Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III
dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat
analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan
gigi dan biopsi kelenjar, dapat dilakukan pada stadium ini.
Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan
refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat
adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan
hiperpnu, tonus otot rangka meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah,
midriasis, hipertensi serta takikardia. stadium ini harus cepat dilewati karena dapat
menyebabkan kematian.
StadiumIII
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai
pernapasan spontan hilang. StadiumIII dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan
bola mata yang tidak menurut kehendak pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot
lurik yang sempurna (tonus otot mulai menurun).
Plana 2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis,
refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang
sehingga dapat dikerjakan intubasi.
Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis,
lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak
ada, relaksasi otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4: Pernapasan tidat teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total,
pupil sangat midriasis; refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air
mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
Stadium lV
I. KRISTALOID
A. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (< 285
mOsmol/L), cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan
sekitarnya
Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien
cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar
gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik.
-
B. Cairan isotonik
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair
dari komponen darah) = 285 mOsmol/L, sehingga terus berada di dalam
pembuluh darah.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan
tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada
penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contoh: Ringer-Laktat (RL), dan normal saline / larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%)
C. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum (> 285 mOsmol/L),
sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh
darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin,
dan mengurangi edema (bengkak).
Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
II. KOLOID