Anda di halaman 1dari 5

PEMBAHASAN

KONSEP TEORITIS KEPUASAN DALAM EKONOMI ISLAM

A. Perilaku konsumen dalam teori mikro ekonomi islam dalam


mengkonsumsi barang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan yang
maksimum yang tidak berlebihan. Maka, untuk mengukur kepuasan tersebut
dapat melalui pendekatan-pendekatan beberapa aspek, melalui pedekatan
marginal utility dan pendekatan indifference curve.
a.
Pendekatan marginal utility
Pendekatan ini diukur melalui satuan-satuan tertentu sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya seperti uang (rupiah), barang, jumlah, dan
lainnya. Secara teori, Semakin besar jumlah barang yang dapat dikonsumsi
maka semakin tinggi tingkat kepuasannya. Konsumen yang rasional akan
berusaha untuk memaksimalkan kepuasannya pada tingkat pendapatan
yang dimilikinya. Besarnya nilai kepuasan akan sangat bergantung pada
individu

(konsumen)

yang

bersangkutan.

Adapun

konsep

kepuasan

konsumen terdiri dari kepuasan total (total utility) dan kepuasan tambahan
(marginal utility).
b.
Pendekatan indifference curve atau ordinal mengasumsikan bahwa
konsumen mampu meranking / membuat urutan-urutan kombinasi barang
yang akan dikonsumsi berdasarkan kepuasan yang akan diperolehnya tanpa
harus menyebutkan secara absolut. Mengukur kepuasan
didasarkan pada 4 (empat) asumsi yakni:

1. Konsumen memiliki pola preferensi akan barang-barang konsumsi


yang dinyatakan dalam bentuk peta indiferensi.
2. Konsumen memiliki dana dalam jumlah tertentu.1
3. Konsumen selalu berusaha untuk mencapai kepuasan maksimum.
4. Semakin jauh dari titik origin, maka kepuasan konsumen semakin
tinggi.
B. Determinasi kepuasan pelanggan pada produk tangible
( barang )/intangible ( jasa )2

From

Ukuran dan bentuk

Serviceabilit

Tingkat kemudahan &

Feature

fisik
Keistimewaan fungsi

y
Accessibility

kecepatan pelayanan
Letak dealer bengkel mobil

Performan

dasar produk
Kualitas dan

mudah dicapai
Communicat Kemampuan

ce quality

karakteristik dasar

Conforma

produk beroperasi
Kesesuaian

nce

spesifikasi produk

Durability

Reliability

yang diharapkan
Ukuran usia operasi

ion

berkomunikasi dengan

bahasa konsumen
Competence Tingkat keterampilan
menyelesaikan masalah
Courtesy

Sikap sopan dan

dalam kondisi

bersahabat dengan

normal
Ukuran produk tidak

konsumen
Kemampuan mewujudkan

akan rusak gagal

Reliability

pelayanan sesuai promosi

dalam periode
1 Adiwarman A Karim,Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : Rajawali Press,2010). Hal 55
2 Ali Hasan, SE,MM.(Marketing dan kasus-kasus pilihan,Jakarta,2010).hal 109

waktu tertentu-tok
cer
Repairabili Ukuran kemudahan
ty
Style

memperbaiki
Penampilan dan

Security

Keamanan,keterjaminan

Tangibles

dan legalitas
Wujud

perasaan produk
Design

fisik,gedung,peralatanperalatan
Pemahaman kebutuhan

Totalitas

Understandi

keistimewaan dari

ng costumer dan keinginan pelanggan

produk
Sehingga mengukur kepuasan tidak hanya ditinjau dari semakin tinggi
konsumsi semakin tinggi kepuasan konsumen, melainkan barang yang
dikonsumsi bersifat halal atau haram. Hal ini sebagai mana perintah Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang
baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui
batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah
rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya. (QS. Al-Maidah : 87-88).
C. Prinsip-Prinsip Dasar Konsumsi Islam

Islam sebagai agama yang sempurna (syamilah kamilah) senantiasa


mengajak umatnya untuk bisa hidup dengan sebaik mungkin, termasuk
sesuatu barang yang dikonsumsi atau yang dibelanjakannya. Bukan tanpa
alasan Islam menuntut manusia untuk sebisa mungkin mengkonsumsi
barang-barang

yang

halal,

meski

dalam

keadaan

tertentu

yang

diharamkanpun boleh dikonsumsi namun hanya sebatas untuk memenuhi


keberlangsungan yang bersifat sangat terpaksa. Hal ini penting karena

manusia kelak akan menjalani masa kehidupan kembali setelah kematian


(akhirat) dan yang menentukan kebahagiaan diakhirat ditentukan oleh
perilaku kehidupan di dunia, termasuk kualitas dan kuantitas ibadahnya.
Konsumsi barang halal dan haram tentu berpengaruh terhadap
pelaksanaan ibadah yang berimplementasi pada pahala yang pada ujungnya
akan berpengaruh pada kepuasan. Logikanya, barang yang kita konsumsi
adalah barang yang sah dan halal maka akan membawa terhadap
kemantapan

dan

kualitas

ibadah

karena

ketika

menggunakan

tanpa

dicampuri dan dibebani salah sehingga akan diterima dan mendapat pahala
untuk bekal hari setelah kematian nanti.
Maka, halal dan haram suatu barang tidak hanya diukur dari satu
aspek saja (zat yang dilarang) melainkan beberapa aspek yang menjadi
prinsip dalam konsumsi diantaranya:
1.

Prinsip syariah yaitu menyangkut dasar syariah yang harus

terpenuhi dalam melakukan konsumsi, dimana terdiri dari:


a.
Prinsip akidah, yaitu konsumsi didasarkan dengan tujuan hidup
manusia dan sebagai mahluk yang dituntut untuk taat menjalankan perintah
tuhan.
b.
Prinsip ilmu, yaitu pengetahuan tentang ilmu dan hukum terhadap
barang yang dikonsumsi, ditinjau dari segi halal haram baik sifat, zat, proses
dan kegunaanya.
c.
Prinsip amaliah, adalah aplikasi dari akidah dan ilmu yaitu hanya
menggunakan yang benar-benar halal.
2.
Prinsip kuantitas, yaitu prinsip dasar sebagai diatur dalam islam,
diantaranya:

a.

Sederhana, yaitu menggunakan sesuai dengan kebutuhan dan

menghindari dari berlebihan atau kikir


b.
Menggunakan sesuai dengan pendapatannya.
c.
Menabung dan investasi, artinya tidak semua pendapatan dihabiskan
untuk konsumsi, melainkan ada yang ditabungkan.
3.
Prinsip prioritas, yaitu memprioritaskan konsumsi sesuai dengan
kebutuhan supaya tidak terjadi ke sia-siaan (mahdlarat) yaitu dengan
memperhatikan :
a.
Primer, konsumsi kebutuhan primer harus menjadi prioritas utama
supaya keberlangsungan hidup tetap terjaga
b.
Sekunder, mengkonsumsi kebutuhan sekunder diperlukan jika memang
menjadi penunjang kebutuhan primer.
c.
Tersier adalah konsumsi yang belum saatnya digunakan.
4.
Prinsip social, yaitu dengan memperhatikan kondisi social culture
5.
6.

masayrakat sekitar.
Kaidah lingkungan, yaitu dengan memperhatikan kondisi alam lingkungan.
Tidak meniru budaya konsumsi yang bertentangan dengan etika, baik
agama maupun masyarakat.

IV.

Kesimpulan / Penutup
Manusia sebagai mahluk social dituntut untuk mampu memperhatikan
kebutuhan hidupnya tidak hanya dalam waktu sesaat dan tidak pula untuk
dirinya sendiri. Konsumsi manusia terhadap segala sesuatu kebutuhan harus
memperhatikan aturan-aturan lingkungan, serta jangka waktu yang panjang.
Kepuasan (utility) akan didapat dengan sendirinya jikalau sesuatu yang
dikonsumsinya membawa nilai manfaat, maslahah, dan barokah.

Anda mungkin juga menyukai