Assalamualaium wr.wb
Alhamdulillah, Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT, yang
karena kuasa-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah ini. Makalah ini disusun guna untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Judul makalah yang
diambil yaitu SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu penyusun dalam menyelesaikan
makalah ini. Dan berharap semoga makalah ini dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca, juga
dapat berguna sebagai referensi acuan bagi pihak yang lain.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini belum
sepenuhnya memenuhi kesempurnaan yang diharapkan. Oleh
karena itu, penulis memohon saran dan masukan untuk
memperbaiki kekurangan pada makalah ini.
Akhirnya hanya kepada allah SWT kita kembalikan semua
urusan dan semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, khususnya bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya, semoga Allah SWT meridhoi dan dicatat sebagai
ibadah disisi-Nya, amin.
Wassalamualaikum wr.wb
Parigi,
Maret 2016
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Lahirnya agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW,
pada abad ke-7 M, menimbulkan suatu tenaga penggerak yang
luar biasa, yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam
merupakan gerakan raksasa yang telah berjalan sepanjang
zaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Masuk dan
berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis
dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah,
terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada
perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat
lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan
pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke
Indonesia pada abad ke-7 M. (9-ach-syaikhu-sejarahpendidikan-islam)
Datangnya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai,
dapat dilihat melalui jalur perdagangan, dakwah, perkawinan,
ajaran tasawuf dan tarekat, serta jalur kesenian dan pendidikan,
yang semuanya mendukung proses cepatnya Islam masuk dan
berkembang di Indonesia. Kegiatan pendidikan Islam di Aceh
lahir, tumbuh dan berkembang bersamaan dengan
berkembangnya Islam di Aceh. Konversi massal masyarakat
kepada Islam pada masa perdagangan disebabkan oleh Islam
merupakan agama yang siap pakai, asosiasi Islam dengan
kejayaan, kejayaan militer Islam, mengajarkan tulisan dan
hapalan, kepandaian dalam penyembuhan dan pengajaran
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian sejarah pendidikan Islam
1.
dengan berpegang teguh kepada hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya :
barang siapa yang menyerupai suatu golongan maka ia termasuk golongan
tersebut (HR. Abu Dawud dan Imam Hibban). Mereka tetap berpegang
kepada ayat Al-quran surat Al-Maidah ayat 51 yang artinya Hai orangorang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu)
Pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang,
kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan
kepentingan komersial. Berbeda dengan kondisi di negeri Belanda sendiri
dimana lembaga pendidikan dikelola secara bebas oleh organisasi-organisasi
keagamaan, maka selama abad ke-17 hingga 18 M, bidang pendidikan di
Indonesia harus berada dalam pengawasan dan kontrol ketat VOC. Jadi,
sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan oleh kalangan agama
(gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai VOC yang
memperoleh tanda kepangkatan dan gaji. Dari sini dapat dipahami, bahwa
pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen Protestan).
Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan sebagai
berikut:
1. Pendidikan Dasar
2. Sekolah Latin
3. Seminarium Theologicum (Sekolah Seminari)
4. Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
5. Sekolah Cina
6. Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan melalui
lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar
sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur
mengurusi atau mengaturnya.3
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami kebangkrutan,
kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah kerajaan
Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian
relatif maju dari sebelumnya. Beberapa prinsip yang oleh pemerintah Belanda
diambil sebagai dasar kebijakannya di bidang pendidikan antara lain: (1)
Menjaga jarak atau tidak memihak salah satu agama tertentu; (2)
Memperhatikan keselarasan dengan lingkungan sehingga anak didik kelak
mampu mandiri atau mencari penghidupan guna mendukung kepentingan
kolonial; (3) Sistem pendidikan diatur menurut pembedaan lapisan sosial,
khususnya yang ada di Jawa.; (4) Pendidikan diukur dan diarahkan untuk
melahirkan kelas elit masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai
pendukung supremasi politik dan ekonomi pemerintah kolonial.4
Maka pada tahun 1901 muncullah apa yang disebut dengan politik ETIS
yakni politik balas budi bangsa Belanda kepada Indonesia. Pencetus politik
ini adalah Van Deventer, yang kemudian politik ini dikenal juga dengan
Trilogi Van Deventer. Secara umum isi dari politik ETIS ini ada tiga macam
yaitu, Education (pendidikan), Imigrasi (perpindahan penduduk) dan Irigasi
(pengairan). Yang akan dikupas adalah mengenai education atau pendidikan.5
Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda sejak diterapkannya Politik Etis dapat digambarkan sebagai berikut:
(1) Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda
(ELS, HCS, HIS), sekolah dengan pengantar bahasa daerah (IS, VS, VgS),
dan sekolah peralihan. (2) Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan
umum (MULO, HBS, AMS) dan pendidikan kejuruan. (3) Pendidikan tinggi.
2.
1. kantor urusan agama pada zaman belanda yang disebut dengan kantor
Islamistiche yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah
oleh jepang menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh umat islam sendiri
yakni K.H. Hasyim Asyari dari jombang da didaerah dibentuk daerah
sumuka.
2. Pondok pesantren besar-besar yang sering mendapat kunjungan dan
bantuan pemerintah Jepang.
3. Sekolahnegeri diberi pendidikan budi pekerti yang isinya identik dengan
pelajaran agama.
4. Pemerintah jepang Mengizinkan pembentukan barisan Hizbullah yang
mengajarkan latihan dasar seni kemiliteran bagi pemuda Islam di bawah
pimpinan K.H. Zainal Arifin.
5. Pemerintah jepang Mengizinkan berdirinya Sekolah Tinggi Islam di
Jakarta di bawah asuhan K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakkir dan Bung
Hatta.
6. Diizinkannya ulama dan pemimpin nasionalis membentuk barisan
Pembela Tanah Air (PETA) yang belakangan menjadi cikal-bakal TNI di
zaman kemerdekaan
7. Diizinkannya Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI) terus beroperasi,
sekalipun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Majelis Syuro
Muslimin Indonesia (Masyumi) yang menyertakan dua ormas besar Islam,
Muhammadiyah dan NU.7
Lepas dari tujuan semula Jepang memfasilitasi berbagai aktivitas kaum
muslimin ketika itu, nyatanya hal ini membantu perkembangan Islam dan
keadaan umatnya setelah tercapainya kemerdekaan.
Kepercayaan jepang ini dimanfaatkan juga oleh umat islam untuk
bangkit memberontak melawan jepang sendiri. Pada tanggal 8 juli 1945
berdirilah sekolah tinggi islam di Jakarta. Kalau ditinjau dari segi pendidikan
zaman jepang umat islam mempunya kesempatan yang banyak untuk
memajukan pendidikan islam, sehingga tanpa disadari oleh jepang sendiri
bahwa umat islam sudah cukup mempunyai potensi untuk maju dalam bidang
pendidikan ataupun perlawanan kepada penjajah. Sistem pendidikan pada
bernyanyi dan lain sebagainya. Yang masih agak beruntung adalah madrasahmadrasah yang berada dilingkungan pondok pesantren yang bebas dari
pengawasan langsung pemerintah jepang. Pendidikan dalam pondok
pesantren masih dapat berjalan dengan agak wajar.
Madrasah dan Pesantren yang pada hakikatnya adalah suatu alat dan
sumber pendidikan dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar
dalam masyarakat Indonesia umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian
dan bantuan nyata berupa tuntunan dan bantuan materil dari pemerintah.[5]
1. Keberadaan Pendidikan Islam
Meskipun Indonesia baru memplokamirkan kemerdekaanya dan
tengah menghadapi revolusi fisik, pemerintah Indonesia sudah berbenah diri
terutama mamperhatikan masalah pendidikan yang dianggap cukup vital
dalam menentukan, untuk itu dibentuklah Kementrian Pendidikan Pengajaran
Pendidikan (PP dan K). Dengan terbentuknya Kementrian Pendidikan
tersebut maka diadakanlah berbadai usaha, terutama mengubah sistem
pendidikan dan menyesuaikannya dengan keadaan yang baru.[6]
Mentri Pendidikan Pengajaran Pendidikan (PP dan K) pertama Ki
Hajar Dewantara mengeluarkan intruksi Umum yang isinya memerintahkan
kepada semua Kepala-kepala sekolah dan guru-guru untuk:
1.
2.
3.
4.
5.
2.
a.
C.
1.
2.
3.
D.
1.
2.
Pondok Pesantren
3.
Madrasah
4.
5.
Majelis Talim
Yang akan pemakalah bahas lebih dalam disini adalah mengenai seluk beluk
Pesantren daari mulai pengertian, sistem pengajaran dan apa yang harus di
rekonstruksikan.
1.
Sejarah Pesantren
Pesantren yang merupakan Bapak dari pendidikan Islam di Indonesia,
didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman yang lahir atas
kesadaran akan kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan
mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama atau
dai.[10]
Pesantren sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar
para santri. Sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana
yang terbuat dari bambu. Disamping itu kata pondok berasal dari bahasa arab
Funduq yang berarti hotel atau asrama.[11]
2.
a.
Metode Sorogan
Dalam ranah Pendidikan Pesantren ada salah satu metode kelasik yang
disebut sorogan. Metode sorogan merupakan suatu metode yang ditempuh
dengan cara guru menyampaikan pelajaran kepada santri secara individual
dan penyampaiannya dilakukan secara bergilir pada santri yang jumlahnya
sedikit.[13]
Di pesantren metode ini diperuntukan pada santri tingkat rendah yaitu
mereka yang baru menguasai baca Al-Quran. Melalui sorogan,
perkembangan intelektual santri dapat ditangkap langsung oleh Kiai.
Sebaliknya penerapan metode ini menuntut kesabaran dan keuletan pengajar
karena membutuhkan waktu yang lama, yang dinilai pemborosan dan tidak
efektif.[14]
b.
a.
b.
1)
2)
Metode diskusi merupakan metode yang menjadi andalan proses belajarmengajar diperguruan tinggi. Metode ini juga diterapkan dipesantren. Metode
diskusi membuka kesempatan terbukanya pikiran dengan berlandasan
argumentasi ilmiah. Oleh karena itu, sangat logis bila penerapan metode
diskusi diterapkan dalam pengejaran di pesantren. Metode ini telah dipakai di
beberapa pesantren seperti Tebuireng, Pabelan, atau Gontor.
Akhir-akhir ini bahkan ada juga pesantren yang menerapkan metode
seminar. Metode seminar dilaksanakan dengan mengundang nara sumber dari
dalam maupun dari luar. Pesantren Al-Hikam Malang, pipinan Kiyai Hasyim
Muzadi maupun pesantren Nurul jadid pimpinan Kiai A. Wahid Zaeni cukup
sering mengadakan seminar dengan nara sumber dari luar, sehingga
mengubah kesan metodik pesantren.[19]
Dari kedua pola pengajaran diatas, sangat jelas sekali bahwa pola
pengajaran inovatif lebih ditekankan untuk kita sebagai calon Guru baik
dipesantren ataupun di sekolah. Pola pembelajaran inovatif buakan
menghilangkan pola-pola pengajaran kelasik atau konvensional, melainkan
merupakan sebuah inovasi pembelajaran dengan menggunakan cara-cara
yang lebih menyenangkan sehingga proses pembelajaran dapat tersampaikan
dengan waktu yang efisien dan lebih jauh siswa mampu mengaktualisasikan
esensi dari pembelajaran.
Hal ini sesuai dengan sebagaimana tujuan terbentuknya pondok pesantren
di Indonesia yang antara lain adalah:
a)
Tujuan Umum
Membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam
yang dengan ilmu agamanya ia sanggup menjadi mubaligh Islam dalam
masyarakat sekitar melalui ilmu dan amalnya.
b)
Mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alaim dalam ilmu agama
yang diajarkan oleh kiai yang bersangkutan serta mengamalkannya dalam
masyarakat.[20]
Adanya rekonstruksi metode pengajaran dari konvensional menuju
inovatif merupakan suatu usaha dalam mengenalkan santri kepada kemajuan
dunia. Tidak hanya berkutat pada tek-teks normatif dan eksclusif melainkan
agar santri lebih peka terhadap permasalahan-permasalahan kekinian yang
bersifat aktual yang sebetulnya lebih dibutuhkan oleh masyarakat.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA