Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

Tanaman jeruk adalah tanaman buah tahunan yang berasal dari Cina. Tanaman jeruk
yang ada di Indonesia, yaitu jeruk keprok dan jeruk manis merupakan peninggalan Belanda
yang mendatangkan jeruk tersebut dari Amerika Latin.
Klasifikasi botani tanaman jeruk adalah sebagai berikut:
Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Rutales

Keluarga

: Rutaceae

Genus

: Citrus

Spesies

: Citrus sp.

Buah jeruk manis mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, banyak mengandung
vitamin C untuk mencegah penyakit sariawan dan menambah selera makan. Selain vitamin C,
buah jeruk mengandung vitamin dan mineral lainnya yang berguna untuk kesehatan. Bila kita
memakan jeruk manis setiap hari, maka tubuh akan sehat (Pracaya, 2000). Berikut
merupakan komposisi dari buah jeruk:
Tabel 1. Komposisi Kimia per 100 gram Sari Buah Jeruk Manis

Sebagai komoditas hortikultura, buah jeruk segar pada umumnya memiliki sifat
mudah rusak karena mengandung banyak air dan setelah dipanen komoditas ini masih
mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi, proses transpirasi dan proses pematangan.
Buah jeruk ini harus mendapatkan teknologi pasca panen yang tepat agar kesegaran dan umur
simpannya dapat bertahan lama (Handoko, et all, 2000). Buah jeruk segar setelah dipetik
masih melangsungkan proses hidup, beberapa proses hidup yang penting pada buah jeruk
adalah respirasi, transpirasi, dan proses pematangan buah. Proses (sifat) biokimia tersebut

menurunkan mutu kesegaran buah jeruk yang dapat dilihat dari penampakan, susut bobot dan
penurunan nilai gizinya (Handoko, et al., 2000).
Kegiatan pasca panen ini bertujuan untuk mempertahankan mutu produk segar agar
tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan karena penyusutan
dan kerusakan, memperpanjang daya simpan dan meningkatkan nilai ekonomis hasil
pertanian, akan tetapi pada umumnya kegiatan panen atau teknik pemanenan dan kegiatan
pasca panen yang meliputi (pemetikan buah jeruk, penyusunan buah jeruk kedalam box atau
wadah, sortasi, pengemasan, pengepakkan dan penyusunan box didalam alat transportasi
kaitannya dengan pengangkutan) belum mampu dilakukan dengan baik dan benar oleh petani,
packing house dan pedagang.
Oleh karena itu, pada mata kuliah Ilmu pertanian ini perlu mengetahui dan
mempelajari sistem pengelolaan komoditas buah jeruk secara terpadu disertai pengembangan
teknologi pemanenan dan penanganan pasca panen buah jeruk yang baik dan benar, dimana
kegiatan tersebut merupakan salah satu unsur penting yang diperlukan untuk mencapai
produk buah jeruk yang bermutu tinggi. Penanganan pasca panen yang baik dan benar pada
hasil pertanian merupakan salah satu mata rantai dalam pencapaian standar mutu yang
ditetapkan secara nasional dalam Standar Nasional Indonesia (SNI).
Tabel 1. Kriteria Jeruk Keprok dan Jeruk Siam (SNI 01-3165-1992)

TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari cara penanganan
pascapanen dan distribusi yang benar pada buah jeruk sehingga memperoleh produk buah
jeruk yang bermutu tinggi.

PEMBAHASAN

A. Permasalahan pasca panen pada buah jeruk


Menurut Hyodo (1991) kerusakan yang dialami oleh komoditas buah-buahan dapat
disebabkan oleh tiga hal yaitu; faktor fisik, kimiawi, dan biologis. Faktor fisik penyebab
kerusakan buah dapat berupa tekanan, suhu yang terlalu rendah (chilling injury-freezing
injury), dan suhu yang terlalu tinggi. Faktor kimiawi penyebab kerusakan buah disebabkan
oleh polusi udara misalkan ozon, sulfur dioksida, dan pestisida. Adapun faktor biologis
disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Infeksi patogen pasca panen kemungkinan besar dapat dimulai sejak produk masih
berada di lahan sebelum dipanen atau selama periode pasca panen. Infeksi yang kecil saja
dapat menyebabkan kehilangan produk yang besar, dan mengakibatkan kerugian besar
(Soesanto, 2006), adapun penyakit yang berasal dari lapangan (pra panen) adalah busuk buah
phoma, antraknosa, busuk buah kering, dan busuk diplodia, sedangkan penyakit yang berasal
setelah proses pemanenan (pasca panen) yaitu penyakit busuk aspergillus, lapuk hijau dan
lapuk biru yang dikenal sebagai grey dan blue molds, busuk geotrichum, serta busuk
fusarium. Alfarez 1980 dan Nishijima (1987) dalam Turang dan Tuju (2004) menyebutkan
bahwa banyak mikroorganisme terutama jamur yang menyerang buah jeruk, antara lain
Colletotrichum sp., Penicillium sp., dan beberapa jamur lainnya.
B. Sistem panen buah jeruk dan penanganan pasca panen buah jeruk
a. Pemanenan
Umur buah atau tingkat kematangan buah, kondisi pemanenan, dan cara panen
merupakan faktor penting yang mempengaruhi mutu buah jeruk. Umur buah jeruk yang
efektif untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga mekar. Ciri-ciri buah yang
siap untuk dipanen adalah 1) jika dipijit buah tidak terlalu keras atau bagian bawah buah jika
dipijit akan terasa lunak, 2) telah mengalami perubahan warna (menjadi berwarna kuning), 3)
dan kadar gula Padatan Terlarut Total (PTT) minimal 10%. Pengukuran kadar gula buah ini
dapat dikur dengan menggunakan hand refraktometer di kebun.
Menurut UC Davis California (2002), menyatakan bahwa Rasio PTT- KAT atau yang
lebih dikenal dengan rasio gula asam yang direkomendasikan adalah sebesar 6,5 atau lebih
atau lebih untuk golongan mandarin yang merupakan kelas yang sama dengan Jeruk Keprok
SoE.

Grafik 1. Nilai Padatan Terlarut Total (PTT), Kandungan Asam Tertitrasi (KAT) dan
rasio PTT dan KTA pada umur yang berbeda

Menurut
Adi

Wiguna

(2015), untuk menentukan saat panen yang tepat diperlukan petunjuk untuk mengetahui
waktu pemanenan buah jeruk. Penentuan waktu panen dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu :
a. Visual : melihat warna kulit, ukuran, masih adanya sisa tangkai putik, adanya dedaunan
tua di bagian luar yang kering dan penuhnya buah
b. Fisik : mudahnya buah terlepas dari tangkai / adanya tanda merekah, ketegaran dan berat
jenis
c. Perhitungan jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal
berbunga dan unit panas.
Metode Fisiologis : pengukuran pola respirasi (perbandingan antara CO2 dan O2)
Buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen sekaligus dalam satu pohon, tergantung pada
kematangannya. Jeruk termasuk buah yang kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen
masih muda tidak akan menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah
melampaui tingkat kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon, sari
buah akan berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon sehingga mengganggu
kesehatan tanaman dan produksi musim berikutnya. Panen yang tepat adalah pada saat buah
telah masak dan belum memasuki fase akhir pemasakan buah. Dalam masa penyimpanan,
rasa asam akan berkurang karena terjadi penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada
peruraian gula.
Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan
tersebut menentukan kecepatan produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan
meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang berakibat pada cepatnya kemunduran
produk. Panen dapat dilakukang dengan tangan maupun gunting. Hal-hal yang harus diperhatikan
dalam panen jeruk :

1. Menghindari melakukan panen sebelum embun pagi lenyap.

2. Tangkai buah yang terlalu panjang akan melukai buah jeruk yang lain sehingga harus di
potong di sisakan sekitar 2 mm dari buah.
3. Panen buah di pohon yang tinggi harus menggunakan tangga, agar cabang dan ranting tidak
rusak.
4. Tidak melakukan pemanenan buah dengan cara memanjat pohon, karena kaki kotor dapat
menyebarkan penyakit pada pohon
5. Pemanen buah dilengkapi dengan keranjang yang dilapisi karung plastik atau kantong yang
dapat digantungkan pada leher. Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kerusakan pada
buah jeruk yang dipanen
6. Wadah penampung buah terbuat dari bahan yang lunak, bersih, dan buah diletakkan secara
perlahan. Krat walau biaya awalnya mahal, bisa ditumpuk, bertahan lama, dapat dipakai

berulang-ulang dan mudah dibersihkan.


b. Pengumpulan
Lokasi pengumpulan/penampungan harus didekatkan dengan tempat pemanenan agar
tidak terjadi penyusutan atau penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan ke tempat
penampungan yang teralu lama/jauh. Perlakuan/tindakan penanganan dan spesifikasi wadah
yang digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan karakteristik komoditi yang ditangani.
c. Sortasi
Jeruk setelah dipanen perlu dilakukan sortasi dan pembersihan, dengan cara
memisahkan jeruk yang berkualitas kurang baik (cacat, luka, busuk dan bentuknya tidak
normal) dari jeruk yang berkualitas baik. Sortasi awal biasanya dilakukan dikebun. Buah
diseleksi sebelum dibawa ke bangsal pengemasan. Buah dipilih yang sehat, tidak rusak, cacat
fisik dan seragam ukuran buahnya. Umumnya buah ditempatkan pada kerat plastik. Pada
proses sortasi ini dapat sekaligus dilakukan proses pembersihan (membuang bagian bagian
yang tidak diperlukan). Pembersihan dapat dilakukan dengan pisau atau gunting. Selama
sortasi harus diusahakan agar terhindar dari kontak sinar matahari langsung karena akan
menurunkan bobot/terjadi pelayuan dan meningkatkan aktivitas metabolisme yang dapat
mempercepat proses pematangan/respirasi.
d. Pembersihan/Pencucian
Untuk menghindari kerusakan yang tinggi pada jeruk, sebaiknya segera dilakukan
pencucian agar buah jeruk terbebas dari kotoran, hama dan penyakit. Pencucian
menggunakan air bersih yang mengalir untuk menghindari kontaminasi. Pencucian dengan
air juga berfungsi sebagai pre-cooling untuk mengatasi kelebihan panas yang dikeluarkan
produk saat proses pemanenan. Pencucian dilakukan dengan perendaman dan bantuan sikat
lunak atau lap halus jangan sampai merusak kulit. Pencelupan dalam larutan fungisida dapat

diganti dengan pencelupan dalam air hangat bersuhu 48-53 0C selama 3-4 menit setelah
pencucian. Pencelupan ini bertujuan untuk mencegah penyakit busuk coklat yang disebabkan
oleh Phytophthora sp. Selanjutnya, buah dikeringkan dengan blower atau lap lunak, sambil
memisahkan buah yang luka atau cacat. Biasanya buah jeruk setelah dicuci langsung
diberikan lapisan lilin (wax) yang telah dicampur fungisida sebelum dikeringkan.
e. Grading
Setelah

sortasi

dan

pembersihan

selesai,

selanjutnya

dilakukan

penggolongan/pengkelasan (grading). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan jeruk yang


bermutu baik dan seragam dalam satu golongan/kelas yang sama sesuai standar mutu yang
telah ditetapkan atau atas permintaan konsumen. Penggolongan/pengkelasan dilakukan
berdasarkan berat, besar, bentuk/rupa, warna dan bebas dari penyakit dan cacat lainnya.
Grading dapat dilakukan di tempat panen/tempat pengumpulan. Untuk memudahkan
pekerjaan penggolongan di tempat pengumpulan, sebaiknya menggunakan meja yang bertepi.
f. Degreening
Degreening dilakukan untuk menghasilkan buah jeruk yang berwarna baik, kuning
merata. Dalam proses ini dapat digunakan etilen 100 ppm (100 gr/ton) selang waktu 12 jam,
selama 24-27 jam pada ruang bersuhu 25C.
g. Pengemasan
Pengemasan berfungsi untuk melindungi/mencegah komoditi dari kerusakan
mekanis, menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan nilai tambah produk serta
memperpanjang daya simpan produk, sehingga dalam pengemasan harus dilakukan dengan
hati - hati agar tehindar dari suhu dan kelembaban yang ekstrim (terlalu tinggi/terlalu
rendah), goncangan, getran, gesekan dan tekanan yang tinggi terhadap kemasan buah jeruk.
Buah jeruk yang akan dikirim dapat dikemas dalam peti kayu atau karton
bergelombang. Ukuran peti bermacam-macam, seperti 25 x 25 x 25 cm, 45 x 26 x 28 cm, 30
x 30 x 30 cm, 60 x 28 x 28 cm. peti kayu memiliki ventilasi pada sambungan antar papan.
Peti kayu jeruk manis yang digunakan untuk ekspor berukuran 60 x 40 x 40 cm dengan berat
isi 25 30 kg. Jumlah tumpukan peti adalah 4-6 tumpuk. Sedangkan kemasan kotak karton
berukuran 60 x 40 x 40 cm dengan kapasitas 25-30 kg dan tumpukan hanya dapat 2-3
tumpuk.
Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengemasan adalah :
Kemasan harus memberi perlindungan terhadap sifat mudah rusak dari jeruk yang
menyangkut ukuran, bentuk kontruksi dan bahan yang dipakai.

Kemasan harus cocok dengan kondisi pengankutan dan harus dapat diterima oleh konsumen.
Harga dan tipe/bentuk kemasan harus sesuai dengan hasil yang dikemas. Tiga kategori yang
biasa dipergunakan dalam penentuan kemasan adalah :
Kemasan konsumen/unit packaging (kemasan primer) yaitu kemasan yang digunakan
membungkus yang diterima langsung konsumen. Bahan kemasan yang biasa digunakan
kertas/kantong plastik polyetilen (PE). Selain itu, juga dapat digunakan plastik film PVC/PE
dalam sistem Modified AtmospherePackaging (MAP).
Kemasan transportasi (kemasan sekunder) yaitu kemasan yang digunakan untuk menyatukan
beberapa kemasan konsumen yang digunakan untuk melindungi dan memudahkan dalam
penanganan (handling). Biasanya kemasan ini dipergunakan oleh pedagang retail berbentuk
kotak-kotak tertutup dari kayu, corrugated atausolid fibreboard dan kantong plastik / kertas
dengan berbagai susunan dan bentuk.
Kemasan pengisi (kemasan tersier), merupakan bagian dari kemasan yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya benturan antar buah selama penanganan dan untuk menghindari
guncangan selama transportasi dan distribusi. Jenis bahan yang biasa digunakan sebagai
bahan pengisi, misalnya : potongan dedaunan kering, jerami, kertas serta bahan khusus
lainnya (stereofoam) dibuat dengan bentuk dan ukuran disesuaikan dengan produk.
Salah satu upaya yang sering dilakukan untuk menjaga kesegaran buah jeruk adalah
dilakukannya penyimpanan diruang dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan
metabolisme, pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, serta kerusakan karena aktivitas
mikroba. Jeruk yang akan disimpan diharapkan bebas lecet dari kulitnya, memar, busuk dan
mengalami kerusakan lainnya. Suhu ruang penyimpanan juga dapat mempengaruhi hasil
yang baik dari produk jeruk.
h. Penyimpanan dan pendinginan
Suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan buah. Semakin tua umur petik buah
semakin efektif penggunaan suhu dingin dalam memperpanjang umur simpannya. Buah pada
umur 31 dan 32 minggu SBM, dimana kualitas mutu buah telah memenuhi standar pasar,
hanya dapat disimpan 3 minggu dalam suhu ruang (27C -30C). Penyimpanan pada suhu
dingin (9C-11C) dapat memperpanjang umur simpan hingga 8 minggu. Buah dengan umur
petik 33 dan 34 minggu SBM yang pada suhu ruang umur simpannya 3 minggu dapat
diperpanjang hingga 7 minggu. Demikian pula buah dengan umur petik 35 minggu SBM
dapat disimpan 7 minggu pada suhu dingin sedang pada suhu ruang tidak dapat disimpan
lebih dari 2 minggu. Spiegel-Roy dan E Goldschmidt (1996) menyatakan buah jeruk kultivar

mandarin mempunyai umur simpan sekitar 4 minggu, sedang menurut Ashari (1992) umur
simpan jeruk mandarin berkisar 4-5 minggu.
Jika kelembaban rendah akan terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan jika terlalu tinggi akan
merangsang proses pembusukan, terutama apabila ada variasi suhu dalam ruangan.
Kelembaban nisbi antara 85-90% diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan
pada beberapa jenis sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 9095%. Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain dengan
cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan menjamin tingkat keamanan
bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan mikroba. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya
untuk membuang panas yang berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.
Hal - hal yang harus diperhatikan dalam ruang penyimpanan :
a) Sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan harus baik, sehingga suhu ruang penyimpanan
merata.
b) Sanitasi dalam ruang penyimpanan perlu dilakukan sehingga terhindar dari kapang,
cendawan dan lainnya
c) Purifikasi udara dianjurkan jika ruangan berbau tidak enak/karena terdapat bahan - bahan
beruap yang mungkin merusak bahan/merangsang kerusakan bahan.
d) Penyimpanan dengan memodifikasi komposisi udara untuk mengurangi kerusakan hasil
pertanian dan memperpanjang umur simpan hasil pertanian, mengatasi gangguan
fisiologis, menghambat respirasi dan menghambat kehilangan air pada hasil pertanian
Beberapa cara penyimpanan dengan memodifikasi komposisi udara, yaitu :
a) Controlled Atmosphere Storage (CAS) : penyimpanan dengan pengendalian atmosfer
yang disekeliling produk diatur konsentrasinya (CO2 dinaikkan dan O2 diturunkan disertai
pengendalian udara di sekeliling produk secara kontinyu dengan peralatan khusus).
b) Modified Atmosphere Storage (MAS) : penyimpanan dimana tingkat konsentrasi gas
O2 lebih rendah dan tingkat konsentrasi gas CO2 lebih tinggi dibandingkan udara normal
yang dilakukan dengan pengaturan pengemasan yang akan menghasilkan kondisi tertentu
melalui interaksi penyerapan dan pernafasan produk yang disimpan.
c) Low Pressure Storage (LPS) : pengaturan tekanan di sekeliling produk yang disimpan,
dimana tekanan tersebut lebih rendah dari tekanan atmosfer normal. Produk disimpan
dalam kontainer dengan suhu dan tekanan rendah yang konstan. Penurunan tekanan
dalam sistem penyimpanan ini mengakibatkan suplai O 2untuk respirasi menurun,
sehingga terjadi penurunan kecepatan respirasi, produksi etilen dan gas lainnya yang

dihasilkan oleh produk serta menghambat/melemahkan jasad renik. Sehingga dapat


mengakibatkan pematangan dan pelayuan terhambat.
Selain itu penyimpanan juga mempengaruhi warna kulit buah jeruk, susut bobot, rasa
(PTT dan KAT), kandungan juice dan vitamin C.
1. Warna
Warna kulit buah yang menarik bagi konsumen adalah orange cerah. Buah yang
dipanen terlalu muda (warna orange kurang dari 50%) dalam masa penyimpanan, tidak dapat
berubah warna menjadi orange cerah dan merat. Ini menyebabkan penampilan buah menjadi
kurang menarik.
Pada penelitian Pangestu dkk () Penyimpanan pada suhu dingin, dapat mempercepat
proses perubahan warna dari hijau menjadi orange, namun intensitas warna orange yang
dihasilkan tidak sekuat warna orange alami buah yang mengalami pematangan di pohon. Hal
ini disebabkan pada habitat aslinya di SoE, NTT, bertiup angin dingin dari Australia pada
bulan Juni hingga Agustus saat proses pematangan buah berlangsung. Angin dingin ini akan
meningkatkan intensitas warna orange pada buah (Monselise, 1986).
Tabel 1. Perubahan warna kulit jeruk Keprok SoE pada suhu penyimpanan dan umur
petik yang berbeda.

2. Susut bobot
Selama proses penyimpanan buah akan terjadi susut bobot yang disebabkan hilangnya
air dalam proses transpirasi dan respirasi. Ini menyebabkan susut bobot akan bertambah
seiring lamanya penyimpanan.Terdapat perbedaan susut bobot yang cukup tinggi, berkisar
1-3 kali lipat antara susut bobot buah yang disimpan pada suhu kamar dan suhu dingin

dimana buah yang disimpan pada suhu kamar lebih cepat mengalami susut bobot
dibandingkan buah yang disimpan pada suhu dingin
Tabel 2. Perubahan susut bobot jeruk keprok SoE pada suhu penyimpanan dan umur
petik yang berbeda

i. Transportasi
Pengangkutan hasil pertanian menuntut penanganan yang cepat dan dapat dilakukan
dengan tiga cara : pengangkutan melalui jalan darat (dipikul, sepeda, pedati, kendaraan
bermotor, kereta api), pengangkutan melalui laut (perahu dan kapal laut) dan pengangkutan
melalui udara (pesawat udara). Hasil pertanian akan tetap dalam kondisi prima, segar dan
baik dikonsumsi oleh masyarakat bila penanganan pasca panen dilaksanakan secara baik,
benar dan tepat tanpa harus melupakan peranan proses sebelum panen yang juga sangat
mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Diharapkan dalam melakukan kegiatan pasca
panen dapat menjamin konsistensi dalam menekan kehilangan hasil produk pada setiap
rantai penanganan pasca panen dan meningkatkan mutu produk, sehingga dapat
meningkatkan nilai ekonomis dan daya saing produk.
j. Pelilinan
Beberapaa jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang berfungsi sebagai pelindung
terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan lilin pada buah-buahan
sebenarnya adalah menggantikan dan menambah lapisan lilin alami yang terdapat pada buah
yang sebagian besar hilang selama penanganan karena lapisan lilin yang menutupi pori-pori
buah dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih lama dan nilai

jualnya lebih baik. Manfaat lainnya adalah meningkatkan kilau dan menutupi luka atau
goresan pada permukaan kulit buah sehingga penampilannya menjadi lebih baik. Pelilinan
terhadap buah jeruk segar pertama kali dikenal sejak abad 12-13 oleh bangsa Cina, tetapi
pada saat itu tanpa memperhatikan adanya efek-efek respirasi dan tranpirasi sehingga lapisan
lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan respirasi anaerob (fermentasi) dan
menghasilkan jeruk yang masam dan busuk. Oleh karena itu, pelilinan harus diupayakan agar
pori-pori kulit buah tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi kondisi anaerob di dalam
buah. Sebaliknya, jika lapisan lilin terlalu tipis hasilnya kurang efektif mengurangi laju
respirasi dan transpirasi. Dibandingkan dengan pendinginan. aplikasi lilin kurang efektif
dalam menurunkan laju respirasi sehingga pelilinan banyak dilakukan untuk melengkapi
penyipanan dalam suhu dingin.
Lilin yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman, hewan,
mineral maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan dengan satu atau lebih bahan
seprti beeswax, parafin wax, carnauba wax (secara alami didapat dari carnauba palm) dan
shellac (lilin dari insekta). Syarat lilin yang digunakan : tidak mempengaruhi bau dan rasa
buah, cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, tidak
mengandung racun, harga murah dan mudah diperoleh. Syarat komoditi yang dilapisi adalah
segar (baru dipanen) dan bersih, sehat (tidak terserang hama/penyakit), dan ketuaan cukup.
Lilin yang banyak digunakan adalah lilin lebah yang diemulsikan dengan konsentrasi 4%12%. Air yang digunakan tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang
terkandung dalam air tersebut dapat merusak emulsi lilin. Aplikasinya dapat dilakukan
dengan, penyemprotan, pencelupan, atau pengolesan.
Untuk membuat emulsi lilin standar 12% diperlukan lilin lebah 120 g, asam oleat 20 g,
triethanol amin (TEA) 40 g dan air panas 820 cc. Lilin dipanaskan dalam panci sampai
mencair, kemudian dimasukkan dalam blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam
oleat, TEA dan air panas, larutan diblender 2-5 menit agar tercampur dengan sempurna
kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat digunakan setelah proses pendinginan
selesai dilaksanakan. Sebenarnya pelilinan buah-buahan itu tidak mengandung racun karena
menggunakan lilin lebah dan konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali. Yang paling
dikuatirkan buah-buahan itu rawan kandungan pestisida kemudian terlapisi lilin sehingga
pestisidanya masih menempel pada buah. Kandungan pestisida inilah yang sangat berbahaya
bila sampai termakan, bisa menyebabkan banyak penyakit diantaranya kanker, leukimia,
tumor, neoplasma indung telur dll.

k. Labeling dan pengemasan


Pengemasan buah bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan pengelolaan
(penyimpanann, pengangkutan, distribusi), mempertahankan mutu, mempermudah perlakuan
khusus, dan memberikan estetika yang menarik konsumen. Kemasan dan lebel jeruk perlu di
desain sebaik mungkin baik warna dan dekorasinya karena kemasan yang bagus dapat
menjadi daya daya tarik bagi konsumen.
Bila jeruk akan dikirim keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti akan lebih
aman dari pada dengan keranjang bambu atau karung karena keranjang atau karung tidak
dapat meredam goncangan selama penggangkutan. Peti jeruk harus di paku kuat-kuat, bagian
ujung dan tengah-tengahnya diikat tali kawat atau bahan pengikat kain yang kuat. Bahan peti
dipilih yang ringan dan murah misalnya kayu senggon laut (albazia falcata) atau kayu pinus.
Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan, disarankan persegi panjang (60 x 30 x 30 cm)
atau bujur sanggkar (30 x 30 x 30 cm), tebal papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm
agar udara di dalam peti tidak lembab tetapi juga tidak terlalu panas. Bobot maksimal setiap
peti sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk lebih baik jika dibungkus dengan kertas
tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi tanda diantaranya yaitu nama barang,
jumlah buah setiap peti, berat peti dan jeruk, kualitas, tanda merek dagang, daerah/negara
asal.
DAFTAR PUSTAKA

Handoko, D. D., B. Napitupulu dan H. Sembiring., 2000. Penanganan Pasca Panen Buah
Jeruk. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan.
Hyodo.1991 .Indikasi Penyakit Pasca Panen dan Kerusakan Pada Buah Jeruk.
http://www.scribd.com/doc/92232938/Indikasi-Penyakit-Pasca-Panen-Dan-Kerusakan.
Diakses tanggal 26-10-2016
Monselise, S.P. 1986. Citrus. In S.P Monselise (ed) Handbook of Fruit Set and Development.
CRC Press.Boca Raton-Florida. P 87 -108.
Pracaya, 2000. Jeruk Manis, Varietas, Budidaya dan Pascapanen. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soesanto, L. 2006. Penyakit Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta. 257 hlm.
Turang D.A.S. and M.J. Tuju. 2004. Postharvest Disease of Papaya Fruit Caused by Fungi
During Storage and Marketing and its Control. Eugenia 10 (2) : 168-175.

Anda mungkin juga menyukai