lahan luas 10 Ha dibeli seharga Rp. 100.000.000, akan dibangun beberapa tipe persil
dan tipe rumah. Setelah direncanakan dengan seksama, hasilnya sebagai berikut :
Ruang sirkulasi
: 24 %
Ruang terbuka ( tanah, lapangan, olahraga )
: 5%
Fasilitas komersil
: 5%
Fasilitas sosial
: 6%
Daerah perumahan
: 60 %
Perumahan terdiri atas persil dengan luas 150, 120, dan 300 m2 . Atas dasar rencana di
atas, prasarana mulai dibangun hingga lahan tersebut siap didirikan perumahan. Biayabiaya yang dikeluarkan sampai tahap tersebut adalah :
Biaya perencanaan
: Rp 36.000.000,Biaya prasarana :
Biaya urugan dan galian
: Rp 20.000.000, Biaya pembuatan jalan dan jembatan
: Rp 50.000.000, Biaya pembuatan saluran
: Rp 20.000.000, Biaya pemasangan jaringan listrik
: Rp 50.000.000, Biaya pemasangan jaringan air bersih: Rp 30.000.000, Biaya pemasangan jaringan telepon
: Rp 60.000.000,Biaya hak guna bangunan
: Rp
40.000,- / unit
Biaya pembangunan rumah :
Biaya pada persil 150 m2
: Rp 18.000.000, Biaya pada persil 200 m2
: Rp 24.000.000, Biaya pada persil 300 m2
: Rp 36.000.000,-
Berapa biaya yang harus saudara keluarkan untuk membeli persil dan rumah tipe 150 m2?
Jawaban :
Lahan produktif
= 10 ha ( 24 % 10 ha ) (5 % 10 ha )
= 10 ha 24.000 m2 5.000 m2
= 71.000 m2
= TM / 71.000 150
= Rp 776.408,-
Catatan :
Harga di atas belum termasuk biaya-biaya yang harus dikeluarkan perusahaan
pembangun lingkungan permukiman seperti :
Biaya Over head
Biaya kontungensi fisik
Biaya kontungensi harga
Biaya alokasi investasi
Biaya buangan pinjaman bank
Biaya lain-lain
Biaya- biaya tambahan tersebut harus ditambahkan pada harga persil dan rumah.
C. Menghitung Angsuran Harga Rumah
Pembelian rumah dapat ditempuh dengan dua cara yaitu secara kontan dan secara angsuran.
Pembelian secara kontan sangat mudah bagi pembeli maupun penjual. Pembelian secara
angsuran sangat mudah bagi pembeli karena tidak perlu mengeluarkan dan besar sekaligus,
tetapi bagi pihak penjual memerlukan sedikit perhitungan supaya tidak mengalami kerugian.
a. Dasar perhitungan
Perhitungan angsuran berdasarkan teori matematika bunga khususnya teori rangkaian
pembayaran seragam ( Uniform Series of Payment ). Teori ini mempunyai empat metode
yaitu :
Rangkaian faktor jumlah kompon ( Rangkaian seragam atau Series Compound
Amount factor (Uniform Series :teori ini menghitung berapa jumlah modal yang
terkumpul apabila setiap akhir periode waktu (bulan /tahun) diinvestasikan sejumlah
dengan tingkat bunga tertentu.
Faktor dana diendapkan (Sinking Fund Factor) : untuk menghitung berapa jumlah
modal seragam yang harus diinvestasikan setiap akhir periode waktu (bulan/tahun)
dengan tingkat bunga tertentu, supaya dihasilkan suatu jumlah yang dikehendaki pada
akhir periode N.
Faktor pemulihan modal ( Capital Recovery Factor ) : untuk menghitung berapa jumlah
yang harus dibayarkan setiap periode waktu ( bulan/tahun ) selama periode N dan tingkat
bunga tertentu agar sejumlah modal yang dipinjam saat ini dapat lunas.
Rangkaian faktor nilai sekarang ( rangkaian seragam ) atau Series Present Worth
Factor ( Uniform Series ) : untuk menghitung jumlah nilai pinjaman saat ini, apabila
setiap akhir periode waktu ( bulan/tahun ) harus membayar suatu jumlah selama periode
N dengan tingkat bunga tertentu.
b. Teori yang dipakai
Untuk menghitung berapa angsuran yang harus dibayar setiap bulan, dipakai metode ke 3
yaitu faktor pemulihan modal ( Capital Recovery Factor ). Kebalikan dari metode tersebut
adalah metode ke 4 yaitu rangkaian faktor nilai sekarang, apabila ingin mengetahui harga
sekarang dari jumlah angsuran yang dibayarkan dalam jangka waktu tertentu.
1. Menghitung angsuran per bulan : memakai teori faktor pemulihan modal
Rumus : A
P i ( 1 i )N
( 1 i ) N 1
Keterangan :
A
: Harga rumah dan persil
i
: Tingkat bunga
N
: Jangka Waktu
Contoh Soal
Harga rumah dan persil ( sudah termasuk keuntungan pengusaha ), apabila dibayar
kontan adalah Rp 20.000.000,- atau boleh dibayar secara berangsur selama 5 tahun
dengan bunga 15 %. Berapa angsuran yang harus dibayar tiap bulan ?
Jawab :
P i ( 1 i )N
( 1 i ) N 1
Rp 5.966.223,69,12
= Rp 497.185,31,-
2. Menghitung harga sekarang bila diketahui angsuran per bulan menggunakan teori
rangkaian faktor nilai sekarang
Rumus : P = A
( 1 i )N 1
i ( 1 i )N
Keterangan :
P
= Harga saat ini
A
= Angsuran
i
= Tingkat bunga
N
= Jangka waktu
Contoh soal :
Angsuran yang harus dibayar setiap bulan untuk pembelian selama masa 5 tahun adalah
Rp 400.000,- dengan bunga 15 % per tahun. Berapa sebenarnya nilai kontan rumah
tersebut ?
Jawab :
( 1 i )N 1
P = A
i ( 1 i )N
( 1 0,15 ) 5
0,15 ( 1 0,15 ) 5
1,01136
12
= Rp 400.000,-
0,3017
= Rp 400.000,-
= Rp 16.090.580,-
vertikal untuk rumah yang bertingkat. Kebutuhan ini membutuhkan derajat kemudahan
tergantung pada pemakai rumah atau ruangan.
f.
Keamanan
Rasa aman akan lingkungan perumahan dari gangguan manusia lain dan gangguan alam
yang merusak. Seharusnya permukiman tersebut aman dari gangguan kriminal, polusi
udara dan air, longsor, gempa bumi dan lain-lain.
Tinggi
Tipe keluarga
Cukup
Rendah
Penghasilan
Menengah
Pembahasan tipe penghuni dalam bagian ini didasarkan pada siklus perkembangan
keluarga. Pada siklus ini dapat diasumsikan jumlah anggota keluarga sehingga hal ini
menentukan banyaknya aktivitas yang akhirnya akan berpengaruh terhadap kebutuhan
dan luasan ruangan.
Bujangan muda
Pasangan Muda
Pasangan tua
Bujangan tua
Ruang tidur
Ruang Tamu
Ruang Makan
Dapur
Kamar Mandi
Ruang Belajar
Ruang Keluarga
Tabel hubungan aktivitas dengan ruang
( Sumber : Ricarhd Utermann 1983 : 45 )
Bermain
Belajar
Masak
Makan
Tamu
Ruang
Tidur
Kegiatan
Kebersiha
n
Tipe Slab : mencerminkan denah yang menggunakan koridor di tengah atau diluar.
Tipe Point Block : karakteristik bentuk bangunan ini adalah terdapatnya inti di
tengah dengan unit-unit yang mengelilinginya.
Menurut Samuel Pane dalam Apartment, Their design and Development, sistem kepemilikan
rumah susun terdiri dari :
Sistem sewa : hak milik untuk jangka waktu tertentu dengan pembayaran sewa secara
berkala, terbagi menjadi :
Sewa biasa :membayar uang sewa kepada pengelolah sesuai perjanjian.
Sewa beli : uang sewa menjadi angsuran sehingga mencapai harga tertentu unit
tersebut menjadi milik penghuni.
Sewa kontrak : membayar sewa sesuai dengan waktu kontrak setelah waktu tersebut
habis bisa dilanjutkan lagi.
Sistem Kooperatif : kepemilikan rumah susun yang penyelenggaraan dan pengelolaan
dilakukan oleh suatu koperasi, kepemilikan unit tersebut oleh anggota koperasi.
Sistem Kondomonium : suatu sistem kepemilikan yang terdiri atas bagian-bagian yang
merupakan satuan yang dapat digunakan secara terpisah adanya surat hipotik dan fasilitas
umum yang dimiliki bersama.
Harga rumah dipengaruhi banyak hal yaitu : biaya perizinan, teknologi konstruksi, harga
tanah, bunga bank dan lain-lain. Guna menekan harga rumah beberapa usaha yang dilakukan
adalah menyederhanakan kualitas bahan bangunan, kecepatan pemabngunan, dan lain-lain.
Salah satu usaha mengurangi harga rumah adalah mengurangi biaya konstruksi yang dapat
dilakukan dengan : Efisiensi rencana rumah dengan memperhatikan modul bahan untuk
mengurangi bahan sisa, pemakaian bahan yang melihat potensi daerah dan mempunyai
fleksibilitas tinggi dan metode kerja yang cepat untuk mengurangi biaya upah penghematan
harga rumah dituinjau dari segi konstruksi bangunan.
Perencanaan rumah terutama rumah sederhana dibutuhkan suatu rencana yang efisien dengan
mempertimbangkan pemakaian bahan semaksimal mungkin. Keadaan di Indonesia dalam
pembangunan perumahan terjadi pemborosan pada bahan bangunan karena kecerobohan
memotong kayu, pemborosan semen, batu bata dan lain-lain. Berdasarkan kondisi ini maka
diperlukan penambahan kriteria modular dalam perencanaan desain rumah.
Koordinasi modular : suatu sistem yang dimaksudkan untuk mengkoordinasikan ukuran
dari bagian-bagian bangunan buatan pabrik yang disambungkan.
Hal ini adalah suatu metode standar dimensi komponen bangunan dan bangunannya, yang
penerapannya satu sama lainnya saling terkait melalui suatu ukuran yang umum. Satuan ini
digunakan dalam penentuan seluruh ukuran, merupakan faktor dimensional dan kelipatan
ukuran yang disebut Modul dasar.
Sistem koordinasi modular merupakan salah satu alternatif yang dapat dipakai guna
mengurangi volume bahan sisa. Koordinasi modular ini dapat menekan biaya konstruksi
dengan efisisensi pemakaian bahan sehingga dimensi material menjadi pertimbangan utama
dalam perencanaan dengan demikian akan dapat meminimalisasi bahan sisa dan akhirnya
mengurangi biaya konstruksi.
Pola-pola modular sebenarnya sudah diterapkan dalam bangunan tradisional misalnya dalam
arsitektur jepang yang dikenal dengan sistem KEN yang diwujudkan dengan pemakaian
komponen-komponen bangunan yang menggunakan kelipatan ukuran Tatami dan dalam
arsitektur Bali dikenal dengan satuan dasar Hasta.
Secara internasional nilai modul dasar yang disimbolkan M ditetapkan 10 cm atau 100 cm.
Besaran ini ditentukan secara umum pada bangunan dan komponen bangunan dengan
pertimbangan unsur fleksibilitas dan ketepatan yang maksimal.hal penting dalam sistem ini
adalah cara peletakan bahan dalam koordinasi modular, pada dasarnya ada dua cara peletakan
yaitu :
1. Meletakan garis tengah material di atas grid, cara ini adalah cara yang paling umum
sering digunakan dalam perencanaan struktur untuk meletakan garis gaya secara tepat
guna mendapatkan struktur yang stabil. Cara ini memiliki kelemahan dengan tidak
tepatnya ukuran dimensi ruang yang terjadi karena dimensi material yang berbeda-beda
dan sering tidak modular.
2. Meletakan material diantara dua garis grid dengan batasan tebal material tidak lebih
besar dari modul. Sebaliknya bila material lebih tipis dibandingkan dengan besar modul,
dimensi ruang akan lebih mudah untuk diperkirakan karena ukuran minimum ruang akan
merupakan kelipatan dari modul terpilih.
Selain peletakan material hal lain yang harus diperhatikan adalah ukuran peletakan bukaan
yang ada dengan memperhatikan model-model yang sudah ada.
Perencanaan berdasarkan sistem modul menurut Byron Bloofiel dalam bukunya Modul
Coordinator dibagi menjadi tiga tahap yaitu :
1. Pemilihan dimensi untuk menentukan struktur, panjang dinding, posisi partisi dan
menghapus detail-detail yang tidak perlu.
2. Mengidentifikasi detail-detail khusus dengan mengembangkan gambar kerja.
3. Detail yang dipilih dari standar-standar yang ada dari katalog atau pengembangan sendiri.
Menurut P.a Stone, eksperimen pemakaian bahan modular dalam pembangunan rumah yang
telah dilaksanakan di Eropa dan Amerika dapat menurunkan penghematan upah sebesar 21 %
dan secara keseluruhan terjadi penurunan biaya konstruksi sebesar 10 %. Penghematan yang
dilakukan dengan koordinasi modular meliputi tiga aspek yaitu :
1. Pengurangan bahan sisa : hal ini jelas mengurangi biaya konstruksi karena
berkurangnya kebutuhan bahan yang harus dibeli.
2. Penghematan tenaga kerja : dengan bahan sisa yang relatif berkurang maka beberapa
jenis pekerjaan akan mengalami penurunan misalnnya berkurangnya pekerjaan
pemotongan bahan karena bahan yang dipakai sudah sesuai dengan modul dari ukuran
ruang sehingga dapat menghemat jumlah pekerja yang ada.
3. Penghematan waktu pelaksanaan : dalam hal ini sebenarnya ada dua pendapat berbeda
disatu sisi dengan koordinasi modular yang repetisi dan penyederhanaan komponen
bangunan akan mempercepat pekerjaan. Di lain pihak koordinasi modular dalam
pelaksanaannya membutuhkan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga membutuhkan
kualitas tenaga kerja yang lebih baik.
B. Kebutuhan Psikologi
Rumah merupakan tempat berkumpul keluarga dan saling berhubungan. Untuk
menunjang hal ini dibutuhkan :
Cara pengaturannya harus memenuhi rasa keindahan
Adanya jaminan kebebasan setiap anggota keluarga
Ruangan bagi anggota keluarga yang telah dewasa harus sendiri-sendiri sehingga tidak
terganggu privasinya
Harus ada tempat keluarga berkumpul
Harus ada ruang tamu, untuk kehidupan bermasyarakat.
C. Menghindari terjadinya kecelakaan
Konstruksi dan bahan bangunan harus kuat
Ada sarana pencegahan terjadinya kecelakaan di sumur, kolam dan lain-lain terutama
untuk anak-anak
Tidak mudah terbakar
Ada alat pemadam kebakaran.
D. Menghindari terjadinya penyakit
Adanya sumber air yang sehat, cukup kualitas dan kuantitas
Adanya tempat pembuangan kotoran, sampah dan air limbah yang baik.
Cukup luas, Luas ruangan per orang dikatakan cukup berada diantara 7 10 m2.
1. KDB pada RDTRK Cibeunying : didasarkan pada tinggi bangunan, jarak bebas,
Koefisien Lantai Bangunan ( KLB ), dan cara membangun. Ketentuannya dapat
dilihat dalam gambar sebagai berikut :
2. KDB pada Pedoman Teknik Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak
Bertingkat : pedoman ini menentukan bagian persil yang tertutup bangunan
maksimum 60 % dari seluruh persil.
Bahaya kebakaran : agar dapat mencegah penjalaran kebakaran, bila terjadi antar
bangunan tidak memiliki jarak maka kedua dinding yang berhimpitan harus merupakan
dinding tahan api dan terdiri dari dua lapis.
Ventilasi
Rumah dengan luasan persil sampai 90 m2 , garis sempadan muka rumah adalah 1,5
m dan jarak samping rumah adalah 1 m bila tidak terdapat cucuran atap, bila ada
cucuran atap jarak samping tersebut adalah 1,5 m.
Rumah untuk luasan lebih dari 90 m2 , jarak garis sempadan muka rumah adalah 3
m dari batas muka persil, jarak samping rumah adalah 2 m.
2. Jarak bangunan pada Peraturan Bangunan Bandung : tidak ada ketentuan mengenai jarak
garis sempadan muka rumah, tetapi ada penjelasan mengenai pelampauan terhadap
ketentuan garis sempadan muka rumah. Dalam Peraturan Bangunan Bandung juga
terdapat ketentuan tentang jarak garis sempadan belakang rumah yaitu setengah jarak
antara garis sempadan muka rumah dengan batas belakang persil. Penambahan bangunan
di belakang garis sempadan belakang rumah dapat dilihat pada tabel berikut :
3. Jarak bangunan pada Petunjuk Perencanaan Bangunan dan Lingkungan untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada rumah dan gedung : ketentuan jarak bangunan
berdasarkan jarak dan tinggi bangunan dalam upaya pencegahan bahaya kebakaran,
ketentuannya dapat dilihat pada tabel berikut :
alami akan lembab dan panas karena sirkulasi udara berfungsi untuk mengurangi kadar air
dan udara panas dalam ruangan.
Selain itu ruangan akan gelap pada siang hari karena tidak mendapat cahaya matahari yang
masuk ruangan. Pemecahannya dapat dengan pencahayaan dan penghawaan buatan, hal ini
akan memboroskan pemakaian energi listrik yang akhirnya akan terjadi pemborosan
keuangan penghuni.
Senarai pustaka :
De Chiara. Joseph and Koppleman. Lee, Urban Planning and Design Criteria, Van
Nostrand Reinhold Company, New York, 1972.
Purwaningsih, Titi. Analisa Penentuan Ukuran Kavling dan Harga Rumah , Jurusan
Teknik Arsitektur ISTN, Jakarta, 1981.
BAGIAN ENAM
PENEMUAN BAHAN BANGUNAN DAN SISTEM
KONSTRUKSI ALTERNATIF UNTUK PERUMAHAN
Pustaka :
Koesworo, J. Pudjo, Teknologi KonstruksiBangunan Perumahan Sederhana,
Universitas Katholik Soegijapranata, Semarang, 1993
Majalah Properti edisi 22, Batakko Limbah Alternatif Baru untuk Rumah Sederhana,
November 1995
Majalah Info Papan, Membangun Rumah dengan Kaleng Bekas , Jakarta, Desember
1991
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Jurnal Penelitian Pemukiman Vol X
no 9-10, Bandung, September-Oktober 1994
Asmaniingprojo, Aswito, Industrialisasi Pembangunan Perumahan , makalah dalam
seminar nasional Perumahan dan Permukiman dalam Era Industrialisasi di Indonesia,
ITB Bandung, 1993
BAGIAN TUJUH
LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH
bertahan selama semangat kerja sama dan tolong-menolong masih dirasa perlu baik untuk
hidup sehari-hari maupun untuk acara ritual.
Hal yang menarik untuk diamati adalah semangat hidup mereka untuk tetap bertahan. Tinggal
di kawasan padat ( 200 sampai 750 orang/Ha ) membentuk kemampuan untuk beradaptasi
privasi dan ruang. Kemampuan beradaptasi yang tinggi ini merupakan potensi yang dapat
digunakan untuk membentuk tempat tinggal yang tidak platonis, pengembangan ruangruang terbuka dengan bentuk yang bebas sesuai. Proses pembangunan struktur fisik tidak bisa
dilakukan secara massal tetapi lahir spontan untuk nilai aksesibilitas yang efektif.
Metode perencanaan dan lingkungan binaan secara partisipatif dengan melibatkan
masyarakat yang melibatkan konsultan pembangunan dalam proses penataan tidak hanya
lingkungan fisik tetapi terdapat juga pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Metode
partisipasif pada perencanaan penataan kampung kota bukan sekedar kebutuhan untuk
menciptakan rasa saling memiliki, tetapi secara eksensial mampu membangun pengertian
bahwa mereka hidup dalam satu dunia hidup (Lebenswelt).
Kedua : pengaruh modernisasi terhadap masyarakat kampung kota yang semula tradisional
agraris dalam kebiasaan hidup, tidak lagi bisa bertahan dari proses perubahan. Perubahanperubahan ini merupakan peluang untuk membentuk kerja sama sosial ekonomi dan kultural
antara sektor modern dan sektor kampung ta.
Perkembangan nia moderni masyarakat kampung kota tidak dapat dihindari, ikl
globalisasi justru mendorong mereka untuk membentuk dunia bersama antar penghuni yang
merupakan potensi dimana perkembangan masyarakat modern yang semakin menarik diri ke
dunia yang semakin pribadi. Kondisi ini bila bertahan tidak berlebihan untuk menyebut masa
depan salah satu peradaban ada pada penghuni kampung kota.
Ketiga : kecenderungan investasi di daerah kampung kota merupakan masalah bagi
keberadaan kampung kota. Mengatasnamakan peremajaan kota, kampung-kampung kota
merupakan sasaran empuk para investor. Kecenderungan investasi ini dapat merupakan
proses penghancuarn potensi budaya bermukim atas dasar realita sosial ekonomi.
Penghancuran ini akan menghilangkan budaya khas kota Indonesia dalam budaya tinggal
dengan kepadatan yang tinggi.
Proses pembangunan kota atas nama peremajaan kota tidak memiliki suatu sumbangan besar
bagi kualitas hidup kota, bila tidak disertai dengan pembinaan masyarakat yang ada agar
terlibat aktif dan memiliki saham dalam proses perencanaan, perancangan, pembangunan
dan pemeliharaannya.
Hal ini berarti penghuni tidak perlu budaya bermukim produktif sesuai tujuan peradaban,
segala investasi yang akan ditanamkan dalam bentuk peremajaan kota perlu direncanakan
secara bertahap dengan melibatkan penduduk setempat. Dengan kota lain mempertahankan
keberadaan masyarakat kampung kota dengan persepsi aturan arsitekturalnya adalah suatu
pendekatan pembinaan satu dunia hidup ala Indonesia.
Berdasar tiga pemikiran di atas dimana budaya permukiman menjadi sentral dalam
pengembangan konsep dasar dan pendekatan pada perencanaan dan perancangan lingkungan
binaan maka lingkungan permukiman tidak hanya dilihat sebagai objek suatu karya seni
tetapi juga sebagai proses belajar dalam dunia hidup sebagai suatu komunitas.
Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan arsitekturalnya bukan suatu sistem yang
selesai setelah realisasi fisiknya tetapi suatu proses berkesinambungan yang membutuhkan
pengembangan dalam dunia hidup yang bersangkutan.
Untuk maksud ini peranan arsitek sebagai konsultan pembangunan diharapkan selalu siap
belajar memahami proses sosiokultur yang ada dan yang akan terjadi.
Dengan demikian rencana dan rancangan permukiman perlu memperhatikan dan memberi
peluang pada penghuni untuk mampu memperkaya wadah dunianya sesuai dengan aspirasi
dan persepsi mereka.
7.2 PERMUKIMAN KUMUH
A. Pengertian
a. Lingkungan permukiman kumuh dapat didefinisikan sebagai lingkungan yang
berpenghuni padat ( melebihi 500 orang/Ha ), ciri-ciri lingkungan permukiman kumuh
antara lain
Kondisi sosial ekonomi rendah
Jumlah rumah yang sangat padat dan ukurannya di bawah standar
Prasarana lingkungan hampir tidak ada atau tidak memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan
Dibangun di atas tanah negara atau memiliki orang lain dan di luar perundangundangan yang berlaku.
Lingkungan permukiman kumuh sudah menjadi masalah bagi kota-kota besar di Indonesia (
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Palembang ) lokasi lingkungan ini berada
didekat aktivitas ekonomi seperti sepanjang kanan kiri rel kereta api, bantaran sungai, di
bawah kabel tegangan tinggi dan ruang-ruang terbuka.
Sebagai contoh Jakarta memiliki 4.400 Ha atau 7,1 % luas wilayahnya adalah lingkungan
permukiman kumuh.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh BPPT mengidentifikasi penghuni lingkungan
permukiman kumuh cukup beraneka ragam pegawai negeri, swasta, buruh kasar, pedagang
kecil, tukang becak dan lain-lain dengan penghasilan Rp 150.000,- per bulan.
Penyebab tumbuhnya lingkungan permukiman kumuh antara lain urbanisasi dan migrasi
yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, sulit mencari
pekerjaan, sulitnya mencicil atau menyewa rumah, kurang tegasnya pelaksanaan peraturan
perundang-undangan program perbaikan yang hanya diminati oleh para pemilik rumah dan
disiplin warga yang rendah.
Dua beberapa pendekatan yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan lingkungan
permukiman kumuh adalah menggunakan teknologi dan penanganan sendiri.
Beberapa kendala dalam menangani dalam peremajaan lingkungan kumuh adalah
a. Permasalahan pembiayaan
Pemecahan yang dilakukan biasanya bangunan tinggi hal ini memerlukan biaya yang
besar.
Peremajaan lingkungan kumuh merupakan proyek besar karena menyangkut banyak
manusia sehingga harga harus dipertimbangkan secara matang mengenai manfaat
proyek.
Belum kuatnya dana pembangunan perumahan
b. Permasalahan teknis
Banyak proyek peremajaan lingkungan tanpa didahului survei sosial untuk
mengidentifikasikan karakteristik, kemampuan dan keinginan masyarakat setempat
Banyak proyek peremajaan lingkungan kurang memperhatikan kelengkapan
lingkungan seperti taman, ruang terbuka, pencegahan kebakaran, tempat pembuangan
sampahn dan tempat bermain anak karena fasilitas ini akan menambah biaya
peremajaan.
Keterbatasan lahan sehingga pemilihan lokasi untuk peremajaan lingkungan ini harus
tepat.
c. Permasalahan sosial budaya
Pendapat umum bahwa penggusuran itu jelek padahal usaha pemerintah adalah
menyediakan lingkungan hidup yang lebih baik.
Penciptaan rasa bersama pada masyarakat dalam suatu lingkungan yang baru.
Adanya dualisme antara penataan lingkungan dengan peremajaan lingkungan yang
bersifat hanya mengikuti standar teknis. Orang lebih senang tinggal di lingkungan
kumuh dari pada di lingkungan yang baru.
d. Permasalahan hukum
Sulitnya penegakkan hukum penghuni lingkungan kumuh hampir tidak mengerti
perundang-undangan yang berlaku.
Perlunya informasi kepemilikan khususnya pada pemecahan dengan bangunan sewa.
Beberapa alternatif pola peremajaan lingkungan kumuh adalah relokasi, pembebasan tanah,
konsolidasi tanah ( penataan kembali ) dan partisipasi masyarakat setempat dengan sistem
bank tanah.
Pustaka