Di balik pemangkasan anggaran, Sri Mulyani tampaknya mempunyai tiga alasan kuat. Pertama,
landasan hukum berupa Instruksi Presiden (Inpres) No 4 Tahun 2016 tentang Langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016.
Inpres yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 12 Mei 2016, berisi delapan diktum,
antara lain pertama menginstruksikan Kementerian/Lembaga (K/L) mengambil langkah yang
diperlukan sesuai tugas dan fungsinya, dalam rangka penghematan anggaran. Kedua, memetakan
pemangkasan secara baik dan mandiri, termasuk melakukan bloking self, yakni jangan sampai
anggaran sudah dicairkan sementara programnya sudah dikeluarkan. Ketiga, pemangkasan
anggaran itu diutamakan di sektor paket meeting, honorarium tim/kegiatan, biaya rapat dan
kegiatan yang dinilai tidak mendesak, dan Keempat, penegasan bahwa pemangkasan itu berasal
dari sumber pajak, bukan hibah dan bukan dari penerimaan non pajak.
Alasan kedua, didasarkan pada fakta pemasukan pajak hingga akhir Mei 2016 baru mencappai
Rp364,1 triliun atau baru sekitar 26,8 persen dari target APBN tahun ini. Bahkan jika dibanding
pada periode sama tahun sebelumnya, kata Bambang Brodjonegoro kala itu turun sekitar 3
persen.
Pajak penghasilan pribadi yang selama ini menjadi andalan juga tercatat rendah, karena baru
terhimpun Rp3,4 triliun dari pajak PPh pajak pribadi.
Perlambatan ekspor dan impor termasuk lemahnya perekonomian dunia juga menurunkan
penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN). Penurunan pajak PPN selama lima bulan terakhir
juga menunjukkan tingkat konsumsi di masyarakat turun sehingga berpengaruh pada pajak PPN.
Meskipun Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi optimis, target penerimaan pajak tahun ini sebesar
Rp1.343,1 triliun dapat terpenuhi menyusul diluncurkannya UU Tax Amnesty, menteri keuangan
agaknya belum sepenuhnya percaya penerimaan pajak hingga akhir tahun dapat terpenuhi.
Sri mengatakan penerimaan pajak tahun ini diperkirakan meleset dari target dalam APBN-P 2016
sebesar Rp1.539 triliun. Agaknya realisasinya di bawah target. Dikatakan, terjadi tekanan yang
berat terhadap target penerimaan pajak tahun ini jika melihat realisasi penerimaan pajak pada dua
tahun terakhir.
"Itu dikarenakan basis perhitungan target penerimaan pajak pada tahun ini menggunakan angka
ekonomi yang cukup tinggi, yaitu target penerimaan pada dua tahun sebelumnya." Sehingga
untuk mendisiplinkan anggaran tak ada jalan lain kecuali harus dipangkas.
Alasan Ketiga, pemangkasan anggaran karena belum sepenuhnya yakin jika dalam waktu dekat
akan ada dana repatriasi atau pemindahan dana dari luar ke Indonesia atas kepemilikan dana dari
WP orang Indonesia. "Ada banyak WP yang belum memahami UU Tax Amnesty, sehingga di
lapangan saya sering mendapatkan berbagai pertanyaan, karena mungkin masing-masing orang
dapat menginterprestasikannya dari pasal yang sama," kata Sri Mulyani.
Dana repatriasi hingga pekan kedua pasca-UU Tax Amnesty, baru mencapai Rp458 miliar dari
jumlah aset yang dideklarasikan atau dilaporkan sebesar Rp1,78 triliun. Itu baru masuk sekitar
0,046 persen.
Guna mendorong masuknya dana repatriasii, pihaknya sudah mengeluarkan berbagai skema
investasi jasa keuangan agar para pemilik dana tidak merasa rugi jika membayar denda dan
mengallihkan dananya yang kini masih berada di luar negeri.
Oleh karenanya, sebelum dana repatriasi masuk ke Indonesia, sebelum target pajak terpenuhi,
selagi ada aturan yang memungkinkan untuk bertindak, pemborosan angggaran dari APBN dan
penggunaan anggaran yang tidak tepat guna, akan dipotong oleh Sri Mulyani Indrawati.
2. Pengetahuan Kepala sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang
yang berusaha secara terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan
dalam rangka meningkatkan mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem
pengembangan sumber daya manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau
workshop guna membekali guru dengan berbagai kemampuan yang berkaitan
dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan yang penting harus dimiliki oleh
seluruh staf adalah:
1. pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
2. memahami dan dapat melaksanakan berbagai aspek yang berkaitan dengan
pelaksanaan kegiatan quality assurance, quality control, self assessment, school
review, bencmarking, SWOT, dll).
3. Sistem Informasi Sekolah yang melakukan MBS perlu memiliki informasi yang
jelas berkaitan dengan program sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga
sekolah serta masyarakat sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran
kondisi sekolah. Dengan informasi tersebut warga sekolah dapat mengambil peran
dan partisipasi. Disamping itu ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan
pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas sekolah. Infornasi yang amat
penting untuk dimiliki sekolah antara lain yang berkaitan dengan: kemampuan guru
dan Prestasi siswa
4. Sistem Penghargaan Sekolah yang melaksanakan MBS perlu menyusun sistem
penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah yang
berprestasi. Sistem penghargaan ini diperlukan untuk mendorong karier warga
sekolah, yaitu guru, karyawan dan siswa. Dengan sistem ini diharapkan akan
muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan sekolah. Sistem penghargaan yang
dikembangkan harus bersifat adil dan merata.
Kewenangan yang Didesentralisasikan
1. Perencanaan dan Evaluasi Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan
perencanaan sekolah sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Oleh
karena itu, sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil
analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan
mutu. Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi
yang dilakukan secara internal. Evaluasi internal dilakukan oleh warga sekolah
untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil programprogram yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri.
Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap