Analisa S

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

LABORATORIUM LINGKUNGAN

ANALISA S

Disusun oleh
Agustin Wijayanti

21080110130046

Aris Nurhidayah

21080110130049

Puti Destianti

21080110141051

Yose Yosma P. A.

21080110110016

Rizki Ariyanto

21080110141050

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sulfur merupakan salah satu unsur kimia yang memiliki banyak kegunaan bagi makhluk
hidup. Tetapi terkadang juga dapat menyebabkan kerugian. Untuk itu, kita harus
mengetahui sifat-sifatnya baik secara kimia ataupun kimia agar tidak salah dalam
penggunaannya. Banyak juga dari peranan sulfur (belerang) yang belum diketahui oleh
masyarakat. Maka kita harus menganalisa Sulfur ini secara terperinci
1.2 Tujuan
Mengetahui sifat fisik dan kimia unsur S
Mengetahui peranan Sulfur dalam kehidupan
Mampu menganalisa Sulfur secara detail
Mengetahui pengaruh Sulfur terhadap korosi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 SULFUR
Sulfur atau belerang dalam ilmu kimia disimbolkan dengan hurup S yang memiliki
massa atom 32. Kandungan sulfur yang paling banyak di alam terdapat di perut bumi pada
batuan sedimen sekitar 8 x 109 kg. Sedangkan di atmosfir sulfur berada dalam bentuk
senyawanya seperti SO2, H2S, SO3 dan sebagainya. Di alam sulfur akan lebih stabil dalam
bentuk senyawa sulfat (SO42-). Di atmosfir terjadi reaksi-reaksi oksidasi dari SO2 menjadi
SO3 selanjutnya menjadi sulfat. Di litosfor terjadi reaksi reduksi dan oksidasi dari berbagai
senyawa sulfur dengan bantuan mikroorganisma. Seperti contoh apabila di dalam tanah
(litosfir) terdapat bakteri maka senyawa organik hidrosulfida akan terdekomposisi menjadi
produk hidrogen sulfida seperti pada reaksi berikut ini : Dimana R-SH adalah senyawa
organic hidrosulfida dan RH adalah senyawa organic. Pembentukan senyawa sulfat dapat
terjadi apabila ada aksi dari mikroorganisma di dalam tanah, sediment, dan saluran air
melalui reaksi oksidasi sebagai berikut : Sulfur dioksida (SO2) di atmosfir teroksidasi dengan
berbagai mekanisme (gambar 4) yang melibatkan interaksi gas-gas yang berbentuk spesispesi radikal bebas (free radicals) disebut dengan oksidasi homogen (homogenous oxidation).
Beberapa mekanisme siklus sulfur dan pembentukan senyawanya terjadi pada berbagai
kondisi seperti kondisi air laut (marine), air tawar (fresh-water), dan tanah (soils) seperti pada
gambar 1. Pada kondisi air laut akan terjadi mekanisme pembentukan senyawa logam sulfida
(FeS + FeS2) pada sedimennya.

Hal ini terjadi karena semakin kedalam permukaan

kandungan oksigen semakin berkurang sehingga kondisinya semakin anaerobik. Pada kondisi
anaerobik tersebut pereduksi nitrat akan lebih suka, sehingga konsentrasi nitrat akan lebih
rendah dari konsentrasi sulfat, yang selanjutnya akan menyebabkan mikroorganisme
pereduksi sulfat akan dominan.
Adanya pembentukan hidrogen sulfida

(H2S)

menjadi

ciri

karakteristik dari

lingkungan sedimen laut anarobik yang konsentrasinya lebih tinggi dari pada sulfat.
Sementara, pada lingkungan tanah konsentrasi nitrat paling tinggi dibanding sulfat sehingga
pada kondisi anaerobik amonia terbentuk. Jika konsentrasi sulfat sangat rendah maka akan
terdapat bakteri metana menjadi dominan. Pada permukaan air laut, dimetil sulfida (CH3)2S
terbentuk lebih banyak daripada H2S sehingga akan menyebabkan spesi pitoplanton akan

hidup.

2.2. SULFAT
2.2.1. Pengertian Sulfat

Dalam kimia anorganik, suatu sulfat (IUPAC bahasa Inggris: sulfate atau sulphate)
merupakan sejenis garam dari asam sulfat. ulfat berwujud sebagai zat mikroskopik
(aerosol) hasil dari pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa. Apa yang
dihasilkan menambah keasaman atmosfer dan mengakibatkan hujan asam

2.2.2. Ciri Kimia

Gambar 2.1. ion sulfat

Ion sulfat merupakan sejenis anion poliatom dengan rumus empiris SO42- dengan
massa molekul 96.06 satuan massa atom; ia terdiri dari atom pusat sulfur dikelilingi
oleh empat atom oksigen dalam susunan tetrahidron. Ion sulfat bermuatan cas dua
negatif dan merupakan basa konjugat ion hidrogen sulfat (bisulfat), HSO4-, yaitu
bes konjugat asam sulfat, H2SO4. Terdapat sulfat organik seperti dimetil sulfat yang
merupakan senyawa kovalen dengan rumus (CH3O)2SO2, dan merupakan ester asam
sulfat.

2.2.3. Ciri-Ciri Sulfat


-

Kebanyakan

sulfat

sangat larut dalam air.

Kecuali

dalam kalsium

sulfat, stronsium sulfat dan barium sulfat, yang tak larut. Barium sulfat sangat
berguna dalam analisis gravimetri sulfat
- Penambahan barium klorida pada suatu larutan yang mengandung ion sulfat.
Kelihatan endapan putih, yaitu barium sulfat menunjukkan adanya anion sulfat.

- Ion sulfat bisa menjadi satu ligan menghubungkan mana-mana satu dengan
oksigen (monodentat) atau dua oksigen sebagai kelatatau jembatan. Contoh
ialah molekul logam netral kompleks PtSO 4P(C6H5)32, di mana ion sulfat
berperan sebagai ligan bidentat. Ikatan oksigen-logam dalam molekul sulfat
kompleks mempunyai ciri kovalen.

2.2.4. Metode Penentuan Kadar Sulfat

Sulfur terkandung di dalam mineral sebagai pyrite, gypsum dan batubara.


Kandungan Sulfur di dalam batubara dapat mencapai 4%, Sulfur dapat berbentuk
pyrite sebagai S2 dan sulfat sebagai SO4. Sulfat di dalam senyawa organik terdapat
sebagai thiophenols dan thiophenes. Batubara dengan kandungan Sulfur tinggi
ketika dibakar akan terbentuk Sulfur dioksida yang dapat menyebabkan polusi di
dalam udara. Ada beberapa metoda analisis Sulfat :
1. Metoda gravimetri, sangat tergantung pada konsentrasi Sulfat yang ada dalam
larutan, untuk konsentrasi yang kecil akan terbentuk endapan koloid (sangat
halus) sehingga endapan yang terbentuk susah dipisahkan (sulit penyaringannya)
selain hal di atas waktu pengerjaan dengan gravimetri cukup lama.
2. Metoda titrimetri, perlakuannya (preparasi dan analisisnya) dilakukan secara
konvensional butuh waktu yang lama dan dibutuhkan indikator untuk penentuan
end point nya.
3. Metoda potensiometri, waktu lebih cepat dibandingkan dengan
kedua metoda di atas dan tanpa indikator, caranya sama dengan
titrimetri

bedanya

penentuan

titik

akhirnya

(end

point)

menggunakan elektroda ion selektif Kalsium.


Cara lain:
Sulfat dapat ditentukan dengan cara mengendapkannya dengan barium khlorida
(BaCl2) untuk membentuk endapan barium sulfat (BaSO 4). Partikel endapan BaSO4
terlalu kecil untuk disaring sehingga perlu didigest untuk membentuk kristal yang
lebih besar. Proses ini menghasilkan kristal yang sukar larut.

Sumber kesalahan berasal dari coprecipitation dari beberapa kation seperti kalium dan besi
(II). Salah satu alternatif untuk mengatasi masalah tersebut dapat diatasi dengan cara
menambahkan larutan sampel yang panas kedalam larutan BaCl 2 panas. Hal ini akan
mengurangi adanya coprecipitation.
Cara kerja :

Keringkan sampel yang mengandung sulfat didalam oven selama 1 jam dengan suhu
110oC.

Keringkan juga porselin crucible didalam oven sampai mencapai berat konstan.

Timbang sekitar 0,3 0,5 gram sampel yang telah dingin didalam beaker glass 600
mL.

Larutkan sampel dengan 150 mL aquades dan tambah 2 mL HCl pekat.

Panaskan mendekati titik didih.

Anggap bahwasampel adalah Na2SO4 murni dan hitung milimol BaCl 2 yang
diperlukan untuk mengendapkan semua sulfat tersebut

2.2.5. Contoh Senyawa Sulfat

Asam Sulfat (H2SO4)


`

Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat.

Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai
banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia.
Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan
nilai perdagangan seharga US$8 juta. Kegunaan utamanya termasuk
pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan
pengilangan minyak.

Gambar 2.2. Rumus Molekul asam sulfat


Ciri-ciri :
Sifat Rumus molekul H2SO4
Massa molar 98,08 g/mol
Penampilan cairan bening, tak berwarna, tak berbau
Densitas 1,84 g/cm3, cair
Titik leleh Titik didih Kelarutan dalam air tercampur penuh
Keasaman (pKa) 3
Viskositas 26,7 cP (20 C)
Bersifat korosif

Keberadaan
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara
alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun
demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang
terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air
(oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama
dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang
mengandung sulfur (belerang). Asam sulfat terbentuk secara alami
melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang
dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam
tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam
bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun.
Oksidasi besi sulfida pirit oleh oksigen molekuler menhasilkan besi(II),
atau Fe2+:
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O 2 Fe2+ + 4 SO42 + 4 H+
Fe2+ dapat kemudian dioksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+
4 Fe2+ + O2 + 4 H+ 4 Fe3+ + 2 H2O
Fe3+ yang dihasilkan dapat diendapkan sebagai hidroksida:
Fe3+ + 3 H2O Fe(OH)3 + 3 H+
Besi(III) atau ion feri juga dapat mengoksidasi pirit. Ketika oksidasi pirit
besi(III) terjadi, proses ini akan berjalan dengan cepat. Nilai pH yang
lebih rendah dari nol telah terukur pada air asam tambang yang
dihasilkan oleh proses ini.

Sifat Fisika
Bentuk-bentuk asam sulfat

Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan


melepaskan SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%.
Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan, dan merupakan bentuk
asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya disebut
sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam
sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan:

10%, asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium,

33,53%, asam baterai,

62,18%, asam bilik atau asam pupuk,

73,61%, asam menara atau asam glover,

97%, asam pekat.


Terdapat juga asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H 2SO4
tidaklah murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan
untuk membuat pupuk. Mutu murni asam sulfat digunakan untuk
membuat obat-obatan dan zat warna.
Apabila SO3(g) dalam konsentrasi tinggi ditambahkan ke dalam asam
sulfat, H2S2O7 akan terbentuk. Senyawa ini disebut sebagai asam
pirosulfat, asam sulfat berasap, ataupun oleum. Konsentrasi oleum
diekspresikan sebagai %SO3 (disebut %oleum) atau %H2SO4 (jumlah
asam sulfat yang dihasilkan apabila H2O ditambahkan); konsentrasi yang
umum adalah 40% oleum (109% H2SO4) dan 65% oleum (114,6%
H2SO4). H2S2O7 murni terdapat dalam bentuk padat dengan titik leleh
36 C.
Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh
karenanya pada zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol'.

Polaritas dan konduktivitas


H2SO4 anhidrat adalah cairan yang sangat polar. Ia memiliki tetapan
dielektrik sekitar 100. Konduktivitas listriknya juga tinggi. Hal ini
diakibatkan oleh disosiasi yang disebabkan oleh swa-protonasi, disebut
sebagai autopirolisis.[3]
2 H2SO4 H3SO4+ + HSO4
Konstanta kesetimbangan autopirolisisnya adalah[3]
Kap(25 C)= [H3SO4+][HSO4] = 2,7 104.
Dibandingkan dengan konstanta keseimbangan air, Kw = 1014, nilai
konstanta kesetimbangan autopirolisis asam sulfat 1010 (10 triliun) kali
lebih kecil.
Walaupun asam ini memiliki viskositas yang cukup tinggi, konduktivitas
efektif ion H3SO4+ dan HSO4 tinggi dikarenakan mekanisme ulang alik
proton intra molekul, menjadikan asam sulfat sebagai konduktor yang
baik. Ia juga merupakan pelarut yang baik untuk banyak reaksi.
Kesetimbangan kimiawi asam sulfat sebenarnya lebih rumit daripada
yang ditunjukkan di atas; 100% H2SO4 mengandung beragam spesi
dalam kesetimbangan (ditunjukkan dengan nilai milimol per kg pelarut),
yaitu: HSO4 (15,0), H3SO4+ (11,3), H3O+ (8,0), HS2O7 (4,4), H2S2O7
(3,6), H2O (0,1)
-

Sifat Kimia
Reaksi dengan air
Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam
ke dalam air daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang
lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya,
sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan
dapat mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah
pembentukan ion hidronium:

H2SO4 + H2O H3O+ + HSO4HSO4- + H2O H3O+ + SO42Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam
sulfat adalah zat pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk
mengeringkan buah-buahan. Afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah
kuat sedemikiannya ia akan memisahkan atom hidrogen dan oksigen dari
suatu senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati (C6H12O6)n dengan
asam sulfat pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap dalam
asam sulfat (yang akan mengencerkan asam sulfat):
(C6H12O6)n 6n C + 6n H2O
Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan
kertas. Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon
yang akan terlihat seperti efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih
dramatis terjadi apabila asam sulfat ditambahkan ke dalam satu sendok
teh gula. Seketika ditambahkan, gula tersebut akan menjadi karbon
berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan aroma seperti
karamel.
Reaksi lainnya
Sebagai asam, asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan basa,
menghasilkan garam sulfat. Sebagai contoh, garam tembaga tembaga(II)
sulfat dibuat dari reaksi antara tembaga(II) oksida dengan asam sulfat:
CuO + H2SO4 CuSO4 + H2O
Asam sulfat juga dapat digunakan untuk mengasamkan garam dan
menghasilkan asam yang lebih lemah. Reaksi antara natrium asetat
dengan asam sulfat akan menghasilkan asam asetat, CH3COOH, dan
natrium bisulfat:
H2SO4 + CH3COONa NaHSO4 + CH3COOH
Hal yang sama juga berlaku apabila mereaksikan asam sulfat dengan
kalium nitrat. Reaksi ini akan menghasilkan asam nitrat dan endapat
kalium bisulfat. Ketika dikombinasikan dengan asam nitrat, asam sulfat
berperilaku sebagai asam sekaligus zat pendehidrasi, membentuk ion
nitronium NO2+, yang penting dalam reaksi nitrasi yang melibatkan

substitusi aromatik elektrofilik. Reaksi jenis ini sangatlah penting dalam


kimia organik.
Asam sulfat bereaksi dengan kebanyakan logam via reaksi penggantian
tunggal, menghasilkan gas hidrogen dan logam sulfat. H2SO4 encer
menyerang besi, aluminium, seng, mangan, magnesium dan nikel.
Namun reaksi dengan timah dan tembaga memerlukan asam sulfat yang
panas dan pekat. Timbal dan tungsten tidak bereaksi dengan asam sulfat.
Reaksi antara asam sulfat dengan logam biasanya akan menghasilkan
hidrogen seperti yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini. Namun
reaksi dengan timah akan menghasilkan sulfur dioksida daripada
hidrogen.
Fe (s) + H2SO4 (aq) H2 (g) + FeSO4 (aq)
Sn (s) + 2 H2SO4 (aq) SnSO4 (aq) + 2 H2O (l) + SO2 (g)
Hal ini dikarenakan asam pekat panas umumnya berperan sebagai
oksidator, manakala asam encer berperan sebagai asam biasa. Sehingga
ketika asam pekat panas bereaksi dengan seng, timah, dan tembaga, ia
akan menghasilkan garam, air dan sulfur dioksida, manakala asam encer
yang beraksi dengan logam seperti seng akan menghasilkan garam dan
hidrogen.
Asam sulfat menjalani reaksi substitusi aromatik elektrofilik dengan
senyawa-senyawa aromatik, menghasilkan asam sulfonat terkait.

Kegunaan Asam Sulfat


Asam sulfat merupakan komoditas kimia yang sangat penting, dan
sebenarnya pula, produksi asam sulfat suatu negara merupakan indikator
yang baik terhadap kekuatan industri negara tersebut. Kegunaan utama
(60% dari total produksi di seluruh dunia) asam sulfat adalah dalam
"metode basah" produksi asam fosfat, yang digunakan untuk membuat
pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Pada metode ini,
batuan fosfat digunakan dan diproses lebih dari 100 juta ton setiap

tahunnya. Bahan-bahan baku yang ditunjukkan pada persamaan di bawah


ini merupakan fluorapatit, walaupun komposisinya dapat bervariasi.
Bahan baku ini kemudian diberi 93% asam suflat untuk menghasilkan
kalsium sulfat, hidrogen fluorida (HF), dan asam fosfat. HF dipisahan
sebagai asam fluorida. Proses keseluruhannya dapat ditulis:
Ca5F(PO4)3 + 5 H2SO4 + 10 H2O 5 CaSO42 H2O + HF + 3 H3PO4
Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan
baja untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual
ke industri otomobil. Asam yang telah digunakan sering kali didaur
ulang dalam kilang regenerasi asam bekas (Spent Acid Regeneration
(SAR) plant). Kilang ini membakar asam bekas dengan gas alam, gas
kilang, bahan bakar minyak, ataupun sumber bahan bakar lainnya.
Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO 2) dan
sulfur trioksida (SO3) yang kemudian digunakan untuk membuat asam
sulfat yang "baru".
Amonium sulfat, yang merupakan pupuk nitrogen yang penting,
umumnya diproduksi sebagai produk sampingan dari kilang pemroses
kokas untuk produksi besi dan baja. Mereaksikan amonia yang
dihasilkan pada dekomposisi termal batu bara dengan asam sulfat bekas
mengijinkan amonia dikristalkan keluar sebagai garam (sering kali
berwarna coklat karena kontaminasi besi) dan dijual kepada industri
agrokimia.
Kegunaan asam sulfat lainnya yang penting adalah untuk pembuatan
aluminium sulfat. Alumunium sulfat dapat bereaksi dengan sejumlah
kecil sabun pada serat pulp kertas untuk menghasilkan aluminium
karboksilat yang membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan
kertas yang keras. Aluminium sulfat juga digunakan untuk membuat
aluminium hidroksida. Aluminium sulfat dibuat dengan mereaksikan
bauksit dengan asam sulfat:
Al2O3 + 3 H2SO4 Al2(SO4)3 + 3 H2O

Asam sulfat juga memiliki berbagai kegunaan di industri kimia. Sebagai


contoh, asam sulfat merupakan katalis asam yang umumnya digunakan
untuk mengubah sikloheksanonoksim menjadi kaprolaktam, yang
digunakan untuk membuat nilon. Ia juga digunakan untuk membuat
asam klorida dari garam melalui proses Mannheim. Banyak H2SO4
digunakan dalam pengilangan minyak bumi, contohnya sebagai katalis
untuk reaksi isobutana dengan isobutilena yang menghasilkan isooktana
-

Keselamatan
Sifat-sifat asam sulfat yang korosif diperburuk oleh reaksi eksotermiknya
dengan air. Luka bakar akibat asam sulfat berpotensi lebih buruk
daripada luka bakar akibat asam kuat lainnya, hal ini dikarenakan adanya
tambahan kerusakan jaringan dikarenakan dehidrasi dan kerusakan
termal sekunder akibat pelepasan panas oleh reaksi asam sulfat dengan
air. Bahaya akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi asam sulfat. Namun, bahkan asam sulfat encer (sekitar 1 M,
10%) akan dapat mendehidrasi kertas apabila tetesan asam sulfat tersebut
dibiarkan dalam waktu yang lama. Oleh karenanya, larutan asam sulfat
yang sama atau lebih dari 1,5 M diberi label "CORROSIVE" (korosif),
manakala larutan lebih besar dari 0,5 M dan lebih kecil dari 1,5 M diberi
label "IRRITANT" (iritan). Asam sulfat berasap (oleum) tidaklah
dianjurkan untuk digunakan dalam sekolah oleh karena bahaya
keselamatannya yang sangat tinggi. Perawatan pertama yang standar
dalam menangani tumpahnya asam sulfat ke kulit adalah dengan
membilas kulit tersebut dengan air sebanyak-banyaknya. Pembilasan
dilanjutkan selama 10 sampai 15 menit untuk mendinginkan jaringan
disekitar luka bakar asam dan untuk menghindari kerusakan sekunder.
Pakaian yang terkontaminasi oleh asam sulfat harulah dilepaskan dengan
segera dan segera bilas kulit yang berkontak dengan pakaian tersebut.
Pembuatan asam sulfat encer juga berbahaya oleh karena pelepasan
panas selama proses pengenceran. Asam sulfat pekat haruslah selalu
ditambahkan ke air, dan bukannya sebaliknya. Penambahan air ke asam
sulfat pekat dapat menyebabkan tersebarnya aerosol asam sulfat dan

bahkan dapat menyebabkan ledakan. Pembuatan larutan lebih dari 6 M


(35%) adalah yang paling berbahaya, karena panas yang dihasilkan
cukup panas untuk mendidihkan asam encer tersebut.

2.3 Pengaruh Sulfur


2.3.1 Pengaruh Sulfur Terhadap Korosi
Dampak pencemaran udara terhadap bangunan dan bahan-bahan adalah korosi,
pelapukan, dan pengotoran. Polutan SO2 memiliki daya rusak yang tinggi pada bangunan dan
bahan-bahan yaitu korosi. Proses korosi ditentukan pula oleh parameter meteorologi seperti
kelembaban relatif, temperatur,dan presipitasi. Selain itu, efek sinergi dari beberapa polutan
yaitu SO2, NO2, dan O3 semakin menambah intensitas korosi. Pada bahan-bahan yang
mengandung seng dan tembaga, jika lapisan pelindung korosinya terkelupasakan
mempercepat kerusakan bahan-bahan tersebut. Sedangkan batu yang digunakan untuk
bangunan seperti batu kapur dan marmer sangat rentan terhadap deposisi SO 2. Pada
bahanbahan organik seperti karet dan cat, kerusakan umumnya diasosiasikan dengan polutan
ozon plus faktor temperatur dan radiasi matahari. Beberapa bangunan dan monumen
bersejarah dibangun dengan bahan-bahan yang sensitif terhadap korosi.
Karakteristik korosi pada lingkungan H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen yang
dihasilkan dari sebuah reaksi elektrokimia antara logam dengan medium yang mengandung
H2S masuk berdifusi kedalam baja (gambar 2). Kehadiran hidrogen dalam baja dan
ketahanan baja terhadap kemungkinan terjadinya retakan terkandung dari : jenis baja,
mikrostruktur, distribusi inklusi, voids, dan distribusi tegangan biasanya tegangan sisa.
Kelangsungan dari pipa baja akan terancam dengan adanya aktifitas difusi dari atom
hidrogen khususnya ketika ataom hidrogen berkumpul pada internal diskontinuitas seperti
inklusi dan void pada baja. Keberadaan H 2S di dalam lingkungan aqueous dapat
menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau
ion yang larut dan menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting). Bentuk
serangan oleh H2S yang lebih berbahaya adalah ketika hidrogen yang dihasilkan dari reaksi
katodik, dan oleh keberadaan H2S dicegah untuk membentuk molekul H2, berdifusi ke dalam
logam dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi yang disebut trap seperti partikel inklusi atau mikrovoid

dan memicu peretakan dan menghasilkan patahan getas.


Beberapa jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan dengan kehadiran H 2S
terlarut antara lain :

Hydrogen Inducted Cracking (HIC) atau Step Wise Cracking (SWC)


Retak terjadi ketika atom hidrogen berdifusi ke baja dan bergabung membentuk molekul
gas hidrogen pada daerah jebakan yang ada dalam matriks baja. Daerah jebakan pada
baja ini adalah inklusi yang memanjang dan segregasi. Molekul hidrogen yang
terjebak antara permukaan logam dengan inklusi dan mikroskopik void dalam
matriks logam merupakan pemicu untuk terjadinya retak dan akan menjalar pada
struktur yang rentan terhadap hydrogen embrittlement jenis ini. Baja di sekitar retak
akan mengalami regangan yang besar dan hal ini dapat menyebabkan tersambungnya
retak-retak yang berdekatan untuk membentuk SWC. Pada tahap dimana retakanretakan mulai menyatu untuk membentuk SWC, maka hal ini dapat menyebabkan
pengaruh yang serius pada peralatan dan dapat berakibat pada suatu kegagalan

Sulphide Stress Cracking (SSC)


Retakan jenis ini terjadi karena atom hidrogen berdifusi ke dalam logam tetapi
tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi
yang dikenal dengan nama hydrogen embrittlement.
Kecenderungan untuk terjadinya SSC akan meningkat dengan bertambahnya
fraksi mikrostruktur keras seperti martensite dan bainit. Mikrostruktur ini mungkin
terdapat secara inherent pada baja HSLA (High Strenght Low Alloy) atau adanya proses
perlakuan panas yang tidak sesuai. Struktur yang keras ini juga dapat terjadi akibat
pengelasan khususnya pada daerah HAZ (Heat Affected Zone)

Stress Oriented Hydrogen Inducted Cracking (SOHIC) / Soft Zone Cracking (SZC)
SOHIC dan SZC berhubungan dengan SSC dan SWC. Dalam SOHIO statu retakan
yang kecil yang terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang
bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan retakan seperti tangga. Tipe retakan
seperti ini dapat dikatagorikan sebagai SSC yang disebabkan oleh kombinasi antara
tegangan eksternal dan remangan local disekeliling dari retakan hydrogen Inducted.

SZC merupakan fenomena retakan yang hampir sama tetapi terjadi khususnya
pada daerah lunak di HAZ dari lasan. Tipe retakan seperti ini disebabkan oleh
adanya kombinasi dari efek mikrostruktural yang disebabkan oleh siklus
temperaturselama pengelasan dan pelunakan lokal pada temperatur interkritis HAZ.
Hal ini menyebabkan adanya remangan dalam daerah yang sempit yang mendekati
atau melebihi remangan luluhnya.
2.3.2 Peranan Belerang dalam Pertumbuhan Tanaman
Pada umumnya belerang yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal
tanaman bervariasi antara 0.1 sampai 0.5% dari bobot kering tanaman (Marschner,
1995). Spencer (1975) membagi 3 kelompok tanaman berdasarkan tingkat kebutuhan
S, yaitu: (1) tanaman dengan tingkat kebutuhan S yang banyak (20-80 kg S/ha), (2)
tanaman dengan tingkat kebutuhan S sedang (10-50kg S/ha), dan (3) tanaman dengan
kebutuhan S rendah (5-25 kg S/ha). Prasad dan Power (1997) menyatakan bahwa,
tanaman serealia membutuhkan 3-4 kg S/t biji, 8 kg S/t biji pada tanaman legume dan
12 kg S pada tanaman yang menghasilkan minyak. Berdasarkan familinya, kebutuhan
S oleh tanaman: Gramineae, Legumineae, Cruciferae, yang dapat dilihat dari
kandungan sulfat pada biji dari masing-masing kelompok tanaman tersebut adalah
secara berturut-turut (0.18-0.19%; 0.25-0.3% dan 1.1-1.7%) dari bobot kering
tanaman.
Menurut Yamaguchi (1999) jumlah S yang dibutuhkan oleh tanaman sama
dengan jumlah fosfor (P). Kekahatan S menghambat sintesis protein dan hal inilah
yang

dapat

menyebabkan

terjadinya

klorosis

seperti

tanaman

kekurangan

nitrogen.Kahat S lebih menekan pertumbuhan tunas dari pada pertumbuhan akar.


Gejala kahat S lebih nampak pada daun muda dengan warna daun yang menguning
sebagai mobilitasnya sangat rendah di dalam tanaman (Haneklaus dan Schnug, 1994).
Penurunan kandungan klorofil secara drastis pada daun merupakan gejala khas pada
tanaman yang mengalami kahat S (Marschner, 1995). Kahat S menyebabkan
terhambatnya sintesis protein yang berkorelasi dengan akumulasi N dan nitrat organik
terlarut. Menurut Stewart dan Partier (1969) apabila belerang dalam keadaan kurang
akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas produksi hasil. Kekahatan belerang
menghambat sintesis protein karena berkurangnya sintesis asam-asam amino yang
mengandung (S). Hal ini mengakibatkan akumulasi asam-asam amino yang tidak

mengandung S di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu jaringan tanaman yang
kahat belerang, mempunyai nisbah N-organik/S-organik lebih tinggi (70/1- 60/1) dari
pada tanaman normal. Nisbah ini dapat dipakai sebagai petunjuk suatu tanaman
mendapat suplai belerang cukup atau tidak (Notohadiprawiro, 1998).
2.3.3 Metode desulfurisasi mencegah hujan asam
Metode pemisahan oksida sulfur yang lebih dikenal dengan istilah desulfurisasi ini
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan metode basah (wet method) dan metode
kering (dry method). Cara pertama disebut metode basah karena menggunakan cairan
sebagai media penyerap sulfur. Cara kedua disebut metode kering karena bahan-bahan padat
seperti oksida metal dan arang aktif digunakan sebagai pengikat sulfur. Namun saat ini
hanya arang aktif yang masih digunakan untuk keperluan praktis. Sebagian besar peralatan
desulfurisasi yang dioperasikan dewasa ini bekerja menggunakan metode basah. Salah satu
peralatan jenis ini adalah alat desulfurisasi yang menggunakan penyerap/pengikat batu kapur
(lime stone) atau Ca(OH)2. Gas buang dari cerobong dimasukkan ke dalam alat sehingga
SO2 bereaksi dengan Ca(OH)2 dan diperoleh hasil pemisahan berupa gipsa (gypsum). Gas
buang yang keluar dari sistim desulfurisasi sudah terbebas dari oksida sulfur.

BAB III
KESIMPULAN

Sulfur atau belerang dalam ilmu kimia disimbolkan dengan hurup S yang memiliki massa
atom 32. Kandungan sulfur yang paling banyak di alam terdapat di perut bumi pada
batuan sedimen sekitar 8 x 10 9 kg. Sedangkan di atmosfir sulfur berada dalam bentuk
senyawanya seperti SO2, H2S, SO3 dan sebagainya

Sulfur dapat berguna untuk pertumbuhan tanaman, berguna untuk menghaluskan kulit
manusia, berguna pada metabolism protein hewan rumen

Keberadaan H2S di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada


pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan
menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting

DAFTAR PUSTAKA

Agus Solehudin. 2000. Jurnal : Pengaruh sulfur dan senyawanya terhadap korosi. Jakarta :
UPI
E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen
(H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
www.wikipedia.org
www.scribd.com
Susmanto. 2005. Jurnal : bentuk prilaku belerang dalam tanah. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai