Anda di halaman 1dari 7

Halaman 55-59

Sindroma Kalmann
Pada tahun 1856, Maestra de San Juan adalah orang yang pertama kali menemukan keadaan
patologis berupa hipogonadisme dan gangguan sistem olfaktori, dan pada tahun 1944 Kalmann
menggambarkan kelainan tersebut sebagai sindroma genetik. Hipogonadisme dan anosmia
merupakan kelainan kongenital dengan keadaan defisiensi GnRH akibat aplasia sel-sel yang
memproduksi GnRH dan aplasia bulbus olfaktori. Fungsi hipofisis, fungsi adrenal serta tiroid
tidak terganggu. Insidens sindroma Kallmann pada wanita 1 : 50.000 dan kelainan ini kadangkadang ditemukan juga kelainan kongenital pada organ yang lain seperti sumbing, agenesis
renal, kelainan pada jantung, dan fungsi platelet yang abnormal. Kemungkinan terjadi kehamilan
sangat kecil.
Diagnosis
Umumnya wanita dating dengan keluhan gangguan pertumbuhan, tidak pernah dating haid, dan
gangguan penciuman (anosmia). Kadar hormon FSH, LH dan estradiol sangat rendah. Kadar
prolaktin juga berada di bawah kadar normal. Kadar hormon adrenal dan tiroid pada umunya
tidak terganggu. Analisa kromososn adalah 46 XX dengan Barr Body +. Pada pandang
laparaskopi ditemukan hypoplasia genitalia interna dengan kedua tuba paten. Payudara, rambut
pubis dan rambut ketiak normal.
Pengobatan
Pemberian estrogen progesterone kombinasi. Yang paling sederhana adalah pemberian pil
kontrasepsi kombinasi. Pada wanita yang ingin hamil dapat dicoba pemberian GnRH secara
pulsatif dengan menggunakan pompa Zyklomat atau pemberian hormon FSH saja.

2. Amenorea sekunder
Dikatakan amenorea sekunder bila seorang wanita usia reproduksi yang pernah mengalami haid,
tiba-tiba haidnya berhenti untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Penyebab tidak datangnya haid adalah organ-organ yang bertanggung jawab terhadap
proses terjadinya siklus haid dan terhadap proses pengeluaran darah haid itu sendiri. Organ-organ
tersebut adalah hipotalamus-hipofisis (amenorea sentral), ovarium (amenorea ovarium), dan
uterus (amenorea uteriner).

Amenorea akibat kelainan di hipotalamus dan hipofisis (amenorea sentral)


Penyebab amenorea karena gangguan di hipotalamus bias berupa tumor di hipotalamus, infeksi
atau kelainan bawaan berupa sindroma olfagenital. Penyebab fungsional yang paling sering
ditemukan berupa gangguan psikis. Terjadi gangguan pengeluaran GnRH, sehingga pengeluaran
hormon gonadotropin berkurang. Gangguan fungsional seperti ini paling banyak dijumpai pada
pengungsi, wanita dalam penjara, atau wanita yang sering stres, atau hidup dalam ketakutan
maupun gelisah, Wanita yang mengalami gangguan pola makan seperti diet yang salah yaitu
anoreksia nervosa dan bulimia dapat menyebabkan gangguan psikis, dan neurotis , sehingga
dapat terjadi kerusakan organ (atrofi). Bila kerusakan tersebut mengenai hipotalamus, maka
dengan sendirinya hipotalamus tidak dapat lagi memproduksi GnRH. Pengeluaran FSH dam LH
dari hipofisis pun berhenti. Akibatnya pematangan folikel dan ovulasi di ovarium tidak terjadi.
Obat-obat psikofarmaka tertentu seperti penotiazin dapat meningkatkan kadar prolaktin
yang dapat menekan produksi GnRH di hipotalamus. Oleh karena itu, pada pasien-pasien dengan
gangguan psikis, pemberian obat-obat psikofarmaka akan memperberat penyakitnya. Bila ingin
memberikan obat-obat psikofarmaka, maka pilihlah obat-obat yang tidak menyebabkan
peningkatan prolaktin.
Penyebab terbanyak amenorea karena gangguan di hipofisis adalah gangguan organic
seperti Sheehan sindrom dan penyakit Simmond. Sindrom Sheehan terjadi akibat adanya
trombosis vena hipofisis, sehingga timbul iskemik atau nekrosis adenohipofisis. Kelainan ini
sering dijumpai postpartum dengan perdarahan banyak. Perlu diketahui, bahwa adenohipofisis
sangat sensitive dalam kehamilan. Gejala baru muncul bila dari adenohipofisis mengalami
kerusakan. Bila hal ini terjadi, maka semua hormon yang dihasilkan oleh adenohipofisis akan
mengalami gangguan. Penyakit Simmond terjadi akibat adanya sumbatan vena hipofisis yang
disebabkan oleh sepsis atau emboli.
Amenorea galaktorea
Hampir pada 20% wanita dengan amenorea sekunder dapat dijumpai hiperprolaktinemia, dan
keadaan seperti ini dapat menyebabkan galaktorea pada 90% wanita.
Prolaktin merupakan hormon jenis polipeptida yang terdiri dari 200 asam amino dengan
berat molekul antara 19.000 22.000 dalton. Prolaktin diproduksi oleh sel-sel laktotrof yang
terletak di bagian distal lobus anterior hipofisis, Pengeluaran prolaktin dihambat oleh prolaktin
inhibiting factor (PIF) yang identic dengan dopamine, Bila PIF ini tidak berfungsi, atau
produksinya ditekan, maka akan terjadi hiperprolaktinemua, Hal-hal yang dapat menyebabkan
tidak berfungsinya PIF adalah:

Adalah gangguan di hipotalamus.


Obat-obat, seperti psikofarmaka, estrogen, domperidon, simetidin.
Kerusakan pada system vena portal di hipofisis.

Tumor hipofisis yang menghasilkan prolaktin (prolaktinoma), hipertiroid dan akromegali.


Hiperprolaktinemia mengakibatkan reaksi umpan balik terhadap hipotalamus, sehingga
terbentuk dopamine dalam jumlah besar. Dopamin ini akan menghambat pengeluaran
GnRH dan dengan sendirinya pula terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Selain itu
hiperpolaktinemia menyebabkan sensitivitas ovarium terhadap FSH dan LH berkuran,
memicu produksi air susu, serta memicu sintesis androgen di suprarenal.
Hiperprolaktinemia dan hiperadrogenemia dapat menyebabkan osteoporosis.

Gejala hiperprolaktinemia
Pada umumnya terjadi gangguan haid, mulai dari oligomenorea sampai amenorea. Gangguan
haid yang terjadi sangat tergantung dari kadar prolaktin serum. Kadar prolaktin di atas 100 ng/ml
selalu menyebabkan amenorea. Hiperprolaktinemia mengakibatkan timbulnya gangguan pada
pertumbuhan folikel, sehingga ovulasi tidak terjadi. Produksi estrogen berkurang. Kadangkadang pasien mengeluh sakit kepala yang disertai dengan amenorea serta gangguan penglihatan.
Bila hal ini ditemukan, maka harus dipikirkan adanya prolaktinoma. Setiap ditemukan kadar
prolaktin yang tinggi, harus disingkirkan ada tidaknya prolaktinoma dengan MRI atau cara yang
lain.
Diagnosis
Dijumpai kadar prolaktin yang tinggi di dalam darah (normal 5 0 25 ng/ml). Untuk pemeriksaan
prolaktin, darah sebaiknya diambil antara jam 8 10 pagi. Setiap kadar prolaktin yang tinggi,
berapapun nilainya harus dicari ada tidaknya prolaktinoma, dan untuk mengetahuinya perlu
dilakukan pemeriksaan dengan MRI atau CT scan. Dengan cara ini dapat diketahui tumor dengan
diameter yang kecil sekalipun (mikroadenoma), sedangkan pemeriksaan dengan rontgen
selatursika hanya dapat mendeteksi tumor yang sudah terlanjut besar.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan CT scan atau MRI meragukan ada tidaknya
prolaktinoma. Untuk mengetahui apakah hiperprolaktinemia tersebut benar disebabkan oleh
prolaktinoma atau factor yang lain, maka perlu dilakukan uji provokasi, seperti uji dengan Tyroid
stimulating hormon (TSH), atau uji dengan simetidin, ataupun dengan domperidon.
Pengobatan
Obat yang paling banyak digunakan untuk menurunkan kadar prolaktin adalah bromokriptin.
Dosis yang diberikan sangat tergantung dari kadar yang ditemukan saat itu, Pada kadar prolaktin
25 40 ng/ml, dosis bromokriptin cukup 1 x 2,5 mg/hari, sedangkan pada kadar prolaktin serum
> 50 ng/ml diperlukan dosis 2 x 2,5 mg/hari. Efek samping yang tersering adalah mual, pusing
serta hipotensi, sehingga bromokriptin sebaiknya diberikan jangan dalam keadaan perut kosong.
Keefektifan dosis sangat tergantung dari kadar prolaktin dalam serum. Setiap selesai satu bulan
pengobatan, kadar prolaktin harus diperiksa. Jangan sampai kadar prolaktin berdada di bawah

nilai normal (< 2 ng/ml). Kadar prolaktin yang rendah dapat mengganggu fungsi korpus luteum
dan diameter folikel menjadi kecil. Pada saat pertama sekali bromokriptin digunakan untuk
pengobatan hiperprolaktinemia, para ahli berpendapat, bromokriptin tidak boleh diberikan pada
wanita hamil, karena memiliki efek teratogenk. Namun dari penelitian-penelitan terakhir dapat
disimpulkan bahwa bromokriptin tidak memiliki efek teratogenik.
Pada pasien-pasien dengan prolaktinoma perlu kiranya diputuskan, apakah tumor tersebut
diangkat atau dioba dulu dengan pemberian bromokriptin. Bila ditemukan prolaktinoma tanpa
menimbulkan keluhan seperti gangguan penglihatan, nyeri kepala hebat, maka dapat diberikan
pengobatan dengan bromokriptin. Pengobatan prolaktinoma dengan bromokriptin dilakukan
dalam jangka panjang, Pada percobaan pemberian kombinasi analog GnRH dengan bromokriptin
pada pasien dengan mikri/makroadenoma didapatkan hasil pengecilan massa tumor yang
bermakna. Pada prolaktinoma yang besar dan telah sampai menimbulkan keluhan terhadap
pasien (gangguan penglihatan), maka tindakan operasi merupakan satu-satunya pilihan. Yang
menjadi masalah adalah menghadapai pasien-pasien dengan prolaktinoma yang belum memiliki
anak. Kadar estrogen yang tinggi di dalam kehamilan akan memicu prolaktinoma yang sudah ada
dan tumor tersebut akan bertambah besar lagi oleh karena itu, bila pada ibu hamil tetap harus
diberikan bromokriptin. Pasien-pasien dengan prolaktinoma jangan diberikan kontrasepsi
hormonal yang mengandung estrogen. Estrogen hanya memicu pertumbuhan prolaktinoma,
sedangkan terhadap pathogenesis terbentuknya prolaktinoma ternyata estrogen tidak memegang
peranan apapun.
Tidak semua wanita dengan hiperprolaktinemua ditemukan galaktorea. Pemberian
bromokriptin pada pasien dengan galaktorea tanpa hiperprolaktinemia tidak memberikan efek
apapun.
Jenis tumor hipofisis lain
Beberapa tumor hipofisis menyebabkan tekanan/deskan terhadap hipofisis atau menyebabkan
gangguan dalam produksi hormon di hipofisis sehingga mengakibatkan terjadinya amenorea.
Tumor-tumor hipofisis tersebut ada yang dapat menghasilkan hormon, seperti adenoma
eosinophil yang memprofuksi hormon somatotropin, atau adenoma basophil yang memproduksi
hormon ACTH. Kranioparingeoma merupakan tumor hipofisis yang tidak memproduksi hormon.
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah

Halaman 74

pascapenggunaan pil kontrasepsi terjadi akibat adanya efek penekanan estrogen dan gestagen
terhadap hipotalamus-hipofisis. Sebenarnya angka kejadian amenorea pascapenggunaan pil
kontrasepsi sangat kecil, yaitu sekitar 0,8%, sedangkan kejadian amenorea pada wanita yang
tidak menggunakan pil hanya sebesar 0,7%. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah amenorea
jenis ini benar-benar ada atau sebelum penggunaan pil kontrasepsi wanita tersebut memang telah
mengalami gangguan haid, yang berarti pemberian pil kontrasepsi hanya merupakan faktor
pencetus terjadi amenorea. Amenorea pascapenggunaan pil kontrasepsi yang terjadi tersebut
tidak berhubungan dengan lamanya penggunaan, melainkan berhubungan erat dengan dosis dan
jenis pil kontrasepsi yang digunakan.
Setiap amenorea yang terjadi pascapenggunaan kontrasepsi hormonal harus dicari
penyebabnya dan ditangani seperti penganan kasus-kasus amenorea sekunder lainnya. Setiap
amenorea yang terjadi pascapenggunaan pil kontrasepsi terutama pil kontrasepsi kombinasi perlu
dicurigai adanya prolaktinoma. Pada hamper 25% wanita dengan amenorea pascapenggunaan pil
kontrasepsi kombinasi ditemukan galaktorea yang disebabkan oleh hiperprolaktinemia. Pada
hampir 1/3 wanita tersebut ditemukan prolaktinoma. Bila ditemukan prolaktinoma, maka
penggunaan pil kontrasepsi kombinasi harus dihentikan dan wanita tersebut tidak boleh
diberikan kontrasepsi hormonal yang mengandung komponen estrogen. Estrogen memicu
pertumbuhan prolaktinoma, sehingga prolaktinoma tersebut akan terus membesar.

Halamam 72-73

Selain itu ditemukan pula penurunan kadar SHBG serum, sehingga kadar androgen dalam darah
meningkat. Peningkatan kadar androgen ini menyebabkan atresia folikel.
Androgen merupakan hormon yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan estrogen.
Enzim yang diperlukan untuk mengubah androgen menjadi estrogen adalah enzim aromatase.
Enzim ini banyak ditemuak di obarium, suprarenal, payudara, tulang, kolon, otak dan jaringan
lemak. Wanita gemuk dengan jaringan lemak yang tinggi memiliki kemampuan yang tinggi pula
untuk mengaromatisasi androgen menjadi estrogen. Kadar estrogen dalam darah wanita gemuk
sangat tinggi, Estrogen memicu hipofisis untuk mengeluarkan LH, yang memicu sintesis
androgen di ovarium. Akibatnya selain dijumpai kadar estrogen yang tinggi, juga ditemukan
kadar androgen yang tinggi dalam darah. Kadar estrogen tinggi merupakan risiko terkena kanker
payudara dan kanker endometrium.
Seperti pada wanita dengan sindrom ovarium polikistik, maka pada wanita gemuk sering
juga dijumpai resistensi insulin.
Pengobatan
Pengobatan terbaik adalah menurunkan berat badan. Pemberian obat-obat pemicu ovulasi kurang
bermanfaat selama berat badan belum normal. Penanganan resistensi insulin sama halnya dengan
penanganan resistensi insulin pada wanita dengan sindroma ovarium polikistik.
Amenorea karena ganguan pada uterus dan system pengeluaran darah haid
Amenorea karena atresi hymen
Pada keadaan ini sebenarnya tidak terjadi amenorea, darah haid terbentuk namun tidak dapat
keluar, Atresi hymen disebabkan oleh gangguan pembentukan system saluran Muleri. Diagnosis
baru ditegakkan setelah wanita mencapai usia pubertas. Penderita mengeluh sakit perut yang
disertai dengan mual dan muntah. Keluhan ini terjadi akibat adanya stagnasi darah haid di vagina
(henatokolpos), di uterus (hematometra), atau di tuba.
Pada pemeriksaan ditemukan hymen yang menonjol berwarna coklat. Pengobatan
dilakukan dengan melakukan insisi himen agar darah dapat keluar. Pasca tindakan diberikan
antibiotika yang adekuat untuk mencegah infeksi.
Amenorea karena gangguan pada uterus (amenorea uteriner)

Kelainan dimana tidak terbentuk uterus dan endometrium disebut sebagai amenorea uteriner
primer. Sedangkan jika uterus dan endometrium terbentuk, namun terjadi kerusakan pada
endometrium, seperti perlekatan (sindrom Asherman), atau terjadinya infeksi berat pada
endometrium (tuberkulosis), atau juga endometrium normal namun tidak bereaksi sama sekali
terhadap hormone seks steroid, disebut sebagai amenorea uteriner sekunder.
Amenorea pascapenggunaan kontrasepsi hormonal
Pada prinsipnya perlu dibedakan antara amenorea yang terjadi pasca penggunaan pil kontrasepsi
(pil KB), dan amenorea pasca penggunaan kontrasepsi suntukan/ susuk (depo
medroksiprogesteron asetat, noristerat dan norplant).
Amenorea pascasuntuk maupun susuk terjadi bukan karena adanya hambatan gestagen
(progesterone/progestin) terhadap system umpan balik di hipotalamus, melainkan terjadi karena
masih dijumpai kadar gestagen di dalam serum. Kadar gestagen yang masih tetap tinggi tersebut
berasal dari depo lemak yang relative sulit diresorbsi. Meskipun suntikan telah dihentikan,
namun depo gestagen tersebut masih terus saja mengeluarkan gestagen. Selama susuk masih
berada pada tempatnya, maka sususk tersebut terus saja mengeluarkan gestagen ke dalam darah.
Bila suatu saat nanti persediaan gestagen di dalam depo habis semuanya, maka kadarnya dalam
serum akan segera menghilang dan siklus haid pun menjadi normal kembali. Diperlukan waktu 6
bulan sampai satu tahun agar gestagen hilang dari deponya. Tindakan pengobatan baru dilakukan
bila setelah 6 bulan pascasuntik tidak timbul haid. Selama gestagen di dalam depo masih
tersedia, pemberian pengobatan tidak bermanfaat. Hal ini berbeda dengan susuk yang ketika
diangkat, maka wanita tersebut akan segera mendapat haid. Amenorea

Anda mungkin juga menyukai