Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
A.LATARBELAKANG
Seiring dengan kemajuan dan perkembangan ekonomi dewasa ini dan juga semakin ketatnya
persaingan yang terjadi dalam dunia usaha,baik dalam negeri maupun diluar negeri dimana
system ekonomi dewasa ini sudah memasuki era persaingan global antar Negara.Oleh karena
itu dirasakan perlu adanya pemahaman serta pengetahuan bagi kalangan pelaku ekonomi
guna meningkatkan mutu,kinerjanya dalam mengembangkan unit-unit usahanya.dan bagi
para mahasiswa hal ini akan dirasa sangat bermanfaat nilainya didalam kita mempelajari
peranan pelaku-pelaku ekonomi yang ada di Indonesia sehingga akan memberikan gambaran
yang jelas dalam mahasiswa mendapatkan tambahan wawasan dan pengetahuan sebagai
bekal nantinya.Hal inilah yang melatarbelakangi penting bagi setiap mahasiswa untuk
mempelajari aspek-aspek yang saling terkait dalam perekonomian,dimana pelaku ekonomi
memiliki peran yang sangat strategis,dan pemerintah juga berperan penting sebagai pemberi
juga pemegang kebijakan yang dapat member makna positif bagi para pelaku ekonomi baik
itu kebijakan yang berdampak langsung maupun tidak langsung bagi pelaku ekonomi
itu sendiri.Jadidengan demikian mahasiswa dapat melakukan analisis-analisis yang terkait
dengan hal itu.Mahasiswa juga dituntut lebih pro aktif untuk ikut serta menyumbangkan
pengetahuan maupun pemikiran-pemikirannya untuk kemajuan ekonomi.

B.TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Memperoleh agar para Mahasiswa memperoleh gambaran pelaku-pelaku ekonomi yang ada
secara garis besar dalam suatu perekonomian.serta kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh
Pemerintah bagi para pelaku ekonomi yang ada di Indonesia yang bersifat langsung maupun
tidak langsung dalamperekonomian.Dan juga kebijakan menyeluruh dalam ekonomi.
2.Tujuan Khusus
Agar para Mahasiswa lebih memahami dan mengetahui seberapa penting arti para pelaku
ekonomi didalam ikut serta menggerakkan roda perekonomian dan juga memahami
pentingnya peran Pemerintah dalam melindungi para pelaku ekonomi dengan penerapan
berbagai kebijakan baik yang secara langsung bagi para pelaku ekonomi maupun tidak
langsung berpengaruh bagi para pelaku ekonomi itu sendiri.

C. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menyelesaikan tugas pada mata kuliah ekonomi
2. Sebagai bahan dalam memberikan sumbangan pemikiran pada masyarakat/pelaku ekonomi
serta pemerintah dalam kegiatan perekonomian.
3. Sesuai dengan program study yang mahasiswa ambil yaitu Manajemen Ekonomi,makalah
ini akan membantu dalam pelaksanaan program selanjutnya terlebih jika mahasiswa nantinya
akan melanjutkannya pada jenjang berikutnya.
D. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan penulis
menggunakan beberapa metode penulisan sebagai berikut:
1. Studi Kepustakaan : yaitu penulis membaca buku-buku dan kumpulan artikel-artikel yang
didapat melalui media Internet/Blog,maupun berita secara Online yang berkaitan dengan
penelitian ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pelaku Ekonomi
1.Definisi
Pelaku ekonomi merupakan pihak-pihak yang melakukan kegiatan ekonomi. Secara garis
besar, pelaku ekonomi dapat dikelompokkan menjadi lima pelaku, yaitu rumah tangga,
perusahaan, koperasi, masyarakat, dan negara. Setiap pelaku ekonomi ada yang berperan
sebagai produsen, konsumen, atau distributor.
BAB III
PEMBAHASAN
A.Pelaku-Pelaku Ekonomi
1. Rumah Tangga Keluarga
Rumah tangga keluarga adalah pelaku ekonomi yang terdiri atas ayah, ibu, anak, dan anggota
keluarga lainnya. Rumah tangga keluarga termasuk kelompok pelaku ekonomi yang cakupan
wilayahnya paling kecil adalah pemilik berbagai faktor produksi,antara lain tenaga kerja,
tenaga usahawan, barang-barang modal, kekayaan alam, dan harta tetap (seperti tanah dan
bangunan). Faktor-faktor produksi yang disediakan oleh rumah tangga keluarga akan
ditawarkan kepada sektor perusahaan.
Karena mereka telah memberikan tenaga mereka untuk membantu menghasilkan barang atau
jasa. Pada saat rumah tangga keluarga bekerja, mereka akan memperoleh penghasilan.
Penghasilan yang diperoleh rumah tangga keluarga dapat berasal dari usaha-usaha berikut ini.
a. Usaha sendiri,
b. Bekerja pada pihak lain,
c. Menyewakan faktor-faktor produksi,

. Penghasilan-penghasilan yang diperoleh rumah tangga keluarga tersebut dapat digunakan


untuk dua tujuan, yaitu membeli barang atau jasa dan ditabung.

a. Membeli berbagai Barang atau Jasa (Konsumsi)


Perbedaan-perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
1) Kebiasaan hidup
2) Jumlah anggota keluarga
3) Status sosial
4) Lingkungan
5) Pendapatan
b . Disimpan/Ditabung
Sisa penghasilan yang digunakan untuk konsumsi dapat disimpan atau ditabung. Kegiatan
menabung dilakukan untuk memperoleh dividen (bunga). Di samping itu kegiatan menabung
dapat berfungsi sebagai cadangan dalam menghadapi berbagai kemungkinan buruk di masa
depan.
2. Perusahaan
Perusahaan adalah organisasi yang dikembangkan oleh seseorang atau sekumpulan orang
dengan tujuan untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang dibutuhkan
masyarakat. Kegiatan ekonomi yang dilakukan rumah tangga perusahaan meliputi kegiatan
konsumsi, produksi, dan distribusi. Perusahaan adalah tempat berlangsungnya proses
produksi. Dengan demikian, kegiatan pokok yang dilakukan oleh perusahaan adalah kegiatan
produksi (menghasilkan barang). Hal ini juga sekaligus menunjukkan bahwa perusahaan
adalah pelaku ekonomi yang berperan sebagai produsen. Berdasarkan lapangan usahanya,
perusahaan yang ada dalam perekonomian dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu
industri primer, industri sekunder, dan industri tersier.

a. Industri Primer
Industri primer adalah perusahaan yang mengolah kekayaan alam dan memanfaatkan faktorfaktor produksi yang disediakan oleh alam. Contohnya, pertanian, pertambangan, perikanan,
kehutanan, peternakan.

b . Industri Sekunder
Industri sekunder adalah perusahaan-perusahaan yang menghasilkan barang industri atau
perusahaan-perusahaan yang mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi dan siap
untuk dikonsumsi masyarakat. Contohnya: perusahaan mobil, sepatu, pakaian, dan lainlain.
c . Industri Tersier
Industri tersier adalah industri yang menghasilkan jasa-jasa perusahaan yang menyediakan
pengangkutan (transportasi), menjalankan perdagangan, memberi pinjaman, dan
menyewakan bangunan.
3. Pemerintah
Pemerintah adalah badan-badan pemerintah yang bertugas untuk mengatur kegiatan ekonomi.
Seperti halnya rumah tangga keluarga dan perusahaan, pemerintah juga sebagai pelaku
ekonomi yang melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.
a. Kegiatan Konsumsi Pemerintah
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya membutuhkan barang dan jasa. Kegiatan konsumsi
pemerintah dapat berupa kegiatan membeli alat-alat tulis kantor, membeli alat-alat
kedokteran, membeli peralatan yang menunjang pendidikan, menggunakan tenaga kerja
untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah, dan sebagainya.
b . Kegiatan Produksi Pemerintah
Pemerintah ikut berperan dalam menghasilkan barang dan atau jasa yang diperlukan dalam
rangka mewujudkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Hal ini sesuai dengan UUD
1945 Pasal 33 ayat (2), yang berbunyi: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara
dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pelaksanaan peran
pemerintah dalam kegiatan produksi diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh
sektor perekonomian. Sebagai pelaksana kegiatan produksi pemerintah mendirikan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN). Berikut ini maksud dan tujuan pendirian BUMN berdasarkan
UU Nomor 19 Tahun 2003.
1) Memberikan sumbangan bagi perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan
negara pada khususnya.
2) Mencari keuntungan.
3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang
bermutu tinggi dan memadai bagi orang banyak.

4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor
swasta dan koperasi.
5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi
lemah, koperasi, dan masyarakat.
c . Kegiatan Distribusi Pemerintah
Selain melakukan kegiatan konsumsi, pemerintah juga berperan dalam kegiatan distribusi.
Berikut
ini
kegiatan-kegiatan
distribusi
yang
dilakukan
pemerintah.
1) Menyalurkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membantu kegiatan operasional
yang ada di sekolah. Misalnya mengenai penyediaan buku-buku pelajaran, dan sebagainya.
2) Memberi bantuan kepada rakyat miskin berupa penyaluran raskin (beras rakyat miskin)
melalui BULOG. Selain melakukan kegiatan pokok-pokok ekonomi, pemerintah juga
berperan sebagai pengatur dan pelaksana kebijakan. Peran pemerintah sebagai pengatur yaitu
dengan mengeluarkan berbagai peraturan yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi.
Tujuan dibuatnya peraturan adalah agar kegiatan-kegiatan ekonomi dijalankan secara wajar
dan tidak merugikan masyarakat. Sebagai contoh peraturan mengenai impor barang.
Pemerintah menetapkan berbagai tarif masuk barang. Hal ini dimaksudkan agar barangbarang yang berasal dari luar negeri tidak mudah masuk ke Indonesia. Peraturan-peraturan
pemerintah lainnya masih banyak, seperti peraturan pendirian industri, peraturan ekspor,
perbaikan lalu lintas, kebijakan fiskal dan moneter, dan berbagai peraturan kegiatan ekonomi
lainnya.
3.Masyarakat sebagai pelaku ekonomi maksudnya adalah masyarakat luar negeri.
Masyarakat luar negeri juga termasuk pelaku ekonomi yang penting bagi perekonomian,
karena berhubungan dengan transaksi luar negeri. Transaksi luar negeri tidak hanya berupa
transaksi perdagangan, namun juga berhubungan dengan penanaman modal asing, tukar
menukar tenaga kerja, serta pemberian pinjaman.
Kegiatan konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat luar negeri, akan tampak pada aktivitas
berikut ini.
a. Membeli barang-barang yang tidak diproduksi oleh masyarakat dalam negeri.
b. Menggunakan fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh negara, seperti bandara, stasiun,
pasar, dan sebagainya.
c. Menikmati objek-objek wisata negara lain seperti pegunungan, pantai, candi, dan objekobjek yang lainnya.
d. Menggunakan tenaga kerja-tenaga kerja dari negara lain.

Masyarakat juga melakukan kegiatan produksi. Kegiatannya akan tampak pada aktivitas
berikut ini.
a. Masyarakat luar negeri menghasilkan barang yang tidak diproduksi oleh negara lain.
b. Melakukan penanaman modal di negara lain.
c. Memberikan pinjaman kepada negara yang membutuhkan.
d. Mengirimkan tenaga kerja dan tenaga ahli ke negara-negara yang membutuhkan.
Melalui kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat luar negeri akan memberikan
pengaruh yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara. Berikut ini beberapa peran
masyarakat luar negeri dalam kegiatan ekonomi.
a. Melalui kegiatan perdagangan (kegiatan ekspor impor) dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di negara yang bersangkutan.
b. Adanya tukar-menukar tenaga kerja antarnegara dapat meningkatkan produktivitas tenaga
kerja, sehingga dapat meningkat mutu serta jumlah barang yang dihasilkan.
c. Membuka lapangan kerja baru.
d.
Meningkatkan
keuangan
atau
pendapatan
negara
berupa
devisa.
Para pelaku ekonomi (rumah tangga, masyarakat luar negeri, perusahaan, dan negara) pada
dasarnya mempunyai hubungan yang sangat erat.
5. Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang
berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi
merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD
1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional..
B.PERANAN PELAKU EKONOMI
Setiap negara mempunyai permasalahan ekonomi dan setiap negara mempunyai cara
tersendiri dalam mengatasinya. Ada negara yang dengan tegas menentukan bahwa
pemerintah yang harus mengatasi setiap masalah ekonomi, dan pemerintahlah pula yang
mengatur semua kegiatan ekonomi. Sebaliknya ada negara yang berpendapat bahwa dalam
mengatasi setiap masalah ekonomi dan mengatur semua kegiatan ekonomi diserahkan pada
pihak swasta. Selain itu ada juga negara yang mencari jalan tengah antara keduanya.
Bagaimana setiap negara menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi menunjukkan

sistem ekonomi yang dianutnya. Dalam rangka menjalankan sistem ekonominya, negara akan
membutuhkan pelakupelaku ekonomi. Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai
bagaimana bentuk-bentuk sistem ekonomi yang ada di dunia dan siapa saja pelaku-pelaku
ekonominya.
C.KEBIJAKAN PEMERINTAH dalam BIDANG EKONOMI
a.Peran dan Fungsi Pemerintah di Bidang Ekonomi
Dalam upaya peningkatan kehidupan ekonomi, individu, dan anggota masyarakat tidak hanya
tergantung pada peranan pasar melalui sektor swasta. Peran pemerintah dan mekanisme pasar
(interaksi permintaan dan penawaran pasar) merupakan hal yang bersifat komplementer
(bukan substitusi) dengan pelaku ekonomi lainnya.
Pemerintah sebagai salah satu pelaku ekonomi (rumah tangga pemerintah), memiliki fungsi
penting dalam perekonomian yaitu berfungsi sebagai stabilisasi, alokasi, dan distribusi.
Adapun penjelasannya sebagai berikut :
Fungsi Stabilisasi, yakni fungsi pemerintah dalam menciptakan kestabilan ekonomi,
sosial politik, hokum, pertahanan, dan keamanan.
Fungsi Alokasi, yakni fungsi pemerintah sebagai penyedia barang dan jasa publik
seperti pembangunan jalan raya, gedung sekolah, penyediaan fasilitas penerangan,
dan telepon.

Fungsi Distribusi, yakni fungsi pemerintah dalam pemerataan atau distribusi


pendapatan masyarakat.

Perlunya peran dan fungsi pemerintah dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut:

Perlunya peran dan fungsi pemerintah dalam Pembangunan ekonomi dibanyak


negara umumnya mencakup intervensi pemerintah baik secara langsung maupun tidak
langsung. Intervensi pemerintah diperlukan dalam perekonomian untuk mengurangi
dari kegagalan pasar (market failure) seperti kekakuan harga monopoli dan dampak
negatif kegiatan usaha swasta contohnya pencemaran lingkungan.

Mekanisme pasar tidak dapat berfungsi tanpa keberadaan aturan yang dibuat
pemerintah. Aturan ini memberikan landasan bagi penerapan aturan main, termasuk
pemberian sanksi bagi pelaku ekonomi yang melanggarnya. Peranan pemerintah
menjadi lebih penting karena mekanisme pasar saja tidak dapat menyelesaikan semua
persoalan ekonomi.

Kebutuhan publik meliputi dua macam barang, yaitu barang dan jasa publik dan
barang dan jasa privat. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
Barang dan jasa publik adalah barang dan jasa yang pemanfaatannya dapat
dinikmati bersama.
Contoh barang dan jasa publik yaitu jalan raya, fasilitas kesehatan, pendidikan,
transportasi, air minum, dan penerangan..
Barang dan jasa privat adalah barang dan jasa yang diproduksi dan penggunaannya
dapat dipisahkan dari penggunaan oleh orang lain.
Contoh : pembelian pakaian akan menyebabkan hak kepemilikan dan penggunaan
barang berpindah kepada orang yang membelinya.
Selain itu, peran penting pemerintah baik secara langsung dan tidak langsung didalam
di dalam kehidupan ekonomi adalah untuk menghindari timbulnya eksternalitas,
khususnya dampak sampingan bagi lingkungan alam dan sosial. Pada umumnya
sektor pasar (sektor swasta) tidak mampu mengatasi dampak eksternalitas yang
merugikan seperti pencemaran lingkungan yang timbul karena persaingan antar
lembaga ekonomi.
Pada intinya, pemerintah ikut serta dalam kegiatan perekonomian dengan peran
pemerintah yakni dengan melakukan intervensi baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Intervensi Pemerintah dalam Perekonomian
Berikut adalah intervensi pemerintah secara langsung dan tidak langsung dalam
penentuan harga pasar untuk melindungi konsumen atau produsen melalui kebijakan
penetapan harga minimum (floor price) dan kebijakan penetapan harga maksimum
(ceiling price).
a. Intervensi Pemerintah secara Langsung
b.

Penetapan Harga Minimum (floor price)

c. Penetapan harga minimum atau harga dasar yang dilakukan oleh pemerintah
bertujuan untuk melindungi produsen, terutama untuk produk dasar pertanian.
Misalnya harga gabah kering terhadap harga pasar yang terlalu rendah..
d.

Penetapan Harga Maksimum (ceiling price)

e. Penetapan harga maksimum atau Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dilakukan
pemerintah bertujuan untuk melindungi konsumen. Kebijakan HET dilakukan
oleh pemerintah jika harga pasar dianggap terlalu tinggi diluar batas daya beli
masyarakat (konsumen). Penjual tidak diperbolehkan menetapkan harga diatas
harga maksimum tersebut. Contoh penetapan harga maksimum di Indonesia antara
lain harga obat-obatan diapotek, harga BBM, dan tariff angkutan atau transportasi
seperti tiket bus kota, tarif kereta api dan tarif taksi per kilometer. Seperti halnya
penetapan harga minimum, penetapan harga maksimum juga mendorong
terjadinya pasar gelap.
f. Intervensi Pemerintah secara Tidak Langsung
Penetapan Pajak
Kebijakan penetapan pajak dilakukan oleh pemerintah dengan cara mengenakan
pajak yang berbeda-beda untuk berbagai komoditas. Misalnya untuk melindungi
produsen dalam negeri, pemerintah dapat meningkatkan tarif pajak yang tinggi
untuk barang impor. Hal tersebut menyebabkan konsumen membeli produk dalam
dalam negeri yang harganya relatif lebih murah.
Pemberian Subsidi
Pemerintah dapat melakukan intervensi atau campur tangan dalam pembentukan
harga pasar yaitu melalui pemberian subsidi. Subsidi biasanya diberikan
pemerintah kepada perusahaan-perusahaan penghasil barang kebutuhan pokok.
Subsidi juga diberikan kepada perusahaan yang baru berkembang untuk menekan
biaya produksi supaya mampu bersaing terhadap produk-produk impor. Kebijakan
ini ditempuh pemerintah dalam upaya pengendalian harga untuk melindungi
produsen maupun konsumen sekaligus untuk menekan laju inflasi.
.
Kebijakan lain yang dilakukan Pemerintah selaku pemegang otorias Ekonomi
antara lain
a. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal berhubungan erat dengan kegiatan pemerintah sebagai pelaku
sektor publik. Kebijakan fiskal dalam penerimaan pemerintah dianggap sebagai
suatu cara untuk mengatur mobilisasi dana domestik, dengan instrumen utamanya
perpajakan. Dinegara sedang berkembang seperti Indonesia, kebijakan moneter
dan kebijakan luar negeri belum berjalan seperti yang diharapkan. Dengan
demikian, peranan kebijakan fiskal dalam bidang perekonomian menjadi semakin
penting.
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk

mengendalikan atau mengarahkan perekonomian pada saat kondisi yang lebih


baik. Caranya yaitu mengatur penerimaan dan pengeluaran pemerintah.
Kebijakan fiskal pemerintah dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif.
Kebijakan yang bersifat ekspansif dilakukan pada saat perekonomian sedang
menghadapi masalah pengangguran yang tinggi. Tindakan yang dilakukan
pemerintah adalah dengan memperbesar pengeluaran pemerintah (misalnya
menambah subsidi kepada rakyat kecil) atau mengurangi tingkat pajak. Adapun
kebijakan fiskal kontraktif adalah bentuk kebijakan fiskal yang dilakukan pada
saat perekonomian mencapai kesempatan kerja penuh atau menghadapi inflasi.
Tindakan yang dilakukan adalah mengurangi pengeluaran pemerintah atau
memperbesar tingkat pajak.
b. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan ekonomi yang digunakan Bank Indonesia
sebagai otoritas moneter, untuk mengendalikan atau mengarahkan perekonomian
pada kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah uang yang
beredar (JUB) dan tingkat suku bunga. Kebijakan moneter tujuan utamanya
adalah
mengendalikan
jumlah
uang
yang
beredar
(JUB).
Kebijakan moneter mempunyai tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi
pemerintah lainnya,dalam kebijakan moneter Bank Sentral (Bank Indonesia)
mengendalikan jumlah uang yang bersedar (JUB),Bank Sentral dapat
mempertahankan, menambah, atau mengurangi JUB untuk memacu pertumbuhan
ekonomi sekaligus mempertahankan kestabilan harga-harga. Kebijakan moneter
memiliki selisih waktu (time lag) yang relatif lebih singkat dalam hal
pelaksanaannya. Hal ini terjadi karena Bank Sentral tidak memerlukan izin dari
DPR dan kabinet untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi
masalah yang sedang dihadapi dalam perekonomian.
Kebijakan moneter memiliki tiga instrumen;
operasi pasar terbuka (open market operation)
kebijakan tingkat suku bunga (discount rate policy)
rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
1. Operasi pasar terbuka ( open market operation )
Yaitu kebijakan pemerintah mengendalikan jumlah uang yang bredar dengan cara menjual
atau membeli surat-surat berharga milik pemerintah. Di Indonesia operasi pasar terbuka
dilakukan dengan menjual atau membeli Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU).

2.Fasilitas Diskonto ( Discount Rate )


Salah satu fasilitasnya yaitu adanya tingkat bunga diskonto yang maksudnya
adalah tingkat bunga yang ditetapkan pemerintah atas bank-bank umun yang meminjam ke
bank sentral,pemerintah melakukan suatu cara yaitu menurunkan tingkat bunga penjaman
(tingkat diskonto). Dengan tingkat bunga pinjaman yang lebih murah, maka keinginan bankbank untuk meminjam uang dari bank sentral menjadi lebih besar, sehingga jumlah uang
yang beredar bertambah dan sebaliknya.
3. Rasio Cadangan Wajib ( Reserve Requirement Ratio )
Penetapan ratio cadangan wajib juga dapat mengubah jumlah uang yang beredar. Jika rasio
cadangan wajib diperbesar, maka kemampuan bank memberikan kredit akan lebih kecil
dibandingkan sebelumnya.

Selain ketiga instrumen yang bersifat kuantitatif tersebut, pemerintah dapat melakukan
himbauan moral (moral suasion). Misalnya untuk mengendalikan jumlah uang beredar (JUB)
di masyarakat, Bank Indonesia melalui Gubernur Bank Indonesia memberi saran supaya
perbankan mengurangi pemberian kredit ke masyarakat atau ke sektor-sektor tersebut.
Kebijakan moneter dapat bersifat ekspansif maupun kontraktif. Kebijakan moneter ekspansif
dilakukan pemerintah jika ingin menambah jumlah uang beredar di masyarakat atau yang
lebih dikenal kebijakan uang longgar (easy money policy). Sebaliknya, jika pemerintah ingin
mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, kebijakan moneter yang ditempuh adalah
kebijakan moneter kontraktif atau yang lebih dikenal kebijakan uang ketat (tight money
policy). Selain itu dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Sentral dapat menggunakan
tiga instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), kebijakan tingkat suku
bunga (discount rate policy) dan rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio).
c. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri
Kebijakan Perdagangan Luar Negeri merupakan salah satu bagian kebijakan ekonomi makro.
Karena merupakan salah satu bagian dari kebijakan ekonomi makro maka kebijakan
perdagangan internasional bekerja sama dengan baik dengan kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter. Kebijakan Perdagangan Luar Negeri adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah
yang mempengaruhi struktur atau komposisi dan arah transaksi perdagangan serta
pembayaran internasional.
Tujuan dari kebijakan perdagangan luar negeri yaitu sebagai berikut :
Melindungi kepentingan nasional dari pengaruh negatif yang berasal dari luar negeri seperti

dampak inflasi di luar negeri terhadap inflasi di dalam negeri melalui impor atau efek resesi
ekonomi dunia (krisis global) pertumbuhan ekspor Indonesia.
Melindungi industri nasional dari persaingan barang-barang impor.
Menjaga keseimbangan neraca pembayaran sekaligus menjamin persediaan valuta asing
(valas) yang cukup, terutama untuk kebutuhan impor dan pembayaran cicilan serta bunga
utang luar negeri.
Menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
Meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan perdagangan luar negeri terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor
Tujuan Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor adalah untuk mendukung dan
meningkatkan pertumbuhan ekspor. Tujuan kebijakan ini dapat dicapai dengan berbagai
kebijakan, antara lain kebijakan perpajakan dalam berbagai bentuk, misalnya pembebasan
atau keringanan pajak ekspor dan penyediaan fasilitas khusus kredit perbankan bagi eksportir.
Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor
Kebijakan Proteksi atau Kebijakan Impor bertujuan untuk melindungi industry di dalam
negeri dari persaingan barang-barang impor. Kebijakan proteksi dapat diterapkan dengan
berbagai instrumen, baik yang berbentuk tarif maupun non tarif. Proteksi-proteksi yang
dilakukan dengan tidak menggunakan tarif disebut non-tariff barriers. Hambatan yang
termasuk ke dalam hambatan non-tarif, antara lain kuota, subsidi, diskriminasi harga,
larangan impor, premi, dan dumping.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pelaku Ekonomi dan Pemerintah
sama sama memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan Perekonomian di
Indonesia untuk mewujudkan kesejahteraan bersama segenap masyarakat Indonesia yang
merata hingga ke pelosok.Keterkaitan hubungan antara Para Pelaku Ekonomi dan Pemerintah
sebagai pemegang Kebijakan sangat saling tergantung di dalam membangun Perekonomian
yang mapan dan sinergi dalam pemenuhan kebutuhan Masyarakat pada umumnya.Demikian
pula Pemerintah mampu memberikan proteksi(perlindungan) bagi Pelaku Ekonomi untuk
bisa bersaing di Era pasar Globalisasi dewasa ini.

Peranan UKM terhadap Pertumbuhan dan Perekonomian di Indonesia


Abstrak
Menghadapi persaingan bebas, usaha menengah dinilai jauh lebih siap dilihat dari segi
kemampuan SDM, skala usaha dan kemampuannya untuk melakukan inovasi dan akses
pasar. Dalam perjalanannya pembinaan terhadap UKM, lebih condong kepada pembinaan
pengusaha kecil, sementara pembinaan terhadap usaha menengah seolah-olah terlupakan.
Kebijakan pengembangan usaha bagi usaha menengah belum bersandar pada satu peraturan
pemerintah sebagai payung kebijakan, dan dalam aras pengembangan usaha, masih terdapat
grey area dalam pengembangan usaha menengah
Salah satu strategi untuk mendorong kinerja dan peran UKM dalam pasar bebas serta
mengatasi kesenjangan yang terjadi, adalah dengan menumbuhkan usaha menengah yang
kuat dalam membangun struktur industri. Strategi pengembangan usaha menengah ini praktis
banyak dilupakan sejalan dengan kurang diperhatikannya entitas dan posisi usaha menengah
dalam pertumbuhan ekonomi maupun dalam kebijakan pengembangan UKM.
Sekalipun peran usaha menengah lebih rendah dibandingkan dengan usaha kecil. Namun
dengan memperhatikan posisi strategis dan keunggulan yang dimilikinya, Usaha menengah
layak untuk didorong sebagai motor pengembangan UKM dalam persaingan bebas. Hal ini
karena potensi teknologi dan sumberdaya manusianya jauh lebih tinggi dari pada usaha kecil.
Lebih jauh penulis mengungkapkan bahwa dengan terjadinya pergeseran tatanan ekonomi
dunia pada persaingan bebas, dapat dikatakan bahwa UKM menghadapi situasi yang bersifat
double squeze yaitu situasi yang datang dari sisi internal berupa ketertinggalan produktivitas,
efisiensi dan inovasi; dan situasi yang datang dari eksternal pressure. Dengan adanya dua
fenomena di atas yang perlu diperhatikan adalah masalah ketimpangan struktur usaha dan
kesenjangan usaha besar dengan usaha kecil dan menengah.
Dalam era perdagangan bebas, dimana siklus produk relatif pendek dan sangat ditentukan
oleh selera konsumen, mengharuskan setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup
terhadap pasar dan kemampuan inovasi produk, guna meningkatkan daya saingnya. Justru hal
inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki oleh UKM pada umumnya. Disisi lain UKM
memegang peran penting dalarn perekonomian Indonesia baik ditinjau dari segi jumlah usaha
maupun dalam penciptaan lapangan kerja. Dalam hal ekspor, UKM memiliki potensi untuk
meningkatkan penerimaan ekspor. Hanya saja potensi ini belum dimanfaatkan dengan
optimal. Hanya UKM yang bergerak di sektor industri tertentu saja yang sudah melakukan
ekspor.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan
rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern.

Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan
tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen. 1. Departemen Perindustrian dan
Perdagangan; 2. Departemen Koperasi dan UKM, namun demikian usaha pengembangan
yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya, karena pada kenyataannya
kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar.
Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja, sehingga hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir disemua sektor, antara
lain : perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
Kata kunci : Peran UKM terhadap pertumbuhan dan perekonomian di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
Peranan UKM dalam Perekonomian
Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang peranan usaha skala kecil
menengah (UKM). Beberapa kesimpulan, setidak-tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai
hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang,
telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di
Amerika Serikat sejak perang dunia II, sumbangan UKM ternyata tak bisa diabaikan (D.L.
Birch, 1979).
Negara-negara berkembang yang mulai mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di
negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan
ekonomi. Ada perbedaan titik tolak antara perhatian terhadap UKM di negara-negara sedang
berkembang (NSB) dengan di negara-negara industri maju. Di NSB, UKM berada dalam
posisi terdesak dan tersaingi oleh usaha skala besar. UKM sendiri memiliki berbagai ciri
kelemahan, namun begitu karena UKM menyangkut kepentingan rakyat/masyarakat banyak,
maka pemerintah terdorong untuk mengembangkan dan melindungi UKM. Sedangkan di
negara-negara maju UKM mendapatkan perhatian karena memiliki faktor-faktor positif yang
selanjutnya oleh para cendekiawan (sarjana sarjana) diperkenalkan dan diterapkan ke NSB.
Beberapa keunggulan UKM terhadap usaha besar antara lain adalah :
Inovasi dalam teknologi yang telah dengan mudah terjadi dalam pengembangan produk.
Hubungan kemanusiaan yang akrab didalam perusahaan kecil.
Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak atau penyerapannya terhadap
tenaga kerja.
Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah
dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis.
Terdapatnya dinamisme managerial dan peranan kewirausahaan.
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, karena semakin terbukanya pasar
didalam negeri, merupakan ancaman bagi UKM dengan semakin banyaknya barang dan jasa
yang masuk dari luar dampak globalisasi. Oleh karena itu pembinaan dan pengembangan

UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat strategis untuk mengangkat
perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai dimasa mendatang. Dengan
berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha
kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada tahun 1996 data Biro Pusat Statistik
menunjukkan jumlah UKM = 38,9 juta, dimana sektor pertanian berjumlah 22,5 juta (57,9%),
sektor industri pengolahan = 2,7 juga (6,9 %), sektor perdagangan, rumah makan dan hotel =
9,5 juta (24%) dan sisanya bergerak dibidang lain. Dari segi nilai ekspor nasional (BPS,
1998). Nilai ini jauh tertinggal bila dibandingkan ekspor usaha kecil negara-negara lain,
seperti Taiwan (65 %), Cina 50 %), Vietnam (20 %), Hongkong (17 %), dan Singapura (17
%). Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan yang tepat untuk mendukung UKM seperti antara
lain: perijinan, teknologi, struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan.
Data statistik menunjukkan jumlah unit usaha kecil mikro dan menengah (UMKM)
mendekati 99,98 % terhadap total unit usaha di Indonesia. Sementara jumlah tenaga kerja
yang terlibat mencapai 91,8 juta orang atau 97,3% terhadap seluruh tenaga kerja Indonesia.
Menurut Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM seperti dilansir sebuah media massa, bila
dua tahun lalu jumlah UMKM berkisar 52,8 juta unit usaha, maka pada 2011 sudah
bertambah menjadi 55,2 juta unit. Setiap UMKM rata-rata menyerap 3-5 tenaga kerja. Maka
dengan adanya penambahan sekitar 3 juta unit maka tenaga kerja yang terserap bertambah 15
juta orang. Pengangguran diharapkan menurun dari 6,8% menjadi 5 % dengan pertumbuhan
UKM tersebut. Hal ini mencerminkan peran serta UKM terhadap laju pertumbuhan ekonomi
memiliki signifikansi cukup tinggi bagi pemerataan ekonomi Indonesia karena memang
berperan banyak pada sektor ril.
Negara besar dan kaya sumberdaya alam seperti Indonesia dengan jumlah penduduk
mendekati seperempat milyar membutuhkan kegiatan ekonomi yang berpijak pada sektor ril.
Investasi swasta (termasuk asing) perlu diarahkan pada penanaman modal di sektor ril bukan
non riil. Aliran dana investasi yang berupa hot money' hanya akan menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang semu dan rentan terhadap gejolak politik. Jika ini terjadi maka
dapat mengganggu perekonomian bangsa secara keseluruhan.

BAB II
PEMBAHASAN
Krisis ekonomi memberi pelajaran berharga tentang kekuatan bangunan struktur usaha
Indonesia. Usaha besar yang melalui strategi industri substitusi impor pada periode 19701985 dan dilanjutkan strategi industri promosi ekspor mulai 1985 diharapkan memberikan
efek menete ternyata hanya melahirkan bangunan stuktur industri yang rapuh dan timpang.
Usaha besar yang jumlahnya sedikit namun menguasai lebih dari 70% total asset usaha di
Indonesia. Sementara usaha kecil dengan jumlah yang sangat besar tidak mengalami imbas
dari penguasaan asset dan perkembangan yang dialami usaha besar. Namun ketika krisis
menghantam perekonomian Indoneisa, terbukti usaha besar yang lebih rapuh daya tahannya
terhadap krisis.
Dalam proses membangun kembali kebijakan pemulihan ekonomi, diperlukan pendlaman
bagaimana peran dari masing-masing skala usaha. Pada masa lalu, pemerintah lebih menitik
beratkan pada usaha mengembangkan usaha besar dengan konglomerasi yang dilakukan dan
diharapkan menjadi motor pertumbuhan ekonomi. Disisi, pengembangan UKM berada pada
dua pola berpikir yang berkembang. Pertama, UKM ditempatkan sebagai unit usaha yang
perlu mendapat dukungan melalui proteksi khsusunya terhadap persaingan dan dukungan
melaui pola bapak angkat. Pola ini menghasilkan kebijakan yang bersifat government and
protection policy. UKM menjadi tidak cukup mampu untuk bersaing (bahkan untuk skala
menengah sekalipun), lemah dala melakukan inovasi dan kurang mampu melakukan
penetrasi pasar yang lebih luas. Pemikiran kedua, menempatkan posisi dan pengembangan
UKM sebagaimana unit usaha bisnis yang harus tumbuh dalam lingkungan persaiangan.
UKM tidak perlu diberikan proteksi dan bantuan yang berlebihan dan bahkan dirasakan akan
sangat berkembang dalam iklim persaingan ekonomi pasar yang sehat dengan intervensi yang
seminimal mungkin. Pola pemikiran kedua ini tdak mengarahkan pada pola do nothing
policy tapi lebih cenderung kepada pemikiran market driven policy.
Banyak kalangan memang akan meragukan kemampuan UKM untuk berada dalam kondisi
pasar yang bersaing dengan dukungan dan proteksi yang minimum. Disamping itu, pilihan
pada kebijakan yang cenderung pada government and protection policy secara politis akan
lebih populis serta terlihat lebih cepat hasilnya (dirasakan langsung oleh UKM). Disisi lain,
keberadaan usaha menengah sebagai salah satu pilar UKM yang harusnya sudah lebih
mandiri dan menjadi pendorong skala usaha di bawahnya menjadi dilupakan. Seperti biasa,
UKM kemudian menjadi lebih identik dengan pengembangan usaha kecil dan mikro yang
memang harus mendapat berbagai jenis bantuan dan proteksi. Akibatnya usaha menengah
juga menjadi sosok yang terbiasa dengan proteksi, captive market dan menginginkan
berbagai fasilitas yang disertai dengan manajemen yang tradisional membuatnya sulit
berkembang. Fenomena struktur usaha yang timpang dimana usaha menengah secara

kuantitas tidak bisa menjadi penyangga struktur industri menunjukkan tidak berkembangnya
usaha menengah.
Fakta tentang UKM dan Posisi Usaha Menengah
Kemampuan UKM untuk bertahan dalam kondisi krisis terjadi karena dua faktor utama.
Pertama, kandungan lokal yang tinggi pada input produksinya. Local content yang tinggi
tidak semata-mata menghindarkan keterpurukan akibat depresiasi rupiah yang menyebabkan
meningkatnya biaya produksi pada usaha yang banyak menggunakan input impor.
Keunggulan faktor pertama ini juga dapat diteruskan untuk menghasilkan untuk
menghasilkan komoditas dengan keunikan dan kekhasan tertentu yang menjadi nilai lebih
produk untuk membuatnya memiliki daya saing lebih dipasar. Secara filosofi, suatu produk
akan memiliki nilai lebih dan daya saing dipasar ketia produk yang dihasilkan dapat menjadi
yang terbaik (to be number one) di kelasnya atau menjadi satu-satunya (to be the only one).
Disisi lain, kebanyakan produksi UKM masih mengandalkan pasar lokal dan permintaan
dalam negeri sebagai sumber omsetnya kecuali pada produk tertentu[1][3]. Belum banyak
produk UKM bahkan yang berasal dari usaha menengah yang mampu melakukan ekspor
langsung. Kemampuan melakukan inovasi yang lemah dan merasa cukup puas dengan apa
yang sudah didapat menjadi faktor yang membuat kemampuan untuk bersaing daya produk
yang dihasilkan tidak cukup kuat.
Kemampuan fleksibilitas UKM dalam merespon fluktuasi permintaan pasar yang bersumber
dari keunggulan skala ekonomi untuk melakukan penyesuaian pemanfaatan kapasitas
produksi dengan cepat. Perubahan permintaan yang terjadi dengan cepat dipasar pada saat
krisis mampu direspon oleh UKM tanpa terjadinya inefisiensi yanhg begitu besar. Studi
CESS dan The Asia Foundation (2002) terhadap industri skala menengah dan besar
menunjukkan bahwa semakin kecil skala usaha, semakin kecil dampak penurunan output yan
terjadi akibat krisis. Fleksibilitas dalam melakukan penyesuaian kapasitas produksi menjadi
faktor yang mendukung kecilnya dampak penurunan output pada usaha skala kecil dan
menengah.
Harus diakui sampai saat ini UKM telah secara efektif menjadi safety valveekonomi dalam
penyediaan tenaga kerja, memproduksi output dan sumber kehidupan dan ketenangan bagi
jutaan rakyat Indonesia. Salah satu indikasi mengapa UKM bertahan adalah karena salah satu
atau kombinasi alasan berikut: (a) tidak terkaitnya kegiatan ekonomi UKM dengan pinjaman
dollar, (b) seperti dilaporkan oleh (CESS, 1999) UKM mampu mengadakan langkah
penghematan dengan subsitusi input mahal terhadap input yang lebih murah, dan (c) serta
mampu melakukan keanekaragaman usaha (differensiasi usaha) dan membuka pasar
baru (diversifikasi pasar) dan (d) UKM pada dasarnya majoritas bergerak berdasarkan modal
sendiri dan bukan pinjaman (CESS, 1999).
Namun temuan lain hasil studi ini juga menunjukkan bahwa sumber kurangnya kemampuan
daya saing pasar yang paling dirasakan khususnya oleh usaha skala menengah justru akibat
lingkungan usaha yang tidak kondusif dengan banyaknya pungutan pungutan yang
menggeragoti margin. UKM yang notabene riil melakukan kegiatan produktif sangat
mengandalkan margin yang didapat sebagai modal untuk melakukan akumulasi kapital
maupun efisiensi untuk meningkatkan daya saing. Penurunan margin akibat berbagai bentuk
pungutan akan berimplikasi pada penurunan kemampuan melakukan akumulasi kapital
sehingga berdampak pada kemampuannya melakukan akumulasi kapital, menurunkan
efisiensi dan memaksanya meningkatkan harga jual sehingga menjadi sulit bersaing dalam
iklim pasar yang kompetitif. Dipihak lain, hambatan tersebut semakin melemahkan motivasi
UKM untuk berkembang lebih maju melalui inovasi, perluasan pasar maupun peningkatan
skala usaha.

Studi CESS dan Swisscontact (2003) terhadap UKM ekspor di Bali juga menunjukkan bahwa
pada kondisi pasar yang semakin kompetitif, lingkungan bisnis yang tidak kondusif dan
menambah beban biaya menjadi masalah yang sangat mengganggu kenyamanan berusaha
eksportir/trading house. Akibatnya daya saing dari produk eksportir/trading house dari Bali
yang notabene berasal dari UKM, menurun tajam karena sulit bersaing dengan produk dari
negara yang ongksos produksinya lebih murah. Bali yang merupakan salah satu andalan
ekspor UKM (termasuk untuk produk dari daerah lain) dihadapi oleh semakin memburuknya
iklim usaha akibat semakin banyaknya pungutan dan perijinan yang dihadapi. Akibatnya
trading house yang menjadi saluran ekspor bagi produk UKM untuk meraih pasar
mancanegara semakin merasa berat untuyk mempertahankan usahanya.

UKM Sudah Terbukti


Bisnis UMKM tersebar di segala penjuru Tanah Air di pelosok nusantara dengan cukup
merata. Memang jiwa entrepreneurship' warga bangsa ini melekat sejak lama bahkan jauh
sebelum Negara merdeka. UKM telah terbukti sepanjang sejarah bangsa muncul sebagai
motor penggerak dan penyelamat perekonomian Indonesia. UKM mampu menopang sendisendi perekonomian bangsa dimasa sulit dan krisis ekonomi menerjang negeri ini terutama
tahun 1997/1998. Kala itu perusahaan besar ternyata tidak berdaya dan oleng. Sejumlah
konglomerat memperoleh fasilitas pinjaman dari pemerintah yang dikenal dengan bantuan
likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tapi perusahaan tak kunjung terselamatkan malah terjadi
penggelapan BLBI. Triliunan rupiah dikucurkan pemerintah (BI) raib tak jelas rimbanya.
Ironis, pemerintah terpaksa gigit jari, tidak ada itikad baik taipan yang mengemplang BLBI.
"Air susu dibalas dengan air tuba".
Kini mari kita lihat secara faktual keberadaan UKM ditengah-tengah merebaknya jejaring
kapitalisme pada perekenomian bangsa ini. Senyatanya UKM amat berperan tidak hanya ikut
meredam gejolak sosial akibat angka pengangguran yang kian besar, tetapi secara makro turut
menumbuh-ratakan ekonomi Negara. Dalam konteks ini kiranya penting disimak data BPS
mengenai sumbangan UKM pada peningkatan produk domestik bruto (PDB). Tahun lalu
UKM menyumbang 56% dari total PDB di Indonesia. Kepedulian pemerintah atas tumbuhkembang UKM adalah tepat dan relevan terutama pada fokus pengembangan sektor riil.
UKM lebih "bermain" di sektor riil yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga
bermanfaat tidak hanya bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga pemerataan kesejahteraan
rakyat.
Demikian banyaknya UKM yang telah lama menjalankan usahanya dan memiliki prospek
luar biasa, tapi karena kurang dana dan pemahaman manajemen masih terbatas, maka UKM
jarang menjadi besar. Sebagai contoh berdasarkan pengalaman penulis di Malang ada penjual
es degan (kelapa muda) yang menjajakan dagangannya dengan rombong sederhana tapi
memiliki omset mencapai 1 juta rupiah per hari. Semangat, tekad dan kemauan pebisnis sejati
ini untuk mengembangkan usahanya cukup besar. Tetapi sayang mereka kurang modal dan
kurang tercerahkan wawasan manajemen bisnisnya. Peran ini sebenarnya bisa difasilitasi
pihak perbankan kita. Dalam konteks ini maka peran perbankan diperlukan.
Perbankan Diwajibkan Membantu UKM
Upaya menumbuh-ratakan perekonomian Indonesia sebaiknya diarahkan pada penguatan
manajemen UKM. Sudah rahasia umum bahwa perbankan lebih suka berbisnis dengan
pengusaha besar dengan omset miliaran bahkan triliunan rupiah. Secara logika memang
berbisnis dengan usaha besar bisa membawa untung.gede. Namun yang dilihat lebih pada
keuntungan semata, padahal resiko kerugian tidak kalah besar dan usahanya belum teruji

tahan banting seperti UKM karena mungkin usahanya "ujug-ujug" (tahu-tahu) sudah besar
"dikatrol sana sini". Saat krisis moneter banyak usaha besar gulung tikar, sehingga juga
mempengaruhi sektor perbankan. Merangkul UKM bagi perbankan justtru lebih aman dam
menguntungkan dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.
Senyatanya prospek bisnis UKM terbuka luas dan menjanjikan. Berdasar pengamatan penulis
banyak usaha kecil /UKM yang demikian laris, namun manajemen bisnis mereka masih
sederhana. Hal ini dimaklumi oleh karena kebanyakan mereka menjalankan usaha dengan
"learning by doing", tidak memperoleh pendidikan khusus. Menjalankan usaha acapkali
awalnya karena situasi dan kondisi yang mengharuskan mereka untuk berbisnis dengan
segala keterbatasan yang ada. Bila saja pihak perbankan bisa menyalurkan kredit sekaligus
membantu mempertajam manajemen bisnis mereka, maka UKM akan tumbuh-kembang
secara profesional. Sementara pihak perbankan pun akan menuai banyak manfaat dari
kemajuan UKM tersebut. Ada semacam simbiosis mutualistis yang saling melengkapi.
Pada masa sebelum krisis 1998 perbankan tampak asyik masyuk dengan pengusaha besar
padahal para konnglomerat itu pula yang telah menjatuhkan kinerja perbankan kita. Tanpa
seleksi ketat para taipan "advonturir" itu biasanya terlalu berani ambil resiko yang unsur
spekulasinya juga tinggi. Akibatnya pun kita tahu sendiri bisa fatal! Sedangkan pihak UKM
biasanya patuh pada koridor siklus (proses) bisnis normal yang tidak mengada-ngada alias
tidak aneh-aneh, karena umumnya target dan bidikan pasar jelas, usaha barang atau jasa yang
diperdagangkan pun sudah berlangsung cukup lama.
Krisis yang terjadi di Indonesia pada 1997 merupakan momen yang sangat menakutkan bagi
perekonomian Indonesia. Krisis ini telah mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor
ekonomi berubah. Usaha besar satu persatu pailit karena bahan baku impor meningkat secara
drastis, biaya cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dolar
yang menurun dan berfluktuasi. Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah
sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan
usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap
bertahan, bahkan cendrung bertambah.
Ada beberapa alasan mengapa UKM dapat bertahan di tengah krisis moneter 1997 lalu.
Pertama, sebagian besar UKM memproduksi barang konsumsi dan jasa-jasa dengan elastitas
permintaan terhadap pendapatan yang rendah, maka tingkat pendapatan rata-rata masyarakat
tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan barang yang dihasilkan. Sebaliknya kenaikan
tingkat pendapatan juga tidak berpengaruh pada permintaan. Kedua, sebagian besar UKM
tidak mendapat modal dari bank. Implikasinya keterpurukan sektor perbankan dan naiknya
suku bunga, tidak banyak mempengaruhi sektor ini. Berbeda dengan sektor perbankan
bermasalah, maka UKM ikut terganggu kegiatan usahanya. Sedangkan usaha berkala besar
dapat bertahan. Di Indonesia, UKM mempergunakan modal sendiri dari tabungan dan
aksesnya terhadap perbankan sangat rendah.
Terbukti saat krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, UKM hadir sebagai suatu solusi
dari sistem perekonomian yang sehat. UKM merupakan salah satu sektor industri yang
sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis global yang melanda dunia. Dengan
bukti ini, jelas bahwa UKM dapat diperhitungkan dalam meningkatkan kekompetitifan pasar
dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada.
Kegiatan UKM meliputi berbagai kegiatan ekonomi, namun sebagian besar berbentuk usaha
kecil yang bergerak disektor pertanian. Pada 1996, data Biro Pusat Statistik (BPS)
menunjukkan, jumlah UKM sebanyak 38,9 juta dengan rincian: sektor pertanian berjumlah
22,5 juta (57,9%); sektor industri pengolahan 2,7 juta (6,9%); sektor perdagangan, rumah
makan dan hotel sebanyak 9,5 juta (24%); dan sisanya bergerak di bidang lain.
Jumlah UKM yang ada meningkat dengan pesat, dari sekitar 7 ribu pada tahun 1980 menjadi
sekitar 40 juta pada tahun 2001. Sementara itu total volume usaha, usaha kecil dengan modal

di bawah Rp. 1 miliar yang merupakan 99,85% dari total unit usaha, mampu menyerap
88,59% dari total tenaga kerja pada tahun yang sama. Demikian juga usaha skala menengah
(0,14% dari total usaha) dengan nilai modal antara Rp. 1 miliar sampai Rp. 50 miliar hanya
mampu menyerap 10,83% tenaga kerja. Sedangkan usaha skala besar (0,01%) dengan modal
di atas Rp. 54 miliar hanya mampu menyerap 0,56% tenaga kerja. Melihat sumbangannya
pada perekonomian yang semakin penting, UKMseharusnya mendapat perhatian yang
semakin besar dari para pengambil kebijakan. Khususnya lembaga pemerintahan yang
bertanggung jawab atas perkembangan UKM.
Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia UKM selalu digambarkan sebagai sektor yang
mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan
rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik di sektor tradisional maupun modern.
Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan
tahapan pembangunan yang dikelola oleh dua departemen yaitu Departemen Perindustrian
dan Perdagangan, serta . Departemen Koperasi dan UKM. Namun, usaha pengembangan
yang telah dilaksanakan masih belum memuaskan hasilnya karena pada kenyataannya
kemajuan UKM sangat kecil dibandingkan dengan kemajuan yang sudah dicapai usaha besar.
Pelaksanaan kebijaksanaan UKM oleh pemerintah selama Orde Baru, sedikit saja yang
dilaksanakan, lebih banyak hanya merupakan semboyan saja sehingga hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pemerintah lebih berpihak pada pengusaha besar hampir di semua sektor, antara
lain perdagangan, perbankan, kehutanan, pertanian dan industri.
Dengan adanya kebijakan dan dukungan yang lebih besar seperti perijinan, teknologi,
struktur, manajemen, pelatihan dan pembiayaan, UKM diharapkan dapat berkembang pesat.
Perkembangan UKM diharapkan dapat bersaing sehat dengan pasar besar di tengah bebasnya
pasar yang terjadi saat ini. Selain itu, UKM dapat diharapkan untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan masyarakat secara
keseluruhan sehingga terciptanya kekompetitifan dan stabilitas perekonomian Indonesia yang
baik.
Dalam kerjasama bisnis kapitalistik selama ini jika satu usaha besar goyah maka ini luar biasa
dampaknya yang dapat menggoyahkan perbankan. Oleh karenanya tata pandang perbankan
terhadap UKM harus diubah secara signifikan. Sejatinya UKM sesuai amanah Pasal 33 UUD
45 yang berpijak pada ekonomi kerakyatan. Pemerintah sebagai pemilik amanah konsitusi
mesti menyusun cetak biru dan kebijakan yang mewajibkan perbankan sesuai kapasitasnya
masing-masing untuk membantu UKM dari berbagai sisi dan aspek bisnis. Mungkin perlu
juga melibatkan asosiasi bisnis profesional (KADIN), para pengusaha sukses yang komitmen
kebangsaannya demikian tinggi secara lebih terencana dan terarah dan termaktub dalam cetak
biru kebijakan bisnis UKM. Orientasi bisnis yang menerapkan manajemen profesional perlu
dikenali-disosialisasikan kepada UKM oleh pihak yang memiliki keahlian itu untuk agar
menjadi bagian dari etos dan budaya kerja best practices' mereka sehari-hari
Apabila usaha kecil mudah dapat kredit perbankan dan manajemen bisnis dikembangkan
mengikuti prinsip-prinsip manajemen modern yang berlaku, maka sektor ril kita akan lebih
menggeliat dan dinamis. UKM tumbuh-kembang dengan sehat dan berkualitas berkat
bimbingan tim manajemen perbankan. Suatu saat nanti UKM memasuki pasar global
merupakan suatu keniscayaan.
Dengan demikian, ekonomi kerakyatan benar-benar menjadi soko guru pembangunan
ekonomi makro dan bagi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang berkeadilan sesuai
amanah konstitusi negara.
UKM Dalam Iklim Persaingan

Salah bentuk proteksi yang dilakukan pemerintah terhadap pengembangan UKM adalah apa
yang tercantum pada dua Undang-Undang (UU) yang terkait dengan UKM yaitu UU Usaha
Kecil No. 9 Tahun 1995 dan UU Persaingan Usaha Tahun 1999. Lebih menarik lagi karena
UU Persaingan Usaha muncul setelah Indonesia dihantam badai krisis yang menjadi arena
pengujian ketangguhan masing-masing skala usaha.
Di dalam UU Usaha Kecil tersebut secara jelas dinyatakan betapa diperlukannya tindakan
untuk melindungi UKM dari persaingan yang tidak adil serta perlunya usaha untuk
mengembangkannya. Misalnya, pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah,
perlindungan terhadap pelaksanaan program kemitraan dimana usaha besar dipaksa bermitra
dengan UKM. Sementara dalam pasal 50 butir (h) dan (i) UU Anti Monopoli dan UU
Persaingan ini ternyata koperasi dan UKM tidak tercakup di dalamnya. Kedua UU ini
menyatakan bahwa salah satu tugas pemerintah dalam pengembangan sektor ekonomi adalah
untuk memberikan perlindungan perundangan dan usaha pengembangan bagi koperasi dan
UKM.
Berdasarkan isi dari kedua UU ini, jelas terlihat bahwa pemerintah Indonesia mungkin
berpandangan bahwa untuk mengembangkan serta melindungi koperasi dan UKM (sebagai
bagian dari sektor ekonomi) dari persaingan bebas (yang tidak adil) diperlukan suatu
peraturan yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian dari insentif untuk
mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM. Tampaknya pemerintah juga
berpendapat bahwa dalam proses itu, melindungi dan mengembangkan koperasi dan
UKM merupakan unsur yang penting untuk menghadapi persaingan bebas (khususnya yang
tidak adil). Ketika harus memilih antara manfaat persaingan yang didorong oleh pasar atau
perlindungan pemerintah, ternyata pemerintah memilih perlindungan. Mungkin kita akan
memberikan interpretasi: bahwa perlindungan untuk UKM serta koperasi akan efektif hanya
dengan cara memakai perangkat peraturan pemerintah. Dasar pemikiran ekonomi dari UU
nasional ini adalah bahwa UU dapat memainkan peranan yang penting dalam mendukung
usaha besar, menengah, kecil dan koperasi dalam bersaing di pasar yang sama tetapi kita
harus melindungi UKM dan koperasi.
Secara umum tujuan UU ini adalah bagaimana mengembangkan ekonomi dengan sifat pasar
persaingan bebas dimana UU seharusnya atau sebenarnya tidak ditujukan untuk melawan
usaha-usaha besar, tetapi lebih merupakan pengembangan prinsip persaingan dalam ekonomi
pasar yang sedemikian rupa agar dapat menciptakan kondisi pasar yang dapat mempercepat
pertumbuhan usaha kecil, menengah dan besar secara bersamaan. Hubungan yang terutama
dan logis antara UU ini dan pertumbuhan UKM adalah sebagai berikut: tujuan utama UU ini
adalah meningkatkan keadaan ekonomi melalui persaingan pasar bebas. Oleh sebab itu, teori
pelaku ekonomi mengenai perbuatan yang bersifat anti persaingan harus dimengerti secara
jelas. Apabila pasar yang bersaing (bukan yang bersifat monopoli atau monopolistik dll.)
dikembangkan, maka akan tercipta ekonomi yang kondusif yang dapat mempercepat
pertumbuhan UKM. Namun demikian perlu dicamkan bahwa pasar yang bersaing tidak
dapat dihasilkan hanya dengan UU Anti Monopoli dan UU Persaingan saja (Tambunan 1999)
Wacana regulasi tidak boleh memandang salah satu bentuk/skala usaha sebagai musuh bagi
bentuk/skala usaha lainnya. Sabenarnya musuh yang sesungguhnya adalah distorsi pasar
dalam bentuk kesewenangan pelaku ekonomi misalnya dalam meningkatkan harga yang
mungkin dilakukan oleh perusahaan manapun yang tidak memperhatikan kepentingan
konsumen dan produsen. Perusahaan-perusahaan besar sebenarnya tetap harus dipandang
tidak akan menjadi penghalang selama mereka memproduksi produk-produk unggul. Tidak
masuknya UKM dan koperasi dalam kedua UU ini dapat menjadi peluang bagi adanya
penyimpangan. Dalam banyak hal, melindungi UKM dan koperasi dari persaingan justru
tidak dapat memabantu pertumbuhan UKM dan koperasi.

Kehadiran UKM yang kuat dalam perekonomian akan menghasilkan dan memungkinkan
adanya kondisi pasar yang sesuai untuk mengembangkan dan memelihara persaingan pasar.
Ini adalah bagian dari kondisi yang diperlukan untuk membangun persaingan pasar bebas
yang adil. Dengan demikian apabila kita tidak mengikutsertakan UKM dan koperasi dalam
persaingan bebas, maka kekuatan insentif pasar dari kondisi perekonomian yang sifatnya
institusional itu tidak akan terlepas dari pencarian alternatif input dan output terutama pada
saat pasar memberi signal perubahan biaya, harga dan hasil berubah-ubah dalam keadaan
krisis ekonomi seperti sekarang ini.

UKM dan Tantangan Persaingan Global.


Ditengah tuntutan kemampuan bersaing didalam negeri yang masih dilindungi oleh proteksi
pemerintah, UKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai
bentuk usaha mendorong integrasi pasar antar negara dengan seminimal mungkin hambatan.
Berbagai bentuk kerjasama ekonomi regional maupun multilateral sperti AFTA, APEC dan
GATT berlangsung dengan cepat dan mendorong perekonomian yang semakin terbuka. Pada
kondisi lain, strategi pengembangan UKM masih menghadapai kondisi nilai tambah yang
kecil termasuk kontribusinya terhadap ekspor.
Dengan pergeseran yang terjadi pada tatanan ekonomi dunia yang mengarah pada persaingan
bebas, dapat dikatakan bahwa UKM sesungguhnya mengahadapi situasi yang bersifat double
squeze, yaitu 1. situasi yang datang dari sisi internal (dalam negeri) berupa ketertinggalan
dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi dan 2. situasi yang datang dari ekstermal pressure.
Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari kombinsi situasi yang dihadapi
ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang diungkapkan diawal dan juga
kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah. Sedikitnya terdapat tiga
keadaan yang membentuk terjadinya kesenjangan antar skala usaha di Indonesia. Pertama,
akses usaha/industri besar terhadap teknologi dan menajemen modern jauh lebih besar
daripada UKM. UKM masih bertahan pada teknologi dan manajemen yang sederhana bahkan
cenderung tradisionil. Bahkan industri menengah yang dalam data BPS digabungkan dengan
industri besar masih menunjukkan ciri dan karakter usaha kecil dalam hal akses teknologi dan
manajemen usaha. Kedua, akses usaha skala besar terhdap pasar (termasuk informasi pasar)
juga lebih terbuka, sementara UKM masih berkutat pada bagaimana mempertahankan pasar
dalam negeri ditengah persaingan yang ketat dengan usaha sejenis. Ketiga, kurangnya
keberpihakan kebijakan dan keputusan strategis pemerintah pada UKM pada masa lalu yang
lebih menjadikan UKM sebagai entitas sosial dan semakin memperburuk dua kondisi diatas.

BAB III
PENUTUP
Dengan banyaknya persaingan dan banyaknya hambatan dalam menjalankan Usaha Kecil
Menengah (UKM) tidak mudah untuk memperluasnya. UKM sesungguhnya mengahadapi
situasi yang bersifat double squeze, yaitu 1. situasi yang datang dari sisi internal (dalam
negeri) berupa ketertinggalan dalam produktivitas, efisiensi dan inovasi dan 2. situasi yang
datang dari ekstermal pressure. Salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian dari
kombinsi situasi yang dihadapi ini adalah masalah ketimpangan struktur usaha seperti yang
diungkapkan diawal dan juga kesenjangan antara usaha besar dengan usaha kecil dan
menengah.
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.

Pemerintah Indonesia mungkin berpandangan bahwa untuk mengembangkan serta


melindungi koperasi dan UKM (sebagai bagian dari sektor ekonomi) dari persaingan bebas
(yang tidak adil) diperlukan suatu peraturan yang ketat agar dapat digunakan sebagai bagian
dari insentif untuk mengembangkan dan melindungi koperasi dan UKM.
2.
Pembinaan dan pengembangan UKM saat ini dirasakan semakin mendesak dan sangat
strategis untuk mengangkat perekonomian rakyat, maka kemandirian UKM dapat tercapai
dimasa mendatang. Dengan berkembangnya perekonomian rakyat diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat, membuka kesempatan kerja, dan memakmurkan
masyarakat secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.uin-malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=2883:peranukm-dalam-pertumbuhan-ekonomi-bangsa&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210
http://www.fe.trisakti.ac.id/pusatstudi_industri/PUSAT%20STUDY%20TULUS
%20TAMBUNAN/Pusat%20Studi/Working%20Paper/WP9.pdf

Anda mungkin juga menyukai