Case Malaria
Case Malaria
MALARIA BERAT
Oleh :
Hanna Ramadhani Putri
1110311002
Preseptor :
dr. Rinang Mariko, Sp.A(K)
dr. Mayetti, Sp.A(K)
dr. Rahmi Lestari, Sp.A
dr. Indra Ihsan, Sp.A, M.Biomed
1.2 Epidemiologi
Malaria adalah masalah utama di seluruh dunia, terjadi pada lebih dari
100 negara dengan populasi gabungan lebih dari 1,6 miliar orang. Plasmodium
falciparum dan P. malariae ditemukan di sebagian besar wilayah malaria.
Plasmodium falciparum spesies yang dominan di Afrika, Haiti, dan New Guinea.
Plasmodium vivax mendominasi di Bangladesh, Amerika Tengah, India, Pakistan,
dan Sri Lanka. Plasmodium vivax dan P. falciparum mendominasi di Asia
Tenggara, Amerika Selatan, dan Oseania. Plasmodium ovale adalah spesies yang
paling umum dan ditularkan terutama di Afrika.1
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan
dapat menurunkan produktivitas kerja. Penyakit ini juga masih endemis di
sebagian besar wilayah Indonesia. Upaya penanggulangan penyakit malaria di
Indonesia sejak tahun 2007 dapat dipantau dengan menggunakan indikator
Annual Parasite Incidence (API). Hal ini sehubungan dengan kebijakan
Kementerian Kesehatan mengenai penggunaan satu indikator untuk mengukur
angka kejadian malaria, yaitu dengan API. Pada tahun 2007 kebijakan ini
mensyaratkan bahwa setiap kasus malaria harus dibuktikan dengan hasil
pemeriksaan sediaan darah dan semua kasus positif harus diobati dengan
pengobatan kombinasi berbasis artemisinin atau ACT (Artemisinin-based
Combination Therapies).3
Penyakit malaria masih ditemukan di seluruh provinsi di Indonesia.
Berdasarkan API, dilakukan stratifikasi wilayah dimana Indonesia bagian Timur
masuk dalam stratifikasi malaria tinggi, stratifikasi sedang di beberapa wilayah di
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera sedangkan di Jawa-Bali masuk dalam
stratifikasi rendah, meskipun masih terdapat desa/fokus malaria tinggi. API dari
tahun 2008 2009 menurun dari 2,47 per 1000 penduduk menjadi 1,85 per 1000
penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 2009 provinsi dengan API
yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua terdapat 12 provinsi yang
diatas angka API nasional.3
menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan
dan betina). Pada spesies lain siklus ini terjadi secara bersamaan. Hal ini terkait
dengan waktu dan jenis pengobatan untuk eradikasi. Siklus P. knowlesi pada
manusia masih dalam penelitian. Reservoar utama Plasmodium ini adalah kera
ekor panjang (Macaca sp). Kera ekor panjang ini banyak ditemukan di hutanhutan Asia termasuk Indonesia. Pengetahuan mengenai siklus parasit tersebut
lebih banyak dipahami pada kera dibanding manusia. 1,5
2. Siklus pada nyamuk anopheles betina (Fase seksual)
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar lambung nyamuk ookinet
akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat
infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak
sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai
dengan demam. Masa inkubasi bervariasi tergantung spesies plasmodium (tabel
1).1,5
Masa prepaten adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke tubuh
manusia sampai parasit dapat dideteksi dalam sel darah merah dengan
pemeriksaan mikroskopik.
Plasmodium
Masa Inkubasi (rata-rata)
P. falciparum
9 14 hari (12)
P. vivax
12 17 hari (15)
P. ovale
16 18 hari (17)
P. malariae
18 40 hari (28)
P.knowlesi
10 12 hari (11)
5
Tabel 1. Masa Inkubasi Penyakit Malaria
2. Anemia terjadi karena pecahnya sel darah merah yang terinfeksi maupun
yang tidak terinfeksi. Plasmodium vivax dan P. ovale hanya menginfeksi
sel darah merah muda yang jumlahnya hanya 2% dari seluruh jumlah sel
darah merah, sedangkan P. malariae menginfeksi sel darah merah tua yang
jumlahnya hanya 1% dari jumlah sel darah merah. Sehingga anemia yang
disebabkan oleh P. vivax , P. ovale dan P. malariae umumnya terjadi pada
keadaan kronis. Plasmodium falciparum menginfeksi semua jenis sel
darah merah, sehingga anemia dapat terjadi pada infeksi akut dan kronis.
3. Splenomegali
Limpa merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium
dihancurkan oleh sel-sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel
radang ini akan menyebabkan limpa membesar.
4. Malaria berat akibat P. falciparum mempunyai patogenesis yang khusus.
Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum akan mengalami proses sekuestrasi,
yaitu tersebarnya eritrosit yang berparasit tersebut ke pembuluh kapiler
alat dalam tubuh. Selain itu pada permukaan eritrosit yang terinfeksi akan
membentuk knob yang berisi berbagai antigen P. falciparum. Sitokin
(TNF, IL-6 dan lain lain) yang diproduksi oleh sel makrofag, monosit, dan
limfosit akan menyebabkan terekspresinya reseptor endotel kapiler. Pada
saat knob tersebut berikatan dengan reseptor sel endotel kapiler terjadilah
proses sitoadherensi. Akibat dari proses ini terjadilah obstruksi
(penyumbatan) dalam pembuluh kapiler yang menyebabkan terjadinya
iskemia jaringan. Terjadinya sumbatan ini juga didukung oleh proses
terbentuknya rosette, yaitu bergerombolnya sel darah merah yang
berparasit dengan sel darah merah lainnya.
Pada proses sitoaderensi ini juga terjadi proses imunologik yaitu
terbentuknya mediator-mediator antara lain sitokin (TNF, IL-6 dan lain
lain), dimana mediator tersebut mempunyai peranan dalam gangguan
fungsi pada jaringan tertentu.
syndrome). Gejala-gejala seperti black water fever dan algid malaria (kolaps
pembuluh darah, syok, dan hipotermi) jarang terjadi pada anakanak.6
1.6 Diagnosis5
A. Anamnesis
Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot. Pada anamnesis
juga perlu ditanyakan:
1. riwayat berkunjung ke daerah endemik malaria;
2. riwayat tinggal di daerah endemik malaria;
3. riwayat sakit malaria/riwayat demam;
4. riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir;
5. riwayat mendapat transfusi darah
B. Pemeriksaan Fisik
1. Demam (>37,5 C aksila)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Pembesaran limpa (splenomegali)
4. Pembesaran hati (hepatomegali)
5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi,
konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna
coklat kehitaman (Black Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration).
Keterangan : penderita malaria berat harus segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap
untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan
pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara
berikut.
1. Pemeriksaan dengan mikroskop
pemeriksaan
di
atas,
pada
malaria
berat
pemeriksaan
albumin/globulin,
ureum,
kreatinin,
natrium
dan
1.7 Tatalaksana
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin
dengan golongan aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas
Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40
mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral
selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut:
Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB
2. Artesunat Amodiakuin
Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria
dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet
amodiakuin 150 mg.
1.7.1 Pengobatan malaria berat
Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadium
aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil
laboratorium (WHO, 2010):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Perubahan kesadaran
Kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan)
Tidak bisa makan dan minum
Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
Distres pernafasan
Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: <50
mmHg)
7. Ikterus disertai disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan abnormal
10. Edema paru (radiologi)
Gambaran laboratorium :
1.
1.
2.
3.
secara
bertahap.
Di
daerah
endemis
rendah
dapat
mm Hg (pada anak)
Nadi kecil dan cepat kecil dan cepat, kulit dingin. Keadaan ini terjadi pada
Tatalaksana Syok5
b. Resusitasi cairan :
1. Rehidrasi dengan pemberian cairan infus loading dose : cairan kristaloid
(Ringer) sebanyak 10 - 20 ml/kgbb secepatnya sampai nadi teraba,
selanjutnya:
2. Bila nadi belum teraba dalam 20 menit ulangi loading dose. Bila sesudah 2
kali loading dose nadi belum teraba: maka berikan loading dose dengan
plasma expander 20 ml/kgbb secepatnya. Bila syok belum teratasi, berikan
dopamin 3 5 g/kgbb/menit. Bila nadi sudah teraba, dilanjutkan
pemberian rehidrasi dengan cairan Ringer sesuai keadaan pasien.
c. Bila memungkinkan, tekanan vena dimonitor dengan CVP. Apabila CVP
tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balans cairan secara
akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
d. Kadar gula darah diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia.
e. Penatalaksanaan selanjutnya disesuaikan dengan tatalaksana syok secara
umum.
1.7.4 Pemantauan respon pengobatan
Pemantauan Pengobatan untuk Plasmodium falsiparum dan Plasmodium
Vivax. Pemantauan pengobatan dilakukan pada : hari ke-3, hari ke-7, hari ke 14
sampai hari ke-28.5
1. RAWAT JALAN
Pemantauan dilakukan pada : hari ke-2, hari ke-3, hari ke-7, hari ke- 14 dan hari
ke-28 setelah pemberian obat hari pertama, dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Apabila terjadi perburukan gejala klinis sewaktu-waktu
segera kembali ke fasilitas pelayanan kesehatan.
2. RAWAT INAP
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan memonitor gejala klinis dan
pemeriksaan mikroskopik. Evaluasi dilakukan sampai bebas demam dan tidak
ditemukan parasit aseksual dalam darah selama 3 hari berturut-turut. Setelah
pasien dipulangkan harus kontrol pada hari ke-14 dan ke-28 sejak hari pertama
mendapatkan obat anti malaria.
Kriteria Keberhasilan Pengobatan :
1. Sembuh
Penderita dikatakan sembuh apabila : gejala klinis (demam) hilang dan parasit
aseksual tidak ditemukan pada hari ke-4 pengobatan sampai dengan hari ke-28
2. Gagal pengobatan dini/Early treatment failure
a. Menjadi malaria berat pada hari ke-1 sampai hari ke-3 dengan
parasitemia
b. Hitung parasit pada hari ke-2 > hari ke-0
c. Hitung parasit pada hari ke-3 > 25% hari ke-0
d. Ditemukan parasit aseksual dalam hari ke-3 disertai demam
3. Gagal Pengobatan kasep/Late treatment failure
1. Gagal Kasep Pengobatan Klinis dan Parasitologis
(1) Menjadi malaria berat pada hari ke-4 sampai ke-28 dan Parasitemia
(2) Ditemukan kembali parasit aseksual antara hari ke-4 sampai hari ke28 disertai demam
2. Gagal kasep Parasitologis
Ditemukan kembali parasit aseksual dalam hari ke-7, 14, 21 dan 28 tanpa
demam
4. Rekurensi
Rekurensi : ditemukan kembali parasit aseksual dalam darah setelah pengobatan
selesai. Rekurensi dapat disebabkan oleh :
2) Relaps : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pengobatan. Parasit
tersebut berasal dari hipnozoit P. vivax atau P. ovale.
3) Rekrudesensi : rekurens dari parasit aseksual selama 28 hari pemantauan
pengobatan. Parasit tersebut berasal dari parasit sebelumnya (aseksual
lama)
4) Reinfeksi : rekurens dari parasit aseksual setelah 28 hari pemantauan
pengobatan pasien dinyatakan sembuh. Parasit tersebut berasal dari infeksi
baru (sporozoit)
Tindak Lanjut Kegagalan Pengobatan
Apabila dijumpai gejala klinis memburuk dan disertai parasit aseksual positif
maka pasien segera di rujuk. Apabila dijumpai gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang dibandingkan pemeriksaan pertama atau parasit
menghilang, kemudian timbul kembali selama periode follow up maka diberi
pengobatan lini kedua. Kedua keadaan ini harus dilaporkan melalui sistem
surveilans malaria.
1.8 Profilaksis
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. TNP
Umur
: 1 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
No. MR
: 95.77.XX
Tanggal Masuk RS
Demam sejak 7 hari sebelum masuk RS, demam tinggi, terus menerus,
tidak menggigil, tidak berkeringat malam, dan tidak disertai kejang.
Buang air kecil berwarna teh pekat sejak 3 hari sebelum masuk RS.
Tampak pucat sejak 3 hari sebelum masuk RS, semakin lama semakin
pucat.
Muntah sejak 1 hari sebelum masuk RS, frekuensi 1-2x/hari, berisi sisa
makanan, jumlah 3 sendok makan sampai 1/4 gelas, tidak menyemprot.
Batuk tidak ada, pilek tidak ada, sesak nafas tidak ada.
RIWAYAT PEKERJAAN,
SOSIAL,
EKONOMI,
KEJIWAAN,
DAN
KEBIASAAN
-
Anak ketiga dari tiga bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, cukup bulan,
berat badan lahir 3500 gram dan panjang badan lahir 50 cm, langsung
menangis.
Riwayat imunisasi dasar tidak lengkap.
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia.
Higene dan sanitasi lingkungan kurang.
Riwayat Imunisasi
I
II
BCG
Scar (+)
DPT
Polio
1 Bulan
3 Bulan
Campak
9 Bulan
Hepatitis B
1 Bulan
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap.
Riwayat Tumbuh Kembang
III
-
Ulangan
Tengkurap
Duduk
Berdiri
Berjalan
Bicara
Membaca dan menulis
Kesan : Perkembangan dalam batas normal
Perkembangan puberitas
Lupa
8 bulan
9 bulan
9 bulan
12 bulan
-
Rambut pubis
Mammae
Haid pertama
: 0 bulan sekarang
Riwayat Lingkungan
-
Rumah permanen
Sumber air minum: air galon
Pekarangan rumah luas
Jamban di dalam rumah
Sampah dibakar
Kesan
: Higiene dan sanitasi lingkungan kurang.
Kesadaran
: GCS 15 (E4M5V6)
Tekanan darah : 100/40 mmHg
Nadi
Suhu
Pernafasan
Sianosis
: 30 kali/ menit
: Tidak ada
Edema
Anemis
Ikterus
: Tidak ada
: Ada
: Tidak ada
Kulit
Teraba hangat, tampak pucat
Kelenjar Getah Bening
Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala
Bulat simetris.
Rambut
Hitam, tidak mudah rontok
Mata
Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokhor, diameter 2 mm/ 2 mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga
Tidak ada keluar cairan pada kedua telinga
Hidung
Tidak ada keluar cairan pada hidung
Tenggorokan
Tonsil T1-T1 tidak hiperemis dan faring tidak hiperemis
Gigi dan Mulut
Mukosa mulut dan bibir basah.
Leher
JVP 5 2 cmH2O
Dada
Paru Inspeksi
: Normochest
Palpasi
: Fremitus kiri = kanan
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada.
Cor Inspeksi
: Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi
: Irama teratur, bising ejeksi sistolik di seluruh ostium.
Perut
Inspeksi
: Distensi tidak ada, laserasi tidak ada, hematom tidak ada.
Palpasi
: Supel, hepar teraba 1/2-1/2, pinggir tajam, permukaan rata,
kenyal, lien teraba S2-S3
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Punggung
Tidak ditemukan kelainan.
Alat Kelamin
Tidak ditemukan kelainan.
Status pubertas : A1M1P1
Anus
Colok dubur tidak dilakukan.
Anggota Gerak
Akral hangat, CRT < 2 detik, perfusi baik
Refleks fisiologis +/+
Refleks patologis -/HASIL LABORATORIUM
Hb
: 3.3 g/dL
Leukosit
: 7300/ mm3
Trombosit
: 11.000/ mm3
Ht
: 9%
Retikulosit
: 1,8%
Eritrosit
: 1.3 jt// mm3
MCV
: 69 pq
MCH
: 25 fl
MCHC
: 36%
DIAGNOSIS KERJA
- Malaria Berat ec Malaria Falciparum
DD/ Demam Berdarah Dengue
- Anemia gravis ec malaria falsiparum
- Gizi kurang
GDR
:128 mg/dl
Ureum
: 18 mg/dl
Kreatinin
: 0.4 mg/dl
Bilirubin Total : 1.5
Bilirubin I
: 0.5
Bilirubin II : 1
TERAPI
-
BAB IV
DISKUSI
Telah dirawat seorang pasien perempuan usia 1 tahun 5 bulan dengan
diagnosa Malaria Berat ec Malaria Falciparum ditambah anemia gravis dan gizi
kurang, diagnosa di tegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesa di dapatkan tampak pucat, demam 7 hari, demam tinggi,
terus menerus, buang air kecil berwarna teh pekat, muntah, hal ini sesuai dengan
yang disebutkan dalam tinjauan pustaka bahwa malaria akan menimbulkan gejala
demam tinggi terus menerus, buang air kecil yang pekat, tampak pucat. Terjadinya
demam mulai timbul bersamaan dengan pecahnya skizon darah yang
mengeluarkan bermacam-macam antigen. Antigen ini akan merangsang sel-sel
makrofag, monosit atau limfosit yang mengeluarkan berbagai macam sitokin,
dibawa aliran darah ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
dan terjadi demam. Demam pada P. falciparum dapat terjadi setiap hari.1,5 Tampak
pucat dikarenakan anemia yang terjadi karena pecahnya sel darah merah yang
terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi pada fase eritrositer dalam siklus hidup
malaria.1 Pada anak juga didapatkan riwayat bepergian ke daerah endemis malaria
yaitu Mandailing, Sumatera Utara, 3 minggu sebelum masuk RS. 7 Masa inkubasi
P.Falsiparum yaitu 9 14 hari, rata-rata 12 hari. 5 Pada tahun 2012 daerah tersebut
merupakan daerah endemis kedua setelah kabupaten Batubara, Sumatera utara,
dengan jumlah penderita 4507 jiwa dan CFR 0.13. Kakak laki-laki pasien juga
pernah menderita malaria setelah bepergian ke tempat yang sama 2 tahun yang
lalu dan di rawat di RSUP Dr.M.Djamil Padang selama 6 hari.
Dari pemeriksaan fisik di temukan keadaan umum berat, dengan gizi
kurang (BB/TB: 86.53%), tekanan darah 100/40 mmHg, suhu 38.6oC, nadi
148x/menit, nafas 30x/menit. Pada mata ditemukan kulit tampak pucat,
konjungtiva anemis, hepar teraba 1/2-1/2 pinggir tajam permukaan rata , lien
teraba di s2-s3, bising ejeksi sistolik di seluruh ostium. Temuan yang didapat dari
pemeriksaan fisik yaitu adanya splenomegali hal ini dikarenakan limpa
merupakan organ retikuloendothelial, dimana Plasmodium dihancurkan oleh sel-
sel makrofag dan limposit. Penambahan sel-sel radang ini akan menyebabkan
limpa membesar. Adanya bising ejeksi sistolik di seluruh ostium menurut tinjauan
pustaka merupakan suatu tanda adanya hiperaktivitas jantung pada keadaan
seperti anemia.
Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan Hb 3,3gr/dl kesan anemia berat
dan sediaan apus darah tepi di dapatkan parasit malaria falsiparum. Pada pasien
ini didapatkan trombosit 11.000/mm3. Pada penelitian di Papua, Indonesia (2014)
2/3 pasien malaria akut didapatkan trombositopenia.
Terdapat beberapa mekanisme yang dipostulasikan sebagai penyebab
terjadinya trombositopenia, diantaranya destruksi dimediasi imun, abnormalitas
pada struktur trombosit yang diinvasi parasit, apoptosis platelet, DIC (Disseminated Intravascular Coagulation), sekuestrasi pada limpa (splenomegali),
gangguan koagulasi, dan stress oksidatif. Beberapa reseptor yang dapat berikatan
pada protein PfEMP (Plasmodium falciparum Erythrocyte Membrane Protein)
yang terdapat pada knob ertitrosit terinfeksi parasit. Salah satunya adalah reseptor
CD36 yang terdapat pada trombosit dan endotel pembuluh darah. Penggumpalan
dari eritrosit terinfeksi parasit, yang berhubungan dengan keparahan penyakit,
terutama dimediasi oleh reseptor CD36 yang diekspresikan oleh trombosit.
Penempelan dan agregasi trombosit dapat menyebabkan kegagalan perfusi organ
dan hipoksia jaringan. Antibodi IgG yang ditemukan pada mem-bran trombosit
juga
menyebabkan
gangguan
agregasi
trombosit
dan
mening-katnya
atau aktivasi trombosit in vivo. Masa hidup trombosit berkurang menjadi 2-3 hari
(normalnya 7-10 hari)
Pada penelitian di Papua, Indonesia (2014) 2/3 pasien malaria akut didapatkan
trombositopenia.
Pada pasien ini diberikan Artesunat 20 mg IV (loading dalam 2 menit),
dilanjutkan setelah 12 jam. Artesunat 20 mg IV. Hari berikutnya artesunat 1x20
mg IV, berdasarkan tatalaksana pada Malaria berat. Pada pasien juga diberikan
paracetamol 3 x 100mg untuk menurunkan demam pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sandora TJ, Sectish TC. 2011. Malaria (Plasmodium). Dalam: Kliegman RM,
Stanton BF, St. Geme JW, Schor NF, Behrman RE. 2011. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi 19. Philadelphia: Elsevier Saunders, halaman 1198-1207.
2. Soedarmo SSP, Gama H, Hadinegoro SRS. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit IDAI. 2010. Hal 408-437.
3. Kemenkes RI. Buletin Jendela Data & Informasi Kesehatan: Epidemiologi
4.