Anda di halaman 1dari 8

TASAWUF DALAM PANDANGAN

IBNU TAIMIYAH DAN HASAN AL-BANNA

Telah sering kita mengangkat pembicaraan mengenai tasawuf. Dan telah


muncul banyak versi dan persepsi mengenai tema ini. Terhitung sejak
kemunculannya yang pertama hingga sekarang ini, tak terhitung lagi
kelompok/aliran yang mengidentifikasi dirinya sebagai ahli tasawuf. Sehingga
makin kaburlah pemahaman, dan kebenaran pun semakin sulit dilacak.
Sampai akhirnya muncullah dua kelompok yang sama-sama ekstrem dalam
hal menyikapi tasawuf ini. Satu kelompok adalah mereka yang memuji secara
berlebih-lebihan, kelompok yang lain mencerca dan mencela habis-habisan.
Untuk itu mendesak kiranya bagi generasi ini untuk menjernihkan duduk
perkara dan mengembalikan segala sesuatunya pada tempat semula. Di
antara cara yang paling selamat adalah dengan cara kita mengambil pendapat
dari para ulama yang ahli dalam masalah ini serta mempunyai integritas dan
otoritas

keilmuan

yang

sekiranya

dapat

dipertanggungjawabkan.

Berikut akan kita simak pendapat dua imam (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dan Imam As-Syahid) mengenai masalah ini.
Pendapat Ibnu Taimiyah
Tasawuf muncul pertama kali di Basrah. Syaikhul Islam pernah berkata:
"Pertama kali muncul tasawuf itu di Basrah. Sedang orang yang pertama kali
membangun tasawuf adalah shahabat-shahabat Abdul Wahid bin Zaid. Beliau
sendiri adalah salah satu dari shahabat Hasan. Ketika itu di Basrah ada
fenomena ekstrem dalam hal zuhud, ibadah, khauf, dan sebagainya yang
tidak ada bandingannya selama ini." (Al-Fatawa, Jilid 11. hal. 6-7).

Syaikhul Islam telah mengambil pendapat terkuat mengenai penamaan


tasawuf, yakni berasal dari pakaian yang bernama shuf.
Seputar Kerancuan Tasawuf
Bermula dari sekelompok orang yang ingin menjalani kehidupan ini dengan
sikap zuhud. Mereka begitu berlebihan dalam memahami dan memraktikkan
semua ini sehingga melahirkan perilaku yang tidak pernah dikenal pada
zaman shahabat generasi pertama Islam, tidak juga pada masa tabi'Imam
Nasa'i. Memang diantara mereka ada yang tetap istiqamah dan bersikap
tawazun, namun banyak juga yang berlebihan. Diantara mereka ada yang
mukhlish, ada juga yang dusta. Ada yang alim dan takwa, ada pula yang jahil.
Oleh karenanya tumpang tindihlah antara pujian disatu sisi dan celaan di sisi
yang lain.
Syaikhul Islam berkata: "Orang-orang berselisih pendapat mengenai

tasawuf. Sebagian mencela tasawuf seraya berkata: Mereka adalah


ahli bid'ah yang telah keluar dari Sunnah. Dari para imam yang mewakili
kelompok ini kita dapatkan banyak fatwa yang kemudian banyak diikuti oleh
kelompok lain terutama dari kalangan ahli fiqh dan ilmu kalam.
Sementara kelompok yang lain memujinya secara berlebihan seraya
mengatakan bahwa ahli tasawuf adalah makhluk yang paling mulia dan paling
sempurna setelah Nabi." (Al-Fatawa, Jilid 11, hal. 18).
"Apa yang dikemukakan kedua kelompok di atas sama-sama
tercelanya. Yang benar adalah: Mereka itu orang-orang yang taat
kepada Allah sebagaimana para ahli taat lainnya. Ada sebagian
mereka yang ada di depan karena kesungguhan ketaatannya, dan
ada juga yang cukupan.

Selain dari keduanya, ada juga orang yang berusaha namun jatuh
dalam kekeliruan sehingga

banyak berbuat dosa. Sedangkan

diantara

menisbatkan

orang-orang

yang

dirikepada

golongan

mereka (ahli tasawuf) ada yang menganiaya diri sendiri dan suka
berbuat maksiat kepada Rabbnya." (Al-Fatawa, Jilid 11. hal. 16-17).
Tasawuf Hakekatnya Baik
Beliau menjelaskan bahwa tasawuf itu asalnya baik. Ia berakar dari sikap
zuhud, ibadah, tazkiyatun nafs, shidiq dan ikhlas.
Tasawuf bagi mereka memiliki beberapa prinsip yang telah dikenal (ma'ruf),
yang telah jelas batas-batas dan asal-uslnya. Seperti yang mereka katakana
bahwa shufi (ahli tasawuf) adalah orang yang bersih dari kotoran dan sarat
dengan muatan fiker. Baginya sama saja antara emas dan batu.
Tasawuf juga berarti menyembunyikan ma'na dan menghindari pengakuan
manusia atau yang semisalnya. Mereka menghendaki dari ma'na tasawuf itu
shidiq. ((Al-Fatawa, Jilid 11. hal.16-17).
Lambat laun bergeserlah kesucian pemahaman dan konsep dasar ini kepada
pemahaman yang juz'iyah (parsial) dan rancu. Masuklah orang-orang atau
kelompok yang menisbatkan sebagai shufi namun menyimpang dari prinsip
semula. Mulailah praktek bid'ah dan khurafat masuk di dalamnya. Yang
bahkan diingkari sendiri oleh tokoh-tokoh yang lurus di antara mereka sendiri.
Beberapa kalangan dari ahli bid'ah dan zindiq telah menisbatkan
dirinya pada tasawuf, namun dikalangan tokohnya yang lurus mereka tidak
dianggapnya. Seperti Al-Hallaj misalnya, banyak dari tokoh tasawuf yang
mengingkarinya dan mengeluarkannya dari shaf mereka. Juga Junaid bin
Sayyidut Thaifah dan lain sebagainya, sebagaimana tersebut dalam kitab

Thabaqat Shufiyyah oleh Syaikh Abu Abdir Rahman as-Sulami(Al-Fatawa,


Jilid 11, hal. 18).
Maka secara garis besar tasawuf terbagi dua:
1. Tasawuf Ahli Ilmu dan Istiqamah
Tokoh-tokohnya adalh Fudhail bin Iyadh, Ibrahim bin Adham. Abu
Sulaiaman ad-Darani, Ma'ruf al-Karkhi. Junaid bin Muhammad,
Sahl bin Abdullah at-Tastari, dan lain sebagainya. Semoga Allah
memberikan ridha-Nya kepada mereka.
2. Tasawuf Filsafat, Bid'ah dan Zindiq
Tasawuf serupa ini yang memunculkan ajaran-ajaran aneh semisal wihdatul
wujud, hulul dan ittihad (kesendirian total).
Do'a al-amwat (do'anya orang mati), mendakwakan diri tahu hal ghaib, dan
sebagainya yang nyata-nyata bertentangan dengan syari'at.
Pendapat Imam Syahid
Imam Syahid adalah mujahid sekaligus mujaddid besar abad ini. Beliau
seorang yang tegas dan keras dalam menyikapi penyelewengan dalam
masalah din. Namun kelembutan hati dan kemuliaan akhlak beliau menjadikan
ketegasan itu sesuatu yang bijaksana. Bahkan sangat bijaksana sehingga
beliau dicintai sekaligus disegani oleh semua kalangan. Melengkapi itu semua,
beliau juga seorang yang alim, sehingga semua pendapat dan pendiriannya
atas dasar ilmu dan hujjah yang jelas sehingga tidak menyeleweng dari
syari'at.
Beliau mema'nai tasawuf dalam kerangka ma'na yang shahih sesuai Al-Kitab
dan Sunnah. Beliau memuji hal-hal yang patut dipuji dan mencela sesuatu

yang memang tercela. Bersama jamaah yang dirintisnya, beliau menjadikan


tasawuf (yang lurus) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari bangunan
Islam yang syamil. Tercermin dari doktrin yang beliau pancangkan bahwa
jamaah ini merupakan:

1. Da'wah Salafiyyah. Karena dia mengacu pada Al-Qur'an dan Sunnah


serta menjadikan salafus shalih sebagai sumber keteladanan.
2. Thariqah Sunniyah. Karena dia akan membawa kepada beramal sesuai
dengan bimbingan sunnah dalam segala hal khususnya dalam aqidah
dan ibadah.
3. Hakekat Shufiyyah. Karena mereka mengetahui bahwa asas kebajikan
adalah kebersihan jiwa, kesucian hati, kemurnian niat, melatih amal,
cinta kepada Allah dan mengikatkan diri pada kebaikan.
4. Hai'ah Siasiyyah.
5. Jama'ah riyadhiyah.
6. Rabithah Ilmiyah Tsaqafiyah.
7. Syirkah Iqtishadiyah dan seterusnya.
Tasawuf dan Jihad
Tasawuf tidaklah identik dengan ketidakpedulian terhadap dunia luar dan
meninggalkan jihad. Bahkan tokoh-tokoh besar dari tasawuf yang lurus
sepanjang sejarah banyak terlibat dalam jihad fi sabilillah.
Untuk melengkapi pembicaraan ini, baiklah saya kemukakan dihadapan anda
semua bahwa kaum Muslimin sepanjang masa tidak pernah lepas dari jihad.
Baik ulama, para shufi dan anggota masyarakat yang lainnya. Sebutlah
misalnya Abdullah bin Mubarak. Seorang ulama yang faqih, zuhud dan ahli
ibadah. Sebagian besar dari umur beliau adalah digunakan untuk berjihad.
Juga tokoh shufi Abdul Wahid bin Zaid, seorang shufi besar yang zuhud.

Ada lagi Syaqiq al Bakhla, Syaikh shufi yang menggerakkan murid-muridnya


mengangkat senjata dalam jihad. Ada pula al-Badrl 'Aini, pensyarah Shahih

Bukhari yang faqih dan ahli hadits. Dia mengajar setahun, berperang setahun
dan berhaji setahunJuga Imam Syafi'i yang masyur itu. Beliau adalah ahli
melempar. Demikian para salafush shalih pendahulu kita(M. Rasail, hal.
260).
Salah seorang pelopor tasawuf adalah Imam Hasan al Bashri. Yang
menyeru kepada dzikrullah, dzikrul maut, tazkiyatun nafw. Dan sikap zuhud
menuju taat dan takwa kepada Allah. Itulah satu bentuk aliran tasawuf yang
beliau menamakan sebagai ilmu tarbiyah was suluk (ilmu pembinaan dan
tingkah laku). Tidak disangsikan lagi bahwa ini termasuk bagian inti dari
ajaran Islam. Dan harus diakui bahwa tasawuf semacam ini telah berhasil
mengobati penyakit kejiwaan sampai batas yang tidak dapat dicapai oleh cara
selainnya.
Kalaupun kemudian muncul sikap-sikap berlebihan, maka dia adalah
tasawuf yang tersesat. Dan diakui memang hal demikian telah banyak
terjadi bahkan tasawuf juga telah tercemar oleh filsafat dan logika yang
menyesatkan. Kita prihatin terhadap yang demikian, tanpa harus menutup
mata dari kebaikan-kebaikan yang ada.
Imam Syahid Seorang Sufi
Sekiranya kita bersepakat untuk memaknai tasawuf dalam ma'nanya yang
lurus, maka akan kita dapatkan bahwa Imam Shahid adalah salah seorang
ahlinya. Sebagian umur beiau telah dilewatkan sebagai anggota sebuah aliran
sufi yang bernama Thariqah al-Hashifiyah. Untuk itu, biarlah beliau sendiri
menceritakanihwalnya.
"Saya secara rrutin mengamalkan wazhifah ar-Ruzuqiyah (semacam
wirid pagi dan petang). Dan saya juga mendapatkan ayah saya

menyusun

hal

serupa

dengan

menunjukkan

dalil-dalil

yang

keseluruhannya diambil dari Kitabullah dan Sunnah yang shahih.


Tidak ada di sana kalimat yang aneh-aneh, ungkapan filsafat atau
lainnya yang tidak mengandung do'a." (Mudzakirat Da'wah wad Da'iyah,
hal.11).
selanjutnya beliau juga bercerita tentang Syaikh Hasanain al Hashaf sebagai
pendirinya serta bagaimana pola dakwahnya.
"Suatu saat Syaikh mengunjungi seorang yang bernama Basya, dia seorang
Perdana Menteri. Kemudian masuklah seorang ulama, memberi salam
kemudian membungkuk sampai hampir seperti ruku'. Maka bangkirlah Syaikh
dengan marah dan memukul kedua pipi ulama tersebut dengan keras seraya
berkata: "Hai berdirilah! Sesungguhnya ruku' itu tidak boleh dilakukan kecuali
kepada Allah. Janganlah engkau menghinakan agama dan ilmu supaya
engkau tidak dihinakan Allah." Dan tidak sepatah katapun terucap kala itu,
baik dari sang alim maupun dari Perdna Menteri.
Pada saat yang lain, beliau menunjungi masjid Husain dengan sebagian
muridnya. Ia berdiri di atas kubur membacakan do'a-do'a ma'tsur. Kemudian
salah seorang muridnya berkata: "Ya Syaikh, mintalah kepada Sayyidina
Husain agar dia meridhai saya." Serta merta dengan marah beliau menjawab:
"Yang

meridhao

saya,

kamu

dan

dia

hanyalah

Allah."

Inilah dia thariqah yang lurus, jauh dari segala penyimpangan terhadap
syara'. Di sini pulalah telah ditanam dan dibesarkan jiwa dan akhlak Imam
Syahid.
Akhirnya jelaslah bagi kita bahwa kedua Imam lagi-lagi bertemu pemahaman
dalam masalah tasawuf ini. Keduanya berpihak kepada pemahaman dan
perilaku yang lurus dalam masalah ini. Serta menyeru untuk menjauhi segala

bentuk penyimpangan dan penyelewengan dari patokan yang ada dalam


Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Maka marilah kita pun memahami
permasalahan sebagaimana pemahaman kedua beliau. Semoga ampunan dan
rahmat Allah atas keduanya. Amin.
Diadaptasi dari Kitab "Ma'an 'Ala Thariqid-Da'wah. Syaikhul Islam Ibnu

Taimiyah wa Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna."


(Rahmat Hanna, S.Pd)

Anda mungkin juga menyukai