Anda di halaman 1dari 17

Makalah Studi Kasus

ETIKA PROFESI DAN ILMU KOMUNIKASI


DI APOTEK M. FARID
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi yang diberikan

Dosen Pengampu :
Dra. Hj. Agustinawati Umaternate, M.Si.,Apt
Syahrida Dian A.,S.Farm.,M.So.,Apt

Disusun Oleh :
Kelompok IV
1. Fahrina (14.71.015501)
2. Rizqi Chairunnisa (14.71.015863)
3. Tiara Rosalina (14.71.015836)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
2015

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbilalamin, dengan mengucap syukur, segala puji bagi Allah Tuhan
Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya. Tidak lupa
pula salawat serta salam selalu mengalir untuk sang Baginda Rasulullah SAW., yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh akan ilmu pengetahuan. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Hj. Agustinawati Umaternate, M.Si.,Apt dan Ibu
Syahrida Dian A.,S.Farm.,M.So.,Apt yang telah membimbing penulis hingga terselesaikannya makalah yang berjudul Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi di Apotek guna memenuhi
tugas mata kuliah Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi yang telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka kritik dan saran yang
membangun sangat dibutuhkan. Besar harapan penulis, mudah-mudahan makalah yang
sederhana ini banyak memberi manfaat dan menjadi sumber acuan dalam pencarian informasi
mendalam tentang etika profesi dan ilmu komunikasi di apotek, baik untuk kalangan internal
maupun eksternal universitas.

Palangkaraya, November 2015


Wassalamualaikum Wr. Wb.

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.2 Latar Belakang................................................................................................1
2.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
3.2 Batasan Masalah..............................................................................................2
4.2 Tujuan..............................................................................................................2
5.2 Manfaat...........................................................................................................3
6.2 Metodologi......................................................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA...........................................................................................4
2.1 Definisi Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi..................................................4
2.2 Studi Kasus Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi di Apotek...........................4
BAB III PENUTUP.........................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................12
3.2 Saran................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk suatu negara dikatakan berkualitas tinggi apabila tingkat kesehatannya
juga tinggi. Sebaliknya, apabila tingkat kesehatannya rendah, kualitas penduduknya juga
dinilai rendah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa tingkat kesehatan penduduk
Indonesia masih tergolong rendah. Rendahnya tingkat kesehatan penduduk ini, antara
3

lain dipengaruhi oleh faktor makanan, lingkungan, dan ketersediaan tenaga medis yang
bermutu.
Tingkat kesehatan penduduk suatu negara dapat dinilai dari tinggi rendahnya
angka kematian kasar, angka kematian bayi, dan umur harapan hidup. Tingkat kesehatan
penduduk dikatakan tinggi apabila angka kematian kasar dan angka kematian bayinya
rendah, namun memiliki umur harapan hidup yang tinggi.
Kesehatan meruapakan keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial
dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Setiap manusia bahkan mahkluk
hidup secara umum, menginginkan kehidupan dengan disertai kesehatan pada dirinya.
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang mengalami keterpurukan
dalam bidang kesehatan. Bukan tanpa alasan, banyak faktor pula yang menyebabkan hal
ini menjadi masalah serius bangsa ini. Beragam upaya yang dilakukan untuk
menanggulangi persoalan ini, baik dari segi sumber daya manusianya bahkan hingga
pada fasilitas pelayanan kesehatan yang kini masih digencarkan. Salah satu fasilitas
pelayanan kesehatan yang masih terus diperhatikan keberadaannya adalah apotek.
Apotek merupakan suatu tempat untuk melaksanakan kegiatan praktik
kefarmasian yang dimaksudkan untuk membenahi masalah kesehatan dengan
menyediakan sediaan farmasi yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, hingga
kosmetika. Setiap orang yang mengelola apotek seharusnya dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan
yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Pada saat ini, apotek di Indonesia meningkat secara kuantitasnya baik secara luas
maupun di daerah pelosok terpencil. Hal ini lagi-lagi dimaksudkan untuk memperbaiki
kesehatan penduduk Indonesia sekaligus sebagai profesi yang menjanjikan namun tetap
berorientasi kepada keperluan masyarakat mayoritas. Seberti biasa, ada kemajuan maka
ada pula kemunduran. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin banyak apotek yang
bermunculan semakin banyak pula pelanggaran yang terjadi. Hal ini menjadi sorotan di
tengah permasalahan kesehatan yang ingin dibenahi tersebut. Sangat jelas ini menjadi
masalah yang juga tidak kalah serius karena apabila tenaga medis yang tidak
berkompeten atau seseorang atau sekelompok orang yang bukan tenaga medis
melakukan praktik kesehatan maka hal ini dikhawatirkan akan mengancam atau bahkan
dapat membahayakan keselamatan dari pasien. Begitu juga apabila fasilitas yang
diperlukan tidak memadai, maka hal ini akan menghambat tujuan utama dari setiap
upaya kesehatan yang dilaksanakan. Oleh sebab itu, penulis akan melakukan studi kasus
2

yang berupa penelitian di suatu apotek yang terdapat di Kota Palangkaraya yang akan
digunakan sebagai kajian dan pembelajaran untuk memajukan tenaga kesehatan itu
sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa rumusan masalah yang menjadi pedoman pembuatan makalah ini,
antara lain:
1
2

Apa saja jenis pelanggaran yang dilakukan pada sebuah apotek ?


Bagaimana dasar aturan aturan yang berlaku terhadap kasus yang diperoleh ?

1.3 Batasan Masalah


Makalah ini hanya membahas perihal kasus atau pelanggaran yang terjadi pada
apotek yang bersangkutan.
1.4 Tujuan
Tujuan pembuatan karya tulis yang penulis ingin hadirkan ialah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui dan memahami pelanggaran yang dilakukan pada sebuah apotek.
2. Dapat mengetahui dan memahami dasar aturan aturan yang berlaku terhadap kasus
yang diperoleh.
1.5 Manfaat
Kita menjadi dapat lebih mengetahui dan memahami aturan aturan yang berlaku
yang semestinya dipatuhi demi menunjang upaya penyelenggaraan kesehatan
1.6 Metodologi
I. Metode
Adapun metode yang digunakan dalam karya tulis ini adalah deskriptif dengan ex
postfacto design yang berarti bahwa penelitian ini berusaha mengungkapkan keadaan
nyata yang berlangsung di lapangan pada masa sekarang, dan tanpa memberikan
suatu perlakuan terhadap variabel yang diteliti(Sudjana,1999).
II. Jadwal Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 hari yaitu pada hari Selasa tanggal 20 Oktober
2015 pukul 08.30 WIB 10.00 WIB, Kamis tanggal 22 Oktober 2015 pukul 10.00
WIB 15.00 WIB, Minggu tanggal 25 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB 18.00 WIB,
Sabtu tanggal 7 November 2015 pukul 18.00 WIB 21.00 WIB, Rabu tanggal 11

November 2015 pukul 08.00 WIB 11.00 WIB, dan Kamis tanggal 12 November
pukul 11.00 WIB 14.00 WIB.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi


Secara etimologi, etika berasal dari Bahasa Yunani yaitu Ethos, yang berarti
watak kesusilaan atau adat kebiasaan. Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan
moral yang merupakan istilah dari Bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk
jamaknya yaitu Mores yang memiliki arti adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang sesuai dengan kesusilaan. Sedangkan profesi adalah
pekerjaan yang dilakukan sebagai nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian khusus
dan keterampilan yang tinggi dan dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang
mendalam. Maka dari itu, etika profesi ialah sikap hidup berupa keadilan dan keahlian
sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap
masyarakat yang dilakukan oleh seorang profesional.
Sedangkan Ilmu Komunikasi adalah ilmu yang mempelajari suatu proses
penyampaian informasi (pesan, gagasan, ide) dari satu pihak ke pihak lain agar terjadi
saling mempengaruhi diantara keduanya. Komunikasi dimaksudkan untuk memberikan
informasi dari seorang komunikator (sender) kepada yang menerima informasi
(receiver). Ilmu komunikasi sangat berkaitan erat dengan etika, terlebih saat profesional
menjalankan profesinya, oleh sebab itu, setiap orang dalam berkomunikasi diperlukan
etika yang sesuai terhadap lawan bicara, begitu pula sebaliknya.
2.2 Studi Kasus Etika Profesi dan Ilmu Komunikasi di Apotek
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik untuk
menunjang kesehatan bagi dirinya sendiri. Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang
berada di Indonesia adalah apotek yang merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Apotek termasuk fasilitas pelayanan
kesehatan

yang

merupakan

suatu

alat

dan

tempat

yang

digunakan

untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik preventif, kuratif maupun


5

rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Apotek
menyediakan sediaan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan
kosmetika.
Dewasa ini, apotek telah menjamur di Indonesia khususnya di daerah Kota
Palangkaraya. Ironinya, apotek-apotek tersebut masih kerap melakukan pelanggaran dari
setiap aturan aturan yang berlaku. Oleh sebab itu, penulis melakukan studi kasus di
salah satu apotek yang berada di Kota Palangkaraya ini. Apotek ini bernama Apotek M
Farid yang tepatnya berada di jalan Halmahera no. 22, apotek ini telah berdiri sejak tahun
2008 dan buka pada setiap harinya pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 22.00
WIB. Apoteker pengelola apotek ini adalah Bapak Lukman Humaidi, S.Si.,Apt. Apotek
ini tidak hanya menyediakan sediaan obat namun juga menyediakan barang-barang
komoditi serupa minimarket.
Penulis melaksanakan studi kasus ini secara bertahap sebanyak 6 kali kunjungan
yaitu pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015 pukul 08.30 WIB 10.00 WIB, Kamis
tanggal 22 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB 15.00 WIB, Minggu tanggal 25 Oktober
2015 pukul 15.00 WIB 18.00 WIB, Sabtu tanggal 7 November 2015 pukul 18.00 WIB
21.00 WIB, Rabu tanggal 11 November 2015 pukul 08.00 WIB 11.00 WIB, dan
Kamis tanggal 12 November pukul 11.00 WIB 14.00 WIB. Pada saat penulis berada di
Apotek M. Farid terdapat 4 sampai 5 orang yang membeli obat serta didominasi dengan
permintaan obat bebas dan obat bebas terbatas. Pada saat kunjungan tersebut penulis
mendapati beberapa hal yang tidak berkesesuaian dengan peraturan yang berlaku yang
akan dijabarkan sebagai berikut, yaitu :
1. Apoteker tidak berada di apotek pada saat jam kerja
Selama penulis melakukan kunjungan sebanyak 6 kali tersebut, apoteker
pengelola apotek tidak berada di tempat dengan alasan adanya kesibukan lain yang
mesti diurus dan apotek tersebut tidak memiliki apoteker pendamping ataupun
apoteker pengganti. Pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek, Pasal 1 ayat (9) diterangkan
bahwa Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apotekersedangkan pada Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek, Pasal 19 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa :

(1) Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam
buka Apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker
Pendamping.
(2) Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena halhal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker PengelolaApotek
menunjuk Apoteker Pengganti.
Apoteker yang tidak berada di apotek pada saat jam kerja atau jam buka
apotek terkesan seperti hanya mencari keuntungan dalam profesinya tanpa
mengedepankan kepentingan umum seperti yang telah disebutkan pada pasal 5 Kode
Etik Apoteker Indonesia yang berbunyi Di dalam menjalankan tugasnya setiap
Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dariusaha mencari keuntungan diri semata
yang bertentangan dengan martabat dan tradisiluhur jabatan kefarmasian. Dan hal
ini dilanjutkan dalam Pasal 9 dari sumber yang sama, Seorang Apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat
dan menghormati hak asasi penderita dan melindungi makhluk hidup insani. Dari
ketentuan tersebut, sangat jelas bahawa apoteker pada Apotek M Farid tersebut
melakukan pelanggaran, baik pada peraturan dari pemerintah maupun peraturan dari
organisasi profesi. Dan pada Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 15 menyatakan
bahwa Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode
Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui
dan menerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang
menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Dari pasal tersebut, disebutkan bahwa apoteker yang melanggar setiap
kode etik yang ada maka bukan hanya dikenakan sanksi di hadapan manusia karena
akan dipertanggungjawabkan masing masing dihadapan Pencipta Manusia yang
sebenarnya. Hal ini yang menjadikan setiap tenaga kesehatan bukan hanya tentang
keahlian dari bidang yang ia geluti, namun juga dari aspek sumpah jabatan yang ia
aplikasikan disetiap pekerjaan profesinya.

2. Pekerja Apotek yang melayani konsumen bukan Tenaga Teknis Kefarmasian


Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan seperti yang di sebutkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pasal 20
yang berbunyi Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga
Teknis Kefarmasian. Dan hal yang sama dilanjutkan dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pasal 1
ayat (6) yang berbunyi Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi
/Asisten Apoteker.
Maka dari itu, setiap orang yang melakukan praktik dalam bidang kesehatan di
haruskan memiliki keahlian dan kewenangan dari bidang tersebut seperti yang
termaktub dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Pasal 98 ayat (2) yaitu Setiap orang yang tidak memiliki
keahlian

dan

kewenangan

dilarang

mengadakan,

menyimpan,

mengolah,

mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Dan hal
yang sama tertera pada Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Pasal 108 ayat (1), Praktik Kefarmasian yang meliputi
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat terhadap resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dari setiap peraturan yang telah disebutkan, apabila seseorang atau
sekelompok orang melakukan perlanggaran tersebut akan dijerat ketentuan pidana
yang berdasarkan Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Pasal 198 yaitu Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan
kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
8

Selain sanksi yang telah di sebutkan terdapat pula sanksi yang akan di
bebankan kepada apotek yang bersangkutan sesuai yang tertuang pada UndangUndangRepublik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 201
ayat (1) dan (2) :
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 190 ayat (1), pasal
191, pasal 192, pasal 196, pasal 197, pasal 198, pasal 199, pasal 200 dilakukan
oleh korporasi, selain dipidana penjaradan denda terhadap pengurusnya, pidana
yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan
pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal
190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197, Pasal 198,Pasal 199,
dan Pasal 200.
(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat
dijatuhi pidana tambahan berupa :
a. Pencabutan izin usaha; dan/atau
b. Pencabutan status badan hukum.
3. Pekerja apotek tidak memberikan penjelasan aturan pakai obat
Dalam pelayanan kesehatan, setiap orang berhak mendapatkan informasi
mengenai kesehatan yang dimaksudkan agar dapat menjaga kesehatan yang ia kini
miliki dan untuk mencegah terjadinya penyakit seperti yang tertera pada Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 7,
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan
yang seimbang dan bertanggungjawab. Selain edukasi untuk pencegahan prefentif,
setiap orang juga berhak atas informasi kesehatan dirinya sendiri termasuk tindakan
ataupun pengobatan yang akan atau yang telah diterimanya sesuai Undang Undang
Republik Indonesia Nomo 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 8, Setiap orang
berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan
pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Dalam menjalankan praktik kefarmasian, seorang apoteker diwajibkan untuk
menerapkan

standar

pelayangan

kefarmasian

yang

berdasarkan

Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian, Pasal 21 ayat (1) yang berbunyi Dalam menjalankan praktek
kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan
standar pelayanan kefarmasian. Standar pelayanan kefarmasian merupakan tolak
9

ukur yang di pergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam


meyelangarakan kefarmasian seperti yang tertulis pada

Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Apotek, Pasal 3 ayat (1) : Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi
standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan pada praktik kefarmasian meliputi berbagai kegiatan untuk
menunjang keberhasilan terapi yang diharapkan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, Pasal 3 ayat (3) :
Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. pengkajian Resep;
b. dispensing;
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
d. konseling;
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care);
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO); dan
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
Berikut merupakan penjabaran mengenai pelayanan farmasi klinik yang semestinya
berlangsung di sebuah apotek :
a. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik
dan pertimbangan klinis.
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
Obat. Apoteker di Apotek juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

10

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak,
dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan
Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi,
keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
d. Konseling
Konseling

merupakan

proses

interaktif

antara Apoteker

dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan


kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan Obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
Apoteker menggunakan three prime questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien
dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker
harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
Obat yang digunakan.
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
11

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Pelayanan kefarmasian yang sesuai adalah kewajiban bagi penyelenggara
kesehatan yang khususnya bagi para farmasis untuk menjalankan profesinya dengan
memupuk rasa kemanusiaan agar dapat mengabdikan diri dengan sesungguhnya
kepada masyarakat demi kemajuan tingkat kesehatan penduduk bangsa seperti yang
tertuang pada Pasal 3 Kode Etik Apoteker Indonesia yang menyatakan bahwa
Setiap apoteker/farmasis harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai
kompetensi apoteker/farmasis Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Dan dalam
Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia yang menyatakan bahwa Seorang Apoteker
harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Serta terdapat pada
Kode Etik Asisten Apoteker Indonesia mengenai Kewajiban Ahli Farmasi Terhadap
Pasien/Pemakai Jasa yaitu Seorang Asisten Apoteker harus bertanggung jawab dan
menjaga kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada pasien/pemakai jasa
secara profesional.
Dan sekali lagi, apabila pekerja apotek tidak memberikan pelayanan
kefarmasian seperti yang seharusnya maka hal ini telah melanggar kode etik dari
profesi yang telah ia jalani dan akan dikenakan sanksi seperi yang tertera pada pasal
15 Kode Etik Apoteker Indonesia yaitu Setiap Apoteker bersungguh-sungguh
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan
tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja
maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker
Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

12

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Etika profesi ialah sikap hidup berupa keadilan dan keahlian sebagai pelayanan
dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat yang
dilakukan oleh seorang profesional. Sedangkan Ilmu Komunikasi adalah ilmu yang
mempelajari suatu proses penyampaian informasi (pesan, gagasan, ide) dari satu pihak ke
pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya.
Studi kasus ini mengangkat penerapan etika profesi dan ilmu komunikasi yang
berlangsung pada sebuah apotek. Apotek termasuk fasilitas pelayanan kesehatan yang
merupakan suatu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Apotek menyediakan sediaan farmasi
yang meliputi obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika. Apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker.
Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker . Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian
pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah
tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri
atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi /Asisten Apoteker.
Apotek yang menjadi objek penelitian ini adalah Apotek M. Farid yang beralamat
di jalan Halmahera no. 22 Kota Palangkaraya dan buka pada pukul 08.00 WIB sampai
dengan 22.00 WIB setiap harinya. Identifikasi kasus ini dilakukan sebanyak 6 kali
kunjungan secara bertahap, yaitu pada hari Selasa tanggal 20 Oktober 2015 pukul 08.30
WIB 10.00 WIB, Kamis tanggal 22 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB 15.00 WIB,
Minggu tanggal 25 Oktober 2015 pukul 15.00 WIB 18.00 WIB, Sabtu tanggal 7
November 2015 pukul 18.00 WIB 21.00 WIB, Rabu tanggal 11 November 2015 pukul
08.00 WIB 11.00 WIB, dan Kamis tanggal 12 November pukul 11.00 WIB 14.00
WIB.

13

Pada saat kunjungan, ada beberapa hal yang tidak berkesesuaian dengan aturan
yang berlaku yaitu apoteker tidak berada di apotek pada saat jam kerja atau jam buka
apotek, pekerja apotek yang melayani konsumen bukanlah seorang tenaga teknis
kefarmasian seperti yang seharusnya, dan pekerja apotek tidak memberikan pelayanan
berupa pemberian informasi obat yang diberikan kepada konsumen. Setiap kasus tersebut
memiliki aturan yang mengikat dan terdapat pula sanksi yang menjerat. Secara global,
kasus-kasus tersebut telah melanggar Kode Etik Apoteker Indonesia dan dikenakan
sanksi seperti yang telah disebutkan pada pasal 15, Setiap Apoteker bersungguhsungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam
menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan
sengaja maupun tidak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker
Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kondisi ini sangat disayangkan terjadi di Indonesia, terlebih dalam bidang
kesehatan yang seyogyanya terdiri dari tenaga kesehatan yang bersih, bekompeten dalam
bidangnya, dan menjunjung tinggi profesinya. Maka dari itu, sebagai calon calon
tenaga medis di masa yang akan datang, hal ini perlu diketahui dan dipahami sehingga
dapat dijadikan pembelajaran dan menjalankan profesi sebagai seseorang yang
profesional dan mengedepankan kepentingan masyarakat.

3.2 Saran
1. Hendaklah kita tidak hanya membaca makalah ini sebagai sebuah tulisan, baiklah
kita menjadikannya salah satu wadah penambah wawasan dan pengetahuan yang
disertai dengan penerapan etika yang terpuji yang kita terapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Penulis berharap setiap orang yang membaca tulisan ini akan memiliki pemikiran
baru untuk lebih banyak belajar dan memahami mengenai etika profesi dan ilmu
komunikasi yang berlangsung pada sebuah apotek.

14

DAFTAR PUSTAKA

Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/Sk/X/2002 Tentang
Ketentuan Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek
Kode Etik Apoteker Indonesia

15

Anda mungkin juga menyukai