Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH AGAMA HINDU-BUDDHA, ISLAM DAN KEBUDAYAAN BARAT

TERHADAP BUDAYA NUSANTARA

AGAMA HINDU-BUDDHA
Hubungan Indonesia dengan India terjalin sejak abad pertama
masehi. Pada awalnya di bidang perdagangan dan berkembang ke
bidang agama dan kebudayaan. Keterlibatan bangsa Indonesia dalam
kegiatan perdagangan dan pelayaran internasional menyebabkan
timbulnya percampuran budaya. India merupakan negara pertama yang
memberikan pengaruh kepada Indonesia, yaitu dalam bentuk budaya
Hindu.
Hindu mengenal adanya pemujaan para dewa. Diantara para dewa
yang paling di puja adalah Brahma, Wisnu dan Siwa yang sering disebut
trimurti. Diantara ketiga dewa tersebut yang paling banyak di puja
adalah dewa siwa (siwa mahadewa).
Masyarakat Hindu dibedakan menjadi 4 kasta, yakni :
1.
2.
3.
4.

Kasta
Kasta
Kasta
Kasta

Brahmana (para pendeta)


Ksatria (raja, bangsawan dan prajurit)
Waisya (pedagang dan buruh menengah), dan
Sudra (petani dan buruh kecil).

Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses


masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia :
1.

Hipotesis Brahmana

Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan


dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia sebab hanya
golongan inilah yang berhak mempelajari dan menyebarkan agama
Hindu. Para brahmana mendapat undangan dari penguasa Indonesia
untuk menobatkan raja dan memimpin upacara-upacara keagamaan.
Pendukung hipotesis ini adalah Van Leur.
2.

Hipotesis Ksatria

Pada hipotesis ksatria, peranan penyebaran agama dan budaya Hindu


dilakukan oleh kaum ksatria. Menurut hipotesis ini, di masa lampau di
India sering terjadi peperangan antargolongan di dalam masyarakat.
Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang, lantas
1

meninggalkan India untuk melakukan kolonisasi atau penaklukanpenaklukan di luar India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang
sampai ke wilayah Indonesia. Mereka inilah yang kemudian berusaha
mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat tinggalnya. Di tempat itu
pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch
adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3.

Hipotesis Waisya

Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal


dari kelompok pedagang telah berperan dalam menyebarkan budaya
Hindu ke Nusantara. Mereka datang ke Indonesia untuk berdagang,
namun disela-sela waktu berdagang mereka memanfaatkan untuk
menyebarkan agama. Para pedagang banyak berhubungan dengan para
penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom
adalah salah satu pendukung dari hipotesis waisya.
4.

Hipotesis Sudra

Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India


telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Meskipun
golongan sudra merupakan golongan mayoritas, tetapi
karena
kedudukan mereka dalam kasta dipandang sebagai golongan
masyarakat bawah maka mereka tidak banyak mendapat kesempatan
dalam pemerintahan. Mereka pun kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya, karena ingin mencari penghidupan yang lebih
baik di negara lain. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan
sudralah yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke
Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di
wilayah Indonesia yang belajar agama Hindu dan Buddha ke India. Di
perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut Sanggha.
Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk
menyebarkannya. Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Perpaduan budaya Hindu-Buddha melahirkan akulturasi yang masih
terpelihara sampai sekarang. Akulturasi tersebut merupakan hasil dari
proses pengolahan kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan
Indonesia.
Pengaruh budaya Hindu-Buddha yang terjadi di Indonesia antara lain :
Banyak ditemukannya patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa
dan Buddha di kerajaan, Kutai, Tarumanegara, Mataram kuno.

Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah


mengubah dan menambah khasanah budaya Indonesia dalam beberapa
aspek kehidupan :
Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat di Indonesia telah
menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Masyarakat mulai
menerima sistem kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Buddha sejak
berinteraksi dengan orang-orang India. Budaya baru tersebut membawa
perubahan pada kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata krama,
upacara-upacara pemujaan, dan bentuk tempat peribadatan. Munculnya
pemujaan para dewa yang sebelumnya tidak dikenal dalam masyarakat
dinamisme dan animisme.
Munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau lebih aliran) hal ini
dapat dilihat pada peninggalan kerajaan jawa timur, seperti Singasari,
Kediri, Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana, yaitu suatu aliran
religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli
dengan agama Hindu-Buddha.
Bahasa
Sebelum budaya Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, bangsa
Indonesia menggunakan bahasa melayu dan jawa kuno. Masuknya
kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia meninggalkan beberapa
prasasti yang sebagian besar berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta.
Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa
Indonesia memperkaya diri dengan bahasa Sanskerta itu. Kalimat atau
kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil serapan dari bahasa
Sanskerta, yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya
Purnakarya Nugraha, dan sebagainya.
Sastra
Sejak masuknya agama Hindu dan Buddha di Indonesia, bahasa
sansekerta dan huruf palawa mulai digunakan dalam penulisan prasasti
dan kitab sastra, misalnya : prasasti kutai, prasasti tugu, prasasti kebun
kopi, prasasti canggal, dan lain-lain. Sementara kitab-kitab sastra baru
muncul pada zaman airlangga dan mencapai puncaknya pada zaman
Kediri dan majapahit. Dalam perkembangannya bahasa sansekerta dan
huruf palawa mengalami akulturasi dengan bahasa dan huruf jawa
sehingga munculah bahasa jawa kuno dan huruf jawa kuno.
Karya sastra terkenal yang mereka bawa adalah kitab Ramayana
dan Mahabharata. Adanya kitab-kitab itu memacu para pujangga
Indonesia untuk menghasilkan karya sendiri. Karya-karya sastra yang
muncul di Indonesia adalah:
3

a.

Arjunawiwaha, karya Mpu Kanwa,

b.

Sutasoma, karya Mpu Tantular, dan

c.

Negarakertagama, karya Mpu Prapanca.

Politik / Pemerintahan
-

Munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha


seperti kutai, tarumanegara, mataram, majapahit dan sriwijaya.
Munculnya
sistem
kemaharajaan.
Kelompok-kelompok
kecil
masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas, kepala
suku yang terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan
kerajaan. Seorang pemimpin tidak dipilih dengan demokratis
melainkan turun-temurun. Oleh karena itu, lahir kerajaan-kerajaan,
seperti Kutai, Tarumanegara, dan Sriwijaya.
Munculnya feodalisme

Arsitektur
Salah satu tradisi megalitikum adalah bangunan punden berundakundak. Tradisi tersebut berpadu dengan budaya India yang mengilhami
pembuatan bangunan candi. Jika kita memperhatikan Candi Borobudur,
akan terlihat bahwa bangunannya berbentuk limas yang berundakundak. Hal ini menjadi bukti adanya paduan budaya India-Indonesia.
Munculnya bangunan-bangunan berupa candi. Candi berasal dari
kata candika yaitu dewi durga (istri siwa) dia sebagai dewi maut. Maka
candi fungsinya untuk memuliakan orang mati missal araj atau orang
terkemuka. Sedang bagi agama Buddha candi berfungsi sebagai tempat
pemujaan dewa.
Di Bali, kita dapat melihat bahwa candi yang menjadi pura tidak
hanya untuk memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang
Hyang Widhi Wasa dalam agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Seni Rupa
Bidang seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat sejak
masuknya Hindu dan Buddha. Pembuatan candi dan patung yang disertai
relief merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan bidang seni rupa.
Pada candi Borobudur terdapat relief sidharta Gautama dan di candi
prambanan terdapat relief yang mengisahkan Ramayana dan krenayana.
4

Sosial Masyarakat
Sejak masuknya pengaruh Hindu di Indonesia, pembagian
kelompok masyarakat berdasarkan kasta mulai dianut sebagian
masyarakat Indonesia yang beragama Hindu. Penggolongan masyarakat
berdasarkan system kasta ini didasarkan atas kedudukan seseorang
dalam masyarakat atau karena keturunan.

AGAMA ISLAM
Agama Islam adalah wahyu dari Allah SWT yang disampaikan
kepada Rasulullah SAW yang mengandung peraturan-peraturan untuk
jadi panduan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat. Agama
Islam bukanlah kebudayaan, sebab ia bukan hasil daripada tenaga fikiran
dan tenaga lahir manusia. Tetapi Islam mendorong berkebudayaan dalam
berfikir, berekonomi, berpolitik, bergaul, bermasyarakat, berpendidikan,
menyusun rumah tangga dan lain lain. Jadi, agama Islam itu bukan
kebudayaan, tapi mendorong manusia berkebudayaan.
Agama Islam di Indonesia diperkirakan abad 7 s.d 13 M. Agama ini
masuk Indonesia dibawa oleh para pedagang dan disiarkan dengan cara
damai. Sebelum Islam masuk di Indonesia telah berkembang agama dan
kebudayaan Hindu-Buddha. Namun pada abad ke 13 dan 15 kedua
agama ini mulai mundur dan terdesak oleh Islam.
Agama Islam masuk di nusantara dibawa oleh para pedagang
muslim melalui dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur selatan. Melalui jalur
utara dengan rute : Arab (Mekah dan Madinah) Damaskus Bagdad
Gujarat (pantai barat India) Nusantara. Melalui jalur selatan dengan
rute: Arab (Mekah dan Madinah) Yaman Gujarat (pantai barat India)
Srilangka Nusantara.
Penyebaran agama Islam di Nusantara pada umumnya berlangsung
melalui dua proses. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan
agama Islam kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang asing Asia,
seperti Arab, India, dan Cina yang telah beragama Islam bertempat
tinggal secara permanen di satu wilayah Indonesia, melakukan
perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup local. Kedua proses ini
mungkin sering terjadi secara bersamaan.

Dari mana datangnya Islam di Indonesia ?


Ada beberapa pendapat tentang asal-usul datangnya Islam di Indonesia.
5

o Islam datang dari arab


Islam yang datang di Indonesia dibawa langsung oleh para
pedagang-pedagang arab sebab Islam lahir di arab.
o Islam dari Gujarat india
Para pedagang Gujarat yang beragama Islam datang ke Indonesia
untuk berdagang selain bedagang mereka juga menyebarkan
agama Islam di sela-sela mereka melakukan aktivitas berdagang.
Bukti lain bahwa Islam datang dari Gujarat antara lain yaitu adanya
unsur-unsur Islam di Indonesia menunjukan persamaan Islam di
Gujarat yang telah tercampur dengan unsur-unsur setempat:
Bentuk batu nisan malik al saleh yang mempunyai ciri-ciri yang
hampir sama dengan bentuk nisan yang ada di india/Gujarat.
o Islam datang dari Persia
Bukti-bukti yang mendukung pendapat ini adalah berkembangnya
tasawuf di Indonesia. Semula tasawuf berkembang di Persia.

Siapa pembawa Islam di Indonesia ?


Ada beberapa pendapat tentang pembawa Islam di Indonesia. Pendapat
itu antara lain :
Para pedagang
Para pedagang merupakan kelompok yang paling berjasa dalam awal
penyebaran Islam di Indonesia, para pedagang muslim. Arab maupun
Gujarat datang ke Indonesia untuk berdagang. Namun karena sisa-sisa
waktu untuk pulang kembali ke negaranya masih longgar mereka
gunakan untuk berdakwah menyebarkan agama.
Para mubaligh
Mubaligh adalah orang yang tugasnya menyampaikan ajaran agama.
Para mubaligh lebih ahli dan lebih tahu keadaan atau kondisi masyarakat
sebab tugas mereka memang khusus untuk berdakwah.
Golongan Sufi
Penyiaran agama melalui tasawuf terasa lebih cocok dengan kondisi
masyarakat Indonesia yang suka berbau mistik.

Berbicara kebudayaan Islam tentunya akan selalu bersinggungan


dengan budaya Arab dan Timur-Tengah. Perlu dicatat bahwa tidak semua
masyarakat Timur Tengah merupakan orang Arab. Orang Iran, misalnya,
adalah orang bangsa Persia, yang memiliki bahasa serta budaya
6

tersendirimeskipun dalam ha-hal tertentu ada kesamaan dengan


budaya Arab. Maka dari itu, menghubungkan budaya Islam dengan
hanya budaya Arab tentunya kurang adil.
Apalagi, persebaran Islam di Indonesia dilakukan bukan hanya oleh
satu bangsa saja, melainkan oleh berbagai bangsa yang berdagang di
Indonesia: orang Arab sendiri, Persia, Moor, India, bahkan Cina.
Persebaran Islam di Indonesia tak serempak terjadi dalam waktu yang
sama, melainkan berproses melalui aktifitas dagang dan sosial. Oleh
karena itu, kekentalan pengaruh budaya dan ajaran Islam di tiap-tiap
tempat di Indonesia tentunya berbeda-beda. Ada masyarakat yang
nuansa Islamnya kental, seperti Aceh atau Banten; adapula masyarakat
yang nilai kefanatikan Islamnya tidak begitu kentara, seperti di Jawa.

Dalam bidang kebudayaan, pengaruh Islam begitu kental sekali,


baik dalam bahasa, kesusastraan, arsitektur, seni kaligrafi, nama-nama
hari dan orang, seni tarian dan musik.
1. Huruf, Bahasa, dan Nama-Nama Arab
Al-Quran, sebagai kitab suci Islam, menggunakan bahasa Arab,
bahasa-ibu Nabi Muhammad. Dalam perkembangannya, bahasa Arab
digunakan juga oleh para muslim yang non-Arab dalam berbagai
kegiatan agama, terutama shalat dan mengaji (membaca Al-Quran). Tak
jarang seorang muslim yang pandai membaca Al- Quran dakam bahasa
Arab namun ia kurang atau tidak mengerti arti harfiah teks-teks dalam
kitab suci tersebut. Dan memang salah satu hadis menyatakan bahwa
sangat diwajibkan bagi setiap muslim untuk membaca Quran meski
orang bersangkutan tak mengetahui arti dan makna ayat-ayat yang
dibacakan (kecuali ia membaca terjemaahannya).
Dari kebiasaan tersebut, pengaruh bahasa Arab lambat laut
merambat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Persebarah bahasa Arab ini lebih cepat dari pada persebaran bahasa
Sansekerta karena dalam Islam tak ada pengkastaan, karena itu dari raja
hingga rakyat jelata mampu berbahasa Arab. Pada mulanya memang
hanya kaum bangsawan saja yang pandai meulis dan membaca huruf
dan bahasa Arab, namun pada selanjutnya rakyat kecil pun mampu
berbahasa Arab, setidaknya membaca dan menulis Arab kendati tak
begitu paham akan maknanya.
Penggunaan huruf Arab di Indonesia pertama kali terlihat pada batu
nisan di Leran Gresik, yang diduga makam salah seorang bangsawan
Majapahit yang telah masuk Islam. Dalam perkembangan selanjutnya,
pengaruh huruf dan bahasa Arab terlihat pada karya-karya sastra di
wilayah-wilayah yang keislamannya lumayan kuat seperti di Sumatera,
7

Sulawesi, Makassar, dan Jawa. Penggunaan


berkembang di pesantren-pesanten Islam.

bahasa

Arab

pun

Penulisan huruf Arab berkembang pesat ketika karya-karya yang


bercorak Hindu-Buddha disusupi unsur-unsur Islam. Huruf yang lebih
banyak dipergunakan adalah aksara Arab gundul (pegon), yakni abjad
arab yang ditulis tanpa tanda bunyi.
Sedangkan bahasanya masih menggunakan bahasa setempat
seperti Melayu, Jawa, dan bahasa-bahasa ibu lainnya. Sebelum
bersentuhan dengan budaya Eropa (Portugis dan Belanda), kitabkitab
(sastra, hukum, sejarah) ditulis dengan huruf pegon ini. Di samping
melalui kesusatraan, penggunaan bahasa dan huruf Arab terjadi di
kalangan pedagang.
Dalam kalender Masehi, nama-nama hari yang berjumlah tujuh
dalam seminggu, di Indonesia menggunakan nama-nama Arab, yakni
Senin (Isnain), Selasa (Sulasa), Rabu (Raubaa), Kamis (Khamis), Jumat
(Jumat), Sabtu (Sabt). Enam dari tujuh hari tersebut semuanya berasal
dari bahasa Arab, kecuali Minggu (bahasa Arabnya: Ahad) yang berasal
dari Flaminggo dari bahasa Portugis. Hanya orang-orang tertentu yang
menggunakan kata ahad untuk hari Minggu.
Pengabadian istilah minggu dilakukan oleh umat Nasrani Portugis
ketika melakukan ibadah di gereja pada hari bersangkutan. Selain huruf,
sistem angka (0, 1, 2, 3, dan seterusnya) pun diadopsi dari budaya Arab;
bahkan semua bangsa mempergunakannya hingga kini. Selain namanama hari, nama-nama Arab diterapkan pula pada nama-nama orang,
misalnya Muhammad, Abdullah, Umar, Ali, Musa, Ibrahim, Hasan,
Hamzah, dan lain-lain.
Begitu pula kosa kata Arabkebanyakan diambil dari kata-kata
yang ada dalam Al-Quranbanyak yang dipakai sebagai nama orang,
tempat, lembaga, atau kosakata (kata benda, kerja, dan sifat) yang telah
diindonesikan, contohnya: nisa (perempuan), rahmat, berkah (barokah),
rezeki (rizki), kitab, ibadah, sejarah (syajaratun), majelis (majlis), hebat
(haibat), silaturahmi (silaturahim), hikayat, mukadimah, dan masih
banyak lagi. Banyak di antara kata-kata serapan tersebut yang telah
mengalami pergeseran makna (melebar atau menyempit), seiring
dengan perkembangan zaman.

2. Bangunan Fisik (Arsitektur)


Islam telah memperkenalkan tradisi baru dalam Bentuk bangunan.
Surutnya Majapahit yang diikuti oleh perkembangan agama Islam
menentukan perubahan tersebut. Islam telah memperkenalkan tradisi
8

bangunan, seperti mesjid dan makam. Islam melarang pembakaran


jenazah yang merupakan tradisi dalam ajaran Hindu-Buddha; sebaliknya
jenazah bersangkutan harus dimakamkan di dalam tanah. Maka dari itu,
peninggalan berupa nisan bertuliskan Arab merupakan pembaruan seni
arsitektur pada masanya.
Islam pertama kali menyebar di daerah pesisir melalui asimilasi,
perdagangan dan penaklukan militer. Baru pada abad ke-17, Islam
menyebar di hampir seluruh Nusantara. Persebaran bertahap ini,
ternyata tidak berpengaruh terhadap kesamaan bentuk arsitektur di
seluruh kawasan Islam. Sebagian arsitektur Islam banyak terpengaruh
dengan tradisi Hindu-Buddha yang juga telah bersatu padu dengan seni
tradisional. Persebaran Islam tidak dilakuan secara revolusioner yang
berlangsung secara tibatiba dan melalui pergolakan politik dan sosial
yang dahsyat.
Memang, menurut Tome Pires (De Graaf dan Pigeaud), terdapat
penyerbuan secara militer terhadap ibukota Majapahit yang masih HinduBuddha yang dilakukan oleh sejumlah santri dari Kudus yang dipimpin
oleh Sunan Kudus dan Rahmatullah Ngudung atau Undung. (Nama Kudus
diambil dari kata al-Quds atau Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina,
yang merupakan kota suci umat Islam ketiga setelah Mekah dan
Madinah). Namun, secara umumnya proses islamisasi berlangsung
dengan damai. Dengan jalan damai ini, Islam dapat diterima dengan
tangan terbuka. Pembangunan tempat-tempat ibadah tidak sepenuhnya
mengadospi arsitektur Timur Tengah.
Ada masjid yang bangunannya merupakan perpaduan budaya
Islam-HinduBuddha,
misalnya
Masjid
Kudusmeskipun
pembangunannya diragukan, apakah dibangun oleh umat Hindu atau
Islam. Ini terlihat dari menara masjid yang berwujud seperti candi dan
berpatung. Masjid lain yang bercorak campuran adalah Masjid Sunan
Kalijaga di Kadilangu dan Masjid Agung Banten. Atap pada Masjid Sunan
Kalijaga berbentuk undak-undak seperti bentuk atap pura di Bali atau
candi-candi di Jawa Timur.
Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam Islam terjadi di
pelabuhan yang meruapkan pusat pembangunan wilayah baru Islam.
Sementara para petani di pedesaan dalam hal seni arsitektur masih
mempertahankan tradisi Hindu-Buddha. Tak diketahui seberapa jauh
Islam mengambil tradisi India dalam hal seni, karena beberapa keraton
yang terdapat di Indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya
terlihat dari unsur kota.
Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik utama kehidupan
keagamaan. Letak makam selalu ditempatkan di belakang masjid
sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan. Adapula makam yang
ditempatkan di bukit atau gunung yang tinggi seperti di Imogiri, makam
9

para raja Mataram-Islam, yang memperlihatkan cara pandang


masyarakat Indonesia (Jawa) tentang alam kosmik zaman prasejarah.
Sementara, daerah yang tertutup tembok masjid merupakan
peninggalan tradisi Hindu-Buddha.
Terdapat kesinambungan antara seni arsitektur Islam dengan tradisi
sebelum Islam. Contoh arsitektur klasik yang berpengaruh terhadap
arsitektur Islam adalah atap tumpang, dua jenis pintu gerbang
keagamaan, gerbang berbelah dan gerbang berkusen, serta bermacam
unsur hiasan seperti hiasan kaya yang terbuat dari gerabah untuk
puncak atap rumah. Ragam hias sayap terpisah yang disimpan pada
pintu gerbang zaman awal Islam yang mungkin bersumber pada relief
makara atau burung garuda zaman pra-Islam. Namun sayang,
peninggalan bentuk arsitektur itu banyak yang dibuat dari kayu sehingga
sangat sedikit yang mampu bertahan hingga kini.

3. Kesusastraan
Karya sastra merupakan alat efektif dalam penyebaran sebuah
agama. Jalur sastra inilah yang ditempuh masyarakat muslim dalam
penyebaran ajaran mereka. Karya-karya sastra bercorak Islam yang
ditulis di Indonesia, terutama Sumatera dan Jawa, awalnya merupakan
gubahan atas karya-karya sastra klasik dan Hindu-Buddha. Cara ini
ditempuh agar masyarakat pribumi tak terlalu kaget akan ajaran Islam.
Selanjutnya, tema-tema yang ada mulai bernuansa Islami seperti
kisah atau cerita para nabi dan rasul, sahabat Nabi, pahlawan-pahlawan
Islam, hingga raja-raja Sumatera dan Jawa. Adakalanya kisah-kisah
tersebut bersifat setengah imajinatif; dalam arti tak sepenuhnya benar.
Hasil karya sastra pada zaman Islam tidak banyak sampai kepada
kita, hal ini karena tidak ada tempat untuk meneruskan kepada generasi
penerus. Beberapa peninggalan karya sastra Islam antara lain:
Hikayat
Hikayat adalah cerita kuno, sejarah, roman.
Contoh hikayat :
Hikayat si miskin dan si kaya,
Hikayat Hang Tuah,
Hikayat jauhat manikam,
Hikayat panca tanderan,
Hikayat amir hamzah,
Hikayat raja-raja pasai.

10

Suluk
Suluk adalah kitab-kitab yang membentangkan tentang tasawuf.
Contoh suluk :
Suluk sukarewa,
Suluk wujil
Suluk syair perahu
Suluk siburung pinang
Suluk asraral arifin

Babad
Babad adalah cerita sejarah namun lebih banyak berupa cerita
daripada urauian sejarahnya.
Contoh kitab babad :
Babad tanah jawi,
Babad giyanti.

4. Seni Rupa dan Kaligrafi


Seni rupa dalam dunia Islam berbeda dengan seni rupa dalam
Hindu-Buddha. Dalam ajaran Islam tak diperbolehkan menggambar,
memahat, membuat relief yang objeknya berupa makhluk hidup
khususnya hewan. Maka dari itu, seni rupa Islam identik dengan seni
kaligrafi.
Seni kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang merupakan
kata atau kalimat. Dalam Islam, biasanya kaligrafi berwujud gambar
binatang atau manusia (tapi hanya Bentuk siluetnya saja). Ada pula, seni
kaligrafi yang tidak berbentuk makhluk hidup, melainkan hanya
rangkaian aksara yang diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan
tema yang sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Sedangkan,
bahanbahan yang digunakan sebagai tempat untuk menulis kaligrafi ini
adalah nisan makam, pada dinding masjid, mihrab masjid, kain tenunan
atau kertas sebagai pajangan atau kayu sebagai pajangan. Selain huruf
Arab, tradisi kaligrafi dikenal pula di Cina, Jepang, dan Korea.
Kepandaian menulis arab ini dikembangkan di madrasah atau
pondok pesantren. Sehingga tidak heran jika perkembangan kaligrafi di
Indonesia cukup pesat.

5. Seni Tari dan Musik

11

Dalam bidang seni tari dan musik, budaya Islam hingga sekarang
begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam
perjalanannya, kebudayaan Islam sebelum masuk ke wilayah Indonesia
telah dahulu bercampur dengan kebudayaan lain, misalnya kebudayaan
Afrika Utara, Persia, anak Benua India, dan lain-lain. Dan telah menjadi
hukum alam, bahwa setiap tarian memerlukan iringan musik. Begitu pula
seni tari Islami, selalu diiringi alunan musik sebagai penyemangat
sekaligus sebagai sarana perenungan.
Lazimnya tarian-tarian ini dipraktikkan di daerah pesisir laut yang
pengaruh Islamnya kental, karena daerah pesisir merupakan tempat
pertama kali Islam berkembang, baik sebagai kekuatan ekonomi, sosial,
budaya, dan politik.

BUDAYA BARAT
Proses akulturasi di Indonesia tampaknya beralir secara simpang
siur, dipercepat oleh usul-usul radikal, dihambat oleh aliran kolot,
tersesat dalam ideologi-ideologi, tetapi pada dasarnya dilihat arah induk
yang lurus: the things of humanity all humanity enjoys. Terdapatlah
arus pokok yang dengan spontan menerima unsur-unsur kebudayaan
internasional yang jelas menguntungkan secara positif.
Akan tetapi pada refleksi dan dalam usaha merumuskannya kerap
kali timbul reaksi, karena kategori berpikir belum mendamaikan diri
dengan suasana baru atau penataran asing. Taraf-taraf akulturasi dengan
kebudayaan Barat pada permulaan masih dapat diperbedakan, kemudian
menjadi overlapping satu kepada yang lain sampai pluralitas, taraf,
tingkat dan aliran timbul yang serentak. Kebudayaan Barat
mempengaruhi masyarakat Indonesia, lapis demi lapis, makin lama
makin luas lagi dalam (Bakker; 1984).
Apakah kebudayaan Barat modern semua buruk dan akan
mengerogoti Kebudayaan Nasional yang kita gagas? Oleh karena itu, kita
perlu merumuskan definisi yang jelas tentang Kebudayaan Barat Modern.
Frans Magnis Suseno dalam bukunya Filsafat Kebudayan Politik,
membedakan tiga macam Kebudayaan Barat Modern:
a.

Kebudayaan Teknologi Modern

Pertama kita harus membedakan antara Kebudayan Barat Modern


dan Kebudayaan Teknologis Modern. Kebudayaan Teknologis Modern
merupakan anak Kebudayaan Barat. Akan tetapi, meskipun Kebudayaan
Teknologis Modern jelas sekali ikut menentukan wujud Kebudayaan Barat,
anak itu sudah menjadi dewasa dan sekarang memperoleh semakin
banyak masukan non-Barat, misalnya dari Jepang.
12

Kebudayaan Tekonologis Modern merupakan sesuatu yang


kompleks. Penyataan-penyataan simplistik, begitu pula penilaianpenilaian hitam putih hanya akan menunjukkan kekurangcanggihan
pikiran. Kebudayaan itu kelihatan bukan hanya dalam sains dan
teknologi, melainkan dalam kedudukan dominan yang diambil oleh hasilhasil sains dan teknologi dalam hidup masyarakat: media komunikasi,
sarana mobilitas fisik dan angkutan, segala macam peralatan rumah
tangga serta persenjataan modern. Hampir semua produk kebutuhan
hidup sehari-hari sudah melibatkan teknologi modern dalam
pembuatannya.
Kebudayaan Teknologis Modern itu kontradiktif. Dalam arti tertentu
dia bebas nilai, netral. Bisa dipakai atau tidak. Pemakaiannya tidak
mempunyai implikasi ideologis atau keagamaan. Seorang Sekularis dan
Ateis, Kristen Liberal, Budhis, Islam Modernis atau Islam Fundamentalis,
bahkan segala macam aliran New Age dan para normal dapat dan mau
memakainya, tanpa mengkompromikan keyakinan atau kepercayaan
mereka masing-masing. Kebudayaan Teknologis Modern secara mencolok
bersifat instumental.
b.

Kebudayaan Modern Tiruan

Dari kebudayaan Teknologis Modern perlu dibedakan sesuatu yang


mau saya sebut sebagai Kebudayaan Modern Tiruan. Kebudayaan
Modern Tiruan itu terwujud dalam lingkungan yang tampaknya
mencerminkan kegemerlapan teknologi tinggi dan kemodernan, tetapi
sebenarnya hanya mencakup pemilikan simbol-simbol lahiriah saja,
misalnya kebudayaan lapangan terbang internasional, kebudayaan
supermarket (mall), dan kebudayaan Kentucky Fried Chicken (KFC).
Di lapangan terbang internasional orang dikelilingi oleh hasil
teknologi tinggi, ia bergerak dalam dunia buatan: tangga berjalan, duty
free shop dengan tawaran hal-hal yang kelihatan mentereng dan
modern, meskipun sebenarnya tidak dibutuhkan, suasana non-real kabin
pesawat terbang; semuanya artifisial, semuanya di seluruh dunia sama,
tak ada hubungan batin.
Kebudayaan Modern Tiruan hidup dari ilusi, bahwa asal orang
bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia menjadi manusia
modern. Padahal dunia artifisial itu tidak menyumbangkan sesuatu
apapun terhadap identitas kita. Identitas kita malahan semakin kosong
karena kita semakin membiarkan diri dikemudikan. Selera kita, kelakuan
kita, pilihan pakaian, rasa kagum dan penilaian kita semakin
dimanipulasi, semakin kita tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebabnya
kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan, blasteran.
Anak Kebudayaan Modern Tiruan ini adalah Konsumerisme: orang
ketagihan membeli, bukan karena ia membutuhkan, atau ingin
13

menikmati apa yang dibeli, melainkan demi membelinya sendiri.


Kebudayaan Modern Blateran ini, bahkan membuat kita kehilangan
kemampuan untuk menikmati sesuatu dengan sungguh-sungguh.
Konsumerisme berarti kita ingin memiliki sesuatu, akan tetapi kita
semakin tidak mampu lagi menikmatinya. Orang makan di KFC bukan
karena ayam di situ lebih enak rasanya, melainkan karena fast food
dianggap gayanya manusia yang trendy, dan trendy adalah modern.
c.

Kebudayaan-Kebudayaan Barat

Kita keliru apabila budaya blastern kita samakan dengan


Kebudayaan Barat Modern. Kebudayaan Blastern itu memang produk
Kebudayaan Barat, tetapi bukan hatinya, bukan pusatnya dan bukan
kunci vitalitasnya. Ia mengancam Kebudayaan Barat, seperti ia
mengancam identitas kebudayaan lain, akan tetapi ia belum
mencaploknya. Italia, Perancis, spayol, Jerman, bahkan barangkali juga
Amerika Serikat masih mempertahankan kebudayaan khas mereka
masing-masing. Meskipun di mana-mana orang minum Coca Cola,
kebudayaan itu belum menjadi Kebudayaan Coca Cola.
Orang yang sekadar tersenggol sedikit dengan kebudayaan Barat
palsu itu, dengan demikian belum mesti menjadi orang modern. Ia juga
belum akan mengerti bagaimana orang Barat menilai, apa cita-citanya
tentang pergaulan, apa selera estetik dan cita rasanya, apakah
keyakinan-keyakinan moral dan religiusnya, apakah paham tanggung
jawabnya (Suseno; 1992).

TANTANGAN KEBUDAYAAN INDONESIA


Tantangan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah
Kebudayaan Modern Tiruan. Dia mengancam justru karena tidak sejati,
tidak substansial. Yang ditawarkan adalah semu. Kebudayaan itu
membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tanpa kepribadian,
manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.
Kebudayaan Blasteran Modern bagaikan drakula: ia mentereng,
mempunyai daya tarik luar biasa, ia lama kelamaan meyedot pandangan
asli kita tentang nilai, tentang dasar harga diri, tentang status. Ia
menawarkan kemewahan-kemewahan yang dulu bahkan tidak dapat kita
impikan. Ia menjanjikan kepenuhan hidup, kemantapan diri, asal kita
mau berhenti berpikir sendiri, berhenti membuat kita kehilangan
penilaian kita sendiri. Akhirnya kita kehabisan darah , kehabisan
identitas. Kebudayaan modern tiruan membuat kita lepas dari
kebudayaan tradisional kita sendiri, sekaligus juga tidak menyentuh
kebudayaan teknologis modern sungguhan (Suseno;1992)
14

Anda mungkin juga menyukai