Analisa S
Analisa S
Analisa S
ANALISA S
Disusun oleh
Agustin Wijayanti
21080110130046
Aris Nurhidayah
21080110130049
Puti Destianti
21080110141051
Yose Yosma P. A.
21080110110016
Rizki Ariyanto
21080110141050
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SULFUR
Sulfur atau belerang dalam ilmu kimia disimbolkan dengan hurup S yang memiliki
massa atom 32. Kandungan sulfur yang paling banyak di alam terdapat di perut bumi pada
batuan sedimen sekitar 8 x 109 kg. Sedangkan di atmosfir sulfur berada dalam bentuk
senyawanya seperti SO2, H2S, SO3 dan sebagainya. Di alam sulfur akan lebih stabil dalam
bentuk senyawa sulfat (SO42-). Di atmosfir terjadi reaksi-reaksi oksidasi dari SO2 menjadi
SO3 selanjutnya menjadi sulfat. Di litosfor terjadi reaksi reduksi dan oksidasi dari berbagai
senyawa sulfur dengan bantuan mikroorganisma. Seperti contoh apabila di dalam tanah
(litosfir) terdapat bakteri maka senyawa organik hidrosulfida akan terdekomposisi menjadi
produk hidrogen sulfida seperti pada reaksi berikut ini : Dimana R-SH adalah senyawa
organic hidrosulfida dan RH adalah senyawa organic. Pembentukan senyawa sulfat dapat
terjadi apabila ada aksi dari mikroorganisma di dalam tanah, sediment, dan saluran air
melalui reaksi oksidasi sebagai berikut : Sulfur dioksida (SO2) di atmosfir teroksidasi dengan
berbagai mekanisme (gambar 4) yang melibatkan interaksi gas-gas yang berbentuk spesispesi radikal bebas (free radicals) disebut dengan oksidasi homogen (homogenous oxidation).
Beberapa mekanisme siklus sulfur dan pembentukan senyawanya terjadi pada berbagai
kondisi seperti kondisi air laut (marine), air tawar (fresh-water), dan tanah (soils) seperti pada
gambar 1. Pada kondisi air laut akan terjadi mekanisme pembentukan senyawa logam sulfida
(FeS + FeS2) pada sedimennya.
kandungan oksigen semakin berkurang sehingga kondisinya semakin anaerobik. Pada kondisi
anaerobik tersebut pereduksi nitrat akan lebih suka, sehingga konsentrasi nitrat akan lebih
rendah dari konsentrasi sulfat, yang selanjutnya akan menyebabkan mikroorganisme
pereduksi sulfat akan dominan.
Adanya pembentukan hidrogen sulfida
(H2S)
menjadi
ciri
karakteristik dari
lingkungan sedimen laut anarobik yang konsentrasinya lebih tinggi dari pada sulfat.
Sementara, pada lingkungan tanah konsentrasi nitrat paling tinggi dibanding sulfat sehingga
pada kondisi anaerobik amonia terbentuk. Jika konsentrasi sulfat sangat rendah maka akan
terdapat bakteri metana menjadi dominan. Pada permukaan air laut, dimetil sulfida (CH3)2S
terbentuk lebih banyak daripada H2S sehingga akan menyebabkan spesi pitoplanton akan
hidup.
2.2. SULFAT
2.2.1. Pengertian Sulfat
Dalam kimia anorganik, suatu sulfat (IUPAC bahasa Inggris: sulfate atau sulphate)
merupakan sejenis garam dari asam sulfat. ulfat berwujud sebagai zat mikroskopik
(aerosol) hasil dari pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Apa yang
dihasilkan menambah keasaman atmosfer dan mengakibatkan hujan asam
Ion sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus empiris SO42- dengan
massa molekul 96.06 satuan massa atom; ia terdiri dari atom pusat sulfur dikelilingi
oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron. Ion sulfat bermuatan cas dua
negatif dan merupakan basa konjugat ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yaitu
bes konjugat asam sulfat, H2SO4. Terdapat sulfat organik seperti dimetil sulfat yang
merupakan senyawa kovalen dengan rumus (CH3O)2SO2, dan merupakan ester asam
sulfat.
Kebanyakan
sulfat
Kecuali
dalam kalsium
sulfat, stronsium sulfat dan barium sulfat, yang tak larut. Barium sulfat sangat
berguna dalam analisis gravimetri sulfat
- Penambahan barium klorida pada suatu larutan yang mengandung ion sulfat.
Kelihatan endapan putih, yaitu barium sulfat menunjukkan adanya anion sulfat.
- Ion sulfat bisa menjadi satu ligan menghubungkan mana-mana satu dengan
oksigen (monodentat) atau dua oksigen sebagai kelatatau jembatan. Contoh
ialah molekul logam netral kompleks PtSO 4P(C6H5)32, di mana ion sulfat
berperan sebagai ligan bidentat. Ikatan oksigen-logam dalam molekul sulfat
kompleks mempunyai ciri kovalen.
bedanya
penentuan
titik
akhirnya
(end
point)
Sumber kesalahan berasal dari coprecipitation dari beberapa kation seperti kalium dan besi
(II). Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut dapat diatasi dengan cara
menambahkan larutan sampel yang panas kedalam larutan BaCl 2 panas. Hal ini akan
mengurangi adanya coprecipitation.
Cara kerja :
Keringkan sampel yang mengandung sulfat didalam oven selama 1 jam dengan suhu
110oC.
Keringkan juga porselin crucible didalam oven sampai mencapai berat konstan.
Timbang sekitar 0,3 0,5 gram sampel yang telah dingin didalam beaker glass 600
mL.
Anggap bahwasampel adalah Na2SO4 murni dan hitung milimol BaCl 2 yang
diperlukan untuk mengendapkan semua sulfat tersebut
Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai
banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.
Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan
nilai perdagangan seharga US$8 juta. Kegunaan utamanya termasuk
pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan
pengilangan minyak.
Keberadaan
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara
alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun
demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang
terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air
(oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama
dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang
mengandung sulfur (belerang). Asam sulfat terbentuk secara alami
melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang
dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam
tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam
bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun.
Oksidasi besi sulfida pirit oleh oksigen molekuler menhasilkan besi(II),
atau Fe2+:
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 SO42 + 4 H+
Fe2+ dapat kemudian dioksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+
4 Fe2+ + O2 + 4 H+ 4 Fe3+ + 2 H2O
Fe3+ yang dihasilkan dapat diendapkan sebagai hidroksida:
Fe3+ + 3 H2O Fe(OH)3 + 3 H+
Besi(III) atau ion feri juga dapat mengoksidasi pirit. Ketika oksidasi pirit
besi(III) terjadi, proses ini akan berjalan dengan cepat. Nilai pH yang
lebih rendah dari nol telah terukur pada air asam tambang yang
dihasilkan oleh proses ini.
Sifat Fisika
Bentuk-bentuk asam sulfat
Sifat Kimia
Reaksi dengan air
Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam
ke dalam air daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang
lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya,
sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan
dapat mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah
pembentukan ion hidronium:
H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4HSO4- + H2O H3O+ + SO42Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam
sulfat adalah zat pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk
mengeringkan buah-buahan. Afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah
kuat sedemikiannya ia akan memisahkan atom hidrogen dan oksigen dari
suatu senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati (C6H12O6)n dengan
asam sulfat pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap dalam
asam sulfat (yang akan mengencerkan asam sulfat):
(C6H12O6)n 6n C + 6n H2O
Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan
kertas. Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon
yang akan terlihat seperti efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih
dramatis terjadi apabila asam sulfat ditambahkan ke dalam satu sendok
teh gula. Seketika ditambahkan, gula tersebut akan menjadi karbon
berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan aroma seperti
karamel.
Reaksi lainnya
Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa,
menghasilkan garam sulfat. Sebagai contoh, garam tembaga tembaga(II)
sulfat dibuat dari reaksi antara tembaga(II) oksida dengan asam sulfat:
CuO + H2SO4 CuSO4 + H2O
Asam sulfat juga dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan
menghasilkan asam yang lebih lemah. Reaksi antara natrium asetat
dengan asam sulfat akan menghasilkan asam asetat, CH3COOH, dan
natrium bisulfat:
H2SO4 + CH3COONa NaHSO4 + CH3COOH
Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat dengan
kalium nitrat. Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan endapat
kalium bisulfat. Ketika dikombinasikan dengan asam nitrat, asam sulfat
berperilaku sebagai asam sekaligus zat pendehidrasi, membentuk ion
nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi yang melibatkan
Keselamatan
Sifat-sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh reaksi eksotermiknya
dengan air. Luka bakar akibat asam sulfat berpotensi lebih buruk
daripada luka bakar akibat asam kuat lainnya, hal ini dikarenakan adanya
tambahan kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi dan kerusakan
termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan
air. Bahaya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi asam sulfat. Namun, bahkan asam sulfat encer (sekitar 1 M,
10%) akan dapat mendehidrasi kertas apabila tetesan asam sulfat tersebut
dibiarkan dalam waktu yang lama. Oleh karenanya, larutan asam sulfat
yang sama atau lebih dari 1,5 M diberi label "CORROSIVE" (korosif),
manakala larutan lebih besar dari 0,5 M dan lebih kecil dari 1,5 M diberi
label "IRRITANT" (iritan). Asam sulfat berasap (oleum) tidaklah
dianjurkan untuk digunakan dalam sekolah oleh karena bahaya
keselamatannya yang sangat tinggi. Perawatan pertama yang standar
dalam menangani tumpahnya asam sulfat ke kulit adalah dengan
membilas kulit tersebut dengan air sebanyak-banyaknya. Pembilasan
dilanjutkan selama 10 sampai 15 menit untuk mendinginkan jaringan
disekitar luka bakar asam dan untuk menghindari kerusakan sekunder.
Pakaian yang terkontaminasi oleh asam sulfat harulah dilepaskan dengan
segera dan segera bilas kulit yang berkontak dengan pakaian tersebut.
Pembuatan asam sulfat encer juga berbahaya oleh karena pelepasan
panas selama proses pengenceran. Asam sulfat pekat haruslah selalu
ditambahkan ke air, dan bukannya sebaliknya. Penambahan air ke asam
sulfat pekat dapat menyebabkan tersebarnya aerosol asam sulfat dan
Stress Oriented Hydrogen Inducted Cracking (SOHIC) / Soft Zone Cracking (SZC)
SOHIC dan SZC berhubungan dengan SSC dan SWC. Dalam SOHIO statu retakan
yang kecil yang terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang
bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan retakan seperti tangga. Tipe retakan
seperti ini dapat dikatagorikan sebagai SSC yang disebabkan oleh kombinasi antara
tegangan eksternal dan remangan local disekeliling dari retakan hydrogen Inducted.
SZC merupakan fenomena retakan yang hampir sama tetapi terjadi khususnya
pada daerah lunak di HAZ dari lasan. Tipe retakan seperti ini disebabkan oleh
adanya kombinasi dari efek mikrostruktural yang disebabkan oleh siklus
temperaturselama pengelasan dan pelunakan lokal pada temperatur interkritis HAZ.
Hal ini menyebabkan adanya remangan dalam daerah yang sempit yang mendekati
atau melebihi remangan luluhnya.
2.3.2 Peranan Belerang dalam Pertumbuhan Tanaman
Pada umumnya belerang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal
tanaman bervariasi antara 0.1 sampai 0.5% dari bobot kering tanaman (Marschner,
1995). Spencer (1975) membagi 3 kelompok tanaman berdasarkan tingkat kebutuhan
S, yaitu: (1) tanaman dengan tingkat kebutuhan S yang banyak (20-80 kg S/ha), (2)
tanaman dengan tingkat kebutuhan S sedang (10-50kg S/ha), dan (3) tanaman dengan
kebutuhan S rendah (5-25 kg S/ha). Prasad dan Power (1997) menyatakan bahwa,
tanaman serealia membutuhkan 3-4 kg S/t biji, 8 kg S/t biji pada tanaman legume dan
12 kg S pada tanaman yang menghasilkan minyak. Berdasarkan familinya, kebutuhan
S oleh tanaman: Gramineae, Legumineae, Cruciferae, yang dapat dilihat dari
kandungan sulfat pada biji dari masing-masing kelompok tanaman tersebut adalah
secara berturut-turut (0.18-0.19%; 0.25-0.3% dan 1.1-1.7%) dari bobot kering
tanaman.
Menurut Yamaguchi (1999) jumlah S yang dibutuhkan oleh tanaman sama
dengan jumlah fosfor (P). Kekahatan S menghambat sintesis protein dan hal inilah
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya
klorosis
seperti
tanaman
kekurangan
mengandung S di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu jaringan tanaman yang
kahat belerang, mempunyai nisbah N-organik/S-organik lebih tinggi (70/1- 60/1) dari
pada tanaman normal. Nisbah ini dapat dipakai sebagai petunjuk suatu tanaman
mendapat suplai belerang cukup atau tidak (Notohadiprawiro, 1998).
2.3.3 Metode desulfurisasi mencegah hujan asam
Metode pemisahan oksida sulfur yang lebih dikenal dengan istilah desulfurisasi ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode basah (wet method) dan metode
kering (dry method). Cara pertama disebut metode basah karena menggunakan cairan
sebagai media penyerap sulfur. Cara kedua disebut metode kering karena bahan-bahan padat
seperti oksida metal dan arang aktif digunakan sebagai pengikat sulfur. Namun saat ini
hanya arang aktif yang masih digunakan untuk keperluan praktis. Sebagian besar peralatan
desulfurisasi yang dioperasikan dewasa ini bekerja menggunakan metode basah. Salah satu
peralatan jenis ini adalah alat desulfurisasi yang menggunakan penyerap/pengikat batu kapur
(lime stone) atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam alat sehingga
SO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dan diperoleh hasil pemisahan berupa gipsa (gypsum). Gas
buang yang keluar dari sistim desulfurisasi sudah terbebas dari oksida sulfur.
BAB III
KESIMPULAN
Sulfur atau belerang dalam ilmu kimia disimbolkan dengan hurup S yang memiliki massa
atom 32. Kandungan sulfur yang paling banyak di alam terdapat di perut bumi pada
batuan sedimen sekitar 8 x 10 9 kg. Sedangkan di atmosfir sulfur berada dalam bentuk
senyawanya seperti SO2, H2S, SO3 dan sebagainya
Sulfur dapat berguna untuk pertumbuhan tanaman, berguna untuk menghaluskan kulit
manusia, berguna pada metabolism protein hewan rumen
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solehudin. 2000. Jurnal : Pengaruh sulfur dan senyawanya terhadap korosi. Jakarta :
UPI
E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen
(H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
www.wikipedia.org
www.scribd.com
Susmanto. 2005. Jurnal : bentuk prilaku belerang dalam tanah. Jakarta