Anda di halaman 1dari 30

1.

Pengertian
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
2. Jenis Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :
a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran
geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.
c. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti :
darah, urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
d. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
e. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa
mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
f. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
g. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
3. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
a. Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.
b. Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas
seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik

dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi


dengan realita.
c.

Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam
kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.

d. Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu
berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.
4. Pathway

5. MANIFESTASI KLINIK
1.
Fase Pertama / comforting / menyenangkan
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dan suka menyendiri.
2.

Fase Kedua / comdemming


Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa
membedakan dengan realitas.

3.

Fase Ketiga / controlling


Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa
menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak mampu
mematuhi perintah.

4.

Fase Keempat / conquering/ panik.


Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks
dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

6. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
1. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (postmortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan,
konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi
disertai stress.
7. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi
serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
8. Akibat
Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan
dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
pada diri sendiri maupuan orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan
orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat
halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan
usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien
jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau
mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar
atau hiasan dinding, majalah dan permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan
halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif.
Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat
yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah
pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi

masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien
atau orang lain yang dekat dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah
raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan
pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak
menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada
kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari
percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki
yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada
keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang
di berikan tidak bertentangan.
f.Farmakologis
1. Anti Psiotik
a) cloropromazine(promactile,Largactile)
b) Halopperidol(Haldol,serenace,Lodomer)
c) Stelazine
d) Clozapine(Clozaril)
e) Risperidone(risperdal)
2.Anti Parkinson
a) Trihexyiphenide
b) Arthan

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa
tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
b. Faktor prediposisi
1. Faktor perkembangan terlambat
Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2. Faktor komunikasi dalam keluarga
Komunikasi peran ganda
Tidak ada komunikasi
Tidak ada kehangatan
Komunikasi dengan emosi berlebihan
Komunikasi tertutup
Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang otoritas dan
3.

4.

5.

6.

konflik dalam keluarga


Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi,
harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu.
Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan
ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5
dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia
sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami

skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang


tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan
abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus
asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan,
lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian, kelelahan dan infeksi,
obat-obatan sistem syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan
kebebasab hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dala,
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan
kerja, dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya kekuatan berlebihan,
merasa malang, rendahnya kemampuan sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan
penanganan gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak
aman, gelisah, bingung, perilaku merusak, kurang perhatian, tidak mampu mengambil
keputusan, bicara sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung
pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan
perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
iperlukan meliputi :

Isi halusinasi
Menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.

Waktu dan frekuensi


Kapan pengalaman halusianasi munculm berapa kali sehari.

Situasi pencetus halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.


Perawat bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pertanyaan klien.

Respon klien
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa dikaji dengan apa yang
dilakukan oleh klien saat mengalami pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
1)
Status mental
Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
Aktivitas motorik : meningkat/menurun
Afek : sesuai/maladaprif
Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai

2)

dengan informasi
Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan

dapat mempengaruhi proses pikir


Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
Tingkat kesadaran
Kemampuan konsentrasi dan berhitung

Mekanisme koping
Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan

3)

tanggungjawab kepada oranglain.


Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan stimulus internal

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi,


pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan
halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
a. Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri.
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

RENCANA TINDAKAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Resiko perilaku
kekerasan

TUJUAN

INTERVENSI

TUM: Selama
perawatan
diruangan, pasien
tidak
memperlihatkan
perilaku
kekerasan, dengan
criteria
hasil (TUK):
Dapat
membina
hubungan saling
percaya
Dapat
mengidentifikasi
penyebab, tanda
dan gejala, bentuk
dan akibat PK
yang
sering
dilakukan
Dapat
mendemonstrasik
an
cara
mengontrol
PK
dengan cara :
o Fisik
o Social
dan
verbal
o Spiritual
o Minum
obat
teratur
Dapat

Tindakan Psikoterapi
a. Pasien
BHSP
Ajarakan SP I:
o Diskusikan penyebab, tanda dan gejala, bentuk dan
akibat PK yang dilakukan pasien serta akibat PK
o Latih pasien mencegah PK dengan cara: fisik (tarik
nafas dalam & memeukul bantal)
o Masukkan dalam jadwal harian
Ajarkan SP II:
o Diskusikan jadwal harian
o Latih pasien mengntrol PK dengan cara sosial
o Latih pasien cara menolak dan meminta yang asertif
o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
Ajarkan SP III:
o Diskusikan jadwal harian
o Latih cara spiritual untuk mencegah PK
o Masukkan dalam jadawal kegiatan harian
Ajarkan SP IV
o Diskusikan jadwal harian
o Diskusikan tentang manfaat obat dan kerugian jika
tidak minum obat secara teratur
o Masukkan dalam jadwal kegiatan harian
Bantu pasien mempraktekan cara yang telah diajarkan
Anjurkan pasien untuk memilih cara mengontrol PK
yang sesuai
Masukkan cara mengontrol PK yang telah dipilih
dalam kegiatan harian
Validasi pelaksanaan jadwal kegiatan pasien dirumah
sakit
b. Keluarga

Diskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam

Gangguan persepsi
sensori: halusinasi

menyebutkan dan
mendemonstrasik
an cara mencegah
PK yang sesuai
Dapat memelih
cara mengontrol
PK yang efektif
dan sesuai
Dapat
melakukan cara
yang sudah dipilih
untuk mengontrl
PK
Memasukan
cara yang sudah
dipilih
dalam
kegitan harian
Mendapat
dukungan
dari
keluarga
untuk
mengontrol PK
Dapat terlibat
dalam
kegiatan
diruangan

merawat pasien PK

Jelaskan pengertian tanda dan gejala PK yang


dialami pasien serta proses terjadinya

Jelaskan dan latih cara-cara merawat pasien PK

Latih keluarga melakukan cara merawat pasien PK


secara langsung

Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum


obat
Tindakan psikofarmako
Berikan obat-obatan sesuai program pasien
Memantau kefektifan dan efek samping obat yang
diminum
Mengukur vital sign secara periodic
Tindakan manipulasi lingkungan
Singkirkan semua benda yang berbahaya dari pasien
Temani pasien selama dalam kondisi kegelisahan dan
ketegangan mulai meningkat
Lakaukan
pemebtasan
mekanik/fisik
dengan
melakukan pengikatan/restrain atau masukkan ruang
isolasi bila perlu
Libatkan pasien dalam TAK konservasi energi,
stimulasi persepsi dan realita

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24
jam
klien
mampu
mengontrol
halusinasi
dengan kriteria
hasil:
Klien
dapat
membina
hubungan saling
percaya

TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Klien
o Bina hubungan saling percaya
o Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
o Observasi tingkah laku klien terkait halusinasinya
o Tanyakan keluhan yang dirasakan klien
o Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan
klien tentang halusinasinya meliputi :
SP I
Identifikasi jenis halusinasi Klien
Identifikasi isi halusinasi Klien
Identifikasi waktu halusinasi Klien
Identifikasi frekuensi halusinasi Klien

Klien
dapat
mengenal
halusinasinya;
jenis, isi, waktu,
dan
frekuensi
halusinasi,
respon terhadap
halusinasi, dan
tindakan
yg
sudah dilakukan
Klien
dapat menyebut
kan
dan
mempraktekan
cara mengntrol
halusinasi yaitu
dengan
menghardik,
bercakap-cakap
dengan
orang
lain,
terlibat/
melakukan
kegiatan,
dan
minum obat
Klien
dapat
dukungan
keluarga dalam
mengontrol
halusinasinya
Klien
dapat minum
obat
dengan
bantuan
minimal
Mengungkapk
an
halusinasi
sudah
hilang
atau terkontrol

Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi


Identifikasi respons Klien terhadap halusinasi
Ajarkan Klien menghardik halusinasi
Anjurkan Klien memasukkan cara menghardik
halusinasi dalam jadwal kegiatan harian
SP II
Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain
Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP III
Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien
Latih Klien mengendalikan halusinasi dengan
melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan
Klien di rumah)
Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP IV

Evaluasi jadwal kegiatan harian Klien

Berikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan


obat secara teratur

Anjurkan Klien memasukkan dalam jadwal


kegiatan harian

Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan


benar.
o Menganjurkan Klien mendemonstrasikan cara control
yang sudah diajarkan
o Menganjurkan Klien memilih salah satu cara control
halusinasi yang sesuai
Keluarga
o Diskusikan masalah yang dirasakn keluarga dalam
merawat Klien
o Jelaskan pengertian tanda dan gejala, dan jenis
halusinasi yang dialami Klien serta proses terjadinya
o Jelaskan dan latih cara-cara merawat Klien halusinasi
o Latih keluarga melakukan cara merawat Klien
halusinasi secara langsung

o Discharge planning : jadwal aktivitas dan minum obat


TINDAKAN PSIKOFARMAKO
Berikan obat-obatan sesuai program Klien
Memantau kefektifan dan efek samping obat yang
diminum
Mengukur vital sign secara periodic
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
Libatkan Klien dalam kegiatan di ruangan
Libatkan Klien dalam TAK halusinasi
Isolasi Sosial

Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24
jam Klien dapat
berinteraksi
dengan orang lain
baik
secara
individu maupun
secara
berkelompok
dengan
kriteria
hasil :
Klien
dapat
membina
hubungan saling
percaya.
Dapat
menyebutkan
penyebab isolasi
sosial.
Dapat
menyebutkan
keuntungan
berhubungan
dengan orang lain.
Dapat
menyebutkan
kerugian
tidak

TINDAKAN PSIKOTERAPEUTIK
Klien
SP 1
o Bina hubungan saling percaya
o Identifikasi penyebab isolasi sosial
SP 2
o Diskusikan bersama Klien keuntungan berinteraksi
dengan orang lain dan kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain
o Ajarkan kepada Klien cara berkenalan dengan satu
orang
Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
berkenalan dengan orang lain dalam jadwal kegiatan
harian dirumah
SP 3
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Beri kesempatan pada Klien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang
o Ajarkan Klien berbincang-bincang dengan dua orang
tetang topik tertentu
o Anjurkan kepada Klien untuk memasukan kegiatan
berbincang-bincang
dengan
orang
lain
dalam jadwal kegiatan harian dirumah
SP 4
o Evaluasi pelaksanaan dari jadwal kegiatan harian Klien
o Jelaskan tentang obat yang diberikan (Jenis, dosis,
waktu, manfaat dan efek samping obat)
o Anjurkan
Klien
memasukan
kegiatan

berhubungan
dengan orang lain.
Dapat
berkenalan
dan
bercakap-cakap
dengan orang lain
secara bertahap.
Terlibat dalam
aktivitas seharihari

bersosialisasi dalam jadwal kegiatan harian dirumah


o Anjurkan Klien untuk bersosialisasi dengan orang lain
Keluraga
o Diskusikan masalah yang dirasakan kelura dalam
merawat Klien
o Jelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial
yang dialami Klien dan proses terjadinya
o Jelaskan dan latih keluarga cara-cara merawat Klien
TINDAKAN PSIKOFARMAKA
Beri obat-obatan sesuai program
Pantau keefektifan dan efek sampig obat yang
diminum
Ukur vital sign secara periodik
TINDAKAN MANIPULASI LINGKUNGAN
Libatkan dalam makan bersama
Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan
kontak singkat tapi sering
Berikan reinforcement positif setiap Klien berhasil
melakukan suatu tindakan
Orientasikan Klien pada waktu, tempat, dan orang
sesuai kebutuhannya

DAFTAR PUSTAKA
Antonim. 2008. Askep Halusinasi. Dimuat dalam
http://augusfarly.wordpress.com/2008/08/21/askep-halusinasi/. (Diakses : 23 juli 2016)
Anonim. 2009. Askep dengan Halusinasi. Dimuat
dalam http://aggregator.perawat.web.id [Diakses : 23 juli 2016]
Anonim. 2008. Halusinasi . Dimuat dalam. http://harnawatiaj.wordpress.com/ [Diakses : 23
juli 2016]
Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .
Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I. Jakarta : EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta:
Salemba Medika.
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta :
fajar Interpratama.

1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai
dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri merupakan suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri secara
mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian/berhias, makan dan BAB/BAK (toileting).
2. Etiologi
Penyebab kurang perawatan diri adalah:
1. Faktor Predisposisi
a. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif
terganggu.
b. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan
ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2. Faktor presipitasi
Beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang kurang perawatan diri.
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
karena adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli terhadap kebersihannya.
b. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi
perubahan pola personal hygiene.
c. Status sosio ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus dia harus
menjaga kebersihan kakinya. Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri
adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perseptual, hambatan

lingkungan, cemas, lelah atau lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan
individu kurang mampu melakukan perawatan diri (Nanda, 2006).

3. Manifestasi Klinis
Adapun jenis dan karakteristik kurang perawatan diri tanda dan gejala menurut meliputi :
1. Kurang perawatan diri mandi atau hygiene
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas mandi atau kebersihan diri secara
mandiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam memperoleh atau
mendapatkan sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan
perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.
2. Kurang perawatan diri berpakaian atau berhias
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas berpakaian dan berhias untuk diri
sendiri, dengan batasan karakteristik ketidakmampuan klien dalam mengenakan pakaian
dalam, memilih pakaian, menggunakan alat tambahan, menggunakan kancing tarik,
melepaskan pakaian, menggunakan kaos kaki, mempertahankan penampilan pada tingkat
yang memuaskan, mengambil pakaian dan mengenakan sepatu.
3. Kurang perawatan diri makan
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas makan, dengan batasan karakteristik
ketidakmampuan klien dalam mempersiapkan makanan, menangani perkakas,
mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka
container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu
memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang
diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, serta mencerna cukup makanan
dengan aman.
4. Kurang perawatan diri toileting
Kerusakan kemampuan dalam memenuhi aktivitas toileting, dengan batasan karakteristik
ketidakmampuan klien dalam pergi ke toilet atau menggunakan pispot, duduk atau
bangkit dari jamban, memanipulasi pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah
BAB atau BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil
4. Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene menurut yaitu :
a. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan
gangguan fisik pada kuku.
b. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan


kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
a. Fisik

Badan bau, pakaian kotor

Rambut dan kulit kotor

Kuku panjang dan kotor

Gigi kotor disertai mulut bau

Penampilan tidak rapi.


b. Psikologis

Malas, tidak ada inisiatif

Menarik diri, isolasi diri

Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.


c. Social
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
5.

6.

7.

Rentang Respon
Adaptif
Pola perawatan diri
seimbang

Pohon Masalah

Effect
Core Problem
Causa
8.

kadang perawatan diri


kadang tidak

Maladaptif
Tidak melakukan
perawatan saat stress

Isolasi Sosial: menarik diri

Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan

Harga Diri Rendah Kronis

Penatalaksanaan
Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak membutuhkan perawatan medis
karena hanya mengalami gangguan jiwa, pasien lebih membutuhkan terapai kejiwaan
melalui komunikasi terapeutik.

Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya
perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri
menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri,
makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar
(BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri.
Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda dan
gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu:
Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau,
kuku panjang dan kotor.
Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor
dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita
tidak berdandan.
Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil
makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK tidak pada
tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK
2. Diagnosa keperawatan
1.
Defisit Perawatan Diri
3. Rencana keperawatan
Tg
l

No.

Dx.
Keperawatan
Defisit
Perawatan Diri

Perencanaan
Tujuan
Kriteria hasil
TUM :
Setelah
x
Klien
interaksi klien
dapatmelakukan
menunjukkan
perawatan
diri tanda tanda
secara mandiri
percaya
pada
perawat :
TUK 1 :
Wajah
cerah,
Klien
dapat tersenyum
membina
Mau berkenalan
hubungan saling
Ada
kontak
percaya
mata
Bersedia
menceritakan
perasaan
Bersedia
mengungkapkan
masalahnya

Intervensi
1. Bina hubungan
saling
percaya
dengan :
Beri salam setiap
berinteraksi
Perkenalkan
nama,
nama
panggilan perawat,
dan tujuan perawat
berinteraksi.
Tanyakan
dan
panggil
nama
kesukaan klien
Tunjukkan sikap
empati, jujur dan
menepati janji setiap

kali berinteraksi.
Tanyakan
perasaan klien dan
masalah
yang
dihadapi klien
Buat
kontrak
interaksi yang jelas
Dengarkan
dengan empati
Penuhi
kebutuhan
dasar
klien
TUK 2 :
2.
Klien mengetahui
pentingnya
perawatan diri

TUK 3 :
3.1
Klien mengetahui
cara-cara
melakukan
perawatan diri

Dalamx
interaksi klien
menyebutkan :
Penyebab tidak
merawat diri
Manfaat
menjaga
perawatan diri
Tanda-tanda
bersih dan rapi
Gangguan yang

dialami
jika
perawatan diri
tidak
diperhatikan

2. diskusikan dengan
klien :
Penyebab klien tidak
merawat diri
Manfaat
menjaga
perawatan diri untuk
keadaan fisik, mental
dan sosial
Tanda-tanda
perawatan diri yang
baik
Penyakit
atau
gangguan kesehatan
yang bisa dialami oleh
klien bila perawatan
diri tidak adekuat

Dalam
x
3.1
interaksi klien
menyebutkan
frekuensi
menjaga
perawatan diri :
Frekuensi
mandi
Frekuensi gosok
gigi
3.2
Frekuensi
keramas
Frekuensi ganti
pakaian
Frekuensi
berhias
Frekuensi
gunting kuku

diskusika frekuensi
menjaga
perawatan
diri selama ini
Mandi
Gosok gigi
Keramas
Berpakain
Berhias
Gunting kuku
diskusikan
cara
praktek perawatan diri
yang baik dan benar
Mandi
Gosok gigi
Keramas
Berpakain
Berhias

3.2

Dalam
x
interaksi klien
3.3
menjelaskan
cara
menjaga
perawatan diri :
Cara mandi
Cara gosok gigi
Cara keramas
Cara berpakaian
Cara berhias
Cara
gunting
kuku

Gunting kuku
berikan pujian untuk
setiap respon kliken
yang positif

Dalam
x
interaksi klien
mempraktekan
perawatan diri

dengan dibantu

oleh perawat :

Mandi

Gosok gigi

Keramas
4.2
Berpakain
Berhias
Gunting kuku

4.1 Bantu klien saat


perawatan diri :
Mandi
Gosok gigi
Keramas
Berpakain
Berhias
Gunting kuku
Beri pujian setelah
klien
selesai
melaksanakan
perawatan diri

TUK 5 :
5.
Klien
dapat
melaksanakan
perawatan secara
mandiri

5.1
Pantau
klien
dalam melaksanakan
perawatan diri :
Mandi
Gosok gigi
Keramas
Berpakain
Berhias
Gunting kuku
5.2 Beri pujian saat
klien melaksanakan
perawatan diri secara
mandiri

TUK 6 :
Klien
mendapatkan

Dalam
x
interaksi klien
melaksanakan
praktek

perawatan diri

secara mandiri :
Mandi 2x sehari
Gosok
gigi

sehabis makan

Keramas
2x
seminggu
Ganti pakaian
1x sehari
Berhias sehabis
mandi
Gunting kuku
setelah
mulai
panjang
6.1
Dalam
x
interaksi
keluarga

6.1
Diskusikan
dengan keluarga :
Penyebab klien tidak

TUK 4 :
4.
Klien
dapat
melaksanakan
perawatan
diri
dengan bantuan
perawat

dukungan
keluarga
untuk
meningkatkan
perawatan diri

menjelaskan
cara-cara
membantu klien

dalam
memenuhi
kebutuhan
perawatan
dirinya
6.2
Dalam
x
interaksi

keluarga
menyiapakan
sarana
perawatan diri
klien : sabun
mandi,
pasta
gigi, sikat gigi,
sampo, handuk,

pakaian bersih,
sandal dan alat
berhias
6.3
Keluarga

mempraktekan
perawatan diri
kepada klien

melaksanakan
perawatan diri
Tindakan yang telah
dilakukan
klien
selama di Rumah
Sakit dalam menjaga
perawatan diri dan
kemajuan yang telah
dialami oleh klien
Dukungan yang bisa
diberika oleh keluarga
untuk meningkatkan
kemempuan
klien
dalam perawatan diri
6.2
Diskusikan
denagn
keluarga
tentang :
Sarana
yang
diperlukan
untuk
menjaga
perawatan
diri klien
Anjurkan
kepada
keluarga menyiapkan
sarana tersebut
6.3
Diskusikan
dengan keluarga halhal
yang
perlu
dilakukan
keluarga
dalam perawatan diri :
Anjurkan
keluarga
untuk mempraktekan
perawatan
diri (mandi,
gosok
gigi, keramas, ganti
baju, berhias dan
gunting kuku)
Ingatkan klien waktu
mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju,
berhias dan gunting
kuku
Bantu jika klien
mengalami hambatan
dalam perawatan diri
Berikan pujian atas
keberhasilan klien

A. Definisi
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati.
Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.
B. Penyebab
Penyebab terjadinya resiko bunuh diri salah satunya adalah karena gangguan konsep
diri: harga diri rendah
Menurut Schult & Videbeck (2003) gangguan harga diri rendah adalah penilaian
negatif seseorang terhadap diri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung
maupun tidak langsung.
Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri
sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan. (Keliat, 2004).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
Tanda dan gejala
Menurut Carpenito dan Keliat tanda dan gejalanya adalah:
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya : malu dan sedih karena rambut jadi botak setelah mendapat
terapi sinar pada kanker
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya : ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c. Merendahkan martabat. Misalnya : saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang
bodoh dan tidak tahu apa-apa
d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, lebih suka sendiri.
e. Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya tentang memilih
alternatif tindakan.
f. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan
C. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Resiko bunuh diri
Harga diri rendah

IV. Masalah dan Data yang Perlu dikaji


Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
Riwayat masa lalu :
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial,
gangguan persepsi sensori, gangguan proses pikir, dlsb
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
1.

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Symptom yang menyertainya


a. Apakah klien mengalami :
a) Ide bunuh diri
b) Ancaman bunuh diri
c) Percobaan bunuh diri
d) Sindrom mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini
merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
3. Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka
sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
a. Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
b. Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk
melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
c. Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan
mengagas akan bunuh diri
d. Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Hal hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan
mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privasi klien
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi
terbuka.
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata kata yang dimengerti klien
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Peroleh riwayat penyakit fisik klien
2.

Salah satu Instrumen yang dapat dipakai untuk mengukur bunuh diri :
SAD PERSONS
NO

SAD PERSONS

Keterangan

Sex (jenis kelamin)

Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih


tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3
kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri

Age ( umur)

Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih


muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65
tahun lebih.

Depression

35 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami


sindrome depresi.

Previous
attempts 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah
(Percobaan sebelumnya) pernah melakukan percobaan sebelumnya

ETOH ( alkohol)

Rational thinking Loss ( Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan
Kehilangan
berpikir bunuh diri disbanding general populasi
rasional)

Sosial support lacking Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya
( Kurang dukungan dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang
social)
bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan

Organized
( perencanaan
teroranisasi)

No spouse ( Tidak Orang duda, janda, single adalah lebih rentang


memiliki pasangan)
disbanding menikah

10

Sickness

65 % orang yang suicide


menyalahnugunakan alkohol

adalah

orang

plan Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri


yang merupakan resiko tinggi

Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi


melakukan bunuh diri.

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Tg
l

No
Dx

Dx
Keperawatan

Perencanaan
Tujuan

Kriteria
Evaluasi

Intervensi

Risiko Bunuh Tujuan :


Klien
1.
Setelah..1. Bina hubungan saling
Diri
tidak
melakukan interaksi
klien percaya
dengan
percobaan bunuh menunjukan
menggunakan prinsip
diri
tanda-tanda
komunikasi terapeutik :
percaya kepada
Sapa klien dengan
perawat :
ramah baik verbal
SP 1 : Klien dapat

Ekspresi
wajah
maupun nonverbal
membina hubungan
bersahabat
saling percaya
Perkenalkan
nama,
Menunjukan rasa nama panggilan dan
senang
tujuan
perawat
berkenalan
Ada kontak mata
Tanyakan nama lengkap
Mau
berjabat
dan nama penggilan
tangan
yang disukai klien
mau
Buat kontrak yang jelas
menyebutkan
Tunjukan sikap jujur
nama
dan menepati janji
Mau menjawab
setiap kali berinteraksi
salam
Tunjukan sikap empati
Mau
duduk
dan menerima apa
berdampingan
adanya
dengan perawat
Beri perhatian kepada
Bersedia
klien dan masalah yang
mengungkapkan
dihadapi klien
masalah
yang
dihadapi
Dengarkan
dengan
penuh
perhatian
ekspresi perasaan klien
SP 2 : Klien dapat
2.
Setelah..2.
mengenal penyebab interaksi
klien
resiko
perilaku menceritakan
bunuh diri
penyebab
perilaku bunuh

Bantu
mengungkapkan
perasaan
menyebabkan
mempunyai ide

klien
yang
klien
serta

diri
yang melakukan percobaan
dilakukannya :
bunuh diri :
Menceritakan Motivasi klien untuk
penyebab klien menceritakan penyebab
melakukan
klien mempunyai ide
percobaan bunuh bunuh diri
diri
Dengarkan
tanpa
menyela atau memberi
penilaian
setiap
ungkapan
perasaan
klien
SP 3 : Klien dapat
3.
Setelah..
3.
Bantu
klien
mengidentifikasi
interaksi
klien mengungkapkan tandatanda-tanda
menceritakan
tanda perilaku bunuh
perilaku bunuh diri tanda-tanda saat diri yang dialaminya :
klien
Motivasi
klien
berkeinginan
untuk bunuh diri : menceritakan kondisi
emosionalnya
Tanda Sosial :
Motivasi
klien
klien mengancam
menceritakan kondisi
akan melakukan
sosialnya
bunuh diri dan
klien melakukan
hal yang tidak
biasa dilakukan
klien
Tanda Fisik :
klien mencederi
diri
sendiri
seperti menyayat
nadi, minum obat
sampai
over
dosis,
dlsb,
tatapan
mata
klien
tampak
menerawang
eperti
memikirkan
sesuatu
Tanda
Emosional : klien
menjadi
penyendiri,
pemurung,
dan pemarah

SP 4 : klien dapat4.
Setelah..
4. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi
interaksi
klien percobaan bunuh diri
perilaku percobaan menjelaskan :
yang
dilakukannya
bunuh diri yang
selama ini :
Perasaan
saat
pernah dilakukan
Motivasi
klien
melakukan bunuh
diri
menceritakan tindakan
apa saja yang sudah
Efektivitas
pernah dilakukan untuk
percobaan yang
mengakhiri hidup
dilakukan
Motivasi
klien
Tindakan
yang
menceritakan perasaan
sudah
pernah setelah
tindakan
dilakkan untuk tersebut
mengakhiri hidup
Diskusikan
apakah
dengan
tindakan
tersebut masalah yang
dialami klien teratasi
SP 5 : Klien dapat5.
Setelah..5. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi
interaksi
klien akibat negatif cara yang
akibat
tindakan menjelaskan akib dilakukan pada :
yang
sudah at tindakannya :
Diri sendiri
dilakukan
untuk
Diri sendiri
bunuh diri
Orang lain
Orang lain
Lingkungan
Lingkungan
SP 6 : Klien dapat6.
Setelah..6. Diskusikan dengan klien
mengidentifikasi
interaksi klien :
:
cara
konstruktif
Menjelaskan cara
Apakah
klien
mau
untuk
yang
sehat
untuk
mempelajari
cara
baru
menghilangkan
untuk menghilangkan
keinginannya untuk menghilangkan
keinginan
bunuh
keinginannya
tanpa
bunuh diri
diri
melakukan
tindakan
destruktif
terhadap
dirinya
Jelaskan
berbagai
alternatif yang dapat
dilakukan
jika
keinginan bunuh diri
muncul
Jelaskan cara-cara sehat
untuk menghilangkan
keinginan untuk bunuh
diri : melakukan hobi
klien, berdoa, minta

bantuan orang lain jika


muncul
keinginan
bunuh diri, dan TAK
SP 7 : Klien dapat7.
mendemonstrsikan
cara
mengontrol
keinginan
untuk
bunuh diri

Setelah..
7.1.
interaksi
klien
memperagakan
cara mengontrol
perilaku
destruktif
terhadap
diri
7.2
sendiri :

Diskusikan cara yang


akan
dipilih
dan
anjurkan klien memilih
cara yang mungkin
sesuai dengan kondisi
klien

Bantu klien jika klien


kesulitan
untuk
Fisik : Melakukan melakukan apa yang
hobi klien, ikut sudah dipilihnya
TAK
Verbal
:
Mengungkapkan
perasaan
yang
membuatnya
ingin bunuh diri
pada orang lain
tanpa menyakiti
diri sendiri
Spiritual : Berdoa
sesuai agama
SP 8
:
Klien8.
Setelah..
8.1
mendapat
interaksi keluarga
dukungan keluarga :
untuk mengontrol
Menjelaskan cara
perilaku bunuh diri
merawat
klien
8.2
dengan
resiko
bunuh diri

Diskusikan pentingnya
peran serta keluarga
sebagai
pendukung
klien untuk mengatasi
perilaku bunuh diri

Diskusikan potensi
keluarga
untuk
membantu
klien
Mengungkapkan
mengatasi
perilaku
rasa puas dalam bunuh diri
merawat klien
8.3 Jelaskan pengertian,
penyebab, akibat, dan
cara merawat klien
resiko bunuh diri yang
dapat
dilakukan
keluarga
8.4 Peragakan cara merawat
klien
8.5

Beri
keluarga

kesempatan
untuk

memperagakan ulang
8.6

Beri pujian pada


keluarga
setelah
peragaan

8.7

Tanyakan perasaan
keluarga
setelah
mencoba cara yang
dilatih

SP 9
:
KLien9.1
Setelah..
menggunakan obat interaksi
klien
sesuai
program menjelaskan :
yang
telah
Manfaat
ditetapkan
minumobat

9.1
Jelaskan
klien :

pada

Manfaat minumobat
Kerugian
minum obat

tidak

Kerugian
tidak
Nama obat
minum obat
Bentuk dan warna
Nama obat
obat
Bentuk dan warna
Dosis
yang
obat
diberikan
Dosis
yang
Waktu pemakaian
diberikan
Cara pemakaian
Waktu pemakaian
Efek yang dirasakan
Cara pemakaian
Efek yang
dirasakan

9.2 Anjurkan klien :

9.2 Setelah..
interaksi

Minta
menggunakan
tepat waktu

klien
menggunakan
obat sesuai
program

Lapor
ke
perawat/dokter
jika
mengalami efek yang
tidak biasa

dan
obat

Beri pujian

terhadap kedisiplinan
klien
menggunakan
obat

DAFTAR PUSTAKA
Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor
Captain, C, ( 2008). Assessing suicide risk, Nursing made incredibly easy, Volume 6(3), May/June 2008,
p 4653. Philadelphia : Elsevier Mosby.
Kaplan and Saddock (2005). Comprehensive textbook of Psychiatry. St Louis: Mosby.
Stuart, GW and Laraia (2005). Principles and practice of psychiatric nursing, 8ed. Philadelphia :
Elsevier Mosby.
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai