Metode disc diffusion (tes Kirby dan Bauer) untuk menentukan aktivitas
agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada
media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada
media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan
pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba permukaan media
agar. (lihat gambar)
E-test
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari
kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan permukaan media agar yang telah
ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar.(lihat gambar)
Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit
yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian
tengah secara membujur dan mikroba uji ( maksimum 6 macam ) digoreskan
kearah parit yang berisi agen antimikroba.
Cup-plate technique
metode ini serupa dengan mitode disc diffusion, dimana dibuat sumur pada media
agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi
agen antimikroba yang akan diuji.
Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoretis
bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji
ditambahkan. Campuran kemudian dituang kedalam cawan petri dan diletakkan
dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dihitung diatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi
dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan
pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai
panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.
Bila: X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau
/mL,
Maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau g/mL.
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari
lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi
keseluruhan hasil pada media padat.
1. Metode dilusi
Metode dilusi dibedankan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi
padat (solit dilution).
Metode ini mengukur MIC dan MBC (minimum inhibitory concentration atau
kadar bunuh minimum,KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri
pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan
mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih
tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut
selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba, dan diunkubasi selama 18-24 jam . media cair yang tetap
terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat
(solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang
diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.
1. Uji aktivitas anti fungi
Pada uji ini kebutuhan media berbeda dengan uji menggunakan bakteri.media
yang umum digunakan adalah Sabouroud Dextrose Liquid/solid, Czapex Dox, dan
media khusus fungi lain. Uji ini serupa dengan uji untuk bakteri, dimana spora
fungi atau miselium fungi dilarutkan pada larutan agen antimikroba uji, dan
selanjudnya pada interval waktu tertentu disubkultur pada media yang sesuai.
Setelah diinkubasi, pertumbuhan fungi pun diamati.
2. Uji aktivitas antivirus
Uji aktivitas antivirus menggunakan kultur jaringan maupun inokulasi telur
berembrio. Campuran antara suspensi virus dan larutan agen antimikroba uji
dibuat dalam seri pengenceran. Seri pengenceran ini dibuat pada serum yang telah
diinaktivasi, misalnya serum kuda, dan diinokulasikan pada kultur sel atau telur
berembrio. Sebagai kontrol digunakan larutan tanpa virus. Karena obat juga dapat
tosik pada kultur jaringan atau telur, maka toksisitasnya harus diuji. Seri
pengenceran Obat dicampurkan dengan serum yang dinaktivasi dan dinokulasi ke
dalam sel jaringan atau telur berembrio. Pengamatan dilakukan setiap hari
terhadp ada atau tidaknya kerusakan sel atau jaringan.
Selain menggunakan kultur sel atau telur, uji aktivitas antivirus juga dapat
dilakukan pada hewan percobaan, contohnya pada pengujian virus hepatitis B
(HBV) yang tidak dapat ditumbuhkan pada kultur sel ataupun telurberembrio.
Uji bioautografi
Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada
kromatogram hasil KLT ( kromatografi lapis tipis ) yang memiliki aktifitas
antibakteri, antifungi dan antivirus, sehingga mendekatkan metode separasi
dengan uji biologis.
Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efesien untuk mendeteksi adanya
senyawa antimikroba karna letak bercak dapat ditentukan walaupun berada dalam
campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk mengisolasi senyaw
aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak dapat digunakan untuk
menetukan KHM dan KBM. Ada dua macam metode bioautografi, yaitu:
Uji Ames
Uji Ames (Ames test) merupakan uji untuk mengidentifikasi bahan kimia yang
bersifat mutagenik atau karsinogenik dengan menggunakan bakteri sebagai
indikator kasinogenik. Uji ini didasarkan pada pengamatanbahwa paparan bakteri
mutan terhadap substansi mutagenikdapat menyebabkan mutasi baru yang
meniadakan efek mutasi asli berupa perubahan fenotipe, disebut back mutation
atau reversion.
Secara spesifik, uji Ames menguji Salmonella auksotrof histidin (sel-his) yaitu
mutan Salmonella yang kehilangan kemampuan untuk mensintesis histidin,
menjadi sel his+ setelah perlakuan dengan bahan mutagenik.
Bahan kimia harus diaktivasi ( diubah secara kimia kedalam bentuk kimia yang
relatif ) dengan menggunakan enzim hewani agar aktivitas atau karsinogenik
dapat muncul. Bahan kimia uji dan bakteri mutan diinkubasi bersama-sama
dengan ekstrak hati tikus yang kaya enzim aktivasi. Bila bahan kimia yang diuji
bersifat mutagenik, akan terbentuk reversi bakteri his- menjadi his+ . jumlah
revertant yang terbentuk mengindikasikan derajat mutagenik atau
karsinogenikbahan kimia yang diuji
Penyempurnaan lebih lanjut terhadap uji Ames memungkin penyaringan bahanbahan yang memerlukan aktivitas metabolik sebelum motagenitas bahan-bahan itu
tampak. Hal ini bisa dilakukan dengan menggabungkan pada lapisan agar bagian
atas, bersama dengan bakteri tersebut, homogenat hati tikus ( atau manusia ) yang
sistem enzim pengaktivasinya telah dimunculkan dengan pengeksposan pada
campuran bifenil yang telah mengalami poliklorinasi. Uji ini kadang-kadang
disebut pengukuran Salmonella atau mikrosom karna menggunakan fraksi-fraksi
homogenat hati yang disebut fraksi S9dan mengandung banyak mikrosom hati.
Penting disadari bahwa uji ini bersifat fleksibek dan dan masih mengalami
modifikasi dan pengembangan. Hampir semua karsinogen manusia yang telah
diketahui telah diuji dan menunjukkan hasil positf. Karsinogen tersebut meliputi
bahan-bahan seperti -naftilamin, kondensat asap rokok aflatoksin B, dan vinil
klorida, dan juga obat-obatan yang digunakan pada pengobatan kanker seperti
adriamisin, daunomisin dan mitomisin C.
Penggunaan mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia
Keamanan dan kemanjuran obat harus dievaluasi secara luas sebelum digunakan
untuk mengobati penyakit pada manusia. Penelitian terhadap cara obat
dimetabolisasi sangat bermanfaat karena penelitian semacam ini menyediakan
informasi tentang cara aksi obat, mengapa obat menunjukkan toksisitas, serta
bagaimana obat didistribusikan, diekskresikan, dan disimpan didalam tubuh.
Secara tradisonal, penelitian metabolisme obat menggunakan model binatang, dan
sampai pada batas tertentu, menggunakan preparasi mikrosomal hati, kultur
jaringan dan sistem organ tertentu. Masing-masing model ini memiliki
kekurangan dan kelebihan tertentu dan terdapat tekanan cukup besar dari
kelompok-kelompok pemerhati binatang untuk menghentikan penggunaan
binatang pada penelitian ilmiah.
Penggunaan sistem mikrobial sebagai model in vitro untuk metabolisme obat
pada manusia disebabkan oleh adanya banyak kesamaan diantara sistem enzim
mikrobial tertentu dan sistem enzim hati mamalia. Kelebihan utama penggunaan
mikroorganisme adalah kemampuannya untuk menghasilkan jumlah metabolit
yang signifikan, sebaliknya hal tersebut sulit diperoleh dari sistem binatang atau
sintesis kimiawi. Selain itu, penggunaan mikroorganisme dapat mengurangi biaya
operasional penelitian bianatang.
Penelitian metabolisme obat mikrobial biasanya diawali menapis (skrining)
sejumlah besar mikroorganisme untuk mengetahui kemampuannya dalam
mitabolisme suatu substrat obat. Sebagai substrat biasnya ditumbuhkan pada
media seperti glukosa pepton pada tabung labu yang digoyang-goyang untuk
memberikan aerasi yang baik. Obat sebagai substrat biasanya ditambahkan setelah
pertumbuhan 24 jam, kemudian diambil sebagai sampel untuk mengetahui adanya
metabolit dengan interval tertentu sampai 14 hari setelah penambahan substrat.
Tidak lama lagi setelah ditentukan bahwa suatu mikroorganisme memetabolisme
obat, proses secara keseluruhan dapat diperbesar sklalanya untuk prduksi
sejumlah besar metabolit menentukan struktur dan sifat-sifat biologisnya.
Misalnya, metabilisme obat antidepresan imipramin. Didalam sistem mamalia,
imiparamin dimetabolisme menjadi lima metabolit utama, yaitu 2hydroxymipramine, 10- hydroxymipramine, iminodibenzil, imipramine-N-oxide,
dan desipramin. Untuk penelitian metabolisme mikrobial, sejumlah besar fungi
ditapis, dan beberapa diantaranya dipilih untuk produksi skala preparatif metabolit
imipramin. Cunninghamella blacesleeana menghasilkan metabolit terhidroksilasi
berupa 2- hydroxymipramine dan 10- hydroxymipramine; Aspergillus flavipes
menghasilkan turunan N-oxide, sedangkan fusarium oxysporum f.sp cepae