Anda di halaman 1dari 13

EKONOMI PERPAJAKAN

PRINSIP PRINSIP PERPAJAKAN

Disusun oleh :
Maria Laurensia Duhita L

12020113120021

Pinastika Larasati

12020113120029

Kiki Monica Dewi

12020113120036

Adinda Putri Hapsari

12020113120050

Ridho Andykha

12020113130079

Venia Kusuma Putri

12020113140074

Carissa Amorita Krisnan

12020113140106

Deviani Permatasari Saputro

12020113140115

Galuh Dian Paramudita

12020113140121

ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO

PRINSIP PRINSIP PERPAJAKAN


Definisi Pajak
Beberapa ahli pajak telah mendefinisikan pajak sebagai berikut.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, S.H.
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. N. J. Feldmann
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa (menurut norma norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya
kontraprestasi, dan semata mata digunakan untuk menutup pengeluaran
pengeluaran umum.
Definisi pajak menurut Undang Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara
bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan karakteristik pajak sebagai
berikut.
1. Arus uang (bukan barang) dari rakyat ke kas Negara.
2. Pajak dipungut berdasarkan undang undang (yang dapat dipaksakan).
3. Tidak ada timbale balik khusus atau kontraprestasi secara langsung yang dapat
ditunjukkan.
4. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran pengeluaran secara umum
demi kemakmuran rakyat.

Prinsip-prinsip Perpajakan
Dalam sisten perpajakan modern, tiga prinsip utama perpajakan adalah:
1. Efficiency (Efisiensi)

Pemungutan pajak harus mudah, murah dan sehemat-hematnya dalam


penagihannya, sehingga hasil pemungutan pajak lebih besar dari biaya
pemungutannya dan diharapkan biaya pemungutan tidak melebihi pemasukan
pajaknya.
Penghitungan daya guna pajak atau ke-efisien-an suatu pajak dapat dituliskan
sebagai berikut :

Semakin kecil presentase yang dihasilkan makan semakin efisien pelaksanaan


pemungutan pajak tersebut.
2. Equity (Keadilan)
Pemungutan pajak harus adil di antara satu wajib pajak dengan wajib pajak
lainnya. Pajak dikenakan kepada wajib pajak harus sebanding dengan
kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan menfaat yang diterimanya.
Keadilan merupakan asas yang menjadi substansi utama dalam pemungutan
pajak di samping hukum itu sendiri.
Sebagai dasar berpijak, sudah seharusnya asas (keadilan) tersebut dipegang
teguh agar tercapai sistem perpajakan yang baik. Akan tetapi prinsip keadilan
adalah sesuatu yang sangat abstrak dan subjektif. Meskipun demikian di dalam
Hukum Pajak, keadilan dikemukakan sebagai berikut: Asas keadilan
mengatakan bahwa pajak itu harus adil dan merata. Pajak dikenakan kepada
orang-orang pribadi sebanding dengan kemampuannya untuk membayar pajak
tersebut dan juga sesuai dengan manfaat yang diterimanya dari negara. Adolf
Wagner mengemukakan bahwa asas keadilan adalah dalam kondisi yang sama
antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama (diperlakukan sama).
Tidak hanya mensyaratkan adanya pemerataan dan persamaan perlakukan,
keadilan dalam pemungutan pajak dalam paham yang modern menurut Marie
Muhammad, juga berarti bahwa petugas pajak tidak boleh berlaku sewenangwenang terhadap

pembayar

pajak yang

telah menyetorkan sebagian

penghasilannya kepada Pemerintah.


3. Economic effects must be considered (Ekonomi)
Pajak yang dikumpulkan dapat memengaruhi kehidupan ekonomis wajib pajak,
hal ini harus dipertimbangkan ketika merumuskan kebijakan perpajakan. Pajak

yang dikumpulkan jangan sampai membuat seseoramg melarat atau menganggu


kelancaran produksi perusahaan.
4. Certainty (Kemudahan)
Prinsip ini memberikan kemudahan bagi pembayar pajak mengenai apa yang
dipajaki, berapa pajaknya, kapan dan bagaimana pemenuhan kewajiban
pembayar pajak dilakukan.
5. Convenience (Kecocokan/ Kelayakan)
Prinsip ini sejalan dengan sistem self assessment yang mana pembayar pajak
memiliki pilihan untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kedudukan Hukum Pajak

Diagram tersebut menunjukkan bahwa hukum dibagi menjadi dua, yaitu hokum
perdata dan hukum publik. Hukum perdata dapat dibagi menjadi hukum perorangan,
hukum keluarga, hukum warisan, dan hukum harta kekayaan. Hukum publik adalah
hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warganya. Hukum publik
terdiri dari hukum tata negara, hukum administrasi, hukum pajak, dan hukum pidana.
Hukum pajak bagian dari hukum publik yang mengatur hubungan antara sebagai
pemungut pajak dengan rakyat sebagai pembayar pajak. Hukum pajak menerangkan
tentang siapa siapa yang menjadi wajib pajak dan apa yang menjadi kewajiban
mereka kepada pemerintah, hak hak pemerintah, objek objek apa yang dikenakan
pajak, timbulnya dan hapusnya utang pajak, cara penagihan, dan cara mengajukan
keberatan.

Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil


Hukum Pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni:
1. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang
dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tariff), segala sesuatu
tentang timbul dan hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah
dan wajib pajak.
2. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan (cara melaksanakan hokum pajak materiil). Hukum ini memuat
antara lain:
a. Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.
b. Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak
mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
c. Kewajiban wajib pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan dan
hakhak wajib pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.
Fungsi Pajak
Ada beberapa fungsi pajak, yaitu:
1. Fungsi Budgetair
Pajak memberikan sumbangan terbesar dalam penerimaan Negara, kurang lebih
60 70 persen penerimaan pajak memenuhi postur APBN. Oleh karena itu,
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.
2. Fungsi Mengatur (Regulated)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur masyarakat atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh:
a. Memberikan insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi di
dalam negeri
b. Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minuman keras untuk mengurangi
konsumsi minuman keras
c. Pengenaan tariff pajak nol persen atas ekspor untuk mendorong
peningkatan ekspor produk dalam negeri.

3. Fungsi Distribusi
Disebut pula sebagai alat pemerataan pendapatan. Wajib pajak harus membayar
pajak, pajak tersebut digunakan sebagai biaya pembangunan dalam segala
bidang. Pemakaian pajak untuk biaya pembangunan tersebut, harus merata ke
seluruh pelosok tanah air agar seluruh lapisan masyarakat dapat menikmatinya
bersama.
Pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai pembangunan infrastruktur.
Kebutuhan akan dana itu, salah satunya dapat dipenuhi melalui pajak. Pajak
hanya dibebankan kepada mereka yang mempunyai kemampuan untuk
membayar pajak. Namun demikian, infrastruktur yang dibangun tadi, dapat juga
dimanfaatkan oleh mereka yang tidak mempunyai kemampuan membayar
pajak, untuk meningkatkan pendapatannya. Mereka dapat memanfaatkan jalan
raya

untuk

kelancaran

distribusi

hasil

pertaniannya,

mereka

dapat

memanfaatkan sekolah untuk pendidikan anak-anaknya.


Kelancaran distribusi hasil pertanian, akan membuat harga jual produk
agribisnisnya lebih mahal, yang akan membuat penghasilan para petan
meningkat. Anak-anak petani dapat menikmati pendidikan sehingga ketika tiba
waktunya mereka, anak-anak petani itu, akan mempunyai kemampuan untuk
dapat berkompetisi dan meraih kehidupan yang layak.
Contoh upaya pemerintah dengan menggunakan pajak berdasarkan fungsi
budgetair dan regulated adalah Pemerintah telah mengeluarkan beleid pengenaan
PPnBM terhadap impor produk tertentu yang bersifat mewah. Upaya tersebut dilakukan
dalam upaya meredam impor barang mewah yang berkontribusi terhadap defisit neraca
perdagangan. Penerbitan beleid ini juga merupakan reaksi pemerintah sehubungan
gejolak pasar keuangan dan nilai tukar rupiah. Tujuan penerapan beleid ini,
sebagaimana tercantum dalam pertimbangan peraturan tersebut adalah untuk menjaga
stabilitas ekonomi makro dan mendorong pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang
realistis.
Dengan pertimbangan yang sama, pemerintah juga telah mengeluarkan beleid
berupa pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan penundaan pembayaran PPh Pasal 29
tahun 2013 bagi industri tertentu. Kebijakan ini akan meringankan dan menjaga
likuiditas bagi Wajib Pajak yang pada gilirannya akan meningkatkan daya saing
industri nasional baik yang berorientasi domestik maupun ekspor. Industri yang

diberikan keistimewaan ini adalah industri padat karya, terbatas pada industri tekstil,
industri pakaian jadi, industri alas kaki, industri furniture dan/atau industri mainan
anak-anak.
Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Beberapa teori (Brotodihardjo dalam Halim, 2014) yang memberikan pembenaran
kepada Negara untuk berhak memungut pajak dari rakyat.
1. Teori Asuransi
Negara bertugas melindungi orang dan/atau warganya dengan segala
kepentingannya, yaitu keselamatan dan keamanan jiwa dan harta bendanya.
Oleh sebab itu pembayaran pajak dianggap atau disamakan dengan pembayaran
premi karena mendapat jaminan perlindungan dari Negara.
2. Teori Kepentingan
Teori ini menekankan pembenanan pajak pada penduduk seluruhnya harus
didasarkan

atas

kepentingan

orang

masing

masing

dalam

tugas

Negara/pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk juga perlindungan atas


jiwa orng orang itu serta harta bendanya. Pembayaran pajak dihubungkan
dengan kepentingan orang orang tersebut terhadap Negara, maka semakin
besar kepentingan seseorang terhadap Negara, semakin besar pajak yang harus
dibayar.
3. Teori Daya Pikul
Teori daya pikul mengandung suatu kesimpulan bahwa dasar keadilan dalam
pemungutan pajak adalah terletak pada jasa-jasa yang diberikan oleh negara
kepada warganya, yaitu perlindungan atas jiwa dan harta bendanya. Untuk
memenuhi kepentingan tersebut dibutuhkan adanya biaya yang harus dipikul
oleh warga dalam bentuk pajak. Yang menjadi pokok pangkal teori ini adalah
asas pajak, yaitu tekanan pajak itu haruslah sama beratnya untuk setiap orang.
4. Teori Bakti
Teori ini didasarkan pada paham organisasi negara yang mengajarkan bahwa
negara sebagai organisasi mempunyai tugas untuk menyelenggarakan
kepentingan umum. Negara mempunyai hak mutlak untuk memungut pajak dan
rakyat harus membayar pajak sebagai tanda baktinya terhadap negara. Dengan
demikian, dasar hukum pajak terletak pada hubungan masyarakat dan negara.
5. Teori Asas Daya Beli

Menurut teori ini, fungsi pemungutan pajak, yaitu mengambil daya beli dari
rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara, kemudian menyalurkan
kembali ke masyarakat dengan maksud untuk memelihara kehidupan
masyarakat dan untuk membawa kearah tertentu, yaitu kesejahteraan.
Jenis - Jenis Pajak
Jenis pajak dikelompokkan menjadi tiga bagian :
1. Pajak menurut golongannya
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus ditanggung sendiri oleh wajib pajak
dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh :
Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan
kepada pihak lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Pajak menurut sifatnya
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada subjeknya dan
selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan diri
wajib pajak. Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang

berdasarkan

objeknya,

tanpa

memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.


3. Pajak menurut lembaga pemungutnya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yng dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas :
Pajak provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, dan Pajak Air Permukaan.


Pajak Kabupaten/ Kota, contoh : Pajak Reklame, Pajak Penerangan
Jalan, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Bumi dan Bangunan
Perkotaan dan Pedesaan, serta Pajak Hiburan.

Tata Cara Pemungutan Pajak


1. Stelsel Pajak
a. Stelsel nyata (riel stelsel)
Menurut stelsel nyata, pengenaan pajak didasarkan pada objek atau
penghasilan yang sesungguhnya diperoleh, sehingga pemungutannya dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang

sesungguhnya diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan


lebih realistis, sedangkan kekurangannya adalah pajak baru dapat dikenakan
pada akhir periode.
b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Menurut stelsel anggapan, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan
yang diatur oleh undang-undang. Kelebihan stelsel ini adalah pajak dapat
dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya atau tidak realistis.
c. Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun besarnya pajak dihitung menggunakan stelsel anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan kembali berdasarkan
stelsel nyata. Apabila jumlah pajak menurut stelsel nyata lebih besar
daripada pajak menurut stelsel anggapan, maka wajib pajak harus
menambah. Sebaliknya jumlah pajak menurut stelsel nyata lebih kecil
daripada menurut stelsel anggapan, maka kelebihannya dapat dimintai
kembali (restitusi) atau kompensasi pada periode berikutnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
Ada tiga asas yang digunakan dalam pemungutan pajak, yakni:
a. Asas domisisli (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak
berdasarkan tempat tinggal atau yang bertempat tinggal di wilayahnya.
Wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia dikenakan
pajak baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri.
b. Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber
diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Wajib
pajak yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di
Indonesia tanpa memperhatikan wilayah tempat tinggal wajib pajak.
c. Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.
Pengenaan pajak diberlakukan kepada setiap orang asing yang
bertempat tinggal di Indonesia.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi dalam 3 bagian berikut ini:

a. Official Assessment System


System pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak menurut
perundang undangan perpajakan yang berlaku.
Ciri ciri Official Assessment System:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada
pemerintah
2) Wajib pajak bersifat pasif
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
pemerintah
b. Self Assessment System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak
untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Wajib Pajak
menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga
(bukan pemerintah dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Penghindaran dan Penggelapan Pajak (Tax Avoidance and Tax Evasion)
Penyebab dari penghindaran dan penggelapan pajak (Tax Avoidance and Tax
Evasion) meliputi tarif pajak yang terlalu tinggi, undang undang yang tidak tepat,
hukuman yang tidak memberikan efek jera, dan ketidakadilan yang nyata. Ketika
situasi ini terjadi, penghindaran dan penggelapan pajak akan cenderung meningkat.
a. Penggelapan Pajak (Tax Evasion)
Penggelapan pajak (tax evasion) adalah manipulasi ilegal terhadap sistem
perpajakan untuk mengelak dari pembayaran pajak. Tax evasion adalah
pengabaian terhadap peraturan perundang undangan perpajakan yang
disengaja untuk menghindari pembayaran pajak, misalnya

pemalsuan

pengembalian pajak.
b. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Penghindaran pajak umumnya dapat dibedakan dari penggelapan pajak (tax
evasion), di mana penggelapan pajak terkait dengan penggunaan cara-cara yang
melanggar hukum untuk mengurangi atau menghilangkan beban pajak
sedangkan penghindaran pajak dilakukan secara legal dengan memanfaatkan
celah (loopholes) yang terdapat dalam peraturan perpajakan yang ada untuk

menghindari pembayaran pajak, atau melakukan transaksi yang tidak memiliki


tujuan selain untuk menghindari pajak. Contohnya adalah orang yang memilih
untuk makan di warung daripada di restoran agar terhindar dari pajak restoran.
Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan angka atau presentase yang digunakan untuk menghitung jumlah
pajak atau jumlah pajak yang terutang. Terdapat empat macam tarif pajak, yaitu:
1. Tarif Tetap
Tarif tetap, yaitu tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun yang menjadi
dasar pengenaan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. Contoh:
pajak materai atau bea materai yang besar tarifnya tidak berubah (tetap) dengan
tarif senilai 3000 rupiah ataupun senilai 6000 rupiah.
2. Tarif Sebanding (Proporsional)
Tarif sebanding (proporsional), yaitu tarif dengan presentase tetap berapapun
jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak, dan pajak yang harus dibayar
selalu akan berubah secara proporsional sesuai dengan jumlah yang dikenakan.
Misalnya, PPN dengan tarif sepuluh persen dikenakan terhadap penyerahan
suatu barang kena pajak. Dengan jumlah dasar pengenaan pajak semakin besar
dengan tarif presentase tetap akan menyebabkan jumlah utang pajak menjadi
lebih besar.
3. Tarif Progresif
Tarif progresif, yaitu tarif dengan presentase yang semakin meningkat (naik)
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat. Contoh: tarif
pajak untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000
Di atas Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000
Di atas Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000
Di atas Rp 500.000.000

Tarif Pajak
5%
15%
25%
30%

Dilihat dari kenaikan tariff, tariff progresif dibagi menjadi beberapa tariff, yaitu:
a. Tarif Progresif Progresif
Kenaikan presentase pajaknya semakin besar.
b. Tarif Progresif Tetap
Kenaikan presentase pajaknya tetap.
c. Tarif Progresif Degresif
Kenaikan presentase pajaknya semakin menurun.
4. Tarif Degresif (Menurun)

Tarif degresif (menurun), yaitu tarif dengan presentase yang semakin turun
apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak meningkat.
Manfaat Pajak
Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga,
perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos
pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak,
sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak
meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek
pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah,
rumah sakit/puskesmas, kantor polisi dibiayai dengan menggunakan uang yang berasal
dari pajak.
Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa
aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan
sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah
yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Pajak juga digunakan
untuk mensubsidi barang-barang yang sangat dibutuhkan masyarakat dan juga
membayar utang negara ke luar negeri. Pajak juga digunakan untuk membantu UMKM
baik dalam hal pembinaan dan modal. Dengan demikian jelas bahwa peranan
penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang
jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter
(fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan
dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada
masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan
syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada
akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi
secara maksimal.

DAFTAR PUSTAKA
Halim, Abdul dkk. 2014. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.
http://normakeadilan05.blogspot.co.id/. Diakses Jumat, 19 Februari 2016.
http://www.merdeka.com/. Diakses Jumat, 19 Februari 2016.
http://www.pajak.go.id/. Belajar Pajak. Diakses Rabu, 17 Februari 2016.
www.anjarwibisono.com. Buku Ajar Perpajakan. Diunduh Minggu, 21 Februari
2016.

Anda mungkin juga menyukai