Anda di halaman 1dari 31

Case Report Session

MALARIA BERAT

Oleh :
Hanna Ramadhani Putri

1110311002

Preseptor :
dr. Rinang Mariko, Sp.A(K)
dr. Mayetti, Sp.A(K)
dr. Rahmi Lestari, Sp.A
dr. Indra Ihsan, Sp.A, M.Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT RSUP DR. M. DJAMIL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2016
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit akut dan kronis yang disebabkan oleh
Plasmodium, ditandai dengan demam paroksismal, menggigil, berkeringat,
kelelahan, anemia, dan splenomegali.1,2

1.2 Epidemiologi
Malaria adalah masalah utama di seluruh dunia, terjadi pada lebih dari
100 negara dengan populasi gabungan lebih dari 1,6 miliar orang. Plasmodium
falciparum dan P. malariae ditemukan di sebagian besar wilayah malaria.
Plasmodium falciparum spesies yang dominan di Afrika, Haiti, dan New Guinea.
Plasmodium vivax mendominasi di Bangladesh, Amerika Tengah, India, Pakistan,
dan Sri Lanka. Plasmodium vivax dan P. falciparum mendominasi di Asia
Tenggara, Amerika Selatan, dan Oseania. Plasmodium ovale adalah spesies yang
paling umum dan ditularkan terutama di Afrika.1
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan
dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia. Upaya penanggulangan penyakit malaria di
Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator
Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan
Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur
angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini
mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan
pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based
Combination Therapies).3
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia.
Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur
masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam
stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. API dari
tahun 2008 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000
penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API
yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang
diatas angka API nasional.3

Menurut data Pemberantasan Penyakit Menular Depkes RI tahun 2006,


propinsi Sumatera Barat masih termasuk Low Incidence Area dengan angka AMI
(Annual Malria Incidence) sebesar 0,88 %, namun beberapa daerah dikenal
sebagai daerah endemis malaria yaitu Mentawai, Pesisir Selatan, Pasaman,
Sawahlunto Sijunjung dan Solok Selatan. Angka Klinis Malaria di Sumatera Barat
menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun. Puncak kejadian malaria selama 10
tahun terakhir ini adalah pada tahun 2009 terdapat 1.357 sediaan positif malaria
dari 7.207 malaria klinis yang diambil sediaan darahnya sebanyak 4.067 buah. Hal
ini perlu disikapi ke depannya agar indikator program malaria berdasarkan API
seperti halnya di Jawa dan Bali.4
Menurut karakteristik umur, point prevalence paling tinggi adalah pada
umur 5-9 tahun (0,9%), kemudian pada kelompok umur 1-4 tahun (0,8%) dan
paling rendah pada umur <1 tahun (0,3%). Untuk karakteristik jenis kelamin,
tempat tinggal, pendidikan dan pekerjaan, point prevalensi dan period prevalensi
hampir sama. Pada point prevalensi, prevalensi pada laki-laki sama dengan
perempuan (0,6%), di perdesaan (0,8%) dua kali prevalensi di perkotaan (0,4%).
Kelompok pendidikan tidak tamat SD (0,7%) dan tidak pernah sekolah (0,8%)
merupakan dua kelompok yang paling tinggi prevalensinya dan kelompok tamat
PT merupakan kelompok yang paling rendah prevalensinya (0,2%). Kelompok
sekolah dan petani/nelayan/buruh merupakan kelompok pekerjaan yang
tertinggi prevalensinya (masing-masing 0,7%) sedangkan yang paling rendah
adalah Pegawai/TNI/POLRI (0,3%).3
1.3 Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium. Plasmodium
hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara
alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Spesies Plasmodium
pada manusia adalah:5
1) Plasmodium falciparum (P. falciparum).
2) Plasmodium vivax (P. vivax)
3) Plasmodium ovale (P. ovale)
4) Plasmodium malariae (P. malariae)

5) Plasmodium knowlesi (P. knowlesi)


Jenis Plasmodium yang banyak ditemukan di Indonesia adalah P.
falciparum dan P. vivax, sedangkan P. malariae dapat ditemukan di beberapa
provinsi antara lain Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. P ovale pernah
ditemukan di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Pada tahun 2010 di Pulau
Kalimantan dilaporkan adanya P. knowlesi yang dapat menginfeksi manusia
dimana sebelumnya hanya menginfeksi hewan primata/monyet dan sampai saat
ini masih terus diteliti.5
1.4 Siklus Hidup Plasmodium dan Patogenesis
1.4.1 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk Anopheles betina.
1. Siklus Pada Manusia (Fase aseksual)
Pada waktu nyamuk Anopheles infektif menghisap darah manusia,
sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran
darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke
dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon
hati yang terdiri dari 10,000-30,000 merozoit hati (tergantung spesiesnya). Siklus
ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu.
Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit.
Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps. 1,5
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah,
parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit,
tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan
menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer. Pada P.
falciparum setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan
dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait
dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. Siklus P. knowlesi pada
manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera
ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak ditemukan di hutanhutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut
lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia. 1,5
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina (Fase seksual)
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak
sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai
dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (tabel
1).1,5
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.
Plasmodium
Masa Inkubasi (rata-rata)
P. falciparum
9 14 hari (12)
P. vivax
12 17 hari (15)
P. ovale
16 18 hari (17)
P. malariae
18 40 hari (28)
P.knowlesi
10 12 hari (11)
5
Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Gambar 1. Siklus hidup Plasmodium sp.1


1.4 .2Patofisiologi5
1. Demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang
sel-sel makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai
macam sitokin, antara lain TNF (Tumor Nekrosis Factor) dan IL-6
(Interleukin-6). TNF dan IL-6 akan dibawa aliran darah ke hipotalamus
yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh dan terjadi demam. Proses
skizogoni pada keempat plasmodium memerlukan waktu yang bebedabeda. Plasmodium falciparum memerlukan waktu 36-48 jam, P. vivax/P.
ovale 48 jam, dan P. malariae 72 jam. Demam pada P. falciparum dapat
terjadi setiap hari, P. vivax/P. ovale selang waktu satu hari, dan P. malariae
demam timbul selang waktu 2 hari.

2. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi
sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel
darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang
jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada
keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel
darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.
3. Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel
radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
4. Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi,
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler
alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin
(TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan
limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada
saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah
proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses
terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain
lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan
fungsi pada jaringan tertentu.

Gambar 2. Patofisiologi Sitoaderen5


1.5 Manifestasi Klinis
Penderita malaria biasanya menunjukan gejala utama demam tinggi yang
bersifat paroksismal disertai menggigil, berkeringat, dan nyeri kepala. Selain itu,
sering ditemukan kelelahan, anoreksia, nyeri punggung, mialgia, pucat, dan
muntah. Manifestasi klinis malaria pada anak berbeda dengan orang dewasa,
sehingga sering salah diintepretasikan dengan gastroenteritis akut atau infeksi
virus akut lainnya. Anak-anak yang berasal dari daerah endemis malaria (partially
immune) umumnya menunjukkan gejala minimal seperti berkurangnya aktifitas,
anoreksia atau bahkan asimptomatik; tidak harus disertai demam, terutama bagi
anak di daerah endemis. Pada anak dengan asimptomatik yang positif parasit
malaria di darah, dapat hanya menunjukkan splenomegali sebagai temuan
tunggal.1,6

Tabel 2. Perbedaan manifestasi malaria berat pada anak dan dewasa6


Sistem imunitas penderita sangat mempengaruhi manifestasi klinis malaria. Pada
daerah endemis, mayoritas kematian terjadi pada anak-anak yang lebih muda
akibat anemia berat. Pada populasi yang sama, orang dewasa dan anak-anak lebih
besar biasanya menunjukkan gejala minimal dan bahkan asimptomatik.
Sebaliknya pada daerah nonendemis, imunitas parsial penderita umumnya belum
terbentuk atau terbentuk pada usia dewasa, dan mayoritas kematian diakibatkan
oleh malaria serebral. Nyeri kepala, pusing dan iritabilitas dapat mendahului
malaria serebral, tetapi pada anak non-imun (tidak tinggal di daerah endemis sejak
lahir) kondisi dapat cepat berubah dari kondisi sadar penuh menjadi koma dalam
hitungan jam. Kejang adalah kondisi yang umum pada anak-anak dan sering
disertai peningkatan tekanan intrakranial.6
Komplikasi penting malaria berat pada anak adalah hipoglikemia. Hal ini
terjadi karena supresi proses glukoneogenesis parasit di hati dan sekaligus
menginduksi sekresi insulin di pankreas. Sekresi insulin meningkat dengan
penggunaan kina dan dapat mengakibatkan sekuele neurologis yang berat. Distres
pernafasan adalah komplikasi umum lain pada anak-anak, umumnya konsekuensi
dari asidosis berat. Berbeda dengan anakanak, distres pernafasan pada orang
dewasa biasanya akibat edema paru dan juga ARDS (acute respiratory distress

syndrome). Gejala-gejala seperti black water fever dan algid malaria (kolaps
pembuluh darah, syok, dan hipotermi) jarang terjadi pada anakanak.6
1.6 Diagnosis5
A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot. Pada anamnesis
juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 C aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna
coklat kehitaman (Black Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration).
Keterangan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap
untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara
berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku)


untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan
membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan
tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
1) Semi Kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)
(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)
(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)
(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)
Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %
- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %
- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit)
atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL
maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL. Jika
dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL
maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50= 225.000 parasit/uL.
2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan
menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat
darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas
laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah
sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada

etiket yangtersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil


pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program PengendalianMalaria adalah
yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P.Falcifarum.
3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing
DNA
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia.Pemeriksaan ini
penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum.
Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah
parasitnya rendah atau dibawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan
menggunakanPCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena
dapatmembedakan antara parasit impor atau indigenous.
4. Selain

pemeriksaan

di

atas,

pada

malaria

berat

pemeriksaan

penunjangyang perlu dilakukan adalah:


a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;
b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;
c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT,
alkalifosfatase,

albumin/globulin,

kalium,analisis gas darah); dan


d. urinalisis.

ureum,

kreatinin,

natrium

dan

1.7 Tatalaksana
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin
dengan golongan aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40
mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral
selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut:
Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB

2. Artesunat Amodiakuin
Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria
dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet
amodiakuin 150 mg.
1.7.1 Pengobatan malaria berat
Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium
aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil
laboratorium (WHO, 2010):
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Perubahan kesadaran
Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
Tidak bisa makan dan minum
Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
Distres pernafasan
Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: <50

mmHg)
7. Ikterus disertai disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan abnormal
10. Edema paru (radiologi)
Gambaran laboratorium :
1.
1.
2.
3.

Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)


Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%)
Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/L di daerah endemis rendah

atau > 5% per 100.0000/l di daerah endemis tinggi)


4. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
5. Hemoglobinuria
6. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

Tabel 3. Skala Koma Pediatrik5

Gambar 3. Algoritma Pengobatan Kejang dan Status Epileptikus pada Anak


Keterangan:
* Apabila saat datang sudah didiagnosis status epileptikus, maka pemberian
diazepam i.v hanya 1 kali, dilanjutkan dengan obat antikejang lini kedua. Bila
jalur intravena belum tersedia diazepam boleh diberikan per rektal.
** Pemilihan obat lini ke-2 (fenitoin/fenobarbital) ditentukan oleh ketersediaan
obat, akses vena besar, dan alat monitor EKG
*** Pemberian midazolam dilakukan di ruang intensif, namun bila tidak tersedia
dapat diberikan di ruang rawat inap dengan pemantauan tanda vital

Tabel 4. Dosis Inisial Intravena pada Status Epileptikus


Pengobatan malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan
memberikan artemeter ataupun kina hidroklorida intramuscular sebagai dosis
awal sebelum merujuk ke RS rujukan.
a) Kemasan dan cara pemberian artesunat
Artesunate parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 ml natrium bikarbonat
5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering
artesunik dengan larutan 0,6 ml natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah
larutan Dextrose 5% sebanyak 3-5 cc. Artesunat (AS) diberikan dengan dosis 2,4
mg/kgBB per-iv, sebanyak 3 kali jam ke 0, 12, 24. Selanjutnya diberikan 2,4
mg/kgbb per-iv setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat. Larutan
artesunat ini juga bisa diberikan secara intramuskular (i.m) dengan dosis yang
sama. Apabila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen dihydroartemisinin-piperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari +
primakuin atau (Lihat dosis pengobatan lini pertama malaria falsiparum tanpa
komplikasi).

b) Kemasan dan cara pemberian artemeter


Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB
intramuskular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuskular satu
kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Apabila penderita sudah dapat
minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisininpiperakuin atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin (Lihat dosis pengobatan
lini pertama malaria falsiparum tanpa komplikasi).

1.7.2 Tatalaksana pada anemia berat


Anemia berat pada malaria adalah suatu keadaan dimana kadar
hemoglobin <5 g/dL atau hematokrit <15 %. Anemia berat sering menyebabkan

distress pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu,


pemberian transfusi darah harus segera dilakukan.5
Tindakan pada anak-anak:5
a. Rencanakan transfusi darah segera, lebih baik dengan Pack Red Cell/PRC
diberikan

secara

bertahap.

Di

daerah

endemis

rendah

dapat

dipertimbangkan pemberian transfusi pada Hb < 7 g/dl


b. Hitunglah jumlah kebutuhan PRC untuk menaikkan Hb yang dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
Hb = selisih antara Hb yang diinginkan setelah transfusi dengan Hb sebelum
transfusi.
Kebutuhan total = Hb x BB x 4 ml
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood dengan perhitungan sebagai
berikut:
Kebutuhan total = Hb x BB x 6 ml
Tindakan pada orang dewasa:
a. Berikan transfusi darah paling baik PRC 10-20 ml/kgBB. Setiap 4
ml/kgBB akan menaikkan Hb 1 g %.
b. Volume transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan keseimbangan
cairan.
1.7.3 Tatalaksana pada syok
Syok adalah keadaan gangguan hemodinamik yang ditandai dengan:5
-

Mean Arterial Pressure (MAP)< 65 mm Hg (pada dewasa)


TD sistolik <80mmHg. tekanan nadi (selisih sistolik dan diastolik) < 20

mm Hg (pada anak)
Nadi kecil dan cepat kecil dan cepat, kulit dingin. Keadaan ini terjadi pada

penderita malaria yang disertai:


Waktu pengisisan kapiler > 2 detik

Kondisi syok pada malaria dapat disebabkan oleh:5


a. Malaria algida
b. Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan
kurang)
c. Sepsis
d. Perdarahan karena stress ulcer (perdarahan masif saluran pencernaan)
e. Diare

Tatalaksana Syok5
b. Resusitasi cairan :
1. Rehidrasi dengan pemberian cairan infus loading dose : cairan kristaloid
(Ringer) sebanyak 10 - 20 ml/kgbb secepatnya sampai nadi teraba,
selanjutnya:
2. Bila nadi belum teraba dalam 20 menit ulangi loading dose. Bila sesudah 2
kali loading dose nadi belum teraba: maka berikan loading dose dengan
plasma expander 20 ml/kgbb secepatnya. Bila syok belum teratasi, berikan
dopamin 3 5 g/kgbb/menit. Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan
pemberian rehidrasi dengan cairan Ringer sesuai keadaan pasien.
c. Bila memungkinkan, tekanan vena dimonitor dengan CVP. Apabila CVP
tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balans cairan secara
akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
d. Kadar gula darah diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia.
e. Penatalaksanaan selanjutnya disesuaikan dengan tatalaksana syok secara
umum.
1.7.4 Pemantauan respon pengobatan
Pemantauan Pengobatan untuk Plasmodium falsiparum dan Plasmodium
Vivax. Pemantauan pengobatan dilakukan pada : hari ke-3, hari ke-7, hari ke 14
sampai hari ke-28.5
1. RAWAT JALAN
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari ke- 14 dan hari
ke-28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu
segera kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. RAWAT INAP
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak
ditemukan parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah
pasien dipulangkan harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama
mendapatkan obat anti malaria.
Kriteria Keberhasilan Pengobatan :
1. Sembuh

Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28
2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan
parasitemia
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam
3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure
1. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis
(1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan Parasitemia
(2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke28 disertai demam
2. Gagal kasep Parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28 tanpa
demam
4. Rekurensi
Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan
selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
2) Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit
tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale.
3) Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual
lama)
4) Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan
pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi
baru (sporozoit)
Tindak Lanjut Kegagalan Pengobatan
Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai parasit aseksual positif
maka pasien segera di rujuk. Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama atau parasit
menghilang, kemudian timbul kembali selama periode follow up maka diberi
pengobatan lini kedua. Kedua keadaan ini harus dilaporkan melalui sistem
surveilans malaria.
1.8 Profilaksis

Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi malaria,


sehingga bila terinfeksi gejala klinisnya tidak berat. Ditujukan terutama untuk
orang yang berpergian ke daerah endemis dalam waktu yang tidak terlalu lama,
seperti turis. Untuk jangka waktu lama pada anak sebaiknya mengggunakan
perlindungan diri seperti kelambu, repellent (Diethyltoluamide/DEET 25- 35%),
kawat kasa, dan lain-lain. Penggunaan DEET 25-35% dihindari pada bayi <2
bulan dan sebaiknya dibilas secepatnya dari kulit apabila berada di dalam ruangan
yang terlindungi. Kemoprofilaksis ditujukan terutama untuk P. falciparum karena
virulensinya tinggi. Sehubungan dengan tingginya resistensi P. falciparum
terhadap klorokuin, doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofi laksis pada anak
usia lebih dari 8 tahun. Doksisiklin diminum 1 hari sebelum keberangkatan
dengan dosis 2 mg/kgBB setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu. Pada anak
yang lebih kecil dapat digunakan atovaquoneproguanil dan mefloquine.
Atovaquoneproguanil memiliki sediaan tablet anak dan lebih ditoleransi dari
mefloquine, dimulai dari 2 hari sebelum berpergian dan dikonsumsi setiap hari,
sesuai waktu berpergian yang singkat. Untuk waktu berpergian yang lama, dapat
diberikan mefl oquine 4,6 mg basa/ kgBB/minggu, dimulai dari 2 minggu sebelum
keberangkatan. Namun, mefloquine kurang disukai karena tidak ada sediaan untuk
anak dan rasanya pahit.6

Tabel 5. Kemoprofilaksis malaria pada anak

BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. TNP

Umur

: 1 tahun 5 bulan

Jenis Kelamin

: Perempuan

No. MR

: 95.77.XX

Tanggal Masuk RS

:29 September 2016

Seorang anak berumur 1 tahun 5 bulan dirawat di bagian HCU Anak


RSUP Dr. M.Djamil Padang pada tanggal 29 September 2016 pukul 21.00 WIB
dengan:
KELUHAN UTAMA
Tampak pucat sejak 3 hari sebelum masuk RS.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
-

Demam sejak 7 hari sebelum masuk RS, demam tinggi, terus menerus,
tidak menggigil, tidak berkeringat malam, dan tidak disertai kejang.

Buang air kecil berwarna teh pekat sejak 3 hari sebelum masuk RS.

Tampak pucat sejak 3 hari sebelum masuk RS, semakin lama semakin
pucat.

Muntah sejak 1 hari sebelum masuk RS, frekuensi 1-2x/hari, berisi sisa
makanan, jumlah 3 sendok makan sampai 1/4 gelas, tidak menyemprot.

Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada.

perdarahan dari hidung, telinga, dan saluran cerna tidak ada.

Buang air besar warna dan konsistensi biasa.

Riwayat bepergian ke pulau Tamang, Mandailing, Sumatera Utara 3


minggu sebelum masuk RS, selama 1 minggu.

Pasien telah dirawat di RS Swasta Padang selama 1 hari dan telah


mendapatkan terapi paracetamol 3x120mg, ceftriaxon 2x500mg. Telah
dilakukan pemeriksaan darah dengan hasil Hb 5.4 gr/dl, leukosit 12850,
trombosit 30.000, Ht 15,31%, Hitung jenis 0/2/0/51/34/13, Sy. Typhi H
1/160, Sy Typhi O 1/160, malaria falciparum (+), pasien kemudian dirujuk
ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan keterangan Malaria.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Tidak pernah menderita keluhan seperti ini sebelumnya.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Kakak laki-laki pasien mempunyai riwayat menderita malaria setelah
bepergian ke pulau yang sama 2 tahun yang lalu dan dirawat di RSUP Dr.
M.Djamil Padang selama 6 hari.

RIWAYAT PEKERJAAN,

SOSIAL,

EKONOMI,

KEJIWAAN,

DAN

KEBIASAAN
-

Anak ketiga dari tiga bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup bulan,
berat badan lahir 3500 gram dan panjang badan lahir 50 cm, langsung

menangis.
Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia.
Higene dan sanitasi lingkungan kurang.

Riwayat Imunisasi
I
II
BCG
Scar (+)
DPT
Polio
1 Bulan
3 Bulan
Campak
9 Bulan
Hepatitis B
1 Bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.
Riwayat Tumbuh Kembang

III
-

Ulangan

Perkembangan fisik : Normal


Pertumbuhan gigi pertama : 6 Bulan
Psikomotor

Tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Kesan : Perkembangan dalam batas normal

Perkembangan puberitas

Lupa
8 bulan
9 bulan
9 bulan
12 bulan
-

Rambut pubis
Mammae
Haid pertama

Kesan : Normal, A1M1P1


Perkembangan mental dan emosi : Normal
Riwayat Makan
ASI

: 0 bulan sekarang

Susu formula : tidak ada.


Makanan lain : Bubur bayi (Frekuensi 3x/hari)

Riwayat Lingkungan
-

Rumah permanen
Sumber air minum: air galon
Pekarangan rumah luas
Jamban di dalam rumah
Sampah dibakar
Kesan
: Higiene dan sanitasi lingkungan kurang.

PEMERIKSAAN FISIK UMUM


-

Kesadaran
: GCS 15 (E4M5V6)
Tekanan darah : 100/40 mmHg

Nadi
Suhu

: 148 kali/ menit


: 38.6oC

Keadaan umum : Sakit berat


Keadaan Gizi : Gizi kurang
BB/U : 89.33%
TB/U : 97.46 %
BB/TB : 86.53%
Tinggi badan : 77 cm
Berat Badan : 9 kg

Pernafasan
Sianosis

: 30 kali/ menit
: Tidak ada

Edema
Anemis
Ikterus

: Tidak ada
: Ada
: Tidak ada

Kulit
Teraba hangat, tampak pucat
Kelenjar Getah Bening
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
Bulat simetris.
Rambut
Hitam, tidak mudah rontok
Mata
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokhor, diameter 2 mm/ 2 mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga
Tidak ada keluar cairan pada kedua telinga
Hidung
Tidak ada keluar cairan pada hidung
Tenggorokan
Tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis
Gigi dan Mulut
Mukosa mulut dan bibir basah.
Leher
JVP 5 2 cmH2O
Dada
Paru Inspeksi
: Normochest
Palpasi
: Fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
Cor Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi
: Irama teratur, bising ejeksi sistolik di seluruh ostium.
Perut
Inspeksi
: Distensi tidak ada, laserasi tidak ada, hematom tidak ada.
Palpasi
: Supel, hepar teraba 1/2-1/2, pinggir tajam, permukaan rata,
kenyal, lien teraba S2-S3
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Punggung
Tidak ditemukan kelainan.
Alat Kelamin
Tidak ditemukan kelainan.
Status pubertas : A1M1P1
Anus
Colok dubur tidak dilakukan.

Anggota Gerak
Akral hangat, CRT < 2 detik, perfusi baik
Refleks fisiologis +/+
Refleks patologis -/HASIL LABORATORIUM
Hb
: 3.3 g/dL
Leukosit
: 7300/ mm3
Trombosit
: 11.000/ mm3
Ht
: 9%
Retikulosit
: 1,8%
Eritrosit
: 1.3 jt// mm3
MCV
: 69 pq
MCH
: 25 fl
MCHC
: 36%
DIAGNOSIS KERJA
- Malaria Berat ec Malaria Falciparum
DD/ Demam Berdarah Dengue
- Anemia gravis ec malaria falsiparum
- Gizi kurang

GDR
:128 mg/dl
Ureum
: 18 mg/dl
Kreatinin
: 0.4 mg/dl
Bilirubin Total : 1.5
Bilirubin I
: 0.5
Bilirubin II : 1

TERAPI
-

Oksigen 1 liter/ menit nasal


IVFD Kaen 1B 4 tetes/ menit (makro)
ML 1000kkal
Artesunat 20 mg IV (loading dalam 2 menit), dilanjutkan setelah 12 jam.

Artesunat 20 mg IV. Hari berikutnya artesunat 1x20 mg IV


\Paracetamol 3x100 mg

BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 1 tahun 5 bulan dengan
diagnosa Malaria Berat ec Malaria Falciparum ditambah anemia gravis dan gizi
kurang, diagnosa di tegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa di dapatkan tampak pucat, demam 7 hari, demam tinggi,
terus menerus, buang air kecil berwarna teh pekat, muntah, hal ini sesuai dengan
yang disebutkan dalam tinjauan pustaka bahwa malaria akan menimbulkan gejala
demam tinggi terus menerus, buang air kecil yang pekat, tampak pucat. Terjadinya
demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
dan terjadi demam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari.1,5 Tampak
pucat dikarenakan anemia yang terjadi karena pecahnya sel darah merah yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi pada fase eritrositer dalam siklus hidup
malaria.1 Pada anak juga didapatkan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria
yaitu Mandailing, Sumatera Utara, 3 minggu sebelum masuk RS. 7 Masa inkubasi
P.Falsiparum yaitu 9 14 hari, rata-rata 12 hari. 5 Pada tahun 2012 daerah tersebut
merupakan daerah endemis kedua setelah kabupaten Batubara, Sumatera utara,
dengan jumlah penderita 4507 jiwa dan CFR 0.13. Kakak laki-laki pasien juga
pernah menderita malaria setelah bepergian ke tempat yang sama 2 tahun yang
lalu dan di rawat di RSUP Dr.M.Djamil Padang selama 6 hari.
Dari pemeriksaan fisik di temukan keadaan umum berat, dengan gizi
kurang (BB/TB: 86.53%), tekanan darah 100/40 mmHg, suhu 38.6oC, nadi
148x/menit, nafas 30x/menit. Pada mata ditemukan kulit tampak pucat,
konjungtiva anemis, hepar teraba 1/2-1/2 pinggir tajam permukaan rata , lien
teraba di s2-s3, bising ejeksi sistolik di seluruh ostium. Temuan yang didapat dari
pemeriksaan fisik yaitu adanya splenomegali hal ini dikarenakan limpa
merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-

sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan
limpa membesar. Adanya bising ejeksi sistolik di seluruh ostium menurut tinjauan
pustaka merupakan suatu tanda adanya hiperaktivitas jantung pada keadaan
seperti anemia.
Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb 3,3gr/dl kesan anemia berat
dan sediaan apus darah tepi di dapatkan parasit malaria falsiparum. Pada pasien
ini didapatkan trombosit 11.000/mm3. Pada penelitian di Papua, Indonesia (2014)
2/3 pasien malaria akut didapatkan trombositopenia.
Terdapat beberapa mekanisme yang dipostulasikan sebagai penyebab
terjadinya trombositopenia, diantaranya destruksi dimediasi imun, abnormalitas
pada struktur trombosit yang diinvasi parasit, apoptosis platelet, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), sekuestrasi pada limpa (splenomegali),
gangguan koagulasi, dan stress oksidatif. Beberapa reseptor yang dapat berikatan
pada protein PfEMP (Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein)
yang terdapat pada knob ertitrosit terinfeksi parasit. Salah satunya adalah reseptor
CD36 yang terdapat pada trombosit dan endotel pembuluh darah. Penggumpalan
dari eritrosit terinfeksi parasit, yang berhubungan dengan keparahan penyakit,
terutama dimediasi oleh reseptor CD36 yang diekspresikan oleh trombosit.
Penempelan dan agregasi trombosit dapat menyebabkan kegagalan perfusi organ
dan hipoksia jaringan. Antibodi IgG yang ditemukan pada mem-bran trombosit
juga

menyebabkan

gangguan

agregasi

trombosit

dan

mening-katnya

penghancuran trombosit oleh makrofag. Makrofag diduga berperan dalam


destruksi trombosit, dimana peningkatan macrophage-colony stimulating factor
(M-CSF) berhubungan dengan trombosi-topenia. Trombosit difagosit oleh makrofag teraktivasi pada hati dan limpa. Malaria berat berhubungan dengan ka-dar MCSF plasma yang lebih tinggi dari normal. Kadar M-CSF plasma yang me-ningkat
pada malaria, meningkatkan akti-vitas makrofag dapat memediasi des-truksi
trombosit.17
Masa hidup trombosit pada infeksi malaria berkurang akibat dari ikatan
ant-igen malaria pada trombosit yang diikuti fagositosis yang dimediasi antibodi,

atau aktivasi trombosit in vivo. Masa hidup trombosit berkurang menjadi 2-3 hari
(normalnya 7-10 hari)
Pada penelitian di Papua, Indonesia (2014) 2/3 pasien malaria akut didapatkan
trombositopenia.
Pada pasien ini diberikan Artesunat 20 mg IV (loading dalam 2 menit),
dilanjutkan setelah 12 jam. Artesunat 20 mg IV. Hari berikutnya artesunat 1x20
mg IV, berdasarkan tatalaksana pada Malaria berat. Pada pasien juga diberikan
paracetamol 3 x 100mg untuk menurunkan demam pasien.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sandora TJ, Sectish TC. 2011. Malaria (Plasmodium). Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme JW, Schor NF, Behrman RE. 2011. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, halaman 1198-1207.
2. Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010. Hal 408-437.
3. Kemenkes RI. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan: Epidemiologi
4.

Malaria di Indonesia. 2011(1): 1-40.


Dwithania M,Irawati N, Rasyid R. Insiden Malaria di Puskesmas Sungai
Durian dan Puskesmas Talawi Kota Sawahlunto Bulan Oktober 2011 sampai
Februari 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(2):76-79.

5. Menteri Kesehatan RI. Pedoman Penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia.


Ditjen PPM&PL, Jakarta. 2012:1-67
6. Liwan AS. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada
Anak. Papua Barat. CDK-229/ vol. 42 no. 6, th. 2015.1-5.
7. Dinkes Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun

2012. 2013: 24.

Anda mungkin juga menyukai