Variabel
Jumlah penderita diare yang dilayani x 100%
Tolak ukur
100%
Pencapaian
2296 x 100%
Masalah
(-)
= 139%
1057x 100%
(+)
4020.x1,7x10%
= 15%
3.
2296 x 6 =
13.776
(+)
4.
bungkus
Angka penggunaan ringer laktat =
<3%
(-)
100%
(+)
6.
penderita
Angka fatalitas kasus =
0%
(-)
40%
(+)
kader
Penyuluhan
dilakukan
penyuluhan
(-)
Pelatihan kader
(-)
Dari data diatas dapat diidentifikasi sejumlah masalah dalam Program pencegahan dan
penanggulangan diare di puskesmas narmada yaitu :
1. Kualitas pelayanan yang masih kurang, yakni tidak adanya data mengenai jumlah penderita
yang sembuh
2. Peran serta masyarakat dalam Program P2D masih belum optimal, yaitu kurang adanya
kegiatan penyuluhan, pembinaan kader dan pelayanan diare oleh kader.
V.2. Penetapan Prioritas Masalah
Berdasarkan tabel 5.1, didapatkan beberapa masalah pada program P2Diare yang harus
diselesaikan. Ditemukannya lebih dari satu masalah maka harus ditentukan prioritas masalah.
Penetapan prioritas masalah dilakukan dengan menggunakan kriteria matriks seperti pada
Tabel 5.2.
Prioritas masalah ditetapkan dengan sistem skoring dan akan dinilai beberapa kriteria:
a) Pentingnya masalah (importancy) yang terdiri dari:
d)
Untuk setiap kriteria diberikan nilai dalam rentang 1 (tidak penting) hingga 5 (sangat
penting). Masalah yang menjadi prioritas utama ialah masalah dengan nilai tertinggi.
Tabel 5.2 Penetapan Prioritas Masalah
No
Daftar Masalah
Importance
1.
P
3
2.
kader
Tidak ada data mengenai jumlah
Jumlah
P=I x T x R
S
3
RI
4
DU
4
SB
5
PB
3
PC
3
150
70
Dari penetapan prioritas berdasarkan teknik kriteria matriks diatas maka prioritas masalah
yang dipilih adalah Kurangnya cakupan penderita diare yang diobati. Adapun urutan prioritas
masalah yang berhasil ditetapkan adalah sebagai berikut :
1. Kurang ada pelayanan oleh kader
2. Tidak ada data menegenai jumlah penderita yang sembuh
Puskesmas sebagai sentra layanan kesehatan primer seharusnya menjadi lini pertama
penanganan diare. Diharapkan kasus-kasus diare yang ada mendapatkan penanganan awal
diare yang tepat sehingga tidak sampai terjadi komplikasi.
Selain memberikan pelayanan diare berupa pengobatan, puskesmas juga diharapkan
mampu melakukan pencegahan diare, salah satunya dengan mengadakan penyuluhan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat. Rendahnya angka kunjungan
penderita diare ke puskesmas, dapat diartikan masih banyak yang kasus diare yang tidak
teridentifikasi sehingga tindak lanjut berupa penyuluhan pencegahan diare tidak sampai pada
penderita dan keluarga. Kurangnya pengetahuan penderita dan keluarga mengenai
pencegahan diare dapat meningkatkan risiko penularan ke keluarga dan bahkan ke
masyarakat sekitar, terlebih lagi jika kegiatan penyuluhan ke masyarakat tidak berjalan. Atas
alasan-alasan diatas, akibat yang ditimbulkan (severity) oleh rendahnya cakupan pelayanan
diare diberikan nilai paling besar.
Besarnya angka pencapaian cakupan pelayanan pada penderita diare pada Puskesmas
Narmada yaitu 139% itu dapat disimpulkan bahwa penderita diare pada daerah Narmada
tingkat pemahaman dan kesadaran akan penyakit diare sudah tinggi, jadi jika ternyata
menderita diare akan segera berkunjung ke sarana kesehatan.
Kesembuhan merupakan harapan utama dari seorang penderita, oleh karena itu dibutuhkan
penanganan yang tepat untuk setiap kasus diare yang sesuai dengan standar, termasuk
pemberian oralit. Masyarakat juga menginginkan penularan diare dapat diminimalisasi.
Untuk mewujudkannya, tidak cukup dengan pelayanan diare dalam puskesmas saja, tetapi
juga dibutuhkan peran serta masyarakat baik dalam berbagai aspek (pelayanan, penyuluhan,
dan pencegahan), dengan salah satu bentuk nyatanya adalah pelayanan oleh kader.
Keuntungan sosial (social benefit) yang diperoleh jika masalah rendahnya angka cakupan
pelayanan dan pelayanan oleh kader dapat diselesaikan mendapat nilai terbesar. Adanya
penyelesaian terhadap kedua masalah tersebut diharapkan dapat memutus rantai penularan
diare karena kasus-kasus diare yang ada dapat teridentifikasi dan mendapat penanganan yang
tepat dan tindak lanjut berupa penyuluhan tentang pencegahan diare.
Pemerintah memang telah membentuk program P2D, namun belum ada upaya intensif
dalam pemberantasan diare. Dikarenakan hal tersebut maka keempat masalah mendapat nilai
PC (political climate) yang sama, sebagai bagian dari P2D.
Dari penilaian teknis (technical feasibility), tidak adanya data mengenai jumlah pasien
yang sembuh mendapatkan nilai yang paling tinggi, karena pada saat ini, pencatatan di
puskesmas sebenarnya tidak sulit secara teknis karena penggunaan komputer telah
memudahkan pencatatan dan pelaporan.
Untuk ketersediaan sumber daya (resources availability), maka tidak adanya pelayanan
oleh kader mendapatkan nilai menengah, karena puskesmas sebenarnya memiliki kader,
namun tidak melakukan pelayanan diare karena tugas promosi kesehatan lainnya juga
banyak, sementara tidak ada penambahan jumlah kader khusus untuk diare. Jumlah oralit
yang diberikan juga belum memadai, meskipun jumlah yang diterima sudah cukup. Hal ini
berhubungan dengan peranan kader yang belum optimal dalam pelayanan diare.
Cakupan
Pelayanan
Diare
Variabel
Tolok Ukur
Pencapaian
Penyebab
1.
Tenaga
Masalah
(+)
pemeriksa laboratorium
2.
Dana
laboratorium
Tersedianya dana yang cukup lancer
hanya dari BOK
(-)
3.
Sarana
Tersedianya sarana:
a.
a.
tersedia
(-)
b.
tersedia
(-)
c.
tersedia,
c.
namun
dalam
(+)
d.
kursi,
oralit
minimal
d.
(-)
e.
tersedia
(-)
200
Metode
laboratorium
penderita
diare
baik
kausal,
a.
Pendekatan MTBS
(-)
b.
(-)
berobat
meliputi
terapi
atau
rehidrasi
sesuai
derajat
intravena
sesuai
standar
dehidrasi,
terapi
etiologi
secara
a.
b. Penyuluhan ke masyarakat
c. Pojok
oralit
sebagai
Dilakukan
penyuluhan
(-)
konsultasi
puskesmas
b.
kurang dilakukan
(+)
c.
(+)
(+)
pelatihan kader
(-)
(-)
harian,
tahunan
mingguan,
bulanan,
dan
Tabel 5.4 Konfirmasi penyebab masalah program P2Diare pada komponen proses
No
1.
Variabel
Perencanaan
Tolok ukur
Pencapaian
Penyebab
Masalah
(-)
Pengorganisasian
a.
Adanya
struktur
organisasi
a.
pelaksana program
Terdapat
struktur
organisasi
(-)
pelaksanan
program
b.
b.
Petugas
kesehatan
merangkap
(+)
sebagai
penanggungjawab
3.
Pelaksanaan
a.
beberapa program
Pengobatan diare
Pengobatan penderita
i.
dan
i.
rehidrasi
dan
dilakukan,tetapi
sesuai
standar
(-)
zink
sudah
jumlah
penanggulangan
penyakit diare.
ii.
Pendekatan MTBS
iii.
ii.
dilakukan
(-)
berat
iii.
(-)
b.
Penyuluhan
i.
ii.
iii.
i.
kepada
keluarga
Penyuluhan ke masyarakat
Penyuluhan kelompok di
Penyuluhan
di
luar
penderita
yang
(-)
dan
datang
berobat
(-)
ii.
(+)
iii.
Kurang
dilakukan
puskesmas,
penyuluhan
di
luar puskesmas
Kurang dilaksanakan pembinaan
Materi pelatihan:
oralit
dalam
maupun
puskesmas
penyuluhan
penyuluhan kelompok di
puskesmas
i.
Dilakukan
minimal 4x/tahun
c.
Penyuluhan
dan
(+)
Pemberian
penyuluhan
kesehatan
Perujukan
ii.
d.
4.
Pencatatan
dan
kader
e.
kader
a.
dengan kelurahan
Penilaian kegiatan dalam bentuk
(bulanan,
pelaporan
b.
c.
5.
Pengawasan
(+)
triwulan,
semester,
tahunan)
b.
lengkap
c.
benar
koordinator program
(-)
(-)
disimpan
program
(+)
oleh
Pengawasan
dilakukan
internal
(-)
Tabel 5.5. Konfirmasi penyebab masalah program P2Diare pada komponen lingkungan dan
umpan balik
No
Variabel
1.
Lingkungan
Tolok Ukur
a.
b.
2.
Umpan balik
Pencapaian
menunjang
a.
Penyebab
Tingkat
pendidikan
keberhasilan
masyarakat di Kecamatan
pencegahan diare
menengah
b.
Tingkat
sosial
ekonomi
masyarakat di Kecamatan
pencegahan diare
Masukan hasil pencatatan dan
kurang
pelaporan
perbaikan program
untuk
program selanjutnya.
perbaikan
rendah-menengah
ada masukan
untuk
Masalah
(+)
(+)
(+)
Berdasarkan tabel diatas maka ditetapkan penyebab masalah belum optimalnya program
P2Diare di Puskesmas Narmada untuk periode Januari-Desember 2013 berdasarkan
komponen masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan.
1. Masukan
Pada komponen masukan, sumber daya manusia termasuk di dalamnya adalah dokter,
perawat, tenaga administrasi dan kader, dana yang tersedia, sarana medis dan non medis,
sarana penyuluhan, sarana pojok oralit dan metode yang digunakan dapat menjadi penyebab
masalah. Agar program P2D ini dapat berfungsi dan berjalan secara optimal maka dibutuhkan
tenaga kerja minimal seorang dokter, seorang perawat dan seorang petugas administrasi. Hal
ini memang terpenuhi secara kuantitas, namun adanya tenaga kerja yang merangkap program
puskesmas lainnya menjadikan pelaksanaan program P2D belum dapat terlaksana secara
meyeluruh dan optimal. Sarana medis yang tersedia sudah sesuai dengan standar, sehingga
tidak menjadi masalah sedangkan sarana non-medis seperti media penyuluhan masih tidak
memadai jumlahnya. Dari segi metode, kurang ada penyuluhan ke masyarakat, menjadikan
perhatian masyarakat terhadap diare menjadi tidak berkembang. sehingga Hal ini juga dapat
dikarenakan kurang adanya kegiatan pembinaan kader. Semua hal diatas juga harus ditunjang
oleh dana yang memadai. Tidak adanya dana khusus juga merupakan masalah yang
mendasar. Sedangkan pencatatan dan pelaporan sudah dilakukan terlihat dari adanya laporan
dari harian hingga tahunan.
2. Proses
Salah satu komponen proses yaitu pengorganisasian, masih didapatkan masalah
berupa petugas pelaksanaan program yang masih merangkap program yang lain sehingga
tidak optimal dalam melaksanakan tugasnya. Pada pelaksanaan terdapat beberapa masalah,
yakni tidak adanya penyuluhan ke masyarakat, kurang adanya pembinaan,pelatihan,dan
pelayanan kader.
Pencatatan dan pelaporan terhadap program yang sedang berjalan juga dirasa kurang
optimal. Pencatatan dilakukan secara periodik setiap minggu, bulan dan tahunan. Dengan
adanya pencatatan dan pelaporan pada tiap-tiap periode diharapkan dapat membantu
mengidentifikasi masalah yang muncul saat berjalannya program agar dapat segera ditindak
lanjuti.
3. Lingkungan
Penyebab Masalah
.
1.
Masukan
Tenaga :
-
Prioritas
Menambah tenaga
Jumlah
pelaksana program
yang tidak
merangkap program
sebagian merangkap
lain (kader/petugas
beberapa program
kesehatan)
Sarana:
Tersedianya sarana
melakukan
penyuluhan dan
tersedianya jumlah
oralit yang memadai
Pelatihan para kader
Metode:
-
untuk melakukan
penyuluhan rutin
penyuluhan
kelompok pada
masyarakat
2.
Proses
Perencanaan:
-
Jumlah obat -
Melakukan
pencatatan dan
pelaporan yang
lengkap termasuk
penanganan diare
Tidak ada
Puskesmas
Organisasi:
-
Petugas
program lain
Kerjasama
lain kurang
yang ditangani
Pelaksanaan:
-
Tidak ada
Pencatatan
kurang baik
Ketidakters -
ediaan oralit di
posyandu/kader
baik
-
Penilaian:
-
Monitoring cakupan
setiap tahun
limiting disease
3.
Lingkungan
- Tingkat pendidikan dan
Melakukan evaluasi
program P2D secara
berkala
pengetahuan masyarakat
-
Tingkat sosio-ekonomi
tangan Puskesmas
4.
-
Umpan Balik
Pencatatan dan pelaporan
tidak ada
baku
Prioritas Jalan
Keluar:
P=(MxIxV)/C
33,6
16
Dari kriteria diatas telah ditetapkan prioritas penyelesaian masalah adalah menambah
tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain. Karena pada kenyataannya di
Puskesmas Narmada, tiap petugas kesehatan memegang lebih dari 1 program puskesmas. Hal
tersebut harus segera diintervensi lebih lanjut supaya tiap program-program yang ada di
Puskesmas dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Setelah menambah jumlah tenaga
kerja untuk bertanggung jawab terhadap program puskesmas, prioritas kedua adalah dengan
melakukan pelatihan kepada para kader. Dengan dilakukannya pelatihan kepada para kader,
diharapkan program P2D dapat terlaksana sebagai tindakan preventif. Tindakan preventif
tersebut antara lain dapat dilakukannya penyuluhan berkala yang dilakukan sebanyak 4x
dalam setahun kemudian dilakukannya pencatatan dan pelaporan yang lengkap. Lalu langkah
terakhir dalam pelaksanaan suatu program adalah melakukan evaluasi program P2D. Dengan
evaluasi, semua kendala-kendala yang ada dapat diperbaiki sehingga pelaksanaan P2D
periode selanjutnya akan lebih baik, sehingga angka kesakitan diare pun dapat berkurang di
masyarakat.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
VI.1. Simpulan
1) Keberhasilan program Pencegahan dan Pemberantasan Diare di Puskesmas Narmada
periode Januari - Desember 2013 masih belum dapat dievaluasi dengan baik.
2) Berdasarkan evaluasi program Pencegahan dan Pemberantasan Diare di Puskesmas
Narmada periode Januari - Desember 2013 ini diperoleh masalah-masalah:
a. Tidak adanya data mengenai jumlah penderita yang sembuh.
b. Peran serta masyarakat dalam Program P2D masih belum optimal, yaitu kurang
adanya kegiatan penyuluhan, pembinaan kader dan pelayanan diare oleh kader
3) Penyebab masalah antara lain:
a. Kurangnya tenaga pelaksana program sehingga program P2D kurang dapat
berjalan dengan baik.
b. Tidak tersedianya sarana dan prasarana yang memadai untuk membantu program
P2D.
c. Kurang adanya pelatihan kader setempat dan penyuluhan mengenai program P2D
dimasyarakat maupun puskesmas
4) Prioritas pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan adalah :
a. menambah tenaga pelaksana program yang tidak merangkap program lain
(kader/petugas kesehatan)
b. Pelatihan para kader untuk melakukan penyuluhan kelompok pada masyarakat
c. Melakukan pencatatan dan pelaporan yang lengkap termasuk data kasus dari
kesehatan lain di luar Puskesmas
d. Melakukan evaluasi program P2D secara berkala
VI.2. Saran
VI.2.1. Bagi Puskesmas Narmada
1) Melakukan pelatihan bagi para kader sehingga program pelaksanaan P2D dapat
terlaksana dan kegiatan-kegiatan penyuluhan dapat dilakukan lebih baik
2) Membuat pencatatan dan pelaporan yang baik dan lengkap, sehingga program yang
diusulkan dapat terlaksana dengan baik dan memungkinkan evaluasi setiap tahun.
3) Dengan dilakukannya evaluasi tiap tahun, data tersebut dapat jadikan dasar
keberhasilan suatu program dan digabungkan dengan instasi kesehatan lainnya.
4) Peningkatan pelatihan penyuluhan kader secara berkala yang terintegrasi agar dapat
dilakukan penyampaian informasi secara menarik dan efektif kepada masyarakat.
5) Menambah jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas sehingga seluruh programnya
dapat berjalan dengan baik.
VI.2.2. Bagi Pendidikan
Membantu Puskesmas dalam penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
penyuluhan (misalnya poster, flipchart, leaflet mengenai diare).
Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang dilakukan
Puskesmas termasuk penyuluhan diare sehingga dapat menurunkan angka kesakitan
akibat diare.
Lebih aktif dalam melaporkan kasus diare kepada kader setempat ataupun petugas
Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku ajar diare. Pendidikan Medik
Pemberantasan Diare. Jakarta : Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999.
Diare akut. Dalam : Sudoyo AW, dkk (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan FKUI; 2006.
Ghishan FK. Chronic diarrhea. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,
editors. Nelson textbook of pediatrics 17th ed. Philadelphia: Saunders; 2004. p.1276-1281.
World Health Organization. Pocket book of hospital care for children, guidelines for
the management of common illnesses with limited resources. Geneva: World Health
Organization; 2005.
Frye RE, Tamer MA. Diarrhea. Diunduh dari : http://www.emedicine.com pada 13
Novemeber 2009
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Angka
kejadian diare masih tinggi. Diunduh dari :http://www.depkes.go.id. Diakses pada tanggal 13
November 2009.
World Health Organization dan United Nations Children Foundation. Clinical
management on acute diarrhoea. Geneva : World Health Organization and United Nations
joint
statement;
2007.
Diunduh
dari