Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Assalamualaium wr.wb
Alhamdulillah, Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT, yang
karena kuasa-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Makalah ini disusun guna untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Judul makalah yang
diambil yaitu SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan berharap semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, juga
dapat berguna sebagai referensi acuan bagi pihak yang lain.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini belum
sepenuhnya memenuhi kesempurnaan yang diharapkan. Oleh
karena itu, penulis memohon saran dan masukan untuk
memperbaiki kekurangan pada makalah ini.
Akhirnya hanya kepada allah SWT kita kembalikan semua
urusan dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai
ibadah disisi-Nya, amin.
Wassalamualaikum wr.wb
Parigi,

Maret 2016
Penulis

DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW,
pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang
luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam
merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang
zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis
dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah,
terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada
perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat
lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan
pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke
Indonesia pada abad ke-7 M. (9-ach-syaikhu-sejarahpendidikan-islam)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai,
dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan,
ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan,
yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan
berkembang di Indonesia. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh
lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat
kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam
merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan
kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan
hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran

tentang moral. Konversi massal masyarakat kepada Islam pada


masa kerajaan Islam di Aceh tidak lepas dari pengaruh penguasa
kerajaan serta peran ulama dan pujangga. Aceh menjadi pusat
pengkajian Islam sejak zaman Sultan Malik Az-Zahir berkuasa,
dengan adanya sistem pendidikan informal berupa halaqoh. Yang
pada kelanjutannya menjadi sistem pendidikan formal. Dalam
konteks inilah, pemakalah akan membahas tentang pusat
pengkajian Islam pada masa Kerajaan Islam dengan membatasi
wilayah bahasan di daerah Aceh, dengan batasan masalah,
pengertian pendidikan Islam, masuk dan berkembangnya Islam
di Aceh, dan pusat pengkajian Islam pada masa tiga kerajaan
besar islam di Aceh. (sej.pddk.islam.ind.1)
2. Rumusan masalah
a. Apakah pengertian dari pendidikan islam ?
b. Bagaimana sejarah pendidikan Islam di Indonesia ?
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan
pendidikan islam
b. Untuk mengetahui bagaimana sejarah tentang pendidikan
islam di Indonesia
4. Manfaat
a. Agar kita dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan
pendidikan islam
b. Agar kita dapat mengetahui bagaimana sejarah tentang
pendidikan islam

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian sejarah pendidikan Islam

Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam


bahasa Arab Tarbiyah dengan kata kerjanya Robba yang
berarti mengasuh, mendidik, memelihara. Menurut pendapat
ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya. (sej.pddk.islam.ind.1)
Sejarah adalah pengalaman masa lampau umat manusia
(the past experience of mankind) Menurut istilah -catatan yang
berhubungan dengan kejadian masa silam yang diabadikan
dalam laporan tertulis dan dalam ruang lingkup yang luas. Jadi,
sejarah perkembangan islam dapat didefinisikan sebagai
keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan islam dari waktu ke waktu dari zaman lahirnya Islam
sampai masa sekarang, atau sejarah pendidikan islam
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, baik dari
segi ide & konsepsi maupun dari segi institusi &operasionalisasi
dari zaman nabi sampai masa sekarang. (kapita selekta)
Secara umum pendidikan islam memiliki kegunaan yang
sangat besar bagi manusia- mengandung kekuatan besar yang
dapat menimbulkan dinamisme yang dapat melahirkan nilai-nilai
baru bagi pertumbuhan dan perkembangan mitos yang
mencakup segalanya. Dan juga pendidikan islam ini memiliki
sifat akademis, yaitu :
a) mengetahui dan memahami pertumbuhan dan
perkembangan pendidikan Islam sejak zaman lahirnya
sampai sekarang.

b) Mengambil manfaat dari proses pendidikan Islam, guna


memecahkan problematikan pendidikan Islam masa kini.
c) Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan dan
pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan Islam.
2. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
a. Proses Masuknya Islam di Indonesia
Kedatangan Islam di berbagai daerah Indonesia tidaklah
bersamaan. Demikian pula kerajaan-kerajaan dan daerahdaerah yang didatanginya mempunyai situasi politik dan
sosial budaya yang berlainan. Proses masuknya Islam ke
Indonesia memunculkan beberapa pendapat. Para Tokoh yang
mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung
mengetahui tentang masuk dan tersebarnya budaya serta
ajaran agama Islam di Indonesia, ada pula yang melalui
berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orangorang barat (eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas
atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di Indonesia. Tokohtokoh itu diantaranya, Marcopolo, Muhammad Ghor, Ibnu
Bathuthah, Dego Lopez de Sequeira, Sir Richard Wainsted.
Sedangkan sumber-sumber pendukung Masuknya Islam di
Indonesia diantaranya adalah:
1) Berita dari Arab
Berita ini diketahui dari pedagang Arab yang melakukan
aktivitas
perdagangan dengan bangsa Indonesia. Pedagang Arab Telah
datang ke Indonesia sejak masa kerajaan Sriwijaya (abad ke-7
M) yang menguasai jalur pelayaran perdagangan di wilayah
Indonesia bagian barat termasuk Selat Malaka pada waktu
itu. Hubungan pedagang Arab dengan kerajaan Sriwijaya
terbukti dengan adanya para pedagang Arab untuk kerajaan

Sriwijaya dengan sebutan Zabak, Zabay atau Sribusa.


Pendapat ini dikemukakan oleh Crawfurd, Keyzer, Nieman, de
Hollander, Syeh Muhammad Naquib Al-Attas dalam bukunya
yang berjudul Islam dalam Sejarah Kebudayaan Melayu dan
mayoritas tokoh-tokoh Islam di Indonesia seperti Hamka dan
Abdullah bin Nuh. Bahkan Hamka menuduh bahwa teori yang
mengatakan Islam datang dari India adalah sebagai sebuah
bentuk propaganda, bahwa Islam yang datang ke Asia
Tenggara itu tidak murni.
2) Berita Eopa
Berita ini datangnya dari Marcopolo tahun 1292 M. Ia
adalah orang yang pertama kali menginjakan kakinya di
Indonesia, ketika ia kembali dari cina menuju eropa melalui
jalan laut. Ia dapat tugas dari kaisar Cina untuk
mengantarkan putrinya yang dipersembagkan kepada kaisar
Romawi, dari perjalannya itu ia singgah di Sumatera bagian
utara. Di daerah ini ia menemukan adanya kerajaan Islam,
yaitu kerajaan Samudera dengan ibukotanya Pasai. Diantara
sejarawan yang menganut teori ini adalah C. Snouch
Hurgronye, W.F. Stutterheim,dan Bernard H.M. Vlekke.
3) Berita India
Berita ini menyebutkan bahwa para pedagang India dari
Gujarat mempunyai peranan penting dalam penyebaran
agama dan kebudayaan Islam di Indonesia. Karena disamping
berdagang mereka aktif juga mengajarkan agama dan
kebudayaan Islam kepada setiap masyarakat yang
dijumpainya, terutama kepada masyarakat yangterletak di
daerah pesisisr pantai.9 Teori ini lahir selepas tahun 1883 M.
Dibawa oleh C. Snouch Hurgronye. Pendukung teori ini,

diantaranya adalah Dr. Gonda, Van Ronkel, Marrison, R.A.


Kern, dan C.A.O. Van Nieuwinhuize.
4) Berita Cina
Berita ini diketahui melalui catatan dari Ma Huan, seorang
penulis yang mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia
menyatakan melalui tulisannya bahwa sejak kira-kira-kira
tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang
bertempat tinggal di pantai utara Pulai Jawa.11 T.W. Arnol pun
mengatakan para pedagang Arab yang menyebarkan agama
Islam di Nusantara, ketika mereka mendominasi perdagangan
Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijrah atau abad ke-7 dan
ke-8 M. Dalam sumber-sumber Cina disebutkan bahwa pada
abad ke-7 M seorang pedagang Arab menjadi pemimpin
sebuah pemukiman Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera
(disebut Tashih).
5) Sumber dalam Negeri
Terdapat sumber-sumber dari dalam negeri yang
menerangkan
berkembangnya pengaruh Islam di Indonesia. Yakni
Penemuan sebuah batu di Leran (Gresik). Batu bersurat itu
menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian
tulisannya telah rusak. Batu itu memuat tentang
meninggalnya seorang perempuan yang bernama Fatimah
Binti Maimun (1028). Kedua, Makam Sultan Malikul Saleh di
Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun
676 H atau tahun 1297 M. Ketiga, makam Syekh Maulana
Malik Ibrahim di Gresik yang wafat tahun 1419 M. Jirat makan
didatangkan dari Guzarat dan berisi tulisan-tulisan Arab.
Mengenai masuknya Islam ke Indonesia, ada satu kajian yakni

seminar ilmiah yang diselenggarakan pada tahun 1963 di


kota Medan, yang menghasilkan hal-hal sebagai berikut:
1) Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M,
langsung dari negeri Arab.
2) Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir sumatera
Utara.
Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam
Pertama yaitu Aceh.
3) Para dai yang pertama, mayoritas adalah para pedagang.
Pada saaat itu dakwah disebarkan secara damai.14
(SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA)
b. Pendidikan Islam di Masa Kerajaan
Pendidikan di masa kerajaan dimulai dari kerajaan
Sriwijaya. Pada kerajaan Mataram kuno terkenal atau
berpusat di Jawa Tengah dan aktivitas pendidikannya yaitu;
menterjemahkan buku-buku agama Budha, menterjemahkan
buku-buku lain ke bahasa Jawa kuno seperti Ramayana dan
perguruan tinggi di masa kerajaan Mataram kuno sudah
meliputi Fakultas Agama, Fakultas Sastra, Fakultas Bangunan
atau Teknik Bangunan. Selain kerajaan Mataram, juga ada
kerajaan Hindu-Buddha dan kerajaan Islam.
Islam sebagai sebuah pemerintahan hadir di Indonesia
sekitar abad ke-12, namun sebenarnya Islam sudah sudah
masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui
Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina,
Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat
sejak abad 7. Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir
perempatan ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi
pemimpin pemukiman Arab muslim di pesisir pantai

Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi


politik yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M)
Raja Sriwijaya Jambi yang bernama Srindravarman mengirim
surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Kekhalifahan
Bani Umayyah meminta dikirimkan da'i yang bisa
menjelaskan Islam kepadanya. Surat itu berbunyi: Dari Raja
di Raja yang adalah keturunan seribu raja, yang isterinya juga
cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya
terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua
sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu
wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya
hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak
menyekutukan tuhan tuhan lain dengan Allah. Saya telah
mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya
merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar
tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada
saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya
dan menjelaskan kepada saya tentang hukum hukumnya.
Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M, Raja
Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya
Jambi pun dikenal dengan nama 'Sribuza Islam'. Sayang, pada
tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan oleh Sriwijaya
Palembang yang masih menganut Budha. Islam terus
mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam.
Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan
Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225 H atau 12
November 839 M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam
masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440.
Rajanya seorang Muslim bernama Bayanullah. Kesultanan
Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke

penduduk dan melalui pembauran, menggantikan Hindu


sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16 di Jawa
dan Sumatera. Hanya Bali yang tetap mempertahankan
mayoritas Hindu. Di kepulauan-kepulauan di timur,
rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui sudah
aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas
yang besar dari kedua agama di kepulauan-kepulauan
tersebut. Penyebaran Islam dilakukan melalui hubungan
perdagangan di luar Nusantara; hal ini, karena para penyebar
dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari pemerintahan
Islam yang datang dari luar Indonesia, maka untuk
menghidupi diri dan keluarga mereka, para mubaligh ini
bekerja melalui cara berdagang, para mubaligh inipun
menyebarkan Islam kepada para pedagang dari 6 penduduk
asli, hingga para pedagang ini memeluk Islam dan
meyebarkan pula ke penduduk lainnya, karena umumnya
pedagang dan ahli kerajaan lah yang pertama mengadopsi
agama baru tersebut. Kerajaan Islam penting termasuk di
antaranya: Kerajaan Samudera Pasai, Kesultanan Banten
yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara
Eropa, Kerajaan Mataram, dan Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di Maluku. (sejarah-pendidikan-islam-diIndonesia)
c. Pendidikan islam pada masa penjajahan
Pendidikan islam pada masa penjajahan ada dua yaitu
pendidikan islam pada masa penjajahan Belanda dan
pendidikan islam pada masa penjajahan Jepang. Pendidikan
islam tersebut akan di jelaskan satu persatu sebagai berikut:

1.

Pendidikan Islam pada masa penjajahan Belanda


Penaklukan bangsa barat atas dunia timur dimulai dengan jalan
perdagangan. Demikian juga dengan bangsa belanda, tujuan belanda yang
datng ke Indonesia adalah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu
mendapatkan rempah-rempah yang berharga mahal di eropa.
Kedatangan bangsa belanda memang telah membawa kemajuan
teknologi, tetapi tujuannya adalah untuk meningkatkan hasil jajahan, bukan
untuk kemakmuran bangsa yang dijajah, begitu pula dibidang pendidikan,
mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk
menghasilkan tenaga yang dapat membantu kepentingan mereka dengan upah
yang murah dibandingkan jika mereka harus mendatangkan tenaga dari barat.
Apa yang mereka sebut dengan pembaharuan pendidikan adalah westernisasi
dan kristenisasi yakni kepentingan barat dan nasrani, dua motif inilah yang
mewarnai kebijakan belanda selama 3,5 abad.1
Gubernur Jendral Van den Capellen pada tahun 1819 M mengambil
inisiatif merencakan berdirinya sekolah dasar bagi penduduk pribumi agar
dapat membantu pemerintah belanda. Dalam surat edarannya kepada Bupati
tersebut sebagai berikut : dianggap penting untuk secepat mungkin
mengadakan peraturan pemerintah yang menjamin meratanya kemampuan
membaca dan menulis bagi penduduk pribumi agar mereka lebih mudah
untuk dapat menaati undang-undang dan hukum negara.
Jiwa surat edaran diatas menggambarkan tujuan daripada didirikannya
sekolah dasar pada zaman itu. Pendidikan Agama Islam yang ada dipondok
pesantren, mesjid, mushola dan lain sebagainya dianggap tidak membantu
pemerintah belanda. Para santri pondok masih dianggap buta huruf latin.
Jadi jelas bahwa madrasah dan pesantren dianggap tidak berguna. Dan
tingkat sekolah pribumi adalah rendah sehingga disebut sekolah desa, dan

dimaksudkan untuk menandingi madrasah, pesantren pengajian yang ada di


desa itu.
Politik pemerintah belanda terhadap rakyat Indonesia yang mayoritas
Islam didasari oleh rasa ketakutan, rasa panggilan agamanya dan rasa
kolonialismenya.
Pada tahun 1925 M, Pemerintah mengeluarkan peraturan yang lebih
ketat lagi terhadap pendidikan Agama Islam yaitu bahwa tidak semua orang
(kyai) boleh memberikan pelajaran mengaji. Peraturan itu mungkin
disebabkan oleh adanya gerakan organisasi pendidikan islam yang sudah
tampak tumbuh seperti Muhammadiyah, Partai syarikat Islam, Al-Irsyad dan
lain-lain.
Pada tahun 1932 M. keluar pula peraturan yang dapat memberantas dan
menutup Madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan
pelajaran yang tak disukai oleh pemerintah yang disebut Ordonansi sekolah
liar (wilde school ordonantie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya
gerakan nasionalisme-Islamisme pada tahun 1982 M, berupa sumpah
pemuda.1
Jika kita melihat peratuaran-peratuaran pemerintah belanda yang
demikian ketat dan keras mengenai pengawasan, tekanan dan pemberantasan
aktivitas madrasah dan pondok pesantren di Indonesia, maka seolah-olah
dalam tempo yang tidak lama. Pendidikan Islam akan menjadi lumpuh atau
porak poranda, akan tetapi apa yang dapat disaksikan dalam sejarah adalah
keadaan yang sebaliknya. Masyarakat Islam di Indonesia pada zaman itu
laksana air hujan atau air bah yang sulit dibendung. Dibendung disini, meluap
disana.
Jiwa islam tetap terpelihara dengan baik, para ulama dan kyai bersikap
non cooperative dengan belanda. Mereka menyingkir dari tempat yang dekat
dengan Belanda. Mereka mengharamkan kebudayaan yang dibawa belanda

dengan berpegang teguh kepada hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya :
barang siapa yang menyerupai suatu golongan maka ia termasuk golongan
tersebut (HR. Abu Dawud dan Imam Hibban). Mereka tetap berpegang
kepada ayat Al-quran surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu)
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang,
kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan
kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri
dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi
keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di
Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi,
sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama
(gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang
memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa
pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan).
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui
lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar

sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur
mengurusi atau mengaturnya.3
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan,
kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan
Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian
relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda
diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: (1)
Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2)
Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak
mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan
kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial,
khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk
melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai
pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.4
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS
yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik
ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan
Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam
yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi
(pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.5
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda
(ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS),
dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan
umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.

2.

Pendidikan Islam pada masa penjajahan Jepang

Jepang menjajah Indonesia setelah mengusir pemerintah Hindia


Belanda yang kalah pada perang dunia ke II. Mereka menguasai Indonesia
pada tahun 1942, dengan membawa semboyan Asia timur raya untuk Asia
dan semboyan Asia baru.6 Pendidikan islam zaman penjajahan jepang
dimulai pada tahun 1942-1945, sebab bukan hanya belanda saja yang
mencoba berkuasa di Indonesia.
Jepang mengumumkan rencana mendirikan lingkungan kemakmuran
bersama asia timur raya pada tahun 1940. Jepang akan menjadi pusat
lingkungan pengaruh atas delapan daerah yakni: manchuria, daratan cina,
kepuluan muangtai, malaysia, indonesia, dan asia rusia. Lingkungan
kemakmuran ini disebut dengan hakko I chi-u (delapan benang dibawah satu
atap).
Dengan konteks sejarah dunia yang menuntut dukungan militer kuat,
Jepang mengelola pendidikan di Indonesia pun tidak bisa dilepaskan dari
kepentingan ini. Sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pendidikan di masa
pendudukan Jepang sangat dipengaruhi motif untuk mendukung kemenangan
militer dalam peperangan pasifik.
Setelah Februari 1942 menyerang Sumatera Selatan, Jepang
selanjutnya menyerang Jawa dan akhirnya memaksa Belanda menyerah pada
Maret 1942. Sejak itulah Jepang kemudian menerapkan beberapa kebijakan
terkait pendidikan yang memiliki implikasi luas terutama bagi sistem
pendidikan di era kemerdekaan. Hal-hal tersebut antara lain:
1. Dijadikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi pengantar pendidikan
menggantikan Bahasa Belanda
2. Adanya integrasi sistem pendidikan dengan dihapuskannya sistem
pendidikan berdasarkan kelas sosial di era penjajahan Belanda.
Sementara itu terhadap pendidikan Islam, Jepang mengambil beberapa
kebijakan antara lain:

1. kantor urusan agama pada zaman belanda yang disebut dengan kantor
Islamistiche yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah
oleh jepang menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh umat islam sendiri
yakni K.H. Hasyim Asyari dari jombang da didaerah dibentuk daerah
sumuka.
2. Pondok pesantren besar-besar yang sering mendapat kunjungan dan
bantuan pemerintah Jepang.
3. Sekolahnegeri diberi pendidikan budi pekerti yang isinya identik dengan
pelajaran agama.
4. Pemerintah jepang Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang
mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah
pimpinan K.H. Zainal Arifin.
5. Pemerintah jepang Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di
Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung
Hatta.
6. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan
Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di
zaman kemerdekaan
7. Diizinkannya Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) terus beroperasi,
sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU.7
Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum
muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan
keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk
bangkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945
berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan
zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk
memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri
bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang
pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada

masa pendudukan Jepang itu kemudian dapat diikhtisarkan sebagai berikut:


(1) Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko / Sekolah Rakyat). Lama studi 6
tahun. Termasuk SR adalah Sekolah Pertama yang merupakan konversi nama
dari Sekolah dasar 3 atau 5 tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda. (2)
Pendidikan Lanjutan. Terdiri dari Shoto Chu Gakko (Sekolah Menengah
Pertama) dengan lama studi 3 tahun dan Koto Chu Gakko (Sekolah
Menengah Tinggi) juga dengan lama studi 3 tahun. (3) Pendidikan Kejuruan.
Mencakup sekolah lanjutan bersifat vokasional antara lain di bidang
pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. (4) Pendidikan
Tinggi8
Disini beberapa tujauan pendidikan islam ketika zaman penjajahan antara
lain:
a. azaz tujuan muhamadiyah: mewujudkan masyarakat islam yang
sebenarnya dan azaz perjuangan dakwah islamiyyah dan amar maruf nahi
Munkar
b. INS(Indonesische Nadelanshe School) dipelopori oleh Muhammad
syafii )1899-1969) bertuan memdidik anak untuk berpikir rasional,
mendidik anak agar bekerja sungguh-sungguh, membentuk manusia yang
berwatak dan menanam persatuan.
c. Tujuan Nahdlatul Ulama, sebelum menjadi partai politik memgang teguh
mahzab empat, disamping mejadi kemaslahatan umat islam itu sendiri.
Jepang membentuk badan-badan pertahanan rakyat seperti Haihoo, Peta,
Keibodan, Seinan dan lain sebagainya. Sehingga penderitaan rakyat lahir dan
batin makin tak tertahankan lagi, maka timbullah pemberontakanpemberontakan baik dari golongan peta di Blitar jawa timur dan lain-lain
maupun oposisi dari para alim ulama, banyak Kyai yang ditangkap dan
dipenjarakan oleh Jepang.
Dunia pendidikan secara umum terbengkalai, karena murid-murid sekolah
setiap harinya disuruh gerak badan, baris berbaris, bekerja bakti (Romusha)

bernyanyi dan lain sebagainya. Yang masih agak beruntung adalah madrasahmadrasah yang berada dilingkungan pondok pesantren yang bebas dari
pengawasan langsung pemerintah jepang. Pendidikan dalam pondok
pesantren masih dapat berjalan dengan agak wajar.

d. Pendidikan islam pada masa kemerdekaan


Pendidikan islam masa kemerdekaan ada dua yaitu
pendidikan islam masa orde lama dan pendidikan islam pada
masa orde baru. Akan dijelaskan

1. Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan I 1945-1965


(Orla)
Pada tanggal 1 Juni 1945, dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan, Soekarno yang kemudian menjadi Presiden Pertama
Republik Indonesia, mengatakan bahwa betapa pentingnya setiap bangsa
Indonesia bertuhan, dan mengajak setiap bangsa Indonesia mengamalkan
agamanya masing-masing. Sesudah kemerdekaan Indonesia diplokamirkan,
maka pada tanggal 18 Agustus 1945, ditetapkan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai sila pertama dari Pancasila.[4]
Sila pertama itu adalah merupakan perwujudan dari sikap hidup yang
religius, maka setelah Indonesia merdeka, penyelenggaraan pendidikan
agama mendapat perhatian serius dari pemerintah, baik dari sekolah Negri
maupun suasta. Usaha untuk itu dimulai dengan memberikan bantuan
terhadap lembaga tersebut sebagaimana yang dilanjurkan oleh Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat (BPKNP) tanggal 27 Desember 1945 yang
menyebutkan bahwa:

Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan
sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar
dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian
dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan materil dari pemerintah.[5]
1. Keberadaan Pendidikan Islam
Meskipun Indonesia baru memplokamirkan kemerdekaanya dan
tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri
terutama mamperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital
dalam menentukan, untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran
Pendidikan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan
tersebut maka diadakanlah berbadai usaha, terutama mengubah sistem
pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.[6]
Mentri Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K) pertama Ki
Hajar Dewantara mengeluarkan intruksi Umum yang isinya memerintahkan
kepada semua Kepala-kepala sekolah dan guru-guru untuk:
1.

Mengibarkan Sang Merah Putih tiap-tiap hari di halaman sekolah

2.

Melagukan lagu Kebangsaan Indonesia Raya

3.

Menghentikan pengibaran bendera Jepang dan menghapuskan nyanyian


Kimigayo lagu kebangsaan Jepang.

4.

Menghapuskan pelajaran Bahasa Jepang, serta segala upacara yang


berasal dari pemerintah Balatentara Jepang.

5.

Memberi semangat kebangsaan kepada seluruh murid-murid.[7]


Seirama dengan perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia sejak

proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga


sekarang, maka kebijakan pendidikan di Indonesia termasuk didalamnya

pendidikan Islam memang mengalami pasang surut serta kurung waktu


tertentu, yang ditandai dengan peristiwa-peristiwa penting dan tonggak
sejarah sebagai pengingat.
Pada tahun 1950 ketika kedaulatan indonesia telah pulih untuk seluruh
Indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang
dipimpin oleh Prof. Mahmud Yunus dari departemen agama dan Mr. Hadi
dari departemen P & K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan
pada bulan Januari 1951, isinya ialah :
1. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV sekolah rakyat.
2. Di daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di Sumatra,
Kalimantan dan lainnya), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I
SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh
berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya
diberikan mulai kelas IV.
3. Di sekolah lanjutan tingkat pertama dan tingkat atas (umum dan kejuruan)
diberikan pendidikan agama sebanyak 2 jam seminggu.
4. Pendidikan agama diberikan kepada siswa minimal 10 orang dalam 1 kelas
dan mendapat izin dari orang tua atau wali.
5. Pengangkatan guru agama, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan
agama ditanggung oleh departemen agama.[8]

2.

Sejarah Singkat Pendidikan Islam Pasca Kemerdekaan II 1965Sekarang (Orba)

a.

Kebijaksanaan-Kebijaksanaan Pendidikan Secara Umum

Pada ketetapan MPRS Nomer XXVII/MPRD/1966, Bab II Pasal 3


disebutkan tentang tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang dimaksudkan
untuk membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan
seperti yang dikehendaki oleh pembukuan UUD 1945. Pembentukan manusia
Pancasila sejati adalah suatu yang sangat diperlukan untuk mengubah mental
masyarakat yang sudah banyak mendapat indoktrinasi Manipol Usedek pada
zaman Orde Lama, pemurnian semangat Pancasila sebagai jaminan untuk
teganya Orde Baru.[9]
b.

Keberadaan Pendidikan Agama Islam


Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia
baik itu menyangkut kehidupan sosial, agama maupun politik, hal ini
didukung dengan adanya keputusan sidang MPRS yang dalam keputusannya
dalam bidang pendidikan agama mengatakan, Pendidikan Agama menjadi hak
yang wajib mulai dari sekolah dasar sampai pergutruan tinggi. Dengan
adanya keputusan tersebut keberadaan Pendidikan Agama semakin
mendapatkan tempat dan akses yang luas untuk di jangkau setiap masyarakat.

C.

Tujuan Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan

1.

Tujuan yang bersifat individu, mencakup perubahan, yaitu perubahan


pengetahuan.

2.

Tujuan yang mencakup masyarakat, yaitu perubahan kehidupan masyarakat


serta memperkaya pengalaman masyarakat.

3.

Tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran


sebagai ilmu, seni profesi dan kesertaan masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan islam pada masa merdeka
diarahkan sebagai upaya integrasi pendidikan islam dalam sistem pendidikan
nasional.

D.

Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia


Banyak sekali lebaga-lembaga yang menjadi sarana penunjang
keberlangsungan Pendidikan Islam seperti:

1.

Mesjid dan Surau

2.

Pondok Pesantren

3.

Madrasah

4.

Perguruan Tinggi Agama Islam

5.

Majelis Talim
Yang akan pemakalah bahas lebih dalam disini adalah mengenai seluk beluk
Pesantren daari mulai pengertian, sistem pengajaran dan apa yang harus di
rekonstruksikan.

1.

Sejarah Pesantren
Pesantren yang merupakan Bapak dari pendidikan Islam di Indonesia,
didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas
kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau
dai.[10]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar
para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa arab
Funduq yang berarti hotel atau asrama.[11]

2.

Pola Pengajaran Konvensional Dalam Pendidikan Pesantren

Freire (1999), memberikan istilah terhadap pengajaran konvensional


sebagai suatu penyelenggaraan pendidikan ber gaya bank penyelenggaraan
pendidikan hanya dipandang sebagai suatu aktivitas pemberian informasi
yang harus ditelan oleh siswa, yang wajib diingat dan dihafal. Secara
umum, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah Siswa sebagai penerima
informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan
pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan
yang dimiliki sesuai dengan standar dan guru merupakan penentu jalanya
proses pembelajaran sehingga interaksi guru dan siswa sangat kurang.[12]
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat
dimaklumi sebagai pendekatan pembelajaran yang lebih banyak berpusat
pada guru, komunikasi lebih banyak satu arah dari guru ke siswa, metode
pembelajaran lebih pada penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi.

a.

Metode Sorogan
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang
disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh
dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual
dan penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang jumlahnya
sedikit.[13]
Di pesantren metode ini diperuntukan pada santri tingkat rendah yaitu
mereka yang baru menguasai baca Al-Quran. Melalui sorogan,
perkembangan intelektual santri dapat ditangkap langsung oleh Kiai.
Sebaliknya penerapan metode ini menuntut kesabaran dan keuletan pengajar
karena membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak
efektif.[14]

b.

Metode Wetonan Atau Bandongan

Adalah metode yang utama di lingkungan pesantren. Zamakhsyari


menerangkan bahwa metode wetonan atau bandongan ialah suatu pola
pengajaran dengan cara guru membaca, menerjemahkan, menerangkan, dan
mengulas buku-buku Islam atau kitab kuning dalam bahasa arab dan santri
mendengarkannya. Mereka memperhatikan bukunya sendiri tanpa ada
interaksi yang intens antara santri dan guru.[15]
Penerapan metode tersebut mengakibatkan santri bersikaf pasif, sebab
kreatifitas dalam proses belajar mengajar didomonasi ustadz, sementara santri
hanya mendengarkan dan memperhatikan keterangnnya. Dengan kata lain
santri tidak terlatih mengekspresikan daya kritisnya guna mencermati
kebenaran suatu pendapat.
Berdasarkan dari cara oengajaran dan proses penyampaian informasi
metode sorogan dan wetonan atau bandongan memiliki ciri pemahaman yang
sangat kuat pada pemahaman tekstual dan literal.[16] Sedangkan jika merujuk
kepada ciri-ciri umum dalam pola pembelajaran konvensional adalah siswa
sebagai penerima informasi secara pasif dan sulit untuk berkembang.
3.

Metode Pengajaran Inovatif Sebagai Rekonstruksi Pengajaran


Oesantren

a.

Pengertian Pengajaran Inovatif


Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas oleh pebelajar
atas dorongan gagasan barunya yang merupakan produk dari learning how to
learn untuk melakukan langkah-langkah belajar, sehingga memperoleh
kemajuan hasil belajar.[17]

b.

Ciri-Ciri Pengajaran Inovatif

o peran guru lebih sebagai fasilitator

o Belajar diarahkan oleh siswa sendiri


o Berbasis masalah,proyek, dunia nyata, tindakan nyata, dan refleksi
o Kreasi investigasi dan kolaborasi

1)

Metode Inovatif Karyawisata


Dibandingkan dengan metode sorogan dan bandongan, metode
karyawisata segbagai metode yang tampaknya menjadi awal solusi yang bai
bagi wawasan santri, meskipun dikebanyakan pesantren metode ini terasa
asing, namun sebagian pesantren sudah ada yang menjalankan metode ini,
seperti santri diajak ziaroh ke makan Walisongo dan mengunjungi tempattempat bersejarah yang sarat akan nilai ke-islaman. Saefudin Zuhri
mengabarkan bahwa di beberapa pesantren, para santri tidak hanya
menyibukan diri dalam mengaji dan belajar melainkan ada juga saat-saat
berkreasi.[18]
Seperti halnya pada Pondok Pesantren Darussalam Gontor, bahwa yang
penulis ketahui dari salah seorang teman alumni Ponpes Darussalam Gontor.
Disana santri mendapat pasilitas untuk mengembangkan potensi dan
minatnya masing-masing. Seperti dibidang kaligrafi, musik, olahraga,
berwirausaha, dan lain-lain. Hal ini bertujuan agar santri mampu menjadi
lulusan yang multi talenta dan menjadi kader yang produktif, tidak saja
mengerti dan memahami pendidikan Agama Islam, melainkan mereka mampu
menciptakan seni untuk menyampaikannya sehingga dakwah atau
pembelajaran bia menyenangkan.

2)

Metode Inovatif Diskusi

Metode diskusi merupakan metode yang menjadi andalan proses belajarmengajar diperguruan tinggi. Metode ini juga diterapkan dipesantren. Metode
diskusi membuka kesempatan terbukanya pikiran dengan berlandasan
argumentasi ilmiah. Oleh karena itu, sangat logis bila penerapan metode
diskusi diterapkan dalam pengejaran di pesantren. Metode ini telah dipakai di
beberapa pesantren seperti Tebuireng, Pabelan, atau Gontor.
Akhir-akhir ini bahkan ada juga pesantren yang menerapkan metode
seminar. Metode seminar dilaksanakan dengan mengundang nara sumber dari
dalam maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam Malang, pipinan Kiyai Hasyim
Muzadi maupun pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai A. Wahid Zaeni cukup
sering mengadakan seminar dengan nara sumber dari luar, sehingga
mengubah kesan metodik pesantren.[19]
Dari kedua pola pengajaran diatas, sangat jelas sekali bahwa pola
pengajaran inovatif lebih ditekankan untuk kita sebagai calon Guru baik
dipesantren ataupun di sekolah. Pola pembelajaran inovatif buakan
menghilangkan pola-pola pengajaran kelasik atau konvensional, melainkan
merupakan sebuah inovasi pembelajaran dengan menggunakan cara-cara
yang lebih menyenangkan sehingga proses pembelajaran dapat tersampaikan
dengan waktu yang efisien dan lebih jauh siswa mampu mengaktualisasikan
esensi dari pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan sebagaimana tujuan terbentuknya pondok pesantren
di Indonesia yang antara lain adalah:
a)

Tujuan Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam
yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam
masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.

b)

Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alaim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam
masyarakat.[20]
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju
inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan
dunia. Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan
agar santri lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang
bersifat aktual yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.

BAB III
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai