Anda di halaman 1dari 27

DIMENSI SOSIO BUDAYA, PERSEPSI UMUM KESEHATAN DAN

KEDOKTERAN BESERTA KONSEP SEHAT SAKIT


MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Pendekatan Ilmu Perilaku Dan Emosi Spiritual Dan Intelektual
Yang dibina oleh Bapak Drs. Mardianto, M.Kes

Oleh:
Aulia Rahmawati

(140612602947)

Nita Dewi Mardiana

(140612603063)

Serly Shantika

(140612600236)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
September 2016

KATA PENGANTAR

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendekatan


Ilmu Perilaku dan Emosi Spiritual dan Intelektual. Selain untuk memenuhi tugas
mata kuliah, makalah ini juga disusun untuk memenuhi kebutuhan dari materi
diskusi kelas tentang Pendekatan Ilmu Perilaku dan Emosi Spiritual dan
Intelektual dengan maksud untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
tentang materi tersebut. Untuk materi ini sendiri kami mengusahakan agar materi
yang ada dalam makalah ini tepat sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi
teman-teman mahasiswa.
Ucapan terima kasih kami ucapkan untuk dosen pengampu Mata
Kuliah Pendekatan Ilmu Perilaku dan Emosi Spiritual dan Intelektual, yaitu Bapak
Drs. Mardianto, M.Kes karena atas jasa beliau kami dapat menuntaskan makalah
ini tepat waktu dan semoga sesuai dengan instruksi yang telah diberikan.
Segala upaya telah kami lakukan untuk membuat dan melengkapi isi
makalah, namun tidak mustahil dalam makalah ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan. Seperti halnya pepatah tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari para pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa terutama di kelas kami
dan juga tentunya mahasiswa offering lain.

Malang, September 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .............................................................................................
1
KATA PENGANTAR ................................................................................................
2
DAFTAR ISI .............................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
...............................................................................................................
4
1.2 Rumusan
Masalah
...............................................................................................................
5
1.3 Tujuan
Pembahasan
...............................................................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dimensi
Sosio
Budaya
dalam
Perspektif
Kesehatan
...............................................................................................................
6
2.2 Persepsi
Umum
Kesehatan
dan
Kedokteran
...............................................................................................................
14
2.3 Konsep
Sehat
dan
Sakit
...............................................................................................................
20
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
...............................................................................................................
25
3.2 Kritik
dan
Saran
...............................................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................
26

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sulit untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan segar. Kebanyakan
orang bilang Sehat Itu Mahal, menurut pendapat para Ilmu Kesehatan Dunia
(WHO) memang sehat itu mahal, karena kita harus memakan makanan yang
penuh dengan gizi, kaya akan protein, zat besi, dan zat gizi lain yang
diperlukan oleh tubuh. Sementara itu kita harus membeli makanan itu dengan
harga yang cukup mahal, apa lagi harga sayur-mayur, susu, beras, lauk pauk,
dan lain sebagainya, mungkin sedang melonjak harganya di pasar-pasar
tradisional.Untuk itu hiduplah dengan jaga kesahatan anda karena itu sangat
penting bagi anda dan keluarga anda.
Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk
menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati
pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara
normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya
dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya
merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan
pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya
mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan
universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi,
kedok-teran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masingmasing disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang
berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap-tasi
dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosial budaya.

1.2 Rumusan Masalah


Yang terkait dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana dimensi sosio budaya dalam perspektif kesehatan?
5

b. Bagaiamana persepsi umum kesehatan dan kedokteran?


c. Apa yang dimaksud konsep sehat dan sakit?
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah di atas adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui dimensi sosio budaya dalam perspektif kesehatan.
b. Untuk mengetahui persepsi umum kesehatan dan kedokteran.
c. Untuk mengetahui konsep sehat dan sakit.
d.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dimensi Sosio Budaya dalam Perspektif Kesehatan
Manusia hidup dan dibesarkan dalam ligkungan sosial tetentu. Secara
sosiologis, individu merupakan representasi di kehidupan lingkungan sosialnya.
Segala yang terjadi di lingkungan sosialnya diamati, dipelajari, dan kemungkinan
diintregasikan dan diinternalisasi sebagai bagian dari kehidupannya sendiri. Setiap
individu memiliki identitas sesuai lingkungan sosialnya. Apa yang dilakukan,
gagasannya, perasaannya merupakan hasil pembentukan lingkungan sosialnya.
Menurut Soerjono (2007), perubahan-perubahan masyarakat dapat
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi,
susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan
dan wewenang, interaksi sosial, dan lain sebagainya. (Soekamto, 2007)
Lingkungan sosial secara nyata juga mempengaruhi perilaku sehat dan
sakit. Peran sehat dan sakit juga berkaitan dengan nilai sosialnya. Individu akan
berperan sehat atau sakit. Diantara faktor lingkungan sosial yang sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan mental adalah stratifikasi sosial, pekerjaan,
keluarga, budaya, perubahan sosial, dan stressor psikososial.
2.1.1

Stratifikasi Sosial
Masyarakat kita terbagi menjadi kelompok tertentu diantaranya jenis

kelamin, usia, tingkat pendidikan, dan status sosial. Ditinjau dari status sosial
banyak pendekatan yang digunakan untuk melakukan klasifikasi. Secara umum
klasifikasi status sosial itu dikelompokan atas stratanya yang dikelompokan
menjadi strata tinggi, menengah, dan rendah.
1. Kelas Sosial Ekonomi dan Revalensi Gangguan Mental
Setiap kelas sosial itu memiliki cara hidup dan interaksi sosial tersendiri
termasuk dalam soal mempersepsikan dan menangani segala persoalan
kehidupanya. Gangguan mental merupakan salah satu masalah di masyarakat
yang memperoleh perhatian dari para ahli untuk dikaji dari aspek strata sosial
masyarakatnya. Berdasarkan penelitian diketahui bahwa stratifikasi sosial yang

ada di masyarakat ternyata berhubungan dengan jenis gangguan mentalnya.


Terdapat distribusi gangguan mental secara berbeda antara kelompok masyarakat
yang berada pada strata sosial yang tinggi dengan strata sosial yang rendah.
Dalam berbagai study dipahami bahwa kelompok kelas sosial rendah lebih besar
prevelansi gangguan psikiatrinya dibanding dengan kelompok sosial tinggi.
2. Status Sosial Ekonomi dan Pola Gangguan
Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan psikiatrik.
Berdasarkan penelitian Holingshead diketahui bahwa masyarakat kelas sosial
rendah diketahui tingginya prevelansi psikotik, sedangkan prevelansi neurotic
lebih banyak pada kelompok kelas. Kesimpulan itu tidak berlaku untuk psikotik
jenis drepesi karena prevelasinya lebih banyak terjadi pada kelompok masyarakat
kelas sosial yang tinggi.
Penelitiaan yang lebih spesifik, yaitu insidendi skizofenia dalam kaitanya
dengan status sosial dilakukan oleh Dunham, memberikan kesimpulannya yang
mendukung kesimpulan Holingshead itu. Jika dikaitkan dengan jenis gangguan
yang di alami, secara jelas dikemukakan oleh Dunham ini adalah:
a. Gangguan neurosis dan depresif lebih banyak dialami oleh kelompok sosial
ekonomi tinggi dan sedikit dari kelompok sosial ekonomi rendah.
b. Sakit mental ( psikosis ) sebaliknya, prevalensinya lebih banyak dialami
oleh kelompok soial ekonomi rendah dan tidak banyak dialami oleh
kelompok sosial ekonomi tinggi.
c. Seleksi sosial lawan sebab social
Ada dua hipotesa yang menjelaskan

fenomena

ini

sebagaimana

dikemukakan Dohrenwend, yaitu hipotesis seleksi dan hipotesis sebab


sosial.
1) Hipotesis seleksi sosial
Hipotesis seleksi sosial menjelaskan bahwa seseorang yang
mengalami gangguan mental membuat dia menjadi miskin. Yang terjadi
adalah peluncuran ke bawah dari status sosial tinggi ke status sosial yang
rendah. Yang meyebabkan seseorang mengalami gangguan mental
menurut teori seleksi sosial ini karena faktor psikologis, genetik, dan
konstitusi.
Pertama, orang yang mengalami gangguan mental akan terjadi
penurunan kemampuan kerja dan sosial, sehigga tida mampu

berkompetensi dalam mempertahankan hidupnya. Mereka yang sembuh


kesakitannya jika bekerja akan ditempatkan pada posisi yang sesuai yaitu
status pekerjaan yang di bawahnya sehingga penghasilan menurun dan
membuat dia berstatus sosial rendah. Kedua orang yang mengalami
gangguan metal secara aktif akan mecari lingkungan sosial yang sesuai
untuk menerima kondisinya.
2) Hipotesis Sebab Sosial
Hipotesis sebab sosial menjelaskan bahwa orang yang miskin
memang memiliki kecenderungan untuk sakit mental. Masyarakat dari
kelas sosial ekonomi rendah, menurut hipotesis ini, lebih rentan jatuh
sakit karena dua kemungkinan :
a) Sifat kecenderungan personal yang dimilikinya sepeti; perasaan tidak
berdaya dan kurang pengendalian terhadap dirinya sendiri.
b) Kondisi sosialnya seperti kekurangan memperoleh dorongan dari
orang lain.
Dunham adalah pihak yang tidak menyepakati faktor ekonomi sebagai
penyebab gangguan psikiatris khususnya skizofrenia. Berdasarkan studynya dia
mengemukakan kemiskinan tidak selalu menimbulkan sakit mental. Yang terjadi
sebaliknya bahwa orang yang menderita skizofrenia memang menunjukkan kelas
sosial ekonomi yang rendah, bukan orang yang berstatus sosial ekonomi rendah
menjaadi skizofrenia. Namun demikian Dunham menetapkan secara pasti apakah
hipotesis yang pertama lebih kuat dibandingkan dengan hipotesis kedua yang
menyangkut hubungan status sosial ekonomi dengan gejala gangguan mental
tidak dapat dipastikan.
2.1.2

Interaksi Sosial
Interaksi sosial banyak dikaji dalam kaitanya dengan gangguan mental.

Ada dua pandangan interaksi sosial ini. Pertama, teori psikodinamik


mengemukakan bahwa orang yang mengalami gangguan emosional dapat
berakibatkan pada pengurangan interaksi sosial, hal ini dapat diketahui dari
perilaku regresi sebagai akibat dari adanya sakit mental. Kedua, bahwa rendahnya
interaksi sosial itulah yang menimbulkan adanya gangguan mental.
Faris dan Dunham berpandangan bahwa interaksi kualitas sosial sangat
mempengaruhi kesehatan mental. Lingkungan kehidupan, setidaknya soal tempat
9

tinggal berhubungan dengan problem kesehatan mental ini. Tempat tinggal dapat
memberi peluang untuk meningkatkan hubungan interpersonal sementara pola
tempat tinggal tertentu dapat mengambat dan menimbulkan kesulitan untuk
hubungan interpersonal. Selain itu, mereka juga berpandangan bahwa tempat
tinggal yang tersolasi dari kehidupan hubungan interpersonal diyakini dapat
meningkatkan insidensi psikosis, schizophrenia.
Hal ini secara sosial terisolasi. Tempat tinggal yang terisolasi secara sosial
tidak hanya karena jarak yang jauh satu dengan yang lain tetapi menyangkut
apakah tempat tinggal itu sendiri memberi suasana yang mampu menciptakan
hubungan interpersonal atau tidak. Clausen dan Kohn mengemukakan bahwa ada
empat macam tempat tinggal yang dipandang menimbulkan pengalaman terisolasi
secara sosial sebaggai berikut:
1. Hidup di dalam tempat tinggal yang menghasilkan atau menibulkan
isolasi sosial karena tempat tinggal itu terus menerus berubah.
2. Hidup adalah wilayah kelompok etnis lain.
3. Hidup dalam masyarakat di lingkungan kumuh, keturunan asing yang
kasar, atau dimasyarakat yang kompetetif yang berakibat isolasi sosial,
khususnya bagi orang sensitif, suka mengalah atau malu-malu.
4. Dalam lingkungan kelas sosial rendah, umumnya kurang asertif pada anak.
Jika tidak menjalin hubungan dengan yang lainnya maka dia akan
terisolasi secara sosial.
2.1.3

Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya

dengan seseorang. Keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal,


berinteraksi atau dengan kata lain dibentuknya nilai-nilai, pola pikir, dan
kebiasaannya. Keluarga juga berfungsi sebagai seleksi segenap budaya luar dan
mediasi hubungan anak dengan lingkunganya. Keluarga yang lengkap dan
funngsional serta mampu membentuk homeostasis akan dapat meningkatkan
kesehatan

mental

para

anggota

keluarganya,

dan

kemungkinan

dapat

meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan mental


dan ketidakstabilan emosional para anggotanya.

10

Dalam pandangan psikodinamik keluarga merupakan lingkungan sosial


yang secara langsung mempengaruhi individu. Keluarga merupakan lingkungan
mikrosistem, yang menentukan kepribadian dan kesehatan mental anak, keluarga
lebih dekat hubungannya dengan anak dibandingkan dengan masyarakat luas
karena itu dapat digambarkan hubungan ketiga unit itu sebagai anak keluarga dan
masyarakat, artinya masyarakat menentukan keluarga dan keluarga menentukan
individu. Banyak sekali kondisi keluarga yang justru menjadi hazard (resiko) bagi
setiap anggota keluarganya dan tentunya berisiko bagi terganggunya anggotanya.
Kondisi keluarga yang menjadi hazard antara lain:
1. Perceraian dan Perpisahan
Dikarenakan berbagai sebab antara anak dan orang tua menjadi faktor
yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku dan kepribadian anak.
Kesimpulannya bahwa percerian atau perpisahan dapat berakibat buruk pada
perkembangan kepribadian anak.
2. Keluarga yang Tidak Profesional
Keluarga yang tidak berfungsi menuju pada keadaan keluarga tetap utuh,
terdiri dari kedua orang tua dan anak-anaknya. Mereka masih menetap di satu
rumah, jadi strukturnya tidak mengalami perubahan. Hanya fungsinya yang tidak
dapat berjalan. Faktor fungsi keluarga ini menjadi lebih penting daripada
perceraian dan perpisahan, bagian ini jauh lebih berakibat buruk pada
perkembangan anak.
3. Perlakuan dan Pengasuhan
Perlakuan orang tua pada anak berkaitan dengan apa yang dilakukan
orang tua atau anggota keuarga lain kepada anak. Apakah dibiarkan diperlakuan
secara kasar atau dimanfaatkan secara salah atau diperlakukan secara penuh
toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Semuanya mempengaruhi
perkembangan pada anak dan juga mungkin berpengaruh pada anggota
keluarganya secara keseluruhan. Kondisi keluarga yang tidak kondusif akan
berakibat gangguan mental bagi anak diantaranya gangguan tingkah laku,
kecemasan, bimbang dan beberapa gangguan jiwa lainnya.
2.1.4

Perubahan Sosial

11

Perubahan sosial selalu terjadi di lingkungan kita. Tidak ada suatu


masyarakat yang tidak mengalami perubahan sosial, termasuk di masyarakat yang
terasingpun. Perubahan sosial itu dapat berlangsung dengan sangat cepat dan ada
pula perubahan yang sangat lambat. Dalam masyarakat modern perubahan sosial
itu sangat mencolok, dan terjadi di berbagai bidang kehidupan. Terjadinya
industrialisasi, kemajuan media komunikasi, perubahan sistam ekonomi, sistem
sosial dan politik yang terus berlangsung menimbulkan perubahan sosial. Di
negara maju perubahan itu secara nyata dirasakan sejak terjadinya revolusi
industri pada abad pertengahan.
Di negara berkembang seperti Indonesia, perubahan sosial terjadi sejak
orde pembangunan yang ditunjukkan dengan pembangunan industri secara besarbesaran yang diikuti oleh banyaknya urbanisasi dengan segala konsekuensinya
termasuk bergesernya pola keluarga dan pengasuhan, interaksi sosial, serta
perubahan nilai-nilai sosial masyarakatnya. Tentunya, perubahan sosial ini akan
berlangsung dan akan terjadi secara cepat. Dampak positif dari perubahan sosial
bagi masyarakat industrialisasi dapat meningkatkan status sosial karena mereka
dapat memanfaatkan pembangunan industri sebagai lapangan pekerjan baru dan
kemungkinan mereka terdorong untuk meningkatkan pendidikanya sehingga
dapat memperoleh pekerjaan yang diinginkan industri itu.
Selain itu adapula dampak negatifnya yaitu perubahan itu membawa
aplikasi terhadap berbagai aspek kehidupan lain seperti adanya aturan dan nilai
baru dan berdampak bagi perubahan aturan dan nilai serta struktur sosial itu tidak
dikehendaki oleh masyarakatnya. Karena itu perubahan sosial itu dapat menjadi
tantangan dan dapat pula menjadi hambatan bagi masyarakat untuk menyesuaikan
diri. Sehubungan dengan perubahan sosial ini terdapat dua kemungkinan yang
dapat terjadi. Perubahan sosial dapat menimbulkan kepuasan bagi masyarakatnya
karena sesuai dengan yang diharapkan dan dapat meningkatkan keutuhan
masyarakatnya, dan hal ini sekaligus meningkatkan kesehatan mental.
Namun di sisi lain, dapat pula berakibat masyarakatnya mengalami
kegagalan dalam penyesuaian terhadap perubahan itu akibatnya mereka
memanifestasikan kegagalan penyesuaian itu dalam bentuk yang patologis,

12

misalnya tidak terpenuhinya tuntutan politik, suatu kelompok masyarakat


melakukan tindak pengrusakan dan penjarahan.
1. Perubahan jangka panjang
Perubahan sosial yang bersifat jangka panjang merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi akibat industrialisasi, perubahan media
komunikasi dari yang tradisional ke sistem modern, kemajuan di bidang
teknologi dan perubahan sistem ekonomi. Dalam kesehatan mental disadari
bahwa perubahan sosial yang jangka panjang itu juga ada pengaruhnya.
Karena perilaku sosialnya dipengaruhi maka aspek kesehatan mental kita
pun turut dipengaruhi.
2. Migrasi: Sebagai Dampak Masyarakat Industri
Industrialisasi selalu menimbulkan migrasi. Dalam migrasi itu,
tidak selalu terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan di lingkungan
yang baru. Migrasi, tidak hanya pindah secara fisik bagi individu, sekaligus
terjadinya suatu perubahan sosial. Karena terjadi migrasi, maka mereka
harus meninggalkan sistem keluarganya dan menjalankan pola keluarga
baru.
Dalam penelitian konvensional yang menyangkut hubungan
migrasi dengan kesehatan mental, ditemukan terdapat pengaruh migrasi
terhadap keseahtan mental. Dilihat dari angka insidensi masuk rumah sakit,
orang-orang migrant lebih banyak mengalami ganbgguan mental migrasi
dibandingkan dengan penduduk aslinya. Demikian juga perbandingan angka
insidensi pada anak-anak mereka yang masuk rumah sakit, gangguan mental
lebih banyak dialami oleh anak-anak dari kalangan pendatang ketimbang
penduduk asli. Hal itu menunjukkan bahwa migrasi itu pada dasranya
memepengaruhi kesehatan mental.
3. Kondisi Krisis
Kondisi krisis banyak terjadi di masyarakat, diantaranya perang,
bencana, atau peristiwa yang dapat menimbulkan krisis bagi masyarakat
seperti krisis ekonomi. Sama halnya dengan kondisi krisis yang lain,
tampaknya krisis itu tidak berpengaruh pada gangguan psikosis, tetapi
pengaruhnya kepada gangguan neurosis. Seperti halnya krisis moneter dan
ekonomi yang terjadi di Indonesia, dalam kurun satu tahun angka masuk
rumah sakit jiwa karena psikotik relatif stabil, tetapi gangguan non psikotik

13

meningkat sangat tajam seperti tingkah laku antisocial termasuk juga


perilaku deviasi soaial untuk perilaku agresivitas dan kriminalitas.
2.1.5

Sosial Budaya
Hubungan kebudayaan dengan kesehatan mental dikemukakan oleh

Wallace, 1963 yang meliputi tiga hal, yaitu:


1. Kebudayaan yang mendukung dan menghambat kesehatan mental.
2. Kebudayaan memberi peran tertentu terhadap penderita gangguan mental.
3. Berbagi bentuk gangguan mental karena faktor kultural.
Upaya peningkatan dan pencegahan gangguan mental dalam telaah
budaya. Dalam kaitannya dengan kesehatan mental, kebudayaan ada yang
memberikan dukungan bagi peningkatan kesehatan mental.
2.1.6

Stressor Psikososial Lain


Ilfeld (1977) menjelaskan situasi dan kondisi peran sosial sehari-hari dapat

menjadi sebagi masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki, dan karena itu dapat
berfungsi sebagai stressor sosial. Meskipun kekuatan pengaruhnya terhadap
kondisi mental stressor sosial itu kuat atau lemah ada kontribusinya.
Faktor sosial lain dapat menghambat kesehatan mental seseorang, di
antaranya konflik dalam hubungan sosial, perkawinan, meninggalnya keluarga
dekat. Stressor psikososial ini secara umum menimbulkan efek negatif bagi orang
yang mengalaminya. Namun demikian tentang variasi stressor psikososial ini akan
berbeda untuk setiap masyrakat, bergantung kepada kondisi sosial masyarakatnya.

2.2 Persepsi Umum Tentang Kesehatan dan Kedokteran


2.1.1 Persepsi Umum Tentang Kesehatan
Kesehatan adalah faktor penting yang sangat dibutuhkan untuk
menjalankan aktivitas sehari-hari. Berbagai macam cara dilakukan untuk
memperoleh kesehatan. Kesehatan menurut WHO (Asmadi, 2008, dalam
Putriyani) diartikan sebagai keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental, dan
sosial, tidak hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan tidak

14

didapatkan secara utuh apabila ada salah satu dari aspek fisik, mental ataupun
sosial yang sedang mengalami gangguan atau masalah.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial
dan ekonomi (Syafrudin & Hamidah, 2009). Hal ini berarti kesehatan seseorang
tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja, tetapi juga diukur dari
produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan secara
ekonomi (Putriyani).
Persepsi dapat diartikan sebagai proses kognitif dalam memahami
informasi tentang diri dan lingkungannya melalui pancaindera, dan tiap-tiap
individu mungkin memberikan tanggapan dan arti yang berbeda. Kesehatan
adalah sejahtera secara fisik, mental dan sosial yang memungkinkan seseorang
untuk dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Dapat disimpulkan bahwa
persepsi tentang kesehatan diri adalah proses kognitif untuk memberi makna
tentang kesejahteraan diri yang terdiri dari aspek fisik, mental dan sosial, setiap
orang mungkin mempunyai tanggapan yang berbeda tentang kesehatan dirinya
(Putriyani).
Persepsi membantu individu untuk dapat menyadari dan dapat mengerti
tentang keadaan yang ada disekitarnya maupun tentang keadaan diri individu yang
bersangkutan. Suryono (2004) menyatakan bahwa self-perception adalah persepsi
yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu, artinya
yang menjadi objek adalah diri sendiri. Termasuk dalam hal kesehatan, persepsi
tentang kesehatan diri merupakan suatu pemaknaan tentang keadaan diri individu
itu sendiri (Putriyani).
Menurut Hamada (2014) beberapa definisi tentang kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat.

15

3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya kesehatan.
5. Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna
Selain berbagai definisi yang telah disebutkan diatas, menurut Bobsusanto
(2015) menyebutkan beberapa pengertian kesehatan dari para ahli adalah sebagai
berikut:
-

Kesehatan merupakan keadaan atau kondisi tubuh yang tidak lemah, fit, bugar,
dan tidak ada gejala atau penyakit yang bersarang didalam tubuh yang dapat

menghambat segala bentuk aktivitas.


Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kesehatan ialah keadaan fisik, mental,
dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan.
Sedangkan dalam Piagam Ottawa dikatakan bahwa kesehatan merupakan
suberdaya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup. Kesehatan ialah
konsep positif yang menekankan pada sumber daya pribadi, sosial, dan

kemampuan fisik.
Undang-undang No 23 Tahun 1992. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

secara sosial dan ekonomis.


Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional Ulama pada
tahun 1983. Menyebutkan bahwa kesehatan merupakan ketahanan jasmani,
rohani, dan sosial yang dimiliki manusia sebagai karunia dari Allah yang

wajib disyukuri dengan cara mengamalkan segala ajaranNya.


Perkins. Menyatakan bahwa kesehatan merupakan suatu keadaan yang
seimbang dan dinamis anatar bentuk dan fungsi tubuh juga berbagai faktor

yang mempengaruhinya.
Paune. Mengemukakan kesehatan sebagai fungsi yang efektif dari sumbersumber perawatan diri yang menjamin sebuah tindakan untuk perawatan diri.
Kesehatan merupakan perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukannya
untuk mendapatkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi psikososial
dan spiritual

16

Neuman. Menyatakan bahwa kesehatan adalah suatu keseimbangan biopsiko,


sosio, kultural dan spiritual pada tiga garis pertahanan yang fleksibel, normal,

dan resisten.
White. Menjelaskan sehat sebagai suatu keadaan dimana seseorang pada
waktu diperiksa tidak memiliki keluhan apapun atau tidak ada tanda-tanda
kelainan atau penyakit
Kesehatan merupakan tingkat efisiensi fungsional dari makhluk hidup.

Pada manusia, kesehatan merupakan kondisi umum dari pikiran dan tubuh
seseorang, yang berarti bebas dari segala gangguan penyakit dan kelainan.
Sehingga makna kesehatan sendiri yaitu sebuah kondisi dimana seseorang
mengalami keadaan yang normal dan sesuai dengan apa yang seharusnya. Jadi,
kesehatan itu sebenarnya adalah sebuah tolok ukur dari suatu keadaan dimana
keadaan tersebut normal atau tidaknya.
2.1.2 Persepsi Umum Tentang Kedokteran
Di dalam visi Indonesia sehat tahun 2010 tercantum gambaran masyarakat
Indonesia dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Oleh karena itu pembangunan kesehatan lebih diutamakan
pembangunan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif (Prisinda,
2010).
Rendahnya

utilisasi

(penggunaan)

fasilitas

kesehatan

seperti

puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya, seringkali kesalahan atau penyebabnya


dilemparkan pada faktor jarak antara fasilitas tersebut dengan masyarakat yang
terlalu jauh (baik jarak secara fisik maupun secara sosial), tarif yang tinggi,
pelayanan yang tidak memuaskan, dan sebagainya. Yang harus diingat lagi adalah
faktor persepsi atau konsep masyarakat itu sendiri tentang sakit (Notoatmodjo,
2007). Jadi, persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan
perilaku pencarian pengobatan (Prisinda, 2010).
Menurut Prisinda (2010) dalam konsep kualitas yang dikenal dengan
servqual model dinyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harapan
dan persepsi pasien terhadap jasa pelayanan. Faktor-faktor tersebut adalah a)
pengalaman dari teman (worth of mouth), b) kebutuhan atau keinginan (personal
17

need), c) pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (post experience),
d) komunikasi melalui iklan/pemasaran (external communication to customer)
(Parasuraman, et.al.,1990).
Rumah Sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah
memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan, baik bersifat bedah maupun non bedah
(Aditama, 2004).
Rumah sakit adalah organisasi dan manajemen dengan ciri khas,
memberikan layanan medis yang dilakukan oleh tenaga medis, dan para medis
profesional seperti: dokter, dokter gigi, dan paramedis yang didukung oleh tenagatenaga non medis, tenaga administrasi dan tenaga teknis lainnya yang memberikan
pelayanan umum beserta sarana dan prasarana yang diperlukan (Djoko
Wijono,2008).
Pada dekade terakhir tidak sedikit permasalahan yang muncul di
masyarakat, yang antara lain diakibatkan oleh interaksi di dalam praktik dokter
dan dokter gigi. Pada hakekatnya, praktik kedokteran bukan hanya interaksi antara
seorang dokter atau dokter gigi terhadap pasiennya, akan tetapi lebih luas
mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan
profesionalisme seorang dokter dan dokter gigi pada saat memberikan pelayanan
(Adisasmito, dkk., 2010).
Institusi pendidikan dokter berupaya untuk menghasilkan pelayanan
kedokteran yang baik terutama di institusi layanan primer yang memiliki unsurunsur penting, salah satunya adalah kompetensi. Kompetensi adalah kemampuan
minimal dalam bidang pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan perilaku
profesional untuk dapat melakukan kegiatan di masyarakat secara mandiri
(Adisasmito, dkk., 2010).
Tenaga dokter sebagai komponen utama dalam pemberian pelayanan
kesehatan, berperanan penting dalam menentukan kualitas pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Kualitas dokter di lapangan sangat ditentukan oleh kualitas
pendidikan kedokteran yang diperolehnya. Pendidikan kedokteran pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan mutu kesehatan bagi pasien dan masyarakat
(Adisasmito, dkk., 2010).

18

Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien dalam definisinya, yaitu
pengembangan hubungan dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara
efisien, dengan tujuan utama penyampaian informasi atau pemberian penjelasan
yang diperlukan dalam rangka membangun kerja sama antara dokter dengan
pasien. Komunikasi yang dilakukan secara verbal dan non-verbal menghasilkan
pemahaman pasien terhadap keadaan kesehatan, peluang dan kendalanya,
sehingga dapat bersama-sama dokter mencari alternatif untuk mengatasi
permasalahannya (Adisasmito, dkk., 2010).
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan komponen
yang sangat penting untuk menumbuhkan kerja sama yang baik antara dokter dan
pasien. Kerja sama yang baik antara dokter dan pasien merupakan kondisi yang
diharapkan sehingga dokter dapat melakukan manajemen pengelolaan masalah
kesehatan bersama pasien berdasarkan kebutuhan pasien (Adisasmito, dkk.,
2010).
Berikut ini merupakan beberapa persepsi umum terkait dengan pemberian
pelayanan kesehatan antara dokter terhadap pasien menurut Adisasmito, dkk.,
(2010) adalah:
-

kebanyakan dokter kurang berkomunikasi dengan pasien dalam hal

menjelaskan tentang penyakit, pengobatan maupun pencegahannya.


di kota besar ada yang mempunyai persepsi bahwa dokter sudah cukup, tetapi
ada persepsi lain di daerah tertentu bahwa dokter yang belum punya

pengalaman dianggap masih kurang terampil.


dokter masih belum dapat sepenuhnya berperan dalam mengelola masalah
kesehatan masyarakatnya, terutama dalam ranah promotif dan preventif.
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan

kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan


yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik
maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat
yang sebenar-benarnya (IDI: Kode Etik Kedokteran, 2014).
Dari berbagai pembahasan yang telah disebutkan diatas dapat disimpulkan
beberapa persepsi tentang kedokteran adalah sebagai berikut:
-

Kedokteran adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan dokter atau


pongobatan penyakit

19

Dokter adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit

dan pengobatannya
Kedokteran adalah ilmu dan praktik yang berfokus pada semua aspek

pelayanan kesehatan menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif


Kedokteran meliputi berbagai praktik perawatan kesehatan yang berkembang
untuk mempertahankan dan memulihkan kesehatan dengan pencegahan dan

pengobatan penyakit
Kedokteran sangat erat hubungannya dalam peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan khususnya pelayanan medis.


Kedokteran merupakan bidang ilmu kesehatan yang dapat mendorong

peningkatan pembangunan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya


Kedokteran merupakan bidang ilmu yang tidak hanya mempelajari bagaimana
cara mengobati penyakit tetapi mencakup lebih luas yang meliputi aspek
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan profesionalisme

seorang dokter saat memberikan pelayanan kesehatan


Kedokteran merupakan ilmu yang umumnya memiliki berbagai cabang
spesialis seperti dokter gigi, bedah, forensik, pediatri, ginekologi, neurologi,

dan lain-lain.
2.3 Konsep Sehat Sakit
2.3.1 Definisi Sehat
A. WHO( 1947 )
-

Sehat suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun


sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.

Mengandung tiga karakteristik :


a. merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
b. memandang sehat dalam konteks lingkungan internal
ataupun eksternal
c. sehat diartikan sebai hidup yang kreatif dan produktif

B. Presidents Communision On Health Need Of Nation Stated ( 1953 )


-

Sehat

bukan merupakan suatu kondisi, tetapi merupakan

penyesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tapi merupakan


suatu proses
-

Proses adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik mereka,


tetapi terhadap lingkungan sosialnya.

C. Pender ( 1982 )

20

Sehat aktualisasi ( perwujudan ) yang diperoleh individu


melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain, perilaku
yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten.
Sedangkan

penyesuaian

diperlukan

untuk

mempertahankan

stabilitas dan integritas sosial.


-

Definisi sehat menurut Pender ini mencakup stabilitas dan


aktualisasi

D. Payne ( 1983 )
-

Sehat fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri ( Self


Care Resources ) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri
( Self Care Action ) secara adekuat.

Self Care Resources mencakup pengetahuan,ketrampilan dan


sikap

Self Care Action perilaku yang sesuai dengan tujuan


diperlakukan

untuk

memperoleh,

mempertahankan

dan

meningkatkan fungsi, psikososial dan spiritual.


E. Menurut Perseorangan
-

Pengertian dan gambaran seseorang tentang sehat sangat


bervariasi, persepsi

2.3.2

Faktor Yang Mempengaruhi Diri Seseorang Tentang Sehat

1. Status perkembangan
-

Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan


berespon terhadap perubahan dalam kesehatan dikaitkan dengan
usia.

Contoh : Bayi dapat merasakan sakit, tapi tidak dapat


mengungkapkan dan mengatsainya.

Pengetahuan perawat tentang status perkembangan individu


memudahkan untuk melaksanakan pengkajian terhadap individu
dan membantu mengantisipasi perilaku-perilaku selanjutnya

2. Pengaruh sosiokultural

21

Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat yang


diturunkan dari orang tua pada anaknya.

Contoh : Orang Cina, sehat adalah keseimbangan antara Yin dan


Yang
Orang dengan ekonomi rendah memandang flu sesuatu
yang biasa dan merasa sehat

3. Pengalaman masa lalu


-

Seseorang dapat merasakan nyeri/sakit atau disfungsi ( tidak


berfungsi ) keadaan normal karena pengalaman sebelumnya

Membantu menentukan defenisi seseorang tentang sehat

4. Harapan seseorang tentang dirinya


-

Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang tinggi


baik fisik maupun psikososialnya jika mereka sehat

2.3.4

Definisi Sakit

Defiasi/penyimpangan dari status sehat


1. Parsors ( 1972 )
Sakit Gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas,
termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian
sosialnya
2. Baursams ( 1965 )
Seseorang menggunakan tiga criteria untuk menentukan apakah mereka
sakit :
3. Adanya gejala : naiknya temperatur, nyeri
4. Persepsi tentang bagaimana mereka mersakan baik, buruk, sakit
5. Kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari, bekerja atupun
sekolah
2.3.5

Penyakit
Istilah medis yang digambarkan sebagai gangguan dalam fungsi tubuh
yang menghasilkan berkurangnya kapasitas

Hubungan antara sehat, sakit dan penyakit


Pada dasarnya merupakan keadaan sehat dan sakit
22

Hasil intraksi sesorang dengan lingkungan

Sebagai manifestasi keberhasilan/kegagalan dalam berdaptasi dengan


lingkungan

Gangguan kesehatan : ketidakseimbangan antara factor : Host-AgentEnvironment

2.3.6

Tahapan Sakit

1. Tahap gejala
Tahap Transisi :
Individu percaya ada kelainan dalam tubuhnya, merasa dirinya
tidak sehat, merasa timbulnya berbagai gejala, merasa ada bahaya.
Mempunyai tiga asapek :
Secara Fisik
Kognitif

: Nyeri, panas tinggi,

: Interpretasi terhadap gejala

Respon emosi

: Cemas

Konsultasi dengan orang terdekat : gejala dan perasaan, kadangkadang mencoba pengobatan di rumah.
2. Tahap asumsi terhadap peran sakit ( Sick Role )
Penerimaan terhadap sakit
Individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit
Mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain, mengobati
sendiri, mengikuti nasehat teman/keluarga.
Akhir dari tahap ini ditemukan bahwa gejala telah berubah dan merasa
lebih baik.
Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya.
Rencana pengobatan dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan
pengalaman selanjutnya.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
-

Individu yang sakit

: meminta nasehat dari profesi kesehatan

atas inisiatif sendiri

23

Tiga type informasi

: Validasi keadaan sakit. Penjelasan tentang

gejala yang tidak dimengerti. Keyakinan bahwa mereka akan


sembuh/lebih baik
-

Jika tidak ada gejala

: Individu mempresepsikan dirinya telah

sembuh, jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan


4. Tahap ketergantungan
-

Jika profesi kesehatan memvalidasi (memantapkan) bahwa seseorang


sakit, orang akan menjadi pasien yang tergantung untuk memperoleh
bantuan

Setiap orang mempunyai tingkat ketergantungan yang berbeda sesuai


dengan kebutuhan

Perawat mempunyai tugas

Mengkaji kebutuhan ketergantungan pasien dikaitkan dengan


tahap perkembangan
Support terhadap perilaku yang mengarah pada kemandirian
5. Tahap penyembuhan
-

Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada


peran sehat dan fungsi sebelum sakit

Kesiapan untuk fungsi sosial

Perawat mempunyai tugas

a. Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan


kemandirian
b. Memberi harapan dan support
2.3.7

Perilaku Peran Sakit (Sick Role Behaviour)


Kegiatan yang dilakukan oleh individu yang mempertimbangkan dirinya
sakit. Dengan tujuan untuk memperoleh kesehatan
Parsons memandang ada empat aspek dari peran sakit :
a. Klien tidak memegang tanggung jawab untuk kondisi mereka
(selama sakit)
b. Klien dibebaskan dari fuyngsi tugas dan sosial

24

c. Klien diharuskan untuk berusaha memperoleh kondisi sehat


secepat mungkin
d. Klien

dan

keluarga

harus

mencari

bantuan

orang

yang

berkompeten
2.3.8

Dampak Sakit
Efek sakit terhadap anggota keluarga :
a. Perubahan peran
b. Meningkatkan stress sehubungan dengan kecemasan tentang hasil
dari penyakit dan konflik tentang ketidakbiasaan dan tanggung
jawab
c. Masalah keuangan
d. Kesepian sebagai akibat dari perpisahan
e. Perubahan dalam kebiasaan social

25

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Faktor

sosial

masyarakatnya.

budaya
Terdapat

turut

memepengaruhi

sejumlah

aspek

kesehatan

sosial

mental

budaya

yang

mempengaruhi kesehatan mental masyarakat, di antaranya adalah:


stratifikasi sosial yang ada di masyarakat, interaksi sosial, sistem dalam
keluarga, perubahan-perubahan sosial seperti migrasi, perubahan jangka
panjang, dan kondisi krisis. Kebudayaan yang ada di masyarakat dapat
pula mempengaruhi kesehatan mental masyarakatnya.
2. Self-perception adalah persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
berasal dari dalam diri individu, artinya yang menjadi objek adalah diri
sendiri. Termasuk dalam hal kesehatan, persepsi tentang kesehatan diri
merupakan suatu pemaknaan tentang keadaan diri individu itu sendiri.
Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental maupun
sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sedangkan
sakit adalah gangguan dalam fungsi normal individu sebagai totalitas,
termasuk keadaan organisme sebagai sistem biologis dan penyesuaian
sosialnya
3.2 Saran
1. Disarankan kepada masyarakat untuk lebih memperhatikan hal-hal yang
terkait sosial budaya yang dapat memperngaruhi kondisi kesehatan baik
anggota

masyarakatnya

sehingga

dapat

mempetahankan

kondisi

kesehatannya.
2. Disarankan kepada dinas kesehatan terkait untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
3. Disarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan pembangunan
kesehatan sehingga mempermuda masyarakat dalam menjangkau akses
pelayanan kesehatan yang bermutu.

26

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito, W., dkk. 2010. Persepsi Stakeholders tentang Kompetensi Dokter di
Layanan Kesehatan Primer: Maj Kedokteran Indonesia (60)(1), (online),
(http://tropic-infection.ui.ac.id/data/index.php?
uPage=jurnal.view_detail&smod=publikasi&sp=public&id_publication=3
11), diakses 25 September 2016
Bobsusanto. 2015. 10 Pengertian Kesehatan Menurut Para Ahli Terlengkap.
(online), (www.seputarpengetahuan.com), diakses 26 September 2016
Hamada, M. 2014. Tinjauan Pustaka. (online),
(http://eprints.ung.ac.id/1686/9/2012-2-48401-821309025-bab206022013100006.pdf), diakses 26 September 2016
IDI. 2014. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik
Kedokteran Indonesia. (online), (http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/KodeEtik-Kedokteran.pdf), dikases 26 September 2016
Paradigma Sehat, Pola Hidup Sehat, dan Kaidah Sehat.Pusat Penyuluhan
Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI, 1998.
Prisinda, D. 2010. Persepsi Pasien Terhadap kualitas Pelayanan dan Kepuasan
Sebagai Strategi Dalam Meningkatkan Peran Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung 2010.
(online), (http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20253072-T%2028496Persepsi%20pasien-full%20text.pdf), diakses 25 September 2016
Putriyani, P. Persepsi tentang Kesehatan Diridan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perilaku Berobat ke Dukun Cilik Ponari. (online),
(https://www.mysciencework.com/publication/download/7f5f7d73274cd3e
155db949a3e8a2dc2/fc8cba240cd7ab45e61036c59f08a333), diakses 25
September 2016
Sudarti, dkk. (1985). Persepsi Masyarakat Tentang Sehat-Sakit dan Posyandu.
Depok: Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia.
Soekamto, S. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:Raja Grafindo Persada.

27

Anda mungkin juga menyukai