Anda di halaman 1dari 9

Pre Tugas

Apa itu batubara ?


Jawab :
Batubara merupakan bahan bakar fosil atau hidro-karbon padat
berwarna coklat hingga hitam, kekerasannya kurang dari 3 skala
mohs hasil dari akumulasi tumbuh-tumbuhan pada kondisi
lingkungan pengendapan tertentu yg dikenai pengaruh-pengaruh
syn-sedimentary dan post-sedimentary. Batubara juga disebut
Paytogenous rock atau batuan berasal dari diagnesia tumbuhan
(flora) sebagai mineral energy berupa batuan yang dapat dibakar
membara dan memberikan energi panas berkomposisi organic
maseral sedikit mineral dengan penyusun unsur utama yaitu karbon
(C), serta sedikit unsur oksigen (O), hidrogen (H), dan nitrogen (N).

Proses pembentukan
Batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati
dengan cara yang sangat kompleks dan memerlukan waktu yang sangat
lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) yang dipengaruhi oleh proses
fisika dan kimia ataupun keadaan geologi.

Pembentukan batu bara

membutuhkan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era


tertentu sepanjang sejarah geologi. Pada zaman Karbon, kira-kira 340 juta
tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling
produktif di mana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia
jaringan tumbuhan, keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari
unsur C, H, O, N, S, P. hal ini mudah cdimengerti karena batubara
terbentuk

dari

jaringan

tumbuhan

yang

telah

mengalami

proses

pembatubaraan (coalification).
Untuk mengetahui bagaimana batubara itu terbentuk, ada dua hal penting
yang harus diketahui, yaitu pertama; lingkungan atau kondisi yang bagaimana
batubara itu dapat terbentuk (lingkungan pengendapan/pembentukan batubara)
dan kedua ; tahapan dan proses apa saja yang berlangsung serta yang

menyertainya selama pembentukan batubara, dari mulai tanaman hingga


menjadi batubara

Berdasarkan tempat terbentuknya batubara, maka ada dua teori


yang menjelaskan tentang terbentuknya batubara dialam ini yaitu:
teori insitu dan teori drift (Krevelan, 1993).
a Teori Insitu atau autochthonous
Teori insitu menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara

terbentuknya

ditempat

dimana

tumbuh-tumbuhan

tersebut mati, namun belum mengalami proses transportasi


segera tertutup oleh lapisan sedimen dan mengalami proses
coalification. Jadi batubara benar-benar berasal dari rawa gambut
tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman rawa tersebut, yang
kemudian oleh proses-proses biokimia, geokimia dan geotektonik,
batubara terbentuk

Jenis batubara ini mempunyai penyebaran yang luas dan merata


serta kualitasnya lebih baik karena kadar abunya relative kecil,
Kontaknya tegas (tiba-tiba) antara batubara dengan lapisan sedimen di
atasnya, Hadirnya batupasir kuarsa halus atau ganister, Maceral
terawetkan secara baik dan hadir litotipe vitrain, clarain, durain, dan
fusain, Berasosiasi dengan lingkungan floating swamps, low-lying
swamps, dan raised swamps. Jenis batubara yang terbentuk

dengan cara seperti ini di Indonesia terdapat di Muara Enim


Sumatera Selatan (Sukandarrumidi, 1995).
b Teori Drift atau allochthonous
Teori ini menjelaskan bahwa bahan-bahan pembentuk lapisan
batubara terjadi di tempat yang berbeda dengan tempat
tumbuhan semula hidup dan berkembang atau lapisan batubara
yang terbentuk jauh dari tumbuh-tumbuhan asal itu berada.

Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta,
mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak
lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi),
Mengandung maceral yang resisten seperti liptinites dan inertinites
dengan mineral matteryang melimpah, Sebarannya tidak luas dan
tersebar pada beberapa tempat.

A.

In-situ (autochthonous)

Rawa gambur

Sedimentasi bahan organis (biokimia-biotektonik)

Proses-proses geotektonik dan geokimia menghasilkan batubara


Penurunan dasar rawa

Coal

B.

Drift (allochthonous)

Sedimentasi dan Kompaksi

Transportasi oleh aliran air

Akumulasi tumbuhan, atau gambut yang tersingkap, lapuk, pecah-pecah

Tahapan dan Proses Pembentukan Batubara dapat digolongkan menjadi


dua kejadian, yaitu pertama tahap/fase diagenesa (perusakan dan penguraian)
oleh organisme, atau sering juga disebut sebagai tahap/fase biokimia
(penggambutan). Kedua adalah tahap metamorfosa, yaitu perubahan dari
gambut menjadi batubara, yang sering juga disebut sebagai tahap geokimia
(pembatubaraan) (Gambar 3.dan 4)

1 Tahap/Fase Diagenesa (Biokimia)


Pada lingkungan rawa, sirkulasi air sangat minim bahkan sering tidak
ada sirkulasi air sama sekali, hal ini mengakibatkan minimnya kandungan
oksigen di rawa. Dalam lingkungan seperti ini, tanaman dan sisa-sisa
tanaman rawa yang mati tidak bisa membusuk secara wajar (untuk

pembusukan dibutuhkan oksigen/bakteri bakteri aerob/suka oksigen). Pada


akhirnya yang dominan adalah bakteri-bakteri jenis an aerab.
Bakteri anaerob mengurai tanaman yang mati tidak menjadi kompos
(busuk), tetapi menjadi bahan lain yang disebut dengan gel atau jelly.
Penguraian ini terjadi di lingkungan yang bebas (minim) oksigen. Tahap
selanjutnya, gel atau jelly semakin lama semakin tebal, membentuk
sedimen, mampat dan memadat. Pemadatan biasanya diikuti dengan
penurunan kandungan air, hingga akhirnya membentuk endapan/sedimen
yang kaya bahan-bahan organik (humin) yang dikenal sebagai gambut
(peat).

2 Fase Metamorfosa (Geokimia)


Pada fase ini, terjadi perubahan yang mendasar dari sifat-sifat fisik
dan kimiawi bahan gambut menjadi batubara. Perubahan mendasar ini
ditandai dengan semakin menurunnya kandungan air, hydrogen, oksigen,
karbon dioksida dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar (volatile
matter). Bakteri tidak lagi berperan disini, akan tetapi yang berperan adalah
perubahan-perubahan dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam bumi,
seperti adanya perubahan tekanan dan temperatur, struktur, intrusi dan lain
sebagainya.
Cekungan atau dasar rawa tempat terdapatnya lapisan gambut, yang
terus menurun, ditandai dengan timbunan sedimen dengan ketebalan
hingga ribuan meter, mengakibatkan bertambahnya tekanan (P) dan suhu
(T) yang cukup tinggi, hingga sebagian senyawa dan unsur (H2O, O2, CO2,
H2, CH4, dll.) akan berkurang dan hilang. Dilain pihak, akibat berkurangnya
kandungan za-zat tadi akan menambah prosentase unsur C (carbon) yang
terkandung dalam batubara. Semakin tinggi kandungan C dalam batubara,
maka tahap pembatubaraan (coalifikasi) semakin baik, ditandai dengan
kenaikan kelas (rank) batubara. Dari unsure C inilah kalori batubara dihitung.
Semakin tinggi prosentase C dalam batubara, maka nilai kalorinya semakin
tinggi.

Gambar

4. Skema proses pembatubaraan


perubahan dalam Amijaya, 2007)

(Van

Krevelen,

1992

dengan

Peningkatan kelas (rank) batubara dapat juga terjadi akibat adanya intrusi
magma atau hidrotermal. Lapisan gambut atau batubara yang terkena intrusi
hingga radius tertentu akan mendapat P dan T yang lebih tinggi dibanding
gambut dan batubara di tempat lain, sehingga kelas batubaranya akan naik.
Reaksi
pembentukan
batubara
(Sukandarrumidi, 1995) :
5(C6H10O5)
cellulosa

dapat

digambarkan

sebagai

berikut

C20H22O4 + 3CH4 + 8H20 + 6CO2 + CO


lignit

gas metan

5(C6H10O5)

C20H22O4 + 3CH4 + 8H20 + 6CO2 + CO

cellulosa

bitumine gas metan

Berdasarkan urutan terbentuknya batubara, jenis dari batubara antara lain :

Gambar 18. Gambut


Gambut merupakan sedimen yang berasal dari bagian tanaman yang
berkayu yang diubah dan ditransmutasikan secara biokimia oleh jamur di dalam
air. Tidak seperti bagian-bagian berkayu yang terkubur dan dibentuk oleh panas
dan tekanan bumi untuk waktu yang lama, zat kayu dan selulosa membusuk
(terurai) di permukaan tanah, yang merupakan komponen utama pembentuk
tumbuhan.
LIGNITE
Lignite atau juga dikenal dengan sebutan batubara coklat, adalah jenis
batubara yang paling rendah kualitasnya, batubara coklat kualitas rendah
dengan kandungan karbon rendah. Banyak ditambang di Yunani, Jerman,

Polandia, Serbia, Rusia, Amerika Serikat, India, Australia, dan beberapa


bagian negara-negara Eropa. Batubara jenis ini banyak digunakan sebagai
bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap. Namun karena jenis ini memiliki
energi konten rendah dan kandungan moisture yang tinggi, maka sangat
tidak efisien untuk ditransportasikan ke tempat yang jauh. Untuk itu
pembangkit listrik yang menggunakan batubara jenis ini dibangun di lokasi
yang cukup dekat dengan lokasi penambangannya.

Pada

umumnya

lignit

mengandung

material

kayu

yang

sedikit

mempunyai struktur yang lebih kompak bila dibandingkan dengan


gambut.
Lignite, disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari
batubara, berupa batubara yang sangat lunak dan mengandung air
70% dari beratnya. Batubara ini berwarna hitam, sangat rapuh dan
seringkali menunjukkan struktur serat kayu. Nilai kalor rendah karena
kandungan air yang sangat banyak (30-75 %), kandungan karbon
sangat sedikit (60-68&), kandungan abu dan sulfur yang banyak (52.562.5).
Batubara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Lignite dijumpai pada kondisi
yang masih muda, berkisar Cretaceous sampai Tersier.
SUBITUMINUS

Jenis batubara ini berwarna hitam mengkilap dan mempunyai


kilapan logam. Batubara ini saat ditambang kandungan air yang
terkandung mencapai 45 % dan mempunyai nilai kalor bakar sangat
rendah, kandungan karbon sedikit, kandungan abu banyak dan
kandungan

sulfur

yang

banyak.

Sub-Bituminous

memiliki

karakteristiknya berada di antara batubara lignite dan bituminous,


terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sub-bituminous
coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang tidak efisien.

BITUMINUS

Gambar 20. Batubara Bitumen


Batubara bitumen adalah jenis batubara yang bersinar/berkilau dengan
warna hitam atau gelap. Juga disebut batubara hitam, memiliki kilau atau resin
yang bersinar. Dinamakan bituminous dikarenakan adanya kandungan
bitumen/aspal.
Batubara ini membuat pembakaran yang lama, dan
menghasilkan asap yang berbau tidak mengenakkan ketika dibakar. Terdiri dari
80-90% karbon, 5-6% hidrogen. Kandungan hidrogen berkurang dan kandungan
karbon meningkat sebagai akibat naiknya tingkat karbonisasi. Nilai kalori tinggi
di atas 8100 Kcal/kg. Digunakan sebagai kokas (batu arang) pada industri baja
atau bahan bakar di perkotaan. Belakangan ini, telah menjadi salah satu sumber
daya paling penting dalam industri kimia batubara berkat banyaknya studi
tentang penambahan dan gasifikasi hidrogen.

Gambar 21. Antrasit


Anthracite adalah jenis batubara yang paling baik kualitasnya . Batubara

antrasit biasanya disebut batubara keras (hard coal) penamaan ini

berdasarkan atas dasar kekerasan dan juga kekuatannya antrasit.


Batubara antrasit ini mudah untuk ditambang karena letak lapisan
didalam kerak bumi. Antrasit adalah batu bara yang tidak menghasilkan asap
apabila dibakar, karena berkarbonisasi dengan sangat baik. dengan batasan
nyala api biru (pale blue flame. Pembakaran berlangsung singkat dan tidak
menghasilkan asap saat dibakar, karena sangat sedikitnya unsur yang mudah
menguap, dengan 3-7% dari tingkat penguapan, dan kandungan karbon yang
sangat tinggi, dengan kandungan 85-95%, sehingga berwarna hitam mengkilap.
Meskipun tidak dibakar sampai titik pengapiannya 490 , antrasit memiliki daya
pemanasan yang sangat kuat, dan menghasilkan panas yang konstan selama
dibakar. Hal ini sebagian besar dihasilkan pada zaman Paleozoikum, sedangkan
beberapa batubara dari zaman Kenozoikum berubah menjadi antrasit karena
metamorfosis yang dinamis atau panas disebabkan oleh perubahan bentuk
(deformasi) kerak bumi atau batuan vulkanik secara terus menerus. Penggunaan
batubara anthracite pada pembangkit listrik tenaga uap, masuk ke dalam jenis
batubara High Grade dan Ultra High Grade. Namun persediaannya masih sangat
terbatas, yaitu sebanyak 1% dari total penambangan batubara. Negara
penghasil batubara ini antara lain adalah Cina, Rusia, Ukraina, Korea Utara,
Vietnam, Inggris, Australia, dan Amerika Serikat.

MACERAL
BATUBARA

Anda mungkin juga menyukai