Anda di halaman 1dari 11

RINGKASAN

Limbah cair domestik merupakan limbah cair yang berasal dari perumahan
penduduk, fasilitas komersial, institusional maupun rekreasi (Metcalf and Eddy,
2003). Secara kuantitas, volume limbah cair domestik jauh lebih besar
dibandingkan dengan limbah cair industri. Di kota besar misalnya, beban organik
(organic loading) limbah cair domestik dapat mencapai sekitar 70% dari beban
organik total limbah cair yang ada di kota tersebut. Semakin berkembang pesatnya
penduduk dan menipisnya lahan di perkotaan sehingga diperlukan suatu sistem
pengolahan limbah skala kecil atau rumah tangga yang murah, dapat memberi
hasil yang optimal, mudah untuk diterapkan serta memiliki nilai estetika.
Tujuan penulisan ini yaitu menjelaskan pengolahan limbah domestik
dengan sistem aerobic reverse upflow filter yang dikombinasikan dengan
constructed wetlands yang efektif dan efisien dalam pengolahan limbah pada
lahan terbatas di Kota Pontianak. Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat
mengetahui teknologi pengolahan limbah yang mudah, murah, dan efisien serta
memiliki nilai estetika sehingga selain dapat mengolah limbah domestik juga
dapat menjadi taman mini.. Selain itu juga dapat memberikan informasi kepada
pemerintah mengenai pengolahan limbah domestik dengan green concept
Taman Mini Air Limbah ( Mini Waste Water Garden) pada konsep ini
merupakan konsep yang memanfaatkan tiga mekanisme pengolahan yaitu fisika,
biologi dan kimia dengan sistem Aerobic reverse upflow filter. Aerobic reverse
upflow filter merupakan salah satu proses pengolahan air limbah dengan metode
biofiltrasi dimana limbah mengalir dari bawah ke atas (upflow) melalui media
filter dalam keadaan aerobik dengan besar beban organik yang dapat diolah adalah
0,4 27 Kg COD m3/hari dengan waktu retensi 3 100 jam. Teknologi ini sangat
efektif digunakan pada lahan gambut karena menggunakan konstruksi beton yang
kuat dan kedap air. Selain itu, effluent yang dihasilkan merupakan air bersih yang
dapat digunakan kembali sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Teknologi ini juga cocok digunakan pada lahan sempit perkotaan yaitu sebagai
taman pada pekarangan rumah.

A.
A.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Limbah cair domestik merupakan limbah cair yang berasal dari perumahan
penduduk, fasilitas komersial, institusional maupun rekreasi (Metcalf and Eddy,
2003). Secara kuantitas, volume limbah cair domestik jauh lebih besar

dibandingkan dengan limbah cair industri. Di kota besar misalnya, beban organik
(organic loading) limbah cair domestik dapat mencapai sekitar 70% dari beban
organik total limbah cair yang ada di kota tersebut. Menurut Haryoto (1999)
volume limbah rumah tangga meningkat 5 juta m 3 per tahun dengan peningkatan
kandungan bahan pencemar rata-rata 50%. Peningkatan tersebut menyebabkan
kemampuan lingkungan untuk melakukan proses self purification semakin
menurun sehingga limbah cair rumah tangga menimbulkan berbagai masalah baik
terhadap manusia maupun lingkungan.
Topografi daratan Kota Pontianak sebagian besar berupa daerah rawarawa
dengan kondisi tanah gambut. Hal ini terkait dengan topografi Kabupaten/Kota di
Kalimatan Barat, dimana sebagian besar luas lahan (khususnya daerah pantai)
berada pada kelas kemiringan lereng dibawah 2% yaitu sekitar 35,92 ha dan pada
kelas kemiringan 2% sampai 15% yaitu sekitar 24,31%.Kondisi tersebut sangat
memungkinkan untuk menerapkan sistem pengolahan constructed wetland dengan
permukaan tanah yang rendah disamping dengan semakin tercemarnya sungai
kapuas.
Semakin berkembang pesatnya penduduk dan menipisnya lahan di
perkotaan sehingga diperlukan suatu sistem pengolahan limbah skala kecil atau
rumah tangga yang murah, dapat memberi hasil yang optimal, mudah untuk
diterapkan serta memiliki nilai estetika. Penggunaan tanaman hias dalam sistem
ini selain dapat digunakan untuk mengolah limbah, juga dapat meningkatkan nilai
estetika pada suatu kawasan perumahan karena tempat pengolahan air limbah ini
dapat difungsikan pula sebagai taman min. Sedangkan hasil olahannya dapat
digunakan kembali untuk keperluan MCK dan memenuhi kebutuhan sehari hari
lainnya.
A.2

A.3

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Menjelaskan pengolahan limbah domestik dengan sistem aerobic reverse
upflow filter yang dikombinasikan dengan constructed wetlands yang
efektif dan efisien dalam pengolahan limbah pada lahan terbatas di Kota
Pontianak.
2. Menjelaskan keuntungan menggunakan dengan sistem aerobic reverse
upflow filter yang dikombinasikan dengan constructed wetlands dalam
pengolahan air limbah domestik.

Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai sumber informasi yang sangat
penting terkait dengan sanitasi. Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat mengetahui
teknologi pengolahan limbah yang mudah, murah, dan efisien serta memiliki nilai
estetika sehingga selain dapat mengolah limbah domestik juga dapat menjadi

taman mini.. Selain itu juga dapat memberikan informasi kepada pemerintah
mengenai pengolahan limbah domestik dengan green concept.
B.
B.1

GAGASAN
Air Limbah Rumah Tangga (Domestik)
Air limbah rumah tangga (domestik) merupakan air limbah yang berasal
dari pemukiman. Berdasarkan karakteristiknya terdapat 2 (dua) jenis air limbah
domestik, yaitu jenis black water yang berasal dari WC dan umumnya ditampung
dalam septik tank, sedangkan yang satunya adalah jenis grey water yang berasal
dari kegiatan mencuci, mandi dan memasak, yang umumnya langsung dibuang ke
saluran drainase maupun perairan umum. Walaupun air limbah jenis grey water
sebagian besar merupakan bahan organik yang mudah terdegradasi, namun secara
kuantitas sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, jumlahnya melebihi
kemampuan degradasi dari air limbah itu sendiri. Dapat diperkirakan bahwa
sebanyak 60%-70% air yang digunakan oleh masyarakat kota, akan terbuang
sebagai air limbah, sedangkan air limbah tersebut masuk ke sungai tanpa ada
upaya pengolahan terlebih dahulu. Karakteristik limbah domestik jenis grey water
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Limbah Domestik Jenis Grey Water
Sumber
BOD5 (mg/L) COD (mg/L)
TSS (mg/L)
Veenstra (1995)

110-400

150-600

350-750

Sugiharto (1987)

250

500

500

Tangahu &
Warmadewanthi (2001)

195

290

480

B.2

Constructed Wetland
Sistem wetland merupakan proses pengolahan limbah yang meniru atu
aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi di lahan basah (wetland), dimana
tumbuhan air (hydrophita) yang tumbuh di daerah tersebut memegang peranan
penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self
purification).
Secara umum sistem pengolahan limbah dengan sistem wetland ada 2
(dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan (surface flow constructed wetlands) atau
FWS (free water system) dan sistem aliran bawah permukaan (sub-surface flow
constructed wetlands) atau sering dikenal dengan sistem SSF-Wetlands (Leady,
1997). Perbedaan sistem aliran dari kedua sistem wetland tersebut dapat dilihat
secara rinci pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 1. Tipe Aliran Rawa Buatan


Mengacu dari definisi wetland dari Metcalf & Eddy (1991), maka proses
pengolahan limbah pada sub-surface flow constructed wetlands dapat terjadi
secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara fisik yang terjadi adalah proses
sedimantasi, filtrasi, adsorpsi oleh media tanah yang ada. Menurut Wood dalam
Tangahu & Warmadewanthi (2001), dengan adanya proses secara fisik ini hanya
dapat mengurangi konsentrasi COD & BOD solid maupun TSS, sedangkan COD
& BOD terlarut dapat dihilangkan dengan proses gabungan kimia dan biologi
melalui aktivitas mikroorganisme maupun tanaman.
Proses secara biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman
juga merupakan bentuk pengurangan polutan seperti halnya pada proses abiotik.
Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrobia dan tanaman
dalam rawa buatan, antara lain sebagai berikut (Halverson, 2004) :
1. Biodegradasi secara aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme
mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam rawa
buatan
2. Phyto-akumulasi, proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh
tanaman.
3. Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk
memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.
4. Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah
bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses
transpirasi.
5. Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan
dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia.
6. Phyto-volatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun
tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.
Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan
nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan
akar tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N,
dan energi bagi kehidupan mikrobia. Pada gambar 2.3 dibawah ini merupakan
gambaran secara skematis tentang model aliran C dalam zona rhizosphere
(Halverson, 2004):

Co2
Mikroorganism
e
Co2

Akar

Eksudasi
bebas
Mucilage

Sel & Jaringan


akar yang mati

Senyawa
Bebas

Co2
Mikroorganisme
Co2

Mikroorganisme

Rhizodeposition
Gambar 2. Model Aliran C dalam Zona Rizosfer
Aktivitas mikroorganisme maupun tanaman dalam penyediaan oksigen
yang terdapat dalam sistem pengolahan sub-surface flow constructed wetlands ini,
secara prinsip terjadi akibat adanya proses fotosintesis maupun proses respirasi.
Menurut Brix dalam Khiatuddin (2003), diyatakan bahwa di bawah permukaan
tanah, akar tumbuhan akuatik mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona
rizosfer yang kaya akan oksigen diseluruh permukaan rambut akar. Oksigen
tersebut mengalir ke akar melalui batang setelah berdifusi dari atmosfir melalui
pori-pori daun. Pendapat tersebut diperkuat dengan penyataan Tangahu dan
Warmadewanthi (2001), bahwa pelepasan oksigen di sekitar akar (rizosfer)
tersebut sangat dimungkinkan karena jenis tanaman hydrophyta mempunyai ruang
antar sel atau lubang saluran udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen
dari atmosfer ke bagian perakaran. Menurut Reed, et al. dalam Khiatuddin, M
(2003), diperkirakan, oksigen yang dilepas oleh akar tanaman air dalam 1 hari
berkisar antara 5 hingga 45 mg/m2 luas akar tanaman.
B.3

Taman Mini Air Limbah (Mini Waste Water Garden)


Taman Mini Air Limbah (Mini Waste Water Garden) pada konsep ini
merupakan konsep yang memanfaatkan tiga mekanisme utama yaitu, pertama bak
penampungan dengan mekanisme proses filtrasi aerobik, dimana dalam proses ini
terjadi penguraian polutan-polutan dari limbah organik secara biologi dan kimia
dengan aerasi dan pertumbuhan bakteri aerob yang menempel pada media pasir
sekaligus terjadi proses fisika melalui filtrasi pada media pasir. Kedua proses
pengolahan dengan Sistem Rawa Buatan, dimana proses ini tanaman yang
digunakan sebagai bioremediasi adalah tanaman hias sehingga terbentuklah suatu
reaktor pengolah limbah dengan konsep taman.

Gambar 3. Reaktor Aerobic Reverse Upflow Filter


Aerobic Reverse Upflow Filter (ARUF) adalah salah satu teknologi
pengolahan air secara biologi, kimia, dan fisika dengan memanfaatkan biofilm
bakteri aerob dan oksidasi dalam mekanisme peruraian zat organik. Sistem ini
memiliki waktu detensi yang panjang dan akan menghasilkan efluen berupa air
bersih.
Penggunaan kolam pengendap didasarkan pada pengurangan beban yang
diterima oleh tanaman dengan menanfaatkan proses ARUF yang mampu
mengurangi beban limbah, selain itu dengan filtrasi pada sistem bak pengendap
maka limbah yang tersaring sehingga pipa tidak mudah tersumbat dan media
tanam tidak mudah flogging. Menurut Sugiharto (1987), kandungan BOD limbah
domestik yaitu sebesar 250 mg/L, dengan efisiensi 56,2% maka limbah akan
berkurang debelum dilewatkan pada Constructed Wetlands akan berkurang
menjadi 109,5 mg/L. Dimensi bangunan kolam pemampung limbah dibuat dengan
bentuk persegi, sesuai dengan debit yang ditampung perhari. Dengan
mengasumsikan debit yang dihasilkan sebanyak 40 L/orang/hari dan setiap rumah
rata-rata terdiri dari 5 orang sehingga debit tiap rumah sebesar 200 L/hari atau 0,2
m3. Dimensi bak pengendap dapat dirancang memanjang persegi empat dengan
kedalaman 0,7 serta panjang dan lebar masing 0,7 dan 0,3. Namun dalam bak
pengendap dengan konsep ARUF membutuhkan ruang udara, sehinga kedalamam
ditambah 30 cm.
B.4

Peran Masyarakat dan Pemerintah


Masyarakat berperan sangat penting dalam implementasi teknologi ini
yaitu sebagai pelaku dalam menjaga kesehatan lingkungan yaitu dengan
melakukan pengolahan limbah domestik yang dihasilkan. Lingkungan dan sanitasi
yang sehat tentu akan memberi dampak yang positif bagi masyarakat sekitarnya.
Pemerintah memiliki peran sebagai pemegang keputusan atau wewenang terkait
penyebaran teknologi ini pada masyarakat luas. Pemerintah dapat membuat suatu
pelatihan atau sosialisasi terkait penggunaan teknologi ini kepada masyarakat.

B.5
Proses Pengolahan Limbah Domestik Dengan Konsep Taman
B.5.1. Aerobic Reverse Upflow Filter
Aerobic reverse upflow filter merupakan salah satu proses pengolahan air
limbah dengan metode biofiltrasi dimana limbah mengalir dari bawah ke atas
(upflow) melalui media filter dalam keadaan aerobik. Pengolahan air
menggunakan aerobic reverse upflow filter mempunyai keunggulan antara lain
dapat digunakan secara berulang, populasi bakteri lebih tinggi dan stabil, dapat
dioperasikan pada pH rendah (pH 5,5), kebutuhan nutrient yang sedikit, serta
lebih tahan terhadap perubahan lingkungan. Beban organik yang dapat diolah
dengan filter ini adalah 0,4 27 Kg COD m3/hari dengan waktu retensi 3 100
jam. Sistem aerobic reverse upflow filter memiliki 2 fungsi yang menguntungkan
dalam proses pengolahan air limbah yaitu:
1. Adanya air buangan yang melalui media media kerikil yang terdapat pada
filter lama kelamaan mengakibatkan timbulnya lapisan lendir yang
menyelimuti kerikil atau yang disebut juga dengan biofilm. Air buangan yang
masih mengandung zat organik yang belum teruraikan pada tangki septik bila
memalui biofilm akan mengalami proses penguraian secara biologis. Efisiensi
filter tergantung dari luas kontak antara air limbah dengan mikroorganisme
yang menempel pada permukaan mesia filter tersebut. Makin luas bidang
kontaknya, efisiensi penurunan konsentrasi zat organiknya semakin besar.
Selain menghilangkan atau mengurangi konsentrasi BOD cara ini dapat juga
mengurangi konsentrasi padatan atau suspended solid (SS), dan konsentrasi
total nitrogen dan phosphor.
2. Bak filter juga berfungsi sebagai media penyaring bagi buangan yang melalui
media ini. Sebagai akibatnya, air buangan yang mengandung suspended solid
dan bakteri E.coli setelah melalui filter akan berkurang konsentrasinya.
Efisiensi penyaringan akan sangat besar karena adanya aerobic reverse
upflow filter yakni penyaringan dengan aliran keatas dan akan mengurangi
kecepatan partikel yang terdapat dalam air buangan dan partikel yang tidak
terbawa ke atas akan mengendap ke dasar filter.
B.5.2 Wetland
Wetland dibuat dengan menggunakan semen dan lapisan kedap air.
Wetland terdiri dari lapisan batu kerikil di dasar, sabut kelapa dan tanah dibagian
atas. Batu kerikil yang sudah dicuci bersih tempatkan didasar wetland secara
merata setebal 5 cm. Pipa 2 inchi dengan panjang 250 cm diletakkan diatas batu
kerikil. Pipa tersebut dilubangi di bagian atasnya menggunakan bor listrik,
diujung pipa ditambahkan elbow dan disambungkan dengan pipa yang disusun
sedemikian rupa agar dapat mengalirkan limbah menuju bak filtrasi. Setelah pipa
diletakkan, pipa ditutup menggunakan sabut kelapa secara merata dengan tebal
kira-kira 10 cm. Setelah itu masukkan tanah dengan tebal 10 cm secara merata.
Tanah yang digunakan adalah campuran tanah merah dan pasir (80% tanah merah

dan 20% pasir). Tanam tanaman Cyperus Papyrus dengan rapi dan ratakan tanah
menutupi akar tanaman.
Bak filtrasi ditambahkan diujung wetland dan dibuat menyatu dengan
reaktor wetland dan juga dibuat menggunakan semen. Bak filtrasi terdiri dari
lapisan kerikil halus, ijuk, aquarium net filter dan zeolit. Limbah dari wetland
masuk kedalam bak filtrasi secara downflow, dan limbah dikeluarkan menuju
outlet secara upflow.
B.5.3 Tanaman
Jenis tanaman yang sering digunakan untuk Rawa Buatan Aliran Bawah
Permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup diair
tergenang (Submerged plants atau amphibiuos plants). Berikut jenis-jenis tanaman
hias yang dapat diaplikasikan pada Rawa Buatan:
Tabel 2. Jenis-Jenis Tanaman Hias yang Memiliki Keindahan EstetikaTinggi dan
Mampu Mereduksi Limbah dengan Baik
Nama

Gambar

Nama

Bunga Kana
(Canna sp)

Bunga Kala leli


(Zantedeschia
aethiopica)

Bunga Papirus
(Cyperus
papyrus)

Bunga Melati
air
(Saggitaria
latifolia)

Rumput payung
(Cyperus
alternifolius)

Bambu Air
(Equisetum
hyemale)

Bunga Iris
(Iris
pseudacorus)

Ilalang Air
(Glyceria
maxima)

Gambar

C.

KESIMPULAN
Taman Mini Air Limbah ( Mini Waste Water Garden) pada konsep ini
merupakan konsep yang memanfaatkan tiga mekanisme pengolahan yaitu fisika,
biologi dan kimia dengan sistem Aerobic reverse upflow filter. Aerobic reverse
upflow filter merupakan salah satu proses pengolahan air limbah dengan metode
biofiltrasi dimana limbah mengalir dari bawah ke atas (upflow) melalui media
filter dalam keadaan aerobik dengan besar beban organik yang dapat diolah adalah
0,4 27 Kg COD m3/hari dengan waktu retensi 3 100 jam. Teknologi ini sangat
efektif digunakan pada lahan gambut karena menggunakan konstruksi beton yang
kuat dan kedap air. Selain itu, teknologi ini juga cocok digunakan pada lahan
sempit perkotaan sebagai taman pada pekarangan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Halverson, Nancy V., 2004, Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface
Flow Wetlands, U.S. Department of Energy, Springfield, USA.
Haryoto, K. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengolahan Limbah dalam Menghadapi
Tantangan Global. Di dalam : Teknologi Pengolahan Limbah dan
Pemulihan Kerusakan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, Jakarta
13 Juli 1999, BPPT, Jakarta.
Khiatuddin, Maulida, 2003, Melestarikan Sumber Daya Air Dengan Teknologi
Rawa Buatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Leady, B., 1997, Constructed Subsurface Flow Wetlands For Wastewater
Treatment, Purdue University.
Metcalf & Eddy Inc.1991. Wastewater Engineering: Treatment,Disposal and
Reuse. Third Edition. Mc Graw Hill, Inc. New York.
Metcalf & Eddy, 1993, Wastewater Engineering Treatment Disposal Reuse,
McGraw-Hill Comp
Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering : Treatment and Reuse, Fourth
Edition, International Edition, McGraw-Hill, New York.
Mohaji.2001.Pengolahan Air Limbah di Daerah Iklim Panas.Bandung:Institut
Teknologi Bandung.
Suriawiria, U., 1993, Mikrobiologi Air, Penerbit Alumni, Bandung.
Tangahu, B.V. dan Warmadewanthi, I.D.A.A., 2001, Pengelolaan Limbah Rumah
Tangga dengan Memanfaatkan Tanaman Cattail (Typha angustifolia)
dalam Sistem Constructed Wetland, Purifikasi, Volume 2 Nomor 3, ITS
Surabaya.

TUGAS
PENCEMARAN TANAH DAN AIR TANAH (PTAT)
Pengolahan Limbah Domestik dengan Konsep Taman Air Mini
Menggunakan Sistem Aerobic Reverse Upflow Filter dan Constructed Wetland
pada Lahan Sempit di Perkotaan

Oleh:
IRA MAYDA EKA ARMAN

D1051131003

INTAN TRI JAYANTI

D1051131005

AGUSNIA YULANDHA PRAMITA

D1051131029

NYEMAS ENDAH ASTUTI

D1051131038

ERIN NOVIANA

D1051131043

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2016

Anda mungkin juga menyukai