SIDIK GUNARNO
11.321.118/7C/S1-Keperawatan/STIKES ICME JOMBANG
LATAR BELAKANG
Harus diakui bahwa peran perawat dalam memberikan pelayanan yang bermutu
melalui program keselamatan pasien masih membutuhkan perhatian khusus dari pihak
manajemen. Dalam realita pelayanan keperawatan, pelaksanaan patient safety masih belum
optimal, padahal kewajiban perawat secara umum terhadap keselamatan pasien adalah
mencegah kejadian tidak diinginkan (KTD) dan kelalaian dengan mematuhi standart.
Menurut Hughes (2008) bahwa keselamatan pasien merupakan pencegahan cidera
terhadap pasien. Pencegahan cidera didefinisikan bebas dari bahaya yang terjadi dengan
tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai hasil perawatan medis. Praktek keselamatan
pasien adalah mengurangi risiko kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
paparan terhadap lingkungan diagnosis atau kondisi perawatan medis.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
691/MEN
%), KTD dapat di cegah 17 kasus (71%), KTD tidak dapat dicegah 6 kasus (25%), dan
perpanjangan masa perawatan 15 kasus (62%).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Mustikawati (2011) menyebutkan laporan
insiden keselamatan pasien berdasarkan provinsi 2007 ditemukan di DKI Jakarta 37,9 %,
Jawa Tengah 15,9 %, DIY 13,8 %, Jawa Timur 11,7 %, Sumatera Selatan 6,9 %, Jawa
Barat 2,8 %, Bali 1,4 %, Aceh 10,7 %, Sulawesi Selatan (0,7 %). Walaupun data ini telah
ada secara umum di Indonesia, catatan pelaporan insiden keselamatan pasien di rumah
sakit belum dikembangkan secara menyeluruh oleh semua rumah sakit sehingga catatan
pelaporan insiden keselamatan pasien masih sangat terbatas.
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
691/MEN
menyelenggarakan
pendidikan
dan
pelatihan
yang
names).
Pastikan identifikasi pasien.
Komunikasi secara benar saat serah terima / pengoperan pasien
Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar.
Kendalikan cairan elektrolit pekat (concentrated).
Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan.
Hindari salah kateter dan salah sambung slang (tube).
Gunakan alat injeksi sekali pakai.
Tingkatkan kebersihan tangan (hand hygiene) untuk pencegahan lnfeksi
nosokomial.
1.6. Dasar hukum patient safety
Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai
berikut:
a. Pasal 53 (3) UUNo.36/2009 tentang kesehatan
Pelaksanaan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibanding kepentingan
lainnya.
b. Pasal 32n UU No.44/2009 tentang rumah sakit
bermutu,
antidiskriminasi,
dan
efektif
dengan
mengutamakan
a. Kepemimpinan
Kuntoro (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu seni dan proses
untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain supaya mereka memiliki
motivasi untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai dalam situasi tertentu,
sehingga sangat berperan dalam menentukan arah organisasi, mengembangkan
budaya, memastikan pelayanan dan mempertahankan organisasi yang efektif.
b. Individu
Patient safety merupakan tantangan global yang memerlukan pengetahuan dan
keterampilan dalam berbagai area, mencakup faktor manusia dan system
perencanaan. Menurut Jones (2007) pemberian layanan kesehatan adalah aktivitas
tim, serta para professional dan anggota tanpa lisensi dari berbagai disiplin.
Berdasarkan model manajemen tradisional, penekanan adalah pada individu
dalam tempat kerja, dan lebih menghargai pencapaian individu. Dalam hal
keselamatan pasien, pemimpin harus memastikan bahwa menempatkan pekerja
yang dimiliki mempunyai keterampilan untuk menjalankan fungsinya sehingga
pelayanan yang diberikan bermutu dan safety. Rumah sakit harus dapat
mengadakan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan dan
pengetahuan para staf, karena pengetahuan para staf akan menentukan sikap
mereka dalam mendukung keselamatan pasien.
c. Budaya
Jones (2007) berpendapat the organizational culture affects the outcomes of
quality for the organization. Budaya organisasi mempengaruhi hasil dari mutu
organisasi. Perubahan budaya adalah semboyan baru dalam patient safety.
Menurut Whithebead, Weiss & Tappen (2010) suatu kultur keselamatan
mempromosikan kepercayaan, kejujuran, keterbukaan, dan ketransparanan.
Organisasi dan kepemimpinan senior harus melakukan perubahan arah untuk
mengembangkan budaya keselamatan, suatu lingkungan yang tidak menyalahkan
di mana pelaporan kesalahan dipromosikan dan dihadiahi.
d. Infrastruktur
Dua elemen penting untuk peningkatan safety dan mutu adalah disain proses
pelayanan dan ketersediaan infrastruktur informasi. Menurut Hughes (2008)
temuan riset menunjukkan bahwa IT aplikasi dapat tingkatkan keselamatan
DAFTAR PUSTAKA
Kuntoro, Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Nuha Medika : Yogyakarta.
Yulia, Sri. 2010. Pengaruh Pelatihan Keselamatan Pasien Terhadap Pemahaman Perawat
Pelaksana Mengenai Penerapan Keselamatan Pasien di RS Tugu Ibu Depok, tesis M.Kep,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. Diakses tanggal 20 Oktober
2014,http://www.edu.ui.ac.id/files
Depkes RI, 2006, Panduan nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).
diakses tanggal 20 Oktober 2014, http ://www.depkes.go.id.
Mustikawati, Yully H. 2011. Analisis Determinan Kejadian Nyaris Cedera dan Kejadian
Tidak Diharapkan di Unit Perawatan Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta, tesis M.Kep,
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok. diakses tanggal 20 Oktober
2014, http://www.edu.ui.ac.id/files
Hughes, Ronda. G.2008.Patient Safety and Quality an Evidence Based Handbook of
Nurses. Rockville MD : Agency for Healthcare Research and Quality Publications, diakses
20 Oktober 2014, http://www.ahrg.gov/QUAL/nursehdbk.