Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS KADAR CATECHIN DARI GAMBIR DENGAN BERBAGAI METODE

Eni Hayani1

anaman gambir (Uncaria gambir Roxb) tumbuh baik


pada daerah dengan ketinggian sampai 900 m dpl.
Tanaman ini membutuhkan cahaya matahari penuh serta
curah hujan merata sepanjang tahun.
Bagian tanaman gambir yang dipanen adalah daun dan
ranting yang selanjutnya diolah untuk menghasilkan ekstrak
gambir yang bernilai ekonomis (Zamarel dan Hadad, 1991).
Panen atau pemangkasan daun dilakukan setelah tanaman
berumur 1,50 tahun. Pemangkasan dilakukan 2-3 kali setahun
dengan selang 4 atau 6 bulan. Pangkasan daun dan ranting
harus segera diolah, karena jika pengolahan ditunda lebih
dari 24 jam, getahnya akan berkurang (Zamarel dan Hadad,
1991). Dewasa ini, produksi gambir Indonesia sebagian besar
dihasilkan dari Sumatera Barat.
Teknik pengolahan gambir yang berkembang di
Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
pengolahan gambir cara rakyat, cara Cina, dan cara Eropa.
Pada pengolahan gambir cara rakyat, daun dipisahkan dari
ranting. Selanjutnya, daun dicelupkan selama 1-1,50 jam
dalam air mendidih dan setiap 0,50 jam dibalik. Daun
kemudian dikempa dan dimasak kembali selama 0,50 jam dan
ekstrak gambir yang diperoleh diendapkan selama 12 jam.
Padatan hasil ekstraksi dipisahkan dan ditiriskan, kemudian
dicetak dan dikeringkan dengan dijemur atau dipanaskan di
atas bara api (Zamarel dan Risfaheri, 1991).
Gambir antara lain digunakan sebagai zat pewarna
industri tekstil, ramuan makan sirih, ramuan obat, penyamak
kulit, dan ramuan cat. Menurut Nasrun et al. (1997), gambir
dapat menghambat pertumbuhan jamur Phytophthora
cinnamomi dan cukup berpotensi sebagai antibakteri dan
antijamur (Yuliani et al., 1999).
Komponen utama gambir adalah catechin (asam
catechin atau asam catechu) dan asam catechin tannat
(catechin anhydrid). Gambir juga mengandung sedikit
quercetine yaitu bahan pewarna yang memiliki warna
kuning. Catechin bila mengalami pemanasan cukup lama
atau pemanasan dengan larutan bersifat basa dengan mudah
akan menjadi catechin tannat, karena kondensasi sendiri
1

Ajun Teknisi Litkayasa pada Balai Penelitian Tanaman Rempah dan


Obat, Jln. Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111, Telp. (0251) 321879,
Faks. (0251) 327010

Buletin Teknik Pertanian Vol. 8. Nomor 1, 2003

dan menjadi mudah larut dalam air dingin atau air panas
(Zeijlstra, 1943).
Mutu gambir antara lain ditentukan oleh kadar catechin.
Analisis kadar catechin dilakukan dengan metode SP-SMP337-1980 (Standar Departemen Perdagangan, 1980). Pada
prosedur ini digunakan alat ultrasonic bath sebagai alat
pengekstrak dengan etil asetat sebagai pelarut. Percobaan ini
bertujuan untuk membandingkan hasil analisis kadar
catechin dengan menggunakan tiga macam alat pengekstrak,
yaitu ultrasonic bath, hot plate, dan shaker.

BAHAN DAN METODE


Empat macam contoh bongkahan gambir yang dianalisis
diperoleh dari Sumatera Selatan dan Sumatera Barat. Analisis
dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil dan Keteknikan,
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Bogor pada
bulan Juli-Agustus 2001. Karakteristik mutu gambir yang
dianalisis meliputi bentuk, warna, kadar air, kadar abu, kadar
bahan tidak larut dalam air, kadar bahan tidak larut dalam
alkohol, dan kadar catechin. Peralatan yang digunakan
antara lain adalah mortar, alat penggiling (grinder), cawan
porselen, gelas piala, labu ukur, corong, ultrasonic bath, hot
plate, shaker, dan spektrofotometer.
Persiapan Contoh
Bongkahan gambir ditumbuk dengan mortar dan dihaluskan
dengan grinder. Bongkahan yang telah halus kemudian
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 o C selama 3 jam.
Sebanyak 50 mg contoh yang telah dikeringkan ditempatkan
dalam labu takar volume 50 ml kemudian dilarutkan dengan
etil asetat sampai tanda garis.
Pada analisis dengan metode hot plate, di atas hot plate
diletakkan gelas piala yang berisi air hingga suhu mencapai
52-75 C (sampai berasap). Contoh dalam labu takar dipanaskan selama 15 menit kemudian didinginkan. Ke dalam
erlenmeyer tutup asah 100 ml dimasukkan 2 ml larutan contoh
dan ditambahkan larutan etil asetat 50 ml dan dipanaskan di
atas hot plate seperti di atas selama 5 menit dan didinginkan.
Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 279 dan 300 nm.
31

Pada metode ultrasonic bath, ke dalam ultrasonic bath


yang berisi air dimasukkan labu takar yang berisi contoh
selama 15 menit. Dipipet 2 ml larutan contoh ke dalam
erlenmeyer tutup asah 100 ml dan ditambahkan larutan etil
asetat 50 ml, kemudian dimasukkan ke dalam ultrasonic bath
selama 5 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 279 dan 300 nm.
Untuk metode shaker, contoh dalam labu takar diletakkan di atas pengocok dan dikocok selama 15 menit.
Dipipet 2 ml larutan contoh ke dalam erlenmeyer tutup asah
100 ml, ditambahkan larutan etil asetat 50 ml dan dikocok
kembali selama 5 menit. Absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 279 dan 300 nm. Sebagai
blanko digunakan etil asetat.
Penyiapan Larutan Standar
Standar catechin dihaluskan dengan mortar kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 3 jam.
Prosedur kerja untuk perlakuan standar sama dengan pada
contoh.
Perhitungan Kadar Catechin

Persentase kadar catechin =

279

E c 279

Ws
W

x 100

E t 279

= absorbansi larutan contoh pada


panjang gelombang 279

Ec 279

= absorbansi larutan standar pada


panjang gelombang 279

Ws

= berat catechin standar

= berat contoh gambir

Alat pengekstrak
Ultrasonic Bath
Hot Plate
Shaker

Kadar catechin contoh (%)


A

72,63
87,89
71,80

50,34
56,86
44,46

60,18
81,33
58,14

Absorbansi pada panjang gelombang 300 nm maksimum 0,03.

berbeda pula. Suhu ekstraksi berpengaruh pada kadar


catechin yang diperoleh.
Karakteristik mutu gambir selain catechin dari empat
contoh yang dianalisis disajikan pada Tabel 2. Mutu gambir
yang dihasilkan dengan ketiga alat tersebut memenuhi
standar mutu SNI 01-3391-1994 dengan mutu kelas satu.
Hasil analisis bahan tidak larut dalam alkohol pada semua
contoh menunjukkan nilai yang lebih besar dibanding SNI
yang mempersyaratkan maksimal 12% (Tabel 3). Hal ini
kemungkinan contoh tercampur dengan bahan yang tidak
larut dalam alkohol.

Karakteristik
Bantuk
Wa r n a
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar bahan tidak larut
dalam air (%)
Kadar bahan tidak larut
dalam alkohol (%)

Contoh
A

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil analisis empat macam contoh bongkahan gambir
menunjukkan bahwa kadar catechin yang tinggi diperoleh
dengan menggunakan pengekstrak hot plate (Tabel 1). Hal
ini disebabkan suhu yang digunakan lebih tinggi dibanding
pada metode shaker dan ultrasonic bath.
Pada cara kerja standar, alat pengekstrak yang digunakan adalah ultrasonic bath. Pemakaian alat pengekstrak
yang berbeda akan menghasilkan kadar catechin yang

Seragam Seragam
Seragam Seragam
Kuning Kuning
Kuning Kuning
kecokelatan
16,39
15,50
16,51
15,30
1,55
3,86
3,21
6,13
36,85
34,84
31,46
34,17
15,20

19,14

14,70

15,91

Tabel 3. Mutu gambir menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 013391-1994)


Karakteristik

32

D
64,11
88,31
57,86

Tabel 2. Karakteristik mutu gambir hasil ekstraksi

Kadar catechin dihitung dengan rumus sebagai berikut:


Et

Tabel l. Kadar catechin gambir yang dihasilkan dengan menggunakan tiga macam alat pengekstrak

Kadar
Kadar
Bahan
Kadar

Mutu 1

air (%)
abu (%)
tidak larut dalam alkohol (%)
catechin (%)

Maks 1 7 , 0
Maks 7,0
Maks 1 2 , 0
Min 4 0 , 0

KESIMPULAN
Kadar catechin gambir tertinggi diperoleh dengan menggunakan pengekstrak hot plate. Dengan adanya pemanasan
pada alat ini, reaksi yang terjadi akan lebih sempurna.
Buletin Teknik Pertanian Vol. 8. Nomor 1, 2003

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1985. Standarisasi Perdagangan Gambir SP-43-1976.
(Revisi Pebruari 1985). Departemen Perdagangan, Jakarta.
Nasrun, N., H. Idris, dan H. Syamsu. 1997. Pemanfaatan daun
gambir sebagai pestisida nabati untuk pengendalian penyakit
kanker batang pada tanaman kayu manis. Prosiding Kongres
Nasional XIV Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Palembang, 27-29 Oktober 1997. hlm 480-482.

Buletin Teknik Pertanian Vol. 8. Nomor 1, 2003

Yuliani, S., E. Hayani, dan K. Supriadi. 1999. Pemeriksaan


kandungan kimia aktif antimikroba gambir. Makalah Seminar
PERHIPBA, Universitas Pancasila, Jakarta. 9 hlm.
Zamarel dan E.A. Hadad. 1991. Budi daya tanaman gambir. Edisi
Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 7 (2): 7-11.
Zamarel dan Risfaheri. 1991. Pengolahan gambir dan permasalahannya. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat 7 (2): 12-16.
Zeijlstra, F.Z.N. 1943. Sirih, Pinang en Gambier. Dalam C.J.J. van
Hall en C. van de Koppel (Eds.). Landbouw in Indische
Archipel, W. van Hoeves, Gravenhage.

33

Anda mungkin juga menyukai