Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Populasi kucing liar terus meningkat. Hal ini karena tingkat perkembangbiakan
kucing sangat cepat. Dalam setahun seekor kucing betina bisa melahirkan 2-3 kali,
dengan jumlah anak 2-5 ekor.
Tingginya populasi kucing liar akan sangat mengganggu kesehatan lingkungan.
Kucing liar dapat menularkan berbagai penyakit kepada manusia (zoonosis). Salah satu
solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi
pada kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan
untuk mengangkat atau menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina). Pada hewan
jantan dinamakan kastrasi/orchiectomy, sedangkan pada hewan betina dinamakan
ovariohysterectomy (OH).Sterilisasi pada hewan betina dapat dilakukan dengan hanya
mengangkat ovariumnya saja (ovariectomy) atau mengangkat ovarium beserta dengan
uterusnya (ovariohysterectomy).
Sterilisasi pada hewan jantan atau biasa disebut dengan kastrasi
(Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang testis dan
spermatic cord (cordaspermatica). Tujuan dilakukan pembedahan ini diantaranya untuk
sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat traumatik (Widyaputri dkk,
2014).
Program pengendalian populasi hewan kecil harus dicanangkan dan didukung
terutama oleh dokter hewan. Oleh sebab itu, sebagai calon dokter hewan masa depan
hendaknya memiliki kemampuan yang berkaitan tentang

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya bedah kastrasi atau orchidektomi adalah untuk sterilisasi
sexual, neoplasma, dan kerusakan-kerusakan akibat traumatik. Dalam hal ini, sebagai
praktikan, bedah kastrasi ini bertujuan untuk mengetahui teknik kastrasi yang benar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sistem reproduksi jantan terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus di dalam
skrotum. Testis menghasilkan spermatozoa (sel kelamin jantan) dan testosterin atau hormone
kelamin jantan. (Frandson, 1993).

Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan


testis (jantan) atau ovarium (betina). Pada hewan jantan dinamakan kastrasi / orchiectomy,
sedangkan pada hewan betina dinamakan ovariohysterectomy (OH). Sterilisasi pada hewan
jantan ataupun betina berguna untuk mengendalikan (mengontrol) populasi hewan dengan
mencegah kesuburan (Zulhelmi,2012).
Kastrasi (Orchiectomy/Orchidectomy) adalah prosedur pembedahan untuk membuang
testis dan spermatic cord (cordaspermatica). Tujuan dilakukan pembedahan ini diantaranya
untuk sterilisasi seksual, adanya neoplasma, dan kerusakan akibat traumatik. Terdapat dua
jenis kastrasi, yaitu kastrasi tertutup dan kastrasi terbuka. Kastrasi tertutup adalah tindakan
bedah dimana testis dan spermatic cord dibuang tanpa membuka tunica vaginalis yang
biasanya dilakukan pada anjing ras kecil atau masih muda dan kucing. Keuntungan cara ini
adalah dengan tidak dibukanya tunica vaginalis, maka kemungkinan terjadinya hernia
scrotalis dapat dihindari. Sedangkan kastrasi terbuka adalah tindakan bedah dimana semua
jaringan skrotum dan tunica vaginalis diinsisi dan testis serta spermatic cord dibuang tanpa
pembungkusnya (tunica vaginalis). Keuntungan cara ini adalah ikatan pembuluh darah
terjamin. Akan tetapi kerugiannya dapat menyebabkan hernia scrotalis karena dengan
terbukanya tunica vaginalis menyebabkan adanya hubungan dengan rongga abdomen
(Widyaputri dkk, 2014).
Metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu (Komang et al, 2011):
1.

Metode terbuka
Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis
tidak lagi terbungkus

2.

Metode Tertutup
Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh
tunika vaginalis communis. Peningkatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus
(Komang et al, 2011).
Sebagian besar kucing dikebiri ketika berumur 5 8 bulan. Para ahli perilaku hewan
menyarankan mengkebirikucing sebelum memasuki masa puber, karena dapat mencegah
munculnya sifat / perilaku kucing yang tidak diinginkan (Muhammad,2013).
keuntungan kastrasi antara lain:

Mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi
kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik kucing bisa
merawat kucing-kucingnya dengan maksimal.

Tidak Suka Berkeliaran. Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon
yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup
jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi
melalui feromon ini, lalu kemudian mencari dan mendatangi sang betina meskipun
jaraknya cukup jauh.

Peningkatan Genetik. Beberapa kucing disterilisasi karena mempunyai/membawa


cacat genetik. Diharapkan kucing-kucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang
biak, sehingga jumlah kucing-kucing cacat dapat dikurangi.

Kelemahan kastrasi antara lain:


Kegemukan atau obesitas. Rata-rata seekor kucing jantan yang dikastrasi
membutuhkan asupan kalori sebanyak 25% untuk menjaga berat badannya dank arena
kucing yang dikastrasi memiliki rata2 proses metabolisme makanan yang rendah maka
asupan nutrisi tersebut akan disimpan menjadi lemak, sehingga menimbulkan
kegemukan.
Kehilangan untuk memperoleh keturunan yang potensial /berharga terutama untuk
para breeder.
Penurunan kadar testosterone mengakibatkan kehilangan sifat maskulinasi dan
penurunan fungsi otot-otot badan. Penurunan kadar testosteron juga mengakibatkan
penundaan penutupan pertumbuhan tulang panjang, sehingga kucing yang dikastrasi
pertumbuhan tulang-tulang ekstremitasnya lebih panjang dibandingkan yang tidak
dikastrasi.
Teknik Operasi
A. Pra Operasi
a. Persiapan ruang operasi

Ruang operasi dibersihkan dari kotoran dengan disapu (dibersihkan dari debu),
kemudian disterilisasi dengan radiasi atau dengan desinfektan (alcohol 70%).
b. Preparasi alat
a) Sterilisasi alat-alat bedah
Sterilisasi pada alat-alat bedah bertujuan untuk menghilangkan seluruh
mikroba yang terdapat pada alat-alat bedah, agar jaringan yang steril atau
pembuluh darah pada pasien yang akan dibedah tidak terkontaminasi oleh
mikroba pathogen. Peralatan bedah minor yang dipakai dalam operasi antara
lain towel clamp, pinset anatomis dan syrurgis, scalpel dan blade untuk
menyayat kulit, gunting untuk memotong jaringan atau bagian organ lainnya,
arteri clamp untuk menghentikan perdarahan dan needle holder.
b) Pembungkusan Alat-alat Bedah
1. Kain pembungkus dibuka di atas meja, kemudian wadah peralatan
diposisikan di bagian tengah
2. Sisi kain yang dekat dengan tubuh dilipat hingga menutupi peralatan dan
ujung lainnya dilipat mendekati tubuh
3. Sisi bagian kanan dilipat, kemudian bagian kiri
4. Disiapkan kain wadah yang telah dibungkus dengan kain pembungkus
pertama diposisikan kembali di bagian tengah pada sisi diagonal
5. Sisi bagian kanan dilipatm kemudian bagian kiri
6. Ujung lainnya dilipat mendekati tubuh dan diselipkan untuk memudahkan
pada saat membuka
7. Sterilisasi dengan oven dengan suhu 100oC selama 60 menit.
c) Pembukaan Alat Bedah yang Sudah Steril
1. Kain dibuka dari bagian yang diselipkan
2. Peralatan diletakkan di atas meja
B. Premedikasi dan anastesi
Premidikasi yang digunakan adalah Atropin. Atropin sulfat dengan dosis 0,04
mg/kg BB secara subkutan selama 15 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian
ketamin dengan dosis 2 mg/kgBB, xylazine dengan dosis 2 mg/kgBB secara
intramuskular.
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berarti tidak dan Aesthesis yang
berarti rasa atau sensasi nyeri. Agar anestasi umum dapat berjalan dengan sebaik

mungkin, pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini


didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat anestetika,
jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang tersedia. Sifat anestetika
yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak menimbulkan efek samping
terhadap organ vital seperti saluran pernapasan atau jantung, tidak mudah terbakar,
stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran
cepat kembali, tanpa efek yang tidak diingini (Gan, 1987).
Tahapan dalam anestesi terdiri dari 4 stadium yaitu stadium pertama berupa
analgesia sampai kehilangan kesadaran, stadium 2 sampai respirasi teratur, stadium 3
dan stadium 4 sampai henti napas dan henti jantung. Dalam memberikan anestesi kita
perlu mengetahui stadium 2 anestesi untuk memonitoring sejauh mana pasien bisa
diberikan intervensi seperti pembedahan.
Stadium I: stadium induksi (analgesia sampai kesadaran hilang)
Stadium I (Stadium Analgesia/Disorientasi) dimulai dari saat pemberian zat
anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan
pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan
pada stadium ini. Stadium ini berakhir dengan ditandai oleh hilangnya refleks bulu
mata (Sardjana,2010).
Stadium II: stadium eksitasi (sampai respirasi teratur)
Stadium II (Stadium Eksitasi/Delirium) Mulai dari akhir stadium I dan
ditandai dengan pernapasan yang irreguler, pupil melebar dengan reflekss cahaya (+),
pergerakan bola matatidak teratur, lakrimasi (+), tonus otot meninggi dan diakhiri
dengan hilangnya reflex menelan dan kelopak mata (Sardjana,2010).
Stadium III : stadium anestesi
Stadium III yaitu stadium sejak mulai teraturnya lagi pernapasan hingga
hilangnya pernapasan spontan. Stadia ini ditandai oleh hilangnya pernapasan
spontan, hilangnya reflekss kelopak mata dan dapat digerakkannya kepala ke kiri dan
kekanan dengan mudah. Stadium III dibagi menjadi 4 tahap yaitu:

Tahap 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi


gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks
cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan
belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai
menurun).
Tahap 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil
midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks
laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

Tahap 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum
tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
Tahap 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis
total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan
kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat
menurun).

(Sardjana,2010)
Stadium IV : (henti nafas dan henti jantung)
Respirasi tipe abdominal disertai paralisa muskulus intercostal, tekanan darah
menurun, dilatasi pupil, kegagalan pernapasan (apnea) yang kemudian akan segera
diikuti kegagalan sirkulasi/ henti jantung dan akhirnya pasien meninggal. Pasien
sebaiknya tidak mencapai stadium ini karena itu berarti terjadi kedalaman anestesi
yang berlebihan (Sardjana,2010).
C. Perawatan Post Operasi
Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-obatan
untuk membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah munculnya
infeksi sekunder seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap hewan harus tetap
dijaga, menginngat luka operasi sangat mudah untuk dimasuki oleh agen infeksi.
Perawatan post operasi dilakukan selama 14 hari untuk dapat maximal sampai proses
penutupan luka secara sempurna.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan beserta fungsinya :
No
1

Alat /Bahan
Towel / drapes

Fungsi
Digunakan untuk menutupi tubuh hewan yang tidak
menjadi fokus operasi (operation site), towel/drapes yang
digunakan memiliki lubang dibagian tengahnya yang
disesuaikan dengan posisi atau daerah yang akan di insisi

Tali elastis / sumbu Digunakan sebagai alat restrain hewan, tali ini diikatkan
kompor
pada keempat kaki hewan yang akan diikatkan ke meja
operasi, digunakan tali yang elastis atau sebagai
alternatifnya digunakan sumbu kompor agar tali tidak
menghambat vaskularisasi dari daerah yang diikat karena
sifatnya yang bisa merenggang

Tampon bulat

Digunakan untuk membersihkan darah yang keluar saat


operasi. Digunakan pada daerah permukaan, tampon ini
akan meyerap darah ataupun cairan sehingga tidak
menghalangi pengelihatan saat operasi

Tampon kotak

Kegunaannya hampir sama dengan tampon bulat yang


membedakannya adalah tampon kotak digunakan pada
daerah yang lebih dalam karena bentuknya yang lebih
memungkinkan mencapai lokasi yang sempit dan dalam

Scalpel handle + blade

Digunakan sebagai alat utama dalam insisi, dimulai dari


insisi kulit hingga dapat juga digunakan pada lapisan
selanjutnya

Towel clamp

Digunakan untuk menjepit towel dan kulit agar towel


tidak mudah berubah posisinya

Pinset anatomis

Digunakan untuk memegang organ dalam abdomen dan


juga digunakan dalam menjahit, sebagai alat bantu saat
menjahit jaringan ataupun organ

Pinset chirugis

Digunakan untuk memegang organ bagian luar seperti


pada bagian kulit

Jarum bedah

Digunakan untuk menjahit jaringan, pada lapisan


peritoneum+linea alba dan lapisan subkutan digunakan

11
12

13

14
15

16

17
18
19

20
21
22

23
24

jarum dengan tipe taper pada bagian ujungnya sedangkan


untuk menjahit kutan atau kulit digunakan jarum dengan
ujung segitiga bisa berupa regular cutting ataupun
reverse cutting
Needle holder
Digunakan saat melakukan penjaahitan untuk memegang
benang saat menjahit jaringan
Benang (catgut dan Digunakan untuk melekarkan kedua sisi luka insisi. Pada
silk)
saat operasi digunakan 2 jenis benang yaitu tipe
absorbable berupa catgut yang digunakan pada bagian
peritoneum+linea alba adalah tipe kromik dan pada
subkutan digunakan tipe plain. serta tipe nonabsorbable
berupa silk yang digunakan pada bagian kutan atau kulit
Bak instrumen
Digunakan sebagai tempat dari disecting set yang akan
digunakan, peralatan bedah (pinset, gunting, scalpel dll)
sebelum digunakan dimasukan ke nirbeken dan
disterilisasi dengan autoclave agar steril saat digunakan
dan tidak terjadi kontaminasi dari alat
Gunting tajam-tajam
Digunakan untuk memotong benang saat dilakukan
penjahitan
Gunting
tumpul- Dapat digunakan untuk preparasi tumpul ataupun
tumpul
membatu membuka peritoneum, bisa jugaa untuk
memotong benag saat dilakukan penjahitan
Gunting tajam tumpul Digunakan untuk memotong, dapat digunakan untuk
memotong kulit, menghindari cedera pada organ dalam
sehingga saat menggunakannya bagian tumpul berada
pada bagian dalam
Alas hewan dimeja Sebagai alas hewan di meja operasi
operasi
Alat cukur
Digunakan untuk mencukur rambut hewan pada bagian
operation site
Obat-obatan
Obat obatan yang digunakan dalam operasi berupa
premedikasi
(atropin
sulfat),
anestesi
(ketamin+xylazine), antibiotika (nebacetin)
Alkohol 70 %
Digunakan untuk desinfeksi daerah operasi
Air sabun
Digunakan saat mencukur rambut untuk mempermudah
pencukuran rambut
Allis forceps
Digunakan untuk menguakkan kulit dan jaringan lain
untuk mempermudah saat incisi, eksplorasi dan saat
menjahit
Iodine
Digunakan untuk merendam peralatan operasi (disecting
set) agar selalu dalam keadaan steril
Koran

3.2 Langkah Kerja Praktikum

Digunakan untuk membungkus peralatan yang akan di


sterilisasi dengan autoclave

Sterilisasi alat-alat bedah


Alat-alat
Alat di susun di atas pembungkus yang sudah dibuka di atas meja.
bedah

Pembungkus alat kemudian dilipat dengan rapi agar alat terbungkus


seluruhnya.
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoclave, dengan suhu 121C
selama 15 menit.
Alat bedah di keluarkan dan kemudian ditaruh pada wadah untuk direndam
menggunakan campuran larutan iodine dan alkohol 70%.
Hasil

Persiapan Hewan
Hewan
Dipuasakan selama 6 12 jam (tidak diberi makan) dan 2 6 jam (tidak diberi
minum) sebelum laparatomi,dan dibersikan dengan cara hewan di lap dengan
kain basah.
Diperiksa signalement dan phisical examination
Dilakukan penghitungan dosis atropin sulfat untuk premedikasi dan ketamin
serta xylazine sebagai anastesi serta obat lainnya (amoxicillin dan tolfenamic
acid).
Hewan di berikan atropin sulfat secara subcutan untuk premedikasi dan
ditunggu selama 10 hingga 15 menit.
Setelah 10 hingga 15 menit,di berikan anastesi secara intramuscular dengan
gabungan antra ketamin dan xylazine
Hasil

Persiapan Operator dan Asisten


Operator dan asisten
Anggota kelompok yang akan melakukan operasi harus dalam kondisi sehat
dan bersih.
Anggota kelompok dibagi menjadi 2 yaitu bagian yaitu steril dan non-steril.
Bagian steril yaitu operator dan co-operator yang akan melakukan
operasi,sedangkan bagian non-steril yaitu yang bertugas untuk melakukan
anastesi, restrain, dan peritungan suhu, pulsus, dan respirasi selama operasi
berlangsung.
Hasil

Operasi
Hewan
Dilakukan perhitungan suhu,pulsus,respirasi secara berulang setiap 15 menit
selama operasi berlangsung hingga hewan sadar.
Disiapkan perlak dan duk operasi.
Kucing direbah dorsal, ke tempat ekstremitas, difiksasi dalam posisi simetris.
Basahi bulu-bulu scrotum dan daerah sekitar scrotum dengan air lalu cukur dan
bersihkan dengan alcohol 70%.
Buat sayatan/insisi dari cranial ke caudal pada scrotum testis sebelah kanan
Pemisahan dan penyayatan skrotum dari ligamen-ligamen yang menempel
pada pembungkus testis.
Penarikan funiculus spermaticus sampai maksimal.
Pemifiksasian serta penjahitan funiculus spermaticus.
Pemotongan funiculus spermaticus pada bagian kaudal simpul jahitan.
Pengembalian sisa funiculus spermaticus dan pemberian antibiotik pada
skrotum.
Jahit scrotum dengan menggunakan metode sederhana terputus.
Bersihkan daerah jahitan, olesi betadin.

Hasil

Pasca operasi
Hewan

Ditunggu hingga hewan coba sadar atau efek anastesi berkurang,dan bila telah
sadar diinjeksi tolfen sebanyak 0,35 ml secara subcutan.
Diamati suhu,pulsus,dan respirasi hewan coba setiap 15 menit hingga nilai
suhu,pulsus,dan respirasi di anggap normal.
Hewan coba dirawat, dan diberi tolfen 1 x 2 hari dengan dosis 0,35 selama 3
hari terhitung dari hari selesai operasi,di beri amoxicillin LA 1 x 2 hari dengan
dosis 0,46 ml selama 3 hari,pemberian hematopan0,175ml + biodine 0,175
ml.dan pemberian NS
Ditunngu selama 1 minggu untuk pemeriksaan luka jahitan,apabila luka sudah
kering dapat dilakukan pembukaan jahitan.

Hasil

BAB IV
HASIL

Pemeriksaan Hewan
Kelas: 2013/C

Kelompok: 1

Nama

Nim

1.

Christyanti R Gedi

125130107111047

2.

Paramitha Afi S.

135130100111026

3.

Ovianti Dwi A.

135130100111027

4.

Dian Agustiar

135130100111028

4.1 Signalement
SIGNALEMENT
Nama

: Tam-Tam

Jenis hewan

: Kucing

Kelamin

: Jantan

Ras/breed

: Persia medium

Warna bulu/kulit : Hukum


Umur

: 2 tahun

Berat badan

: 3,5 Kg

Tanda kusus

: kaki seperti berkaos kaki

4.2 Pemeriksaan Hewan


Pemeriksaan Hewan
Hospital Name

: CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY

Address

: JL. MT. HARYONO

City

: MALANG

Tanggal

: Oktober 2016
0

Temp:

38,8

Pulse:

120/ menit

Membrane color: merah muda

Respirasi: 25/ menit


CRT: < 2

Hydration: Normal

Body Weight: 3,5 Kg

Body condition : Underweight

Overweight

Normal

4.3 System Review


System Review
a.
Integumentary
Normal

b. Otic

c. Optalmic

d. Muscoloskeletal

Normal

Normal

Normal

Abnormal

Abnormal

Abnormal

Abnormal
e. Nervus

f. Cardiovaskuler

g. Respiration

h. Digesty

Normal

Normal

Normal

Normal

Abnormal

Abnormal

Abnormal

Abnormal

Lympatic

j. Reproduction

k. Urinaria

Normal

Normal

Normal

Abnormal

Abnormal

Abnormal

Deskripsi Abnormal: Kucing pada kondisi normal, testis dua buah normal,simetris kanan dan
kiri,

Vaksinasi

Ya Tidak

ctt: Disease Record: -

4.4 Form Operasi


FORM OPERASI
LAPAROTOMY

Nama Pemilik : Arnes W.

Temp

: 39,1C

Alamat

: Malang

Membrane mucosa

: Normal (pink)

Nama

: Kembang

CRT

:< 2

Jenis Kelamin :Jantan

Pulsus

: 88/menit

Jenis Hewan : Kucing

Respirasi

: 80/menit

Ras/ Brees

Hydration

: Normal

: Persia medium

KONTROL ANASTESI
DOSIS
Obat

KOSENTRASI

Rute

Waktu

(mg/ml)

Volume
Obat (ml)

0,25

0,56

SC

13.36

Xylazine :2 + Xylazine 20 +
0,35+0,35 IM
Ketamin : 10 Ketamin 100

13.46

Golongan Obat
(mg/Kg BB)
ANTIBIOTIK

Atropin

PREMEDIKASI 0,04

Xylazine
+Ketami ANASTHESI
n

KONTROL PEMERIKSAAN
Menit

15

30

45

60

75

90

105

120

Pulsus(/menit)

88

88

88

92

96

56

80

92

88

Temp(0C)

39,1

39,2

38,1

38

37,5

37,1

35,6

35,8

35,9

Respirasi(/menit
)

80

68

24

40

44

128

100

80

60

Menit

135

150

165

180

Pulsus(/menit)

92

100

96

108

Temp(0C)

36,3

37,1

37,5

38

Respirasi(/menit)

24

28

28

24

Mulai operasi

: 14.25 WIB

Selesai operasi

: 15.05 WIB

Mulai anastesi

: 13.46 WIB

4.5 Form Perhitungan Dosis


1. ACP
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan
2. Atropine
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan
3. Ketamine
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan
4. Xylazine
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan
5. Amoxicilin
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan
6. Tolfen
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan

: 0.05 mg/kg BB
(IM)
: 15 mg/ml
0,05 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=0,01166 ml
:
15 mg/ml
: 0.04 mg/kg BB
(SC)
: 0.25 mg/ml
0,04 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=0,56 ml
:
0,25 mg/ml
: 10 mg/kg BB
(IM)
: 100 mg/ml
10 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=0,35ml
:
100 mg/ml
: 2 mg/kg BB
(IM)
: 20 mg/ml
2 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=0,35 ml
:
20 mg/ml
: 20 mg/kg BB
(IM)
: 125 mg/5 ml
20 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=2,8 ml
:
25 mg/5 ml
: 4 mg/kg BB
(SC)
: 40 mg/ml
4 mg/kgBB 3,5 kg
V=
=0,35 ml
:
40 mg/kg

bangun)
7. Intramox
Dosis
Konsentrasi

: 20 mg/kg BB
: 150 mg/ml

(IM)

(saat

Perhitungan
8. Hematopan
Dosis

V=

20 mg/kgBB 3,5 kg
=0,466 ml
150 mg/kg

: 0,05ml/kg BB

(IM)

Konsentrasi

:-

Perhitungan

: V =0,05 ml /kgBB x 3,5 kg=0,175 ml

9. Biodine
Dosis
Konsentrasi
Perhitungan

: 0,05ml/kg BB
(IM)
:: V =0,05 ml /kgBB x 3,5 kg=0,175 ml

4.6 Form Monitoring (Pasca Operasi)


FORM MONITORING
PASCA OPERASI

Nama Hewan : Kembang

Nama Pemilik : Kelompok C1

Jenis Hewan : Kucing

Alamat

: Malang

Ras/Breed

: Domestik short hair

No telp

:-

Umur

: 1 tahun

Jenis Kelamin : Jantan


Tanggal Pemeriksaan
3
Oktobe
r 2016

Terapi

Suhu : 39,1 oC

Appetice

:-++++

Pulsus :88/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

:Normal (<2)

T/Amoxicillin LA 0,46
ml
Tolfen 0,35 ml
Hematopan 0,175 ml +
biodine 0,175 ml
NS

4
Oktobe

Suhu : 39,0 oC

Appetice

:-++++

T/ NS

r 2016

5
Oktobe
r 2016

Pulsus :96/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

Suhu : 39,6 oC

Appetice

:-++++

Pulsus : 100/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

: Normal (<2)

: Normal (<2)

T/ Amoxicillin LA 0,46
ml
Tolfen 0,35 ml
Hematopan 0,175 ml +
biodine 0,175 ml
NS.
Povidon iodine

6
Oktobe
r 2016

7
Oktobe
r 2016

8
Oktobe
r 2016

9
Oktobe
r 2016

10
Oktobe

Suhu : 38,5 oC

Appetice

:-++++

Pulsus : 104/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

Suhu :38,4 oC

Appetice

:-++++

Pulsus :100/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

Suhu :38,6 oC

Appetice

:-++++

Pulsus :108/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

Suhu : 38,5 oC

Appetice

:-++++

Pulsus :96/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

Appetice

:-++++

: Normal (<2)

:Normal (<2)

: Normal (<2)

:Normal (<2)

Suhu : 38,5 oC

T/ NS

T/ Amoxicillin LA 0,46
ml
Tolfen 0,35 ml

T/ NS

T/

T/ Pelepasan Jahitan

r 2016

Pulsus :100/menit

Defekasi

:-++++

CRT

Urinasi

:-++++

SL

:-++++

:Normal (<2)

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Analisa Prosedur


Pre Operasi
Persiapan sebelum operasi dimulai dengan mempersiapkan ruangan bedah,
persiapan peralatan operator dan asisten, dan persiapan alat atau instrument telah
disterilisasi serta mempuasakan hewan coba selama 6 12 jam (tidak diberi makan) dan

2 6 jam (tidak diberi minum) yang bertujuan untuk menghindarkan hewan muntah
ketika dilakukan anastesi.
Sedangkan sterilisasi alat bedah bertujuan untuk menghilangkan mikroba yang
ada pada alat-alat bedah yang akan digunakan nanti. Prosedur autoclave merupakan
proses sterilisasi yang berprinsip pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Proses
autoclave berlangsung di dalam alat pemanas tertutup yang digunakan untuk
mensterilisasi suatubenda atau alat menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi
(1210C, 15 lbs) selama kurang lebih 15 menit. Penurunan tekanan pada autoclave tidak
dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam
autoclave. Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh microorganisme
(Madigan,2006).
Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-alat
yang digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai sifat-sifat yang
dapat digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine, iodine merupakan disinfektan yang
efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam
larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine
yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki
waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun
tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor
diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebih mahal.Iodofor
tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 C (Plumb,2005).
Setelah peralatan bedah disiapkan kemudian dilakukan pemeriksaan pulsus dan
suhu hewan coba, dan lakukan secara berulang setiap 15 menit sekali dengan tujuan
mengamati kondisi hewan coba selama operasi. Selanjutnya dilakukan premedikasi
dengan atropine 10 menit sebelum operasi dengan dosis 0.4 ml diberikan secara subcutan.
Dan diberikan anastethikum xylazine dan ketamine setelah 10 menit dari pemberian
atropine dengan rute pemberian intramuscular xylazine sebanyak 0.25 ml dan ketamine
sebanyak 0.25 ml. Efek dari ketamin yaitu menimbulkan efek samping nausea dan vomit
sehingga lebih baik lambung dikosongkan.
Setelah hewan coba teranastesi atau hewan coba telah memasuki stadium 1
anastesi,
dilakukan fiksasi dengan cara mengikat keempat kaki hewan coba
menggunakan tali pengikatan dilakukan pada kursi karena memngingat kondisi meja
praktikum yang cukup panjang, selain itu pengikatan bertujuan memudahkan dilakukan
operasi serta mempertahankan posisi rebah hewan ketika akan dilakukan operasi dan
dikeluarkan lidah hewan coba kemudian mulut ditutup dengan kapas atau kasa agar tidak
tergigit ketika hewan telah teranastesi serta tidak mengganggu jalan nafas dari hewan itu
sendiri. Setelah itu daerah scrotum hewan dicukur dengan menggunakan silet yang
sebelumnya telah diberi air sabun untuk memudahkan pencukuran, pencukuran dilakukan
searah dengan posisi rambut kucing untuk memudahkan pencukuran, lalu pada daerah
yang sudah dicukur diolesiiodin untuk desinfeksi. Kemudian hewan ditutup dengan duk,
disesuaikan, dan difiksir dengan towelclamp. Pada stadium anastesi ke III , operasi siap
dilakukan.

Operasi
Lakukan sayatan pada scrotum sebelah kanan, panjang sayatan disesuaikan
dengan ukuran testis. Sebelum dilakukan sayatan dan pembedahan dilakukan pemberian
towel didaerah sekitar yang akan diinsisi sebagai pelindung pasien dari kontaminan.
Penyayatan dilakukan sampai tunika vaginalis ikut tersayat. Dan tipe ini termasuk tipe
terbuka. Pada testis sebelah kanan, ductus deferens dan arteri testicularis diikat kemudian
dipotong untuk kemudian dibuang. Pada testis sebelah kiri ductus deferens dan arteri
testicularis disimpul, sehingga sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis. Pada metode
terbuka memiliki keuntungan, yaitu resiko perdarahan bisa di minimalisir. Kedua testis
yang dipotong kemudian dibuang. Setelah itu metode jahitan terputus sederhana
dilakukan dengan menjahit scrotum.
Post Operasi
Perawatan post operasi meliputi pemberian nutrisi yang cukup, obat-obatan untuk
membantu proses persembuhan luka, dan obat-obat untuk mencegah munculnya infeksi
sekunder seperti antibiotic. Selain itu kebersihan terhadap hewan harus tetap dijaga,
menginngat luka operasi sangat mudah untuk dimasuki oleh agen infeksi. Perawatan post
operasi dilakukan selama 14 hari untuk dapat maximal sampai proses penutupan luka
secara sempurna.
5.2 Analisa Hasil
5.2.1 Obat Yang Digunakan
a. Tolfenamic acid
Merupakan salah satu agen non-steroidal anti infflamatory yaitu dari katagori
anthranilic acid (fenamat) yang secara struktur kumianya mirip dengan meclofenamic
acid
Penyimpanan: disimpan pada pada suhu ruangan untuuk semmua jenis sediaan baik
sediaan tablet maupundalam bentuk solution
Farmakologi: kerja dari obat ini mirip dengan kerja dari aspirin yaitu sebagai potensial
inhibitor dari cyclooxigenase yang akan menghambat rilisnya prostaglandin. Obat ini
juga akan menghambat secara langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Tolfenamic
acid memiliki aktivitas yang signifikan sebagai anti tromboksan, sehingga tidak
dianjurkan digunakan pada saat pre-operasi karena akan memberikan pengaruh pada
fungsi platelet (Coughland,2011)

Penggunaan: tolfenamic acid dapat digunakan sebagai treatment baik akut maupun
kronis dari inflamasi dan atau rasa nyeri. Obat ini dapat digunakan baik pada anjing
maupun pada kucing. Di negara-negara eropa obat ini juga digunakan pada hewan
ternak besar seperti pada sapi (Coughland,2011).

Farmakokinetik: tolfenamic acid dapat diabsobrsi melalui rute oral. Pada anjing level
tertinggi dari obat adalah 2-4 jam setelah pemberian yang berarti jumlah dari obat ini
paling banyak pada serum adalah selama 2-4 jam setelah pemberian dosis yang sesuai.
Resirkulasi enteropatik dari obat ini akan meningkat setelah pemberian makanan. Hal
ini juga dapat meningkatkan bioavaibility dari obat. Terjadi variasi dari bioavaibility
dari obat setelah pemberian pakan pada anjing. Pada anjing volume distribusinya adalah
1,2 L/kg dan akan dieliminasi atau memiliki waktu paruh sekitar 6,5 jam. Durasi kerja
dari obat ini adalah 24-36 jam sehingga pemberian obat ini adalah 1-2 hari sekali
(Coughland,2011).

Kontra indikasi: tolfenamic acid tidak dapat diberikan pada hewan yang memiliki
hipersensitifitas pada obat ini maupun pada obat-obat dari kelas meclofenamic. Seperti
NSAID lainnya obat ini tidak boleh digunakan pada hewan yang memiliki pendarahan
aktif atau pada hewan yang mengalami ulserasi. Penggunaan obat ini juga akan
meningkatkan fungsi kerja hepar dan ginjal (Coughland,2011)

Efek samping: umumnya obat ini sifatnya relatif aman diberikan pada anjing dan atau
kucing, diare dan muntah dapat terjadi setelah pemberian obat melalui oral. Pada studi
eksperimental tidak ditemuui pengaruh dari obat ini terhadap ginjal maupun pada GI
tract, toksisitas tidak ditemukan hingga dosis 10 kali normal. Karena sifatnya sebagai
anti-tromboksan maka akan memberikan efek pada fungsi platelet ynag menyebabkan
tidak direkomendasikan diberikan pada hewan pre-operasi (Coughland,2011)

Toksisitas akut/overdosis: jika terjadi overdosis ataupun toksisitas akut dilakukan


penanganan sesuai prosedur standar dari overdosis obat yaitu dengan mengosongkan
saluran pencernaan melalui oral dst. Pemberian treatment suportif dapat dilakukan dapat
juga diberikan diazepam melalui IV untuk mengontrol terjadinya kejang. Dilakukan
monitoring terhadap pendarahan GI tract. Monitoring elektrolit dan keseimbangan
cairan perlu diklakukan karena tolfenamic acid dapat menyebabkan efek pada ginjal dan
penanganan kegagalan fungsi ginjal juga perlu dilakukan jika kejadian cukup parah
(Coughland,2011).

Interaksi obat: tolfenamic acid bersifat highly bound (berikatan erat) dengan plasma
protein sehingga penggunaan obat-obat lain juga dapat menyebabkan ikatan plasma
digantikan dengan obatobat lainnya yang juga memiliki sifat highly bound.
Peningkatan level serum dan durasi aksi beberapa obat dapat mempengaruhi kerja
tolfenamic acid diantaranya adalah penggunaan phenitoin, valproic acid, antikoagulan
oral, dan agen anti inflamasi lainnya, saliscylates, sulfonamides dan penggunaan
sulfonylurea antidiabetic agent dapat juga mempengaruhi aktivitas obat ini.jika

tolfenamic
acid
digunakan
bersamaan
dengan
warfarin
hypoprothrombinemic yang terjdi akan meningkat (Coughland,2011).

maka

efek

Dosis : pada anjing :untuk nyeri akut diberikan 4 mg/kg BB setiap hari melaui SC, IM
atupun PO selama 3-5 hari, namun disesuakan dengan kebutuhan. Pada kucing dengan
nyeri akut diberiakn 4 mg/kg BB satu kali sehari secara SC, IM, ataupun PO selama 35 hari (Coughland,2011).

b. Atropin sulfat
Atropin adalah senyawa alam terdiri dari amine antimuscarinic tersier. Atropin adalah
antagonis reseptor kolinergik yang diisolasi dari Atropa belladona L, Datura
stramonium L dan tanaman lain keluarga Solanaceae. Merupakan bentuk campuran dari
d-hyoscyamine and l-hyoscyamine dimana bentul l- bersifat aktif dan bentuk d- tidak
memiliki aaktivitas antimuskarinik. Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal putih atau kristal
putih seperti jarum. Larut dalam air (2500 mg/mL), alkohol (200 mg/mL) pada suhu 25
0
C, gliserol (400 mg/mL) atau metanol . Dalam perdagangan injeksi atropine berada
dalam bentuk larutan steril dalam pelarut air yang digunakan untuk injeksi atau dalam
larutan Na Cl 0,9 % (Plumb,2006).
Penyimpanan: Stabilitas Penyimpanan Atropin sulfat dipengaruhi oleh cahaya. Jika
dalam bentuk larutan injeksi simpan pada suhu ruang yang terkontrol pada suhu 15C
hingga 30C (59F hingga 86F); hindari dari suhu dingin dan lindungi dari cahaya.
Interaksi obat: injeksi atropin sulfat dilaporkan secara fisik kompatibel sedikitnya
selama 15 menit dengan injeksi berikut : chlorpromazine hydrochloride, cimetidine
hydrochloride, dimenhydrinate, diphenhydramine hydrochloride, droperidol, fentanyl
citrate, glycopyrrolate, hydroxyzine hydrochloride, hydroxyzine hydrochloride dengan
meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride, meperidine hydrochloride dengan
promethazine hydrochloride, morphine supfate,opium alkaloid hydrochloride,
pentazocine lactate, pentobarbital sodium, prochlorperazineedisylate, promazine
hydrochloride, promethazine hydrochloride, propiomazine hydrochloride atau
scopolamine hydrobromide. Kompatibilitas dengan larutan injeksi lain tergantung dari
beberapa faktor seperti konsentrasi obat, pH akhir larutan dan temperatur. Atropine
sulfate injeksi dilaporkan secara fisik incompatible dengan norepinephrine bitartrate,
sodium bicarbonate dan metaraminol bitartrate. Kerusakan atau endapan terjadi dalam
15 menit jika atropine sulfate dicampur dengan larutan methohexital sodium
(Plumb,2006).
Farmakologi: atropin seperti agen antimuskarinik lainnya, secara kompetitif akan
menghambat asetilkolin atau stimulan kolinergik lannya pada postganglionic
parasympatetic neuroefector sites. Dengan dosis yang tinggi dapat menghalangi reseptor
nikotinic pada ganglia autonomik dan pada neuromuscular junction. Efek
farmakologinya relatif pada dosis yang rendah akan menyebabkan terjadinya salivasi,

sekresi bronchial dan sekresi pada kelenjar keringat terhambat (tidak terjadi pada kuda).
Pada dosis sitemik atropin akan menyebabkan dilatasi dan menghambat akomodasi dari
pupil dan meningkatkan detak jantung. Dosis yang tinggi akan menurunkan motilitas
dari GI dan urinary tact. Dosis yang sangat tinggi akan menghambat sekresi lambung
(Plumb,2006).
Penggunaan/indikasi : Meringankan gejala gangguan pada gastrointestinal yang
ditandai dengan spasme otot polos (antispasmodic); mydriasis dan cyclopedia pada
mata; premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang bertambah
pada intubasi dan anestesia inhalasi; mengembalikan bradikardi yang berlebihan;
bersama dengan neostigmin untuk mengembalikan penghambatan non-depolarising
neuromuscular, antidote untuk keracunan organophosphor ; cardiopulmonary
resucitation (Plumb,2006).
Farmakokinetik : atropin sulfat terabsorbsi dengan baik melalui jalur oral, injeksi
intramuccular, inhalasi maupun melauli endotracheal. Setelah pemberian melalui
intravena puncak efek dari obat yang berpengaruh pada detak jantung adalah dalam
waktu 3-4 menit. Atropin akan terdistribusi secara luas di dalam tubuh. Atropin dapat
menembus CNS, placenta, dan dapat terdistribusi ke air susu dalam jumlah kecil.
Atropin akan dimetabolisme di heapar dan di diekskresikan ke urin. Setidaknya ada 3050 % dari dosis yang diekskresikan ke urin dalam bentuk yang tidak berubah beserta
meltabolitnya. Pada manusia waktu paruh dari atropin adalah 2-3 jam (Plumb,2006).
Kontraindikasi : kontraindikasi terjadi pada kondisi angle-closure glaucoma
( glaukoma sudut sempit), myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk
menurunkan efek samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus, pyloric
stenosis, pembesaran prostat. Hipersensitifitas terhadap obat-obatan antikolinergik.
Hemoragi akut pada lambung, dan penyakit yang berkaitan dengan kerusakan GI tract
(Plumb,2006).
Efek Samping : Efek samping dari antimuscarinik termasuk kontipasi, transient
(sementara) bradycardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia), penurunan
sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan kehilangan akomodasi, fotophobia,
mulut kering; kulit kering dan kemerahan. Efek samping yang hanya terkadang terjadi:
kebingungan, mual, muntah dan pusing (Plumb,2006).
Interaksi obat : penggunaan bersamaan dengan beberapa jenis obat akan meningkatkan
aktivitas dari atropin dan derivatnya diantaranya adalah antihistamin, procainamide,
quinidine, meperidine, benzodiazepines, phenothiazines. Sedangkan beberapa obat akan
menimbulkan efek yang kurang baik atau menghambat efek dari atropin yaitu derivat
Primidone, disopyramide, nitrates, penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Atropine
dan derivatnya adapat meningkatkan efek kerja dari nitrofurantoin, dan thiazide
diuretics, Atropine dan derivatnya akan bersifat antagonis jika digunakan atau dicampur
dengan metoclopramide (Plumb,2006).
Dosis :

Pada anjing
Sebagai preanestetik adjuvant:

0.022 - 0.044 mg/kg IM or SQ


0.074 mg/kg IV, IM or SQ
0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV
Sebagai adjunctive treatment bradycardias, Incomplete AV block, etc:

0.022 - 0.044 mg/kg IM, SQ, or IV prn; or 0.04 mg/kg PO tid-qid


0.02 - 0.04 mg/kg IV or IM
For treatment of cholinergic toxicity:

0.2 - 2.0 mg/kg ; give 1/4th of the dose IV and the remainder SQ or IM
For treatment of bronchoconstriction:

0.02 - 0.04 mg/kg for a duration of effect of 1 - 1.5 hours


Cats:
As a preanesthetic adjuvant:

0.022 - 0.044 mg/kg IM or SQ (Muir ))


0.074 mg/kg IV, IM or SQ (Package Insert; Atropine Injectable, S.A. - Fort Dodge)
0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV
For treatment of bradycardias:

0.022 - 0.044 mg/kg IM, SQ, or IV prn; or 0.04 mg/kg PO tid-qid


0.02 - 0.04 mg/kg SQ, IM or IV q4-6h.
For treatment of cholinergic toxicity:

0.2 - 2.0 mg/kg ; give 1/4th of the dose IV and the remainder SQ or IM
(Plumb,2006)

c. Ketamin HCL
Ketamin hidroklorida merupakan obat anestesi yang merupakan golongan fenil
sikloheksilamin. Obat ini dikenal sebagai 'Rapid Acting Non Barbiturate General
Anesthetic Drug'. Obat ini tidak berwarna (bening), bersifat asam dan sensitif terhadap
cahaya. Kemasan obat ini (vial) berwarna coklat untuk melindungi obat ini dari paparan
cahaya. Keltamin berwarna putih berbentuk kristal memiliki titik lebur pada 258-261 0c
pada ph yang tinggi akan mengalami presipitasi. 1 gram ketamin dapat larut dalam 5 ml

air sedangkan pada alkohol 14 ml. pH dari ketamin yang digunakan untuk injeksi adalah
antara 3,5-5,5 (Plumb,2006).
Penyimpanan/stabilitas/compatibility : ketamin dapat dicampur dengan air yang steril
untuk injeksi, D5W, dan normal saline. Ketamin kompatibel dengan xylaxine pada spuit
yang sama. Ketamin tidak dapat dicampur dengan barbiturat ataupu diazepam. Untuk
penyimpanannya obat ini harus dilindungi dari cahaya (Plumb,2006).
Farmakologi : ketamin merupakan anestesi umum yang memiliki efek yang cepat.
Ketamin akan menghambat GABA pada CNS dan akan menghambat serotonin,
norepinephrin dan dopamin pada CNS. Thalamoneocortical sistem akan terdepres ketika
lymbic sistem teraktivasi. Pada kucing akan menyebabkan efek hypotermik ringan
setidaknya terjadi penurunan suhu 1,6 oc setelah pemberian obat ini. Efek dari obat ini
terhadap berbagai organ bermacam-macam diantaranya
Terhadap Susunan Saraf Pusat :Obat ini memiliki efek analgetik yang kuat namun efek
hipnotik nya kurang. Butuh dosis yang lebih besar untuk membuat efek hipnotiknya
sempurna. Namun obat ini dapat mempunyai efek disosiatf, maksudnya adalah pasien
mengalami gangguan persepsi dari rangsangan dan lingkungannya seperti pasien
mengalami halusinasi dan mimpi buruk (Nightmare) pada saat pemulihan dan dapat
menimbulkan kejang..
Apabila obat ini diberikan secara intravena akan dapat memberikan efek dalam
waktu 30 detik. apabila diberikan melalui intra muskular akan memberikan efek 5 - 8
menit. Pada saat pasien terinduksi, pasien dapat mengalami tanda khas pada mata
berupa kelopak mata yang terbuka dan nistagmus. Sering juga terjadi gerakan gerakan
anehyang tidak disadari, yaitu menelan, mengunyah, tremor, dan kejang. Efek efek
tersebut dapat di kurangi dengan pemberian diazepam sebagai sedatif atau obat lain
yang dapat memberikan efek amnesia sebelum diberikan ketamin.
Terhadap Mata :Efek terhadap mata meliputi nistagmus, lakrimasi, kelopak mata
terbuka secara spontan dan adanya peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan
oleh speningkatan aliran darah pada pleksus koroidalis.
Terhadap Sistem Kardiovaskuler :Ketamin menimbulkan efek simpatomimetik, berupa
inotropik positif dan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Manifestasi yang dapat
debrikan akibat pemberian ketamin, yaitu Peningkatan tekanan darah perifer, dan
denyut jantung.
Terhadap Sistem Respirasi :Pada saat diberikan dengan dosisi biasa tidak akan
memberikan efek pada sistem respirasi. Namun pasa dosis tertentu (lebih tinggi) dapat
memberikan efek simpatomimetik sehingga dapat memberikan efek dilatasi bronchus.
Terhadap Otot :Dapat memberikan efek peningkatan tonusotot lurik (termasuk uterus),
rigiditas, bahkan hingga kejang. Namun keadaan ini dapat dikurangi dengan pemberian
Diazepam sebagai 'muscle relaxant'. Kontraksi otot kelopak mata membuat terbukanya
kelopak mata, dan kontraksi otot- otot ekstraokuler menyebabkan nistagmus.

Terhadap refleks - refleks proteksi :Refleks proteksi jalan nafas masih utuh sehingga hati
- hati dalam meberikan isapan - isapan pada daerh jalan nafas karena dapat
menimbulkan spasme laring.
Terhadap Metabolisme :Ketamin merangsang sekresi dari hormon - hormon katabolime,
seperti glukagon, kortisol. koterkolamin, tiroksin, dll sehingga laju katabolisme tubuh
meningkat.
(Plumb,2006)
Indikasi : ketamin digunakamn pada manusia, primata non human dan pada kucing
selain itu juga dapat digunakan pada berbagai spesies lainnya. Digunakan dalam
restarin, dan agen anestetik. Sebagai Induksi Anestesia, Obat Anestesi Pokok. Pada
operasi yang letak operasinya superficial, berlangsung singkat dan tidak memerlukan
relaksasi otot maksimal Analgetik pasca trauma atau pasca bedah. Biasanya digunakan
dengan kombinasi dengan diazepam
Farmakokinetik dan farmakodinamik :
Dosis induksi ketamin adalah 1-2 mg/KgBB IV atau 3-5 mg/KgBB IM. Stadium
depresi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesia dapat diberikan
dosis 25-100 mg/KgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.17
Mekanisme kerja ketamin bekerja sebagai antagonis nonkompetitif pada reseptor
NMDA yang tidak tergantung pada tegangan akan mempengaruhi ikatan pada tempat
ikatan fensiklidin. Reseptor NMDA adalah suatu reseptor kanal ion (untuk ion 8 na+
,ca2+,dan k+ ) maka blockade reseptor ini berarti bahwa pada saat yang sama, ada
blockade aliran ion sepanjang membrane neuron sehingga terjadi hambatan pada
depolarisasi neuron di SSP. 18,19 Mekanisme kerja ketamin mungkin dengan cara
menghambat efek membrane eksitatori neurotransmitter asam glutamat pada suptipe
reseptor NMDA . Ketamin merupakan obat yang sangat lipofilik dan didistribusikan
dengan cepat ke dalam organ-organ yang kaya vaskuler, termasuk otak, hati dan ginjal
kemudian obat ini di distribusikan kembali kedalam jaringan-jaringan yang kurang
vaskularisasinya, bersamaan dengan metabolismenya di hati untuk selanjutnya dibuang
ke urin dan empedu (Plumb,2006)
Kontraindikasi : hipersensitifitas dan hewan konsumsi (hewan ternak) yang akan di
sembelih dalam waktu dekat. Sebaiknya tidak diberikan pada hewan yang memiliki
permasalahan pada jantung dan sistem cardiovascular lainnya (Plumb,2006).
Efek Samping :Ketamin memberikan efek pada sistem kardiovaskuler melalui
rangsangan dari
sistem simpatis pusat dan sebagian kecil melalui hambatan
pengambilan noreprineprin pada terminal saraf simpatis. Kenaikan Tekanan darah dan
frekuensi jantung sekitar 30 % serta peningkatan Noradrenalin di dalan tubuh. Pada
tahap pemulihan dapat timbul mimpi buruk dan halusinasi. Persepsi ilusi ini dapat
berulang kembali pada tahap lanjutan sampai beberapa jam, bahkan setelah beberapa
hari. Kejadian seperti ini dapat dicegah dengan pramedikasi dengan benzodiazepin.
Serta produksi saliva yang bertambah banyak. Ketamin tidak menimbulkan nyeri dan

tidak menimbulkan iritasi, obat ini dapat


merangsang kardiovaskuler yaitu
dipertahankannya tekanan darah pada penderita dengan risiko buruk dan sebagai
bronkodilator.20 Ketamin juga sering digunakan untuk pasien anak karena efek
anestesia dan analgesia dapat dicapai dengan pemberian injeksi intramuskular. Ketamin
juga dapat digunakan pada pasien geriatri yang beresiko tinggi mengalami syok, karena
dapat memberikan stimulasi jantung. Namun demikian, pada pemberian ketamin telah
dilaporkan beberapa efek samping antara lain: transien erythema, keadaan mimpi
buruk, halusinasi, dan delirium dapat disertai dengan fonasi dapat terjadi pada anestesi
ketamin ringan (Plumb,2006).
Interaksi obat : penggunaan narkotik, barbiturat, diazepam dapat memperpanjang
recovery time setelah induksi anestesi dengan ketamin. Jika digunakan halothan maka
akan memperpanjang recovery time dan akan menghambat efek stimulasi cardiac oleh
ketamin (Plumb,2006),
Dosis :
Dogs: Note: Ketamine/xylazine dapat menginduksi terjadinya cardiac arrhythmias,
pulmonary edema, dan respiratory depression pada anjing. Kombinasi obat ini dapat
digunakan dengan beberapa pertimbangan

Diazepam 0.5 mg/kg IV, kemudian ketamine 10 mg/kg IV untuk menginduksi


anestesi umum
Midazolam 0.066 - 0.22 mg/kg IM or IV, then ketamine 6.6 - 11 mg/kg IM
Xylazine 2.2 mg/kg IM, in 10 minutes give ketamine 11 mg/kg IM. Dogs weighing
more than 22.7 kg (50 lbs.) reduce dose of both drugs by approx. 25%.
Atropine (0.044 mg/kg) IM, in 15 minutes give xylazine (1.1 mg/kg) IM, 5 minutes
latergive ketamine (22 mg/kg) IM
Cats:
Direkomendasikan untuk memberikan atropine
penggunaan untuk menurunkan hipersalivasi

atau

glycopyrrolate

sebelum

11 mg/kg IM for restraint; 22 - 33 mg/kg untuk tindakan diagnostik atau minor


operation yang tidak memerlukan muscle relaksan. (2 - 4 mg/kg IV or 11 - 33 mg/kg IM
Restraint: 0.1 ml (10 mg) IV.
Anesthesia: 22 - 33 mg/kg IM or 2.2 - 4.4 mg/kg IV (with atropine) Sedation, restraint:
6.6 - 11 mg/kg IM
Anesthetic: 17.6 - 26.4 mg/kg IM Induction (following sedation): 4.4 - 11 mg/kg IV
Restraint: 11 mg/kg IM
Anesthesia: 22 - 33 mg/kg IM; 2.2 - 4.4 mg/kg IV (Kirk 1986)
Rabbits/Rodents/Pocket Pets:

Rabbits: 35 mg/kg SubQ or IM once (in combination with xylazine, useful for
minimally invasive procedures lasting less than 30-45 minutes)
Rats/Mice: 87 mg/kg IP once (in combo with xylazine)

Guinea pig: 60 mg/kg IP once (in combo with xylazine)


Hamsters: 200 mg/kg IP once (in combo with xylazine)

d. Xylazine HCL
Xylazine merupakan salah satu golongan alpha2-adrenoceptor stimulant atau
alpha-2 adrenergic receptor agonist. Alpha-2 agonist seperti xylazine dan medetomidin
adalah preanestetikum yang sering digunakan pada anjing dan kucing untuk
menghasilkan sedasi, analgesi, dan pelemas otot. Golongan alpha-2 agonist yang lain
seperti romifidin sering digunakan pada kuda, tetapi tidak direkomendasikan untuk
anjing dan kucing. Xylazine HCl mempunyai rumus kimia 2(2,6dimethylphenylamino)-4H-5,6-dihydro
1,3-thiazine
hydrochloride.
Xylazine
mengandung 23,32 mg / ml hidroklorida xylazine dalam larutan air injeksi berbasis.
Xylazine dapat diperoleh juga sebagai bubuk kristal murni (Plumb,2006).
Penyimpanan : pentimpanan pada suhu dibawah 30 0c. xylazine dapat dicampur saat
injeksi (dalam satu syringe) dengan beberapa jenis obat seperti acepromazine,
buprenorphine, butorphanol, chloral hydrate, dan meperidine (Plumb,2006).
Farmakologi : Xylazine bekerja melalui mekanisme (farmakologi ) yang menghambat
tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap 2-adrenoseptor
sehingga menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan
peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aktivitas xylazine pada susunan syaraf
pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor 2-adrenoseptor, menyebabkan
penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran norepineprin dan dopamin.
Reseptor 2, Xylazine menghasilkan sedasi dan hipnotis yang dalam dan lama, dengan
dosis yang ditingkatkan mengakibatkan sedasi yang lebih dalam dan lama serta durasi
panjang. Xylazine diinjeksikan secara intramuskular menyebabkan iritasi kecil pada
daerah suntikan, tetapi tidak menyakitkan dan akan hilang dalam waktu 24 48 jam.
-adrenoseptor adalah reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin
dan norepineprin. Xylazine menyebabkan relaksasi otot melalui penghambatan
transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan muntah.
Xylazine juga dapat menekan termoregulator (Plumb,2006).
Xylazine menyebabkan tertekannya sistem syaraf pusat, bermula dari sedasi,
kemudian dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan hypnosis, tidak sadar dan
akhirnya keadaan teranestesi.Pada sistem pernafasan, xylazine menekan pusat
pernafasan. Xylazine juga menyebabkan relaksasi otot yang bagus melalui imbibisi
transmisi intraneural impuls pada SSP. Penggunaan xylazine pada anjing menghasilkan
efek samping merangsang muntah tetapi dapat mengosongkan lambung pada anjing
diberi makan sebelum dianestesi.
Indikasi : Xylazine biasa digunakan pada kucing sebagai agen sedatif untuk keperluan
pembedahan minor dan untuk menguasai hewan atau handling. Dalam anestesi hewan,
xylazine sering digunakan dalam kombinasi dengan ketamin. Xylazine adalah analoque
clonidine. Obat ini bekerja pada reseptor presynaptic dan postsynaptic dari sistem saraf
pusat dan perifer sebagai agonis sebuah adrenergik. Obat ini banyak digunakan dalam

subtansi kedokteran hewan dan sering digunakan sebagai obat penenang (sedatif), nyeri
(analgesik) dan relaksasi otot rangka (relaksan otot). tetapi memiliki efek farmakologis
banyak lainnya. Sebagian besar terdiri dari efek bradikardia dan hipotensi. Xylazine
menghambat efek stimulasi saraf postganglionik (Plumb,2006).
Interaksi obat : Penggunaaan xylazine dengan dosis yang lebih tinggi bukan saja untuk
sedasi dan analgesi, tetapi juga menghasilkan immobilisasi. Xylazine bisa digunakan
sendiri atau dikombinasikan dengan obat lain seperti benzodiazepin atau opioid untuk
menghasilkan sedasi. Xylazine juga dapat dikombinasikan dengan anestesi injeksi
seperti ketamine, tiopental, dan propofol atau anestesi inhalasi seperti halotan dan
isofluran untuk menghasilkan anestesi yang lebih baik. Xylazine biasanya digunakan
sebagai preanestesi, tetapi pada anjing akan menyebabkan muntah sehingga bersifat
kontra-indikasi untuk hewan yang menderita obstruksi gastro-intestinal. Waktu induksi
dari suatu agen anestesi bisa dikurangi sampai 50-75% dengan pemberian preanestesi
xylazine untuk menghindari overdosis (Plumb,2006).
Efek samping : efek samping dari xylazine adalah mengalami penurunan setelah
kenaikan awal pada tekanan darah dalam perjalanan efeknya vasodilatasi tekanan darah
dan juga dapat menyebabkan bradikardi. Pengaruh xylazine dapat dibatalkan dengan
menggunakan antagonis reseptor adrenergik seperti atipamezole, yohimbine dan
tolazoline (Plumb,2006).
Khusus pada kucing xylazine juga merangsang pusat muntah, sehingga obat
tersebut digunakan sebagai emetik. Peningkatan buang air kecil kadang-kadang terjadi
pada kucing. Anjing cenderung menelan udara berlebih.
kontraindikasi :
Xylazine tidak boleh digunakan pada hewan dengan hipersensitivitas atau alergi
terhadap obat tersebut.
Xylazine tidak dianjurkan pada hewan yang menerima epinefrin,penyakit jantung,darah
rendah,penyakit ginjal dengan atau jika hewan ini sangat lemah.
Farmakokinetik : absorbsi terjadi secara cepat melalui jalur injeksi intramuskular.
Tetapi pada bioavaibilitasnya berpariasi dan incomplete. Pada kuda bioavaibilitasnya
adalah 40-48 % pada domba 17-73 %, danpada anjing 52-90 %. og have been reported
after IM administration. Pada kuda onset kerja obat yang diberikan melalui intravena
adalah dalam waktu 1-2 menit setelah pemberian obat. Maksimal 3-10 menit setelah
injeksi. Durasi dari kerja obat tergantung pada dosis yang diberikan tetapi durasinya
sekurangnya adlah 1,5 jam. Waktu paruh obat dalam serum setelah pemberian dosis
tunggal adalah 50 menit pada kuda dengan recovery time 2-3 jam. Pada anjing dan
kucing onset kerja obat adalah 10-15 menit dengan rute pemberian secara intramuskular
ataupun melalui subkutan.sedangkan jika melalui intravena 3-5 menit. Efek
analgesiknya akan bertahan selama 15-30 menit setelah pemberian dosis tunggal namun
sifat sedatifnya akan berlangsung selama 1-2 jam. Waktu paruh obat dalam serum pada
anjing adalah 30 menit. Recovery total akan membutuhkan waktu 2-4 jam pada anjing

dan kucing. Xylazine tidak ditemukan pada aair susu dari sapi perah yang laktsi setelah
5-21 jam pemberian obat tetapi penggunaannya pada hewan konsumsi tidak banyak
digunakan karena withdrawl timenya tidak spesifik.
Dosis :
Anjing :

1,1 mg/kg IV, 1.1 - 2.2 mg/kg IM or SQ

0.6 mg/kg IV IM as a sedative

To treat a hypoglycemic crises (with IV dextrose): 1.1 mg/kg IM

0.5 - 1.0 mg/kg IV or 1 - 2 mg/kg IM

0.55 mg/kg IM
Kucing :

1,1 mg/kg IV, 1.1 - 2.2 mg/kg IM or SQ

As an emetic: 0.44 mg/kg IM

0.5 - 1.0 mg/kg IV or 1 - 2 mg/kg IM

0.55 mg/kg IM
Kelinci /Rodents/Pocket Pets:

Rabbits: For minimally invasive procedures lasting less than 30-45 minutes: 5
mg/kg once

SubQ or IM in combination with ketamine (35 mg/kg)

Mice/Rats: General anesthesia 13 mg/kg once IP in combination with ketamine (87


mg/kg)

Hamsters/Guinea pigs: General anesthesia 8 - 10 mg/kg once IP in combination with


ketamine (200 mg/kg for hamsters & 60 mg/kg for Guinea pigs)
(Plumb,2006)

e. Intamox
Komposisi Setiap ml Intramox-150 LA mengandung: Amoxycillin base (formula long
acting) 150 mg.

Sifat-Sifat Intramox-150 LA merupakan injeksi Amoxycillin long acting, bersifat


bakterisidal. Bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Efektif terhadap
bakteri gram positif dan gram negatif seperti E. coli, Pasteurella, Haemophilus,
Salmonella,
Erysipelothrix,
Campylobacter,
Clostridium,
Corynebacterium,
Staphylococcus dan Streptococcus spp.
Indikasi Pengobatan infeksi saluran pernafasan dan pencernaan akibat bakteri yang
sensitif terhadap Amoxycillin seperti E. coli, Pasteurella, Haemophilus, Salmonella,
Clostridium, Erysipelothrix, Campylobacter, Corynebacterium, Staphylococcus dan
Streptococcus spp., pada sapi, kambing, domba, babi, kucing, anjing dan ayam.
Dosis dan Cara Pemakaian Injeksi instramuskular. Sapi, kambing, domba : 1,0 ml per
10 kg berat badan. Babi : 1,0 ml per 10 kg berat badan. Anjing, kucing : 0,1 ml per kg
berat badan Ayam : 0,2 ml per kg berat badan. Untuk sekali pengobatan, jika diperlukan
injeksi dapat diulang setelah 48 jam.
f. Hematopan
Komposisi :
HEMATOPAN B 12 berbentuk cairan, tiap 100 ml mengandung:
Sodium cacodylate .......................................... 3.000 g
Ammonium ferric citrate ................................. 2.000 g
Methionine .................................................... 1.000 g
Histidine hydrochloride ................................... 0.500 g
Tryptophan .................................................... 0.250 g
Cobalt acetate ................................................. 0.050 g
Cyanocobalamin ............................................. 0.001 g
Excipient q.s .................................................. 100 ml
Indikasi : Untuk meningkatkan nafsu makan.Semua gangguan hematopoietik, Anemia
akibat kekurangan makan atau akibat infeksi, anemia pada anak babi yang mendapat
susu induk, anemia akibat pendarahan, sebagai komplemen pada pengobatan anti
piroplasma, asthenia dan purpura.Pada proses penyembuhan (convalescence) setelah
penyakit menular dan intoksikasi. Pertumbuhan pada ayam, anak babi, dan anak kuda
diberikan secara sistematis. Diare pada hewan muda. Kebuntingan. Untuk
meningkatkan kondisi dan stamina. Untuk pertumbuhan bulu pada anjing
Dosis : HEMATOPAN B 12 diberikan dengan suntikan intravenosa, subkutan atau
intramuskuler.
Kuda & sapi : 10-20 ml tiap hari
Anak sapi : 5-10 ml tiap 4-5 hari

Domba & kambing : 5 ml tiap 2 hari sekali


Babi :
2 10 kg : 1 ml tiap 2 -3 hari
10 -20 kg : 2 ml tiap 2 -3 hari
20 50 kg : 5 ml tiap 2 -3 hari
50 100 kg : 10 ml tiap 2 -3 hari
Anjing : 1 ml per 5 kg berat badan tiap hari.
Kucing : 0.5 2 ml tergantung berat badan tiap hari.
Unggas : 1 5 ml tergantung berat badan tiap hari.
Kontra indikasi: tidak ada
g. Biodine
Komposisi:
Biodin, larutan injeksi sterilyang setiap 100 ml mengandung:
ATP ................................. 0.100 g
Mg aspartate...................... 1.500 g
K aspartate ........................1.000 g
Na. Selenite ...................... 0.100 g
Vitamin B 12 .....................0.050 g
Excipient qs ......................100 ml
Sifat-sifat:
- ATP membebaskan energi pada waktu peruraiannya dan memungkinkan pembentukan
phosphoric acid ester yang dapat dassimilasi.
- Aspartate terutama mengambil bagian dalam rantai sementara (dikenal dengan nama
rantai martius) yang mengambil fungsi dari siklus krebs apabila terganggu.
- Aktivitas selenite pada proses metabolisme sel dudah jelas diketahui .
- Vitamin B 12 penting untuk pembentukan sel darah merah.

- Campuran dari berbagai kelompok faktor tersebut di atas ini dalam perbandingan yang
baik memungkinkan rekonstitusi dari cadangan energi dan berlangsungnya proses
metabolisme yang baik.
Indikasi :
Untuk stimulasi tubuh secara umum terutama pada tonus otot dari semua species hewan
seperti pada keadaan berikut:
- Kelemahan otot akibat kerja keras.
- Kelemahan otot akibat transportasi.
- Kelemahan otot akibat melahirkan.
- Menjaga stamina kuda pacu dan anjing.
- Kelemahan diakibatkan oleh kekurangan makanan, infeksi atau keturunan.
- Miositis akut
- Myopathy-dyspnoea syndrome pada anak anjing.
Dosis :
Biodin diberikan dengan suntikan intramuskuler: sebanyak 3-4 kali suntikan dengan
interval 2-5 hari setiap bulan. Bila perlu dapat diberikan secara intravenosa dengan
melalui infus.
Kuda & sapi : 20 ml
Anak kuda, anak sapi : 5-10 ml
Anak kuda, babi, anjing : 2-5 ml
Kucing

: 1 ml

Kontra indikasi: tidak ada


5.2.2 Stadium Anestesi Pada Hewan Coba
Pada praktikum yang dilakukan anestesi dimulai dengan premedikasi anestesi
yang dilakukan pada pukul 13.36 wib obat yang digunakan adalah atropin sulfat. Onset
kerja dari obat adalah sekitar 15 menit. Pemberian anestesi berupa ketamin+xylazine
dilakukan pada pukul 13.46 dengan onset kerja obat adalah 3-5 menit. Kemudian
dilakukan pengamatan terhadap stadium anestesi yang dilakukan.

Stadium I, stadium induksi atau stadium eksitasi bebas


Tanda-tanda :
- Hewan masih sadar dan dapat memberontak

Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus


Dilatasi pupil
Terjadi urinasi dan defekasi
Stadium II, stadium eksitasi tidak bebas
Tanda-tanda :
-

Kesadaran hilang secara tiba-tiba


Respon reflex terhadap stimulasi berlebihan
Gerakan anggota gerak kuat sehingga diperlukan restrain yang
baik
- Respirasi sangat tidak teratur
Stadium III, stadium operasi

Plane

Respirasi
Reguler,
thoracoabdo
minal

1
(light)

Regular,
thoracoabdo
2
minal,
(mediu
amplitude
m)
menurun

3
(deep)

Regular,
abdominal,
amplitude
minimal

Refleks
Laring
Okuler
&
Faring
Bola
Muntah
mata
dan
bergerak menelan
-gerak,
absen,
reflek
batuk
palpebra masih
l,
ada
konjungt
iva,
kornea
secara
terdepre
s
Bola
Batuk
mata di masih
ventro
ada
medial,
sampai
kornea
pertenga
(-)
han
Bola
Batuk
mata
berkura
kembali ng
di
tengah

Relaksasi
Ekstrem
itas

Raha
ng

Per
ut

hilan
g

hila
ng

Anggot
a gerak

Pedal
hilang

5.2.3 Physical Examination


Pemeriksaan fisik dari hewan dilakukan sebelum operasi, saat operasi dan pasca
operasi hingga kondisi hewan stabil. Pemeriksaan yang dilakukan sebelum operasi

dilakukan meliputi pemeriksaan signalemen meliputi nama hewan, jenis hewan, jenis
kelamin, breed warna kulit, umur, berat badan dan tanda khusus hewan. Pemeriksaan
fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan suhu, pulsus, membrane color, hydrasi,
respirasi, CRT, berat badan, dan warna serta konsistensi dari feses. Pada saat operasi
pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pulsus dan suhu tubuh yang diperiksa setiap
15 menit. Sedangkan pada post operasi pemeriksaan dilakukan setiap satu hari sekali
dan yang diperiksa adalah suhu, pulsus dan CRT.
Menurut Eldredge (2008) Suhu Tubuh Normal dari kucing dewasa adalah 100 F103 F atau 37,7 C - 39,4 C dengan rata-rata : 101,5 F atau 38,6 C sedangkan pada
anak kucing yang baru lahir berkisar antara 95 F - 99 F atau 35 C - 37,2 C. untuk
Respiratory Rate (Frekuensi Nafas) dari Kucing Dewasa adalah 20-24 napas per menit
dengan Rata-rata : 22 napas per menit saat istirahat. Untuk Heart Rate (frekuensi
Denyut jantung) Kucing Dewasa adalah 140-240 denyut per menit dengan rata-rata
adalah 195. Pada saat sebelum operasi suhu tubuh hewan coba adalah 38,8 0c dengan
pulsus 120/menit dan respirasi 25/menit. Saat dilakukan operasi dilakukan pengecekan
suhu,pulsus,dan respirasi mulai dari menit ke 0 hingga menit ke 180 tiap 15 menit
sekali. Pada menit ke 0 pulsusnya adalah 88/menit, dengan temperatur 39,1C ,dan
respirasi 80/menit,kondisi hewan coba tetap stabil hingga menit ke 75,pada menit ke 90
hingga menit 165 kondisi suhu mengalami penurunan kemudian kembali stabil pada
menit ke 180. Selama operasi perlu dilakukan kontrol suhu tubuh, pulsus,dan respirasi
hewan yang dioperasi untuk mengetahui keadaan fisiologisnya dan menentukan apakah
operasi bisa dilanjut atau harus dihentikan karena keadaan hewan yang tidak
memungkinkan.
5.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan
merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi
akut. Dalam penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang
mengganggu penyembuhan luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan
luka antara lain infeksi, faktor mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran
besarnya luka. Faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain
nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan hormon glukokortikoid. Pada pasca
operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan luka, seperti waktu
penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder. Nyeri
menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi
respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat
pemanjangan waktu penyembuhan luka(Madigan,2006).
Selain itu juga dipengaruhi oleh:
a. Usia
Usia muda penyembuhannya lebih cepat daripada usia. Usis tua lebih sering terkena
penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah.

b. Nutrisi
Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan. Pasien yang obesitas mengalami penundaan
penyembuhan karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adiposa tidak adekuat. Pasien
obesitas juga memiliki risiko tinggi terkena infeksi, seroma, dan dehisensi.
c. AsupanNutrisi
Penyembuhan luka memerlukan berbagai nutrien. Pada dasarnya nutrien yang berguna
ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.
Protein. Deplesi protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan
kebutuhan akan protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan
untuk proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama yang
disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan kolagen
menentukan kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake protein prabedah,
secara signifikan menunda penyembuhan luka pasca bedah.
Karbohidrat. Selama fase hipermetabolik, kebutuhan akan karbohidrat meningkat.
Segala aktifitas seluler dipengaruhi oleh ATP yang diperoleh dari glukosa
(karbohidrat), sehingga penyediaan energi untuk respons inflamasi dapat
berlangsung. Kekurangan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan penghancuran
protein untuk keperluan aktifitas seluler. Dengan kata lain, sedikitnya karbohidrat
berpeluang membuat semakin sedikitnya protein.
Lemak. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel.
Asam lemak esensial tidak bias disintesis oleh tubuh, sehingga harus didapatkan
dari diet keseharian. Peran asam lemak esensial untuk penyembuhan luka masih
belum begitu dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel
baru.Kekurangan lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Omega-3
polyunsaturated fatty acids (PUFAs) diketahui lebih bermanfaat ketimbang
omega-6 PUFAs. Omega-3s merupakan anti-inflamasi yang berguna untuk
penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya dapat menghambat pembekuan darah,
sehingga dinilai merugikan.
Vitamin. Vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolik
termasuk penyembuhan luka. Selain vitamin B, yang berperan dalam
penyembuhan luka ialah vitamin K. Vitamin K merupakan kofaktor enzim
karboksilase yang mengubah residu protein berupa asam glutamat (glu) menjadi
gamma-karboksiglutamat (gla). Gla disebut juga gla-protein. Gla protein dapat
mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini merupakan langkah yang esensial
untuk pembekuan darah. Ion kalsium berguna untuk mengaktifkan faktor
pembekuan. Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan tidak aktif
(darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka
(operasi).
Mineral. Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi
dan seng. Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga
defisiensi besi membuat penyembuhan luka tertunda. Seng juga berperan dalam
penyembuhan luka (Watcha,2005).

BAB V
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Orchidektomi atau kastrasi merupakan sebuah prosedur operasi/bedah dengan tujuan
membuang testis hewan. Terdapat dua tipe kastrasi yakni kastrasi terbuka dan kastrasi
tertutup. Pada praktikum ilmu bedah khusus kali ini, kami menggunakan tipe kastrasi terbuka
yakni dengan Tunica vaginalis communis ikut disayat, testis diikat kemudian dipotong dan
dilepaskan dari ligament penggantungnya.Pada saat operasi kelompok kami tidak mengalami
masalah yang serius dan operasi berjalan dengan lancar,dan pada saat pasca operasi padat
kucing tersebut keluar darah dari bagian luka jahitan namun hal tersebut bukanlah masalah
yang serius dan pelepasan jahitan dilakukan 7 hari setelah operasi.
6.2 Saran
Dalam melakukan praktikum orchiectomy disarankan agar menggunakan hewan coba
yang sehat dan belum di sterilkan. Saat melakukan operasi sebaiknya diperhatikan ke

aseptisan dari petugas operasi, peralatan yang digunakan serta ruangan operasi agar tidak
terjadi kontaminasi yang berujung pada adanya infeksi yang berasal dari lingkungan sekitar
dan dapat mengganggu kesehatan hewan dan penyembuhan luka.

DAFTAR PUSTAKA

Coughland, 2011. Drugs Handbook For Veterinary Medicine. Elsevier Saunders : USA
Eldredge, Debia, M, 2008. Cat Owners Home Veterinary Handbook 3th edition. Howell Book
House : New Jersey
Frandson, R.D. 1993. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Ganiswara. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Gaya Baru: Jakarta.
I Komang Wiarsa Sardjana dan Diah Kusumawati. 2011. Bedah Veteriner, Cetakan Pertama.
Airlangga University Press, Surabaya.
Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey:
Pearson Prentice Hall.

Muhammad, S. 2013. Kastrasi Pada Kucing . Ilmu Bedah Veteriner. Udayana : Bali
Plumb, DC. 2005. Veterinary Drug Handbook. Minnesota: Pharma Vet Publishing.
Plumb, Donald C. 2006. Veterinary Drug Handbook. Iowa State University Press : Iowa
Sardjana, 2010. Anestesi Veteriner. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Soenardiraharjo B,P. 2011. Embriologi,Cetakan pertama. Airlangga University Press :
Surabaya
Widyaputri dkk, 2014. Orchiectomy dan Ovariohisterectomy . Ilmu Bedah Veteriner
.Universitas Nusa Cendana : Kupang
Zulhelmi . 2012. Sterilisasi Pada Kucing. Ilmu Bedah Veteriner Institut Pertanian Bogor :
Bogor

LAMPIRAN

PRE OPERASI

OPERASI

PASCA OPERASI

Anda mungkin juga menyukai