Makalah Don Marut PDF
Makalah Don Marut PDF
(DRAFT)
Don K. Marut
Direktur Eksekutif INFID
Pengantar:
Globalisasi secara signifikan sebenarnya telah melemahkan Negara. Kedaulatan Negara
menjadi kabur dank arena itu kapasitas Negara sebagai actor utama dalam hubungan
internasional dan sebagai kekuatan domestic untuk menyejahterakan rakyat menjadi
semakin dipertanyakan. Di tingkat internasional secara substansial Negara melemah
karena pergeseran pertanyaan dari apa itu negara menjadi siapa itu Negara. Hal ini
terutama disebabkan oleh fakta bahwa Negara dalam politik domestic dan internasional
lebih banyak mewakili dan memperjuangkan kepentingan pemegang otoritas (keluarga,
kelompok dan sebagainya yang secara kasat mata termanifestasi di depan public domestic
dan dunia) daripada kepentingan seluruh warga Negara yang ada di dalam wilayah suatu
Negara, yang menjadi sebab adanya Negara tersebut. 2
Di samping itu pemerintah yang memegang otoritas Negara seringkali takluk kepada
kepentingan bisnis transnasional dan domestic serta tunduk kepada massa yang
mengendalikan massa dan politik bayangan yang memiliki kapasitas untuk
memobilisasi kekerasan dan kejahatan. 3
Munculnya kekuatan-kekuatan organisasi non-pemerintah yang memiliki jaringan mulai
dari tingkat local sampai tingkat global, yang juga mempengaruhi kebijakan dan tata
kelola pemerintahan mulai dari tingkat sub-nasional, nasional, regional sampai tingkat
global. Organisasi-organisasi non-pemerintah ini juga terlibat dalam diplomasi untuk
memperjuangkan kepentingan masyarakat dan issue yang dibelanya. Pada tingkat tertentu
organisasi-organisasi ini juga bergandengan tangan dengan actor-aktor Negara untuk
memperjuangkan kepentingan tertentu dalam kancah diplomasi internasional.
Karena itu pemisahan antara actor Negara dan non-negara di dalam era globalisasi yang
mengaburkan batas teritori dan batas pengaruh (sphere of influence), menjadi semakin
tidak relevan. Dalam kaitan globalisasi, di mana jaringan actor-aktor tersebut melibatkan
actor-aktor mulai dari tingkat local sampai global, orang semakin cenderung
menggunakan istinal actor transnasional daripada actor non-negara. Namun dalam
Paper pengantar untuk Seminar Lumpuhnya system Keadilam: Tantangan Penegakan Hak-hak
Azasi Manusia dan Peran Advokat untuk Kepentingan Publik, yang diselenggarakan oleh ELSAM,
Sawit Watch, HUMA, 3 5 Agustus 2010, Jakarta.
2
Jan Aart Scholte, The Globalization of World Politics, dalam John Baylis dan Steve Smith (eds.). The
Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations. (Oxford: Oxford University
Press, 2001), hal. 13 32.
3
Eric Wilson (ed.). Government of the Shadows: Parapolitics and Criminal Sovereignty. (London: Pluto
Press, 2009).
kaitan dengan Hak-hak azasi manusia, pemisahan antara actor Negara dan actor nonnegara masih sangat relevan.
Catatan kritis tentang ini bisa dibaca di Donatella della Porta, et.al, Globalization from Below:
Transnational Activists and Protest Networks ( Menneapolis: University of Minnesota Press, 2006.
5
Lihat Susan George, Another World is Possible If (London: Verso, 2004).
6
Lihat catatan-catatan kritis dari para aktivis dalam Tom Mertes (ed.), A Movement of Movements: Is
Another World Really Possible? (London: Verso, 2004).
Francisco Whitaker Ferreira, Towards a New Politics: What Future for the World Social Forum? (Delhi:
Vasudhaiva Kutumbakam Publication, 2006).
Resolusi PBB
Sejak awal berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sudah ada dorongan agar
lembaga internasional tersebut mengakomodasi organisasi-organisasi non-pemerintah,
sehingga Artikel 71 ECOSOC pun menyebutkan bahwa ECOSOC harus berkonsultasi
dengan NGOs. NGOs sejak awal sudah memiliki status di dalam ECOSOC PBB,
meskipun dengan syarat-syarat tertentu.
Pada tahun 2002 Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Anan, dalam laporannya kepada General
Assembly yang berjudul Strengthening of the United Nations: an Agenda for Further
Change mengajukan rencananya kepada Majelis Umum PBB untuk membentuk sebuah
panel khusus untuk mereview hubungan antara PBB dan masyarakat sipil. Sebagai
tanggapan atas laporan tersebut Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 57/300 pada
bulan Desember 2002 yang menyetujui rencana Kofi Anan tersebut untuk membentuk
sebuah Panel of Eminent Persons. Panel ini dipimpin oleh mantan Presiden Brazil,
Fernando Henrique Cardoso dan beranggotakan akademisi, politisi, dan aktivis
masyarakat sipil. Pada tahun 2004 Panel ini menyelesaikan tugasnya dan menghasilkan
sebuah laporan yang berjudul: We the Peoples: Civil Society, the United Nations and
Global Governance. 8
Laporan ini secara rinci merekomendasikan bagaimana PBB harus mengakomodasi dan
meningkatkan kerjasama dengan masyarakat sipil dalam segala level, baik di tingkat
komisi, Majelis Umum dan seluruh sidang-sidangnya maupun di dalam Dewan
Keamanan PBB. Laporan ini menyebutkan bahwa global governance tidak lagi hanya
menjadi wilayah pemerintah saja. Bertumbuhnya partisipasi dan pengaruh dari actoraktor non-negara turut mempeluas dan memperkuat demokrasi, dan membentuk kembali
wajah multilateralisme. Masyarakat sipil juga merupakan penggerak utama (prime
movers) dari beberapa inisiatif yang paling inovatif untuk mengatasi ancaman-ancaman
global yang terus bermunculan. Karena itu laporan ini menekankan bahwa bergandengan
dengan masyarakat sipil bukan hanya merupakan suatu pilihan, tetapi merupakan
keharusan bagi PBB.
Laporan tersebut menekankan bahwa keeterlibatan masyarakat sipil ini amat penting
untuk membantu PBB mempermudah mengidentifikasi prioritas-prioritas global dengan
lebih baik dan untuk memobilisasi semua sumberdaya untuk memecahkan berbagai
masalah mulai dari tingkat local sampai tingkat global. Panel juga mengingatkan bahwa
dibukanya PBB bagi pluralitas konstituensi dan actor bukan merupakan ancaman bagi
pemerintah tetapi justru menjadi suatu cara yang kuat untuk memberdayakan prosesproses antar-pemerintah itu sendiri.
Laporan Panel ini diterima oleh Sekretaris Jenderal PBB dan dilaporkan dalam Sidang
Majelis Umum PBB pada 13 September 2004. Sejak itu keterlibatan masyarakat sipil
dalam semua sidang, pertemuan, diskusi baik formal maupun informal menjadi lebih
intensif, dan proses akreditasi bagi masyarakat sipil menjadi lebih mudah.
Sebagai catatan khusus (penting untuk melihat situasi di Indonesia), panel ini
merekomendasikan dimulainya partisipasi tersebut dari tingkat Negara. Lembagalembaga PBB yang beroperasi di tingkat Negara harus melibatkan masyarakat sipil mulai
dari perencanaan programnya sampai kepada implementasi program secara kolaboratif.
Di Indonesia lembaga-lembaga PBB hanya bekerja sama dengan pemerintah.
Kerjasama dengan masyarakat sipil, khususnya ORNOP, hanya terbatas sebagai
pelaksana proyek-proyek kecil atau sub-kontraktor. Hal ini bisa disebabkan oleh
beberapa hal. Pertama, birokrasi di PBB di dalam negeri sendiri yang kaku dan red-taped.
Lembaga-lembaga PBB melihat ORNOP sama seperti pemerintah (birokrasi) melihat
ORNOP. Kedua, lembaga-lembaga PBB tidak mau mengubah perjanjiannya dengan
pemerintah Indonesia yang mengatakan bahwa lembaga-lembaga PBB ini bekerja
melalui atau dengan lembaga-lembaga pemerintah.
Di samping itu perluasan partisipasi masyarakat sipil di dalam PBB juga mensyaratkan
dibukanya ruang yang lebih luas bagi masyarakat sipil untuk berdialog dengan
pemerintah pada tingkat Negara. Itu tidak berarti bahwa masyarakat sipil harus
8
We the Peoples: civil society, the United Nations and global governance: Report of the Panel of Eminent
Persons on United Nations Civil Society Relations, PBB, June 2004.
Lihat Christopher J. Bickerton, Philip Cunliffe and Alexander Gourevitch (eds.). Politics without
Sovereignty: A Critique of Contemporary International Relations (London: UCL Press, 2007).
11
Nayef R.F. Al-Rodhan. Neo-statecraft and Meta-geopolitics: Reconciliation of Power, Interests and
Justice in the 21st Century (Zuerich: LIT, 2009), hal. 193.
10
bisa hidup bertetangga dengan para pejuang HAM dan pengacara kepentingan public, dan
bahkan juga akan meminta bantuan advokat kepentingan public.
Di atas semua itu tantangan lain adalah bagaimana masyarakat sipil penjunjung HAM,
keadilan gender, lingkungan, masyarakat adapt dan hak-hak minoritas membangun
kekuatan yang lebih komprehensif, baik soft power, smart power maupun just power.
Terima kasih.
=*****=
11