Oleh:
Aulia Rahmawati
(140612602947)
(140612603063)
Serly Shantika
(140612600236)
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................
1
KATA PENGANTAR ................................................................................................
2
DAFTAR ISI .............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...............................................................................................................
4
1.2 Rumusan
Masalah
...............................................................................................................
5
1.3 Tujuan
Pembahasan
...............................................................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dimensi
Sosio
Budaya
dalam
Perspektif
Kesehatan
...............................................................................................................
6
2.2 Persepsi
Umum
Kesehatan
dan
Kedokteran
...............................................................................................................
14
2.3 Konsep
Sehat
dan
Sakit
...............................................................................................................
20
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
...............................................................................................................
25
3.2 Kritik
dan
Saran
...............................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulit untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan segar. Kebanyakan
orang bilang Sehat Itu Mahal, menurut pendapat para Ilmu Kesehatan Dunia
(WHO) memang sehat itu mahal, karena kita harus memakan makanan yang
penuh dengan gizi, kaya akan protein, zat besi, dan zat gizi lain yang
diperlukan oleh tubuh. Sementara itu kita harus membeli makanan itu dengan
harga yang cukup mahal, apa lagi harga sayur-mayur, susu, beras, lauk pauk,
dan lain sebagainya, mungkin sedang melonjak harganya di pasar-pasar
tradisional.Untuk itu hiduplah dengan jaga kesahatan anda karena itu sangat
penting bagi anda dan keluarga anda.
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk
menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati
pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara
normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya
dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya
merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan
pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya
mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan
universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedok-teran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masingmasing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi
dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dimensi Sosio Budaya dalam Perspektif Kesehatan
Manusia hidup dan dibesarkan dalam ligkungan sosial tetentu. Secara
sosiologis, individu merupakan representasi di kehidupan lingkungan sosialnya.
Segala yang terjadi di lingkungan sosialnya diamati, dipelajari, dan kemungkinan
diintregasikan dan diinternalisasi sebagai bagian dari kehidupannya sendiri. Setiap
individu memiliki identitas sesuai lingkungan sosialnya. Apa yang dilakukan,
gagasannya, perasaannya merupakan hasil pembentukan lingkungan sosialnya.
Menurut Soerjono (2007), perubahan-perubahan masyarakat dapat
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi,
susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan
dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya. (Soekamto, 2007)
Lingkungan sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku sehat dan
sakit. Peran sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya. Individu akan
berperan sehat atau sakit. Diantara faktor lingkungan sosial yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan mental adalah stratifikasi sosial, pekerjaan,
keluarga, budaya, perubahan sosial, dan stressor psikososial.
2.1.1
Stratifikasi Sosial
Masyarakat kita terbagi menjadi kelompok tertentu diantaranya jenis
kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status sosial. Ditinjau dari status sosial
banyak pendekatan yang digunakan untuk melakukan klasifikasi. Secara umum
klasifikasi status sosial itu dikelompokan atas stratanya yang dikelompokan
menjadi strata tinggi, menengah, dan rendah.
1. Kelas Sosial Ekonomi dan Revalensi Gangguan Mental
Setiap kelas sosial itu memiliki cara hidup dan interaksi sosial tersendiri
termasuk dalam soal mempersepsikan dan menangani segala persoalan
kehidupanya. Gangguan mental merupakan salah satu masalah di masyarakat
yang memperoleh perhatian dari para ahli untuk dikaji dari aspek strata sosial
masyarakatnya. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa stratifikasi sosial yang
fenomena
ini
sebagaimana
Interaksi Sosial
Interaksi sosial banyak dikaji dalam kaitanya dengan gangguan mental.
tinggal berhubungan dengan problem kesehatan mental ini. Tempat tinggal dapat
memberi peluang untuk meningkatkan hubungan interpersonal sementara pola
tempat tinggal tertentu dapat mengambat dan menimbulkan kesulitan untuk
hubungan interpersonal. Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa tempat
tinggal yang tersolasi dari kehidupan hubungan interpersonal diyakini dapat
meningkatkan insidensi psikosis, schizophrenia.
Hal ini secara sosial terisolasi. Tempat tinggal yang terisolasi secara sosial
tidak hanya karena jarak yang jauh satu dengan yang lain tetapi menyangkut
apakah tempat tinggal itu sendiri memberi suasana yang mampu menciptakan
hubungan interpersonal atau tidak. Clausen dan Kohn mengemukakan bahwa ada
empat macam tempat tinggal yang dipandang menimbulkan pengalaman terisolasi
secara sosial sebaggai berikut:
1. Hidup di dalam tempat tinggal yang menghasilkan atau menibulkan
isolasi sosial karena tempat tinggal itu terus menerus berubah.
2. Hidup adalah wilayah kelompok etnis lain.
3. Hidup dalam masyarakat di lingkungan kumuh, keturunan asing yang
kasar, atau dimasyarakat yang kompetetif yang berakibat isolasi sosial,
khususnya bagi orang sensitif, suka mengalah atau malu-malu.
4. Dalam lingkungan kelas sosial rendah, umumnya kurang asertif pada anak.
Jika tidak menjalin hubungan dengan yang lainnya maka dia akan
terisolasi secara sosial.
2.1.3
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya
mental
para
anggota
keluarganya,
dan
kemungkinan
dapat
10
Perubahan Sosial
11
12
13
Sosial Budaya
Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh
menjadi sebagi masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki, dan karena itu dapat
berfungsi sebagai stressor sosial. Meskipun kekuatan pengaruhnya terhadap
kondisi mental stressor sosial itu kuat atau lemah ada kontribusinya.
Faktor sosial lain dapat menghambat kesehatan mental seseorang, di
antaranya konflik dalam hubungan sosial, perkawinan, meninggalnya keluarga
dekat. Stressor psikososial ini secara umum menimbulkan efek negatif bagi orang
yang mengalaminya. Namun demikian tentang variasi stressor psikososial ini akan
berbeda untuk setiap masyrakat, bergantung kepada kondisi sosial masyarakatnya.
14
didapatkan secara utuh apabila ada salah satu dari aspek fisik, mental ataupun
sosial yang sedang mengalami gangguan atau masalah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomi (Syafrudin & Hamidah, 2009). Hal ini berarti kesehatan seseorang
tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara
ekonomi (Putriyani).
Persepsi dapat diartikan sebagai proses kognitif dalam memahami
informasi tentang diri dan lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap
individu mungkin memberikan tanggapan dan arti yang berbeda. Kesehatan
adalah sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang memungkinkan seseorang
untuk dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa
persepsi tentang kesehatan diri adalah proses kognitif untuk memberi makna
tentang kesejahteraan diri yang terdiri dari aspek fisik, mental dan sosial, setiap
orang mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda tentang kesehatan dirinya
(Putriyani).
Persepsi membantu individu untuk dapat menyadari dan dapat mengerti
tentang keadaan yang ada disekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang
bersangkutan. Suryono (2004) menyatakan bahwa self-perception adalah persepsi
yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu, artinya
yang menjadi objek adalah diri sendiri. Termasuk dalam hal kesehatan, persepsi
tentang kesehatan diri merupakan suatu pemaknaan tentang keadaan diri individu
itu sendiri (Putriyani).
Menurut Hamada (2014) beberapa definisi tentang kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.
15
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
5. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna
Selain berbagai definisi yang telah disebutkan diatas, menurut Bobsusanto
(2015) menyebutkan beberapa pengertian kesehatan dari para ahli adalah sebagai
berikut:
-
Kesehatan merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang tidak lemah, fit, bugar,
dan tidak ada gejala atau penyakit yang bersarang didalam tubuh yang dapat
kemampuan fisik.
Undang-undang No 23 Tahun 1992. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
yang mempengaruhinya.
Paune. Mengemukakan kesehatan sebagai fungsi yang efektif dari sumbersumber perawatan diri yang menjamin sebuah tindakan untuk perawatan diri.
Kesehatan merupakan perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukannya
untuk mendapatkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial
dan spiritual
16
dan resisten.
White. Menjelaskan sehat sebagai suatu keadaan dimana seseorang pada
waktu diperiksa tidak memiliki keluhan apapun atau tidak ada tanda-tanda
kelainan atau penyakit
Kesehatan merupakan tingkat efisiensi fungsional dari makhluk hidup.
Pada manusia, kesehatan merupakan kondisi umum dari pikiran dan tubuh
seseorang, yang berarti bebas dari segala gangguan penyakit dan kelainan.
Sehingga makna kesehatan sendiri yaitu sebuah kondisi dimana seseorang
mengalami keadaan yang normal dan sesuai dengan apa yang seharusnya. Jadi,
kesehatan itu sebenarnya adalah sebuah tolok ukur dari suatu keadaan dimana
keadaan tersebut normal atau tidaknya.
2.1.2 Persepsi Umum Tentang Kedokteran
Di dalam visi Indonesia sehat tahun 2010 tercantum gambaran masyarakat
Indonesia dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu pembangunan kesehatan lebih diutamakan
pembangunan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Prisinda,
2010).
Rendahnya
utilisasi
(penggunaan)
fasilitas
kesehatan
seperti
need), c) pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (post experience),
d) komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communication to customer)
(Parasuraman, et.al.,1990).
Rumah Sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan, baik bersifat bedah maupun non bedah
(Aditama, 2004).
Rumah sakit adalah organisasi dan manajemen dengan ciri khas,
memberikan layanan medis yang dilakukan oleh tenaga medis, dan para medis
profesional seperti: dokter, dokter gigi, dan paramedis yang didukung oleh tenagatenaga non medis, tenaga administrasi dan tenaga teknis lainnya yang memberikan
pelayanan umum beserta sarana dan prasarana yang diperlukan (Djoko
Wijono,2008).
Pada dekade terakhir tidak sedikit permasalahan yang muncul di
masyarakat, yang antara lain diakibatkan oleh interaksi di dalam praktik dokter
dan dokter gigi. Pada hakekatnya, praktik kedokteran bukan hanya interaksi antara
seorang dokter atau dokter gigi terhadap pasiennya, akan tetapi lebih luas
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan
profesionalisme seorang dokter dan dokter gigi pada saat memberikan pelayanan
(Adisasmito, dkk., 2010).
Institusi pendidikan dokter berupaya untuk menghasilkan pelayanan
kedokteran yang baik terutama di institusi layanan primer yang memiliki unsurunsur penting, salah satunya adalah kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan
minimal dalam bidang pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku
profesional untuk dapat melakukan kegiatan di masyarakat secara mandiri
(Adisasmito, dkk., 2010).
Tenaga dokter sebagai komponen utama dalam pemberian pelayanan
kesehatan, berperanan penting dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Kualitas dokter di lapangan sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan kedokteran yang diperolehnya. Pendidikan kedokteran pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi pasien dan masyarakat
(Adisasmito, dkk., 2010).
18
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dalam definisinya, yaitu
pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara
efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan
yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan
pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan
pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatan, peluang dan kendalanya,
sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi
permasalahannya (Adisasmito, dkk., 2010).
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan komponen
yang sangat penting untuk menumbuhkan kerja sama yang baik antara dokter dan
pasien. Kerja sama yang baik antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang
diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien berdasarkan kebutuhan pasien (Adisasmito, dkk.,
2010).
Berikut ini merupakan beberapa persepsi umum terkait dengan pemberian
pelayanan kesehatan antara dokter terhadap pasien menurut Adisasmito, dkk.,
(2010) adalah:
-
19
Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit
dan pengobatannya
Kedokteran adalah ilmu dan praktik yang berfokus pada semua aspek
pengobatan penyakit
Kedokteran sangat erat hubungannya dalam peningkatan kualitas pelayanan
dan lain-lain.
2.3 Konsep Sehat Sakit
2.3.1 Definisi Sehat
A. WHO( 1947 )
-
Sehat
C. Pender ( 1982 )
20
penyesuaian
diperlukan
untuk
mempertahankan
D. Payne ( 1983 )
-
untuk
memperoleh,
mempertahankan
dan
2.3.2
1. Status perkembangan
-
2. Pengaruh sosiokultural
21
2.3.4
Definisi Sakit
Penyakit
Istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh
yang menghasilkan berkurangnya kapasitas
2.3.6
Tahapan Sakit
1. Tahap gejala
Tahap Transisi :
Individu percaya ada kelainan dalam tubuhnya, merasa dirinya
tidak sehat, merasa timbulnya berbagai gejala, merasa ada bahaya.
Mempunyai tiga asapek :
Secara Fisik
Kognitif
Respon emosi
: Cemas
Konsultasi dengan orang terdekat : gejala dan perasaan, kadangkadang mencoba pengobatan di rumah.
2. Tahap asumsi terhadap peran sakit ( Sick Role )
Penerimaan terhadap sakit
Individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit
Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain, mengobati
sendiri, mengikuti nasehat teman/keluarga.
Akhir dari tahap ini ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa
lebih baik.
Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.
Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman selanjutnya.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
-
23
24
dan
keluarga
harus
mencari
bantuan
orang
yang
berkompeten
2.3.8
Dampak Sakit
Efek sakit terhadap anggota keluarga :
a. Perubahan peran
b. Meningkatkan stress sehubungan dengan kecemasan tentang hasil
dari penyakit dan konflik tentang ketidakbiasaan dan tanggung
jawab
c. Masalah keuangan
d. Kesepian sebagai akibat dari perpisahan
e. Perubahan dalam kebiasaan social
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Faktor
sosial
masyarakatnya.
budaya
Terdapat
turut
memepengaruhi
sejumlah
aspek
kesehatan
sosial
mental
budaya
yang
masyarakatnya
sehingga
dapat
mempetahankan
kondisi
kesehatannya.
2. Disarankan kepada dinas kesehatan terkait untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3. Disarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan pembangunan
kesehatan sehingga mempermuda masyarakat dalam menjangkau akses
pelayanan kesehatan yang bermutu.
26
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W., dkk. 2010. Persepsi Stakeholders tentang Kompetensi Dokter di
Layanan Kesehatan Primer: Maj Kedokteran Indonesia (60)(1), (online),
(http://tropic-infection.ui.ac.id/data/index.php?
uPage=jurnal.view_detail&smod=publikasi&sp=public&id_publication=3
11), diakses 25 September 2016
Bobsusanto. 2015. 10 Pengertian Kesehatan Menurut Para Ahli Terlengkap.
(online), (www.seputarpengetahuan.com), diakses 26 September 2016
Hamada, M. 2014. Tinjauan Pustaka. (online),
(http://eprints.ung.ac.id/1686/9/2012-2-48401-821309025-bab206022013100006.pdf), diakses 26 September 2016
IDI. 2014. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. (online), (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/KodeEtik-Kedokteran.pdf), dikases 26 September 2016
Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan Kaidah Sehat.Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI, 1998.
Prisinda, D. 2010. Persepsi Pasien Terhadap kualitas Pelayanan dan Kepuasan
Sebagai Strategi Dalam Meningkatkan Peran Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung 2010.
(online), (http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20253072-T%2028496Persepsi%20pasien-full%20text.pdf), diakses 25 September 2016
Putriyani, P. Persepsi tentang Kesehatan Diridan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Berobat ke Dukun Cilik Ponari. (online),
(https://www.mysciencework.com/publication/download/7f5f7d73274cd3e
155db949a3e8a2dc2/fc8cba240cd7ab45e61036c59f08a333), diakses 25
September 2016
Sudarti, dkk. (1985). Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit dan Posyandu.
Depok: Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.
Soekamto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo Persada.
27